THE COMPARISON BETWEEN NORMAL, OVERWEIGHT, AND OBESE BODY MASS INDEX CATEGORIES WITH RISK OF HAVING PLANTAR FASCIITIS IN WOMEN ADULTS AT GIANYAR DISTRICT
on

ORIGINAL ARTICLE
Vol 6 No 2 (2018), P-ISSN 2303-1921
MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA
PERBANDINGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH KATEGORI NORMAL, OVERWEIGHT, DAN OBESITAS DENGAN RISIKO MENGALAMI PLANTAR FASCIITIS PADA WANITA USIA DEWASA
DI KECAMATAN GIANYAR
I Putu Adi Merta1, I Made Niko Winaya2, I Wayan Sugiritama3
1,2Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali 3Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali putuame88@gmail.com
ABSTRAK
Kelebihan berat badan menyebabkan peningkatan plantar pressure, sehingga menimbulkan overstretch pada fascia plantaris dan terjadi peradangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan risiko mengalami plantar fasciitis pada wanita dengan IMT normal, overweight, dan obesitas di Kecamatan Gianyar. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional analytic. Pengumpulan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel terdiri dari 3 kelompok yang masing-masing berjumlah 25 orang. Kelompok A adalah wanita dengan IMT normal, kelompok B adalah wanita dengan IMT overweight, dan kelompok C adalah wanita dengan IMT obesitas. Didapatkan hasil pearson chi-square p = 0,022 (p ≤ 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi data yang bermakna. Nilai relative risk IMT overweight-obesitas dibandingkan dengan normal adalah RR=3,34 [IK 95% 1,09 - 10,16]. Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi risiko mengalami plantar fasciitis antara IMT normal (4%), IMT overweight (10,7%), dan IMT obesitas (16%) serta IMT overweight-obesitas memiliki risiko 3,34 kali lebih besar mengalami plantar fasciitis daripada IMT kategori normal.
Kata Kunci: indeks massa tubuh, overweight, obesitas, plantar fasciitis, wanita
COMPARISON BETWEEN NORMAL, OVERWEIGHT, AND OBESE BODY MASS INDEX CATEGORIES WITH RISK OF HAVING PLANTAR FASCIITIS IN WOMEN ADULTS AT GIANYAR DISTRICT
ABSTRACT
Elevated body mass can increases plantar pressure, so that causing overstretch the plantar fascia and occurs inflammation. The aims of this study was to compare the risk of having plantar fasciitis in women with normal, overweight, and obese body mass index at Gianyar district. This study is a cross-sectional analytic study. Samples are selected using purposive sampling technique. The samples consists of 3 groups, which amounted to 25 people in each group. Group A was women with normal BMI, group B was women with overweight BMI, and group C was women with obese BMI. The result of pearson chi-square p = 0.022 (p ≤ 0.05) indicating that there is a significant data distribution difference. The relative risk for overweight-obese compared to normal BMI was RR=3.34 [95% CI 1.09 - 10.16]. Concluded that there is a difference proportion of risk having plantar fasciitis between normal BMI (4%), overweight BMI (10,7%), obesity BMI (16%) and overweight-obese BMI have 3,34 times greater risk of having plantar fasciitis than the normal BMI category.
Keywords: body mass index, overweight, obese, plantar fasciitis, women
PENDAHULUAN
Prevalensi overweight dan obesitas pada usia dewasa semakin meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia, jumlah penduduk usia dewasa dengan IMT overweight sebanyak 13,5% dan obesitas sebanyak 15,4%. Pada tahun 2007 jumlah pria dewasa dengan IMT obesitas sebanyak 13,9% kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi 19,7%. Sedangkan, jumlah obesitas pada wanita dewasa tahun 2007 hanya 13,9%, kemudian meningkat menjadi 32,9% pada tahun 2013.1 Data ini menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan kasus overweight dan obesitas lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.
Keadaan tersebut dikarenakan oleh metabolisme tubuh wanita cenderung lebih rendah serta wanita memiliki lemak tubuh lebih banyak daripada pria.2 Betambahnya usia menyebabkan penurunan kadar estrogen pada wanita yang dapat mempengaruhi distribusi lemak tubuh. Selain itu, penurunan kadar estrogen dapat menyebabkan penurunan massa otot sehingga menyebabkan metabolisme tubuh cenderung melambat.3 Penambahan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ginetik, jenis kelamin, usia, pola hidup, aktivitas fisik, emosional, dan lingkungan.4
Kelebihan berat badan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan diantaranya penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, gangguan pernafasan, dan musculoskeletal disorder (MSDs). Salah satu MSDs yang dapat terjadi akibat dari kelebihan berat badan adalah plantar fasciitis. Plantar fasciitis merupakan peradangan pada fascia plantaris. Kelebihan berat badan menyebabkan terjadinya peningkatan plantar pressure, sehingga sendi subtalar akan mengkompensasi dengan bergerak ke arah pronasi untuk meredam impact berat badan serta menjaga stabilitas kaki.5 Fascia plantaris yang berkerja sebagai shock-absorbing bowstring yaitu untuk menjaga kelengkungan arkus plantaris akan menjadi overstretch dan mengalami tension yang berlebihan. Keadaan ini akan menyebabkan kerobekan pada jaringan fascia plantaris sehingga terjadi peradangan.6
Hasil penelitian sebelumnya mengenai obesitas dan tipe kaki pronasi lebih meningkatkan risiko nyeri plantaris mendapatkan hasil bahwa grup dengan nyeri plantaris mempunyai IMT yang lebih besar, postur kaki lebih pronasi, serta ROM dorsofleksi ankle yang lebih kecil dibandingkan dengan grup kontrol.7
Dikarenakan prevalensi overweight dan obesitas pada usia dewasa mengalami peningkatan setiap tahunnya, maka angka kejadian plantar fasciitis juga dapat meningkat. Jika seseorang mengalami plantar fasciitis maka dapat menimbulkan gejala seperti nyeri pada daerah tumit dan berkurangnya gerak fungsional kaki. Gejala yang ditimbulkan akan dapat menurunkan kualitas kesehatan, menganggu Acitvity Daily Living (ADL) dan menurunkan produktivitas saat bekerja. Dikaitkan dengan data statistik Riskesdas tahun 2013 overweight dan obesitas lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul "Perbandingan antara Indeks Massa Tubuh Kategori Normal, Overweight, dan Obesitas dengan Risiko Mengalami Plantar Fasciitis pada Wanita Usia Dewasa di Kecamatan Gianyar".
BAHAN DAN METODE
Desain penelitian ini adalah cross-sectional analitik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret tahun 2017. Sampel penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel berjumlah 25 orang untuk masing-masing kelompok penelitian. Kelompok A merupakan sampel dengan IMT normal (18,5-22,9 kg/m2), kelompok B merupakan sampel dengan IMT overweight (23-24,9 kg/m2), dan kelompok C merupakan sampel dengan IMT obesitas (>25 kg/m2).
Pada masing-masing kelompok penelitian, dilakukan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise staturmeter, pengukuran berat badan menggunakan timbangan, pengukuran ROM dorsofleksi ankle menggunakan goniometer, dan penilaian postur kaki menggunakan Foot Posture Index (FPI).
Analisis data menggunakan software komputer dengan beberapa uji statistik yaitu: uji deskriptif / univariat, uji statistik chi-square, uji T-test Usia, serta Relative Risk (RR).
HASIL
Berikut adalah hasil uji statistik deskriptif untuk mendeskripsikan tiap-tiap variabel penelitian.
Tabel 1. Karakteristik Responden Kelompok A
|
Karakteristik |
Rerata ± SB Kelompok A |
|
Usia (tahun) |
39,76 ± 3,192 |
|
IMT (kg/m2) |
21,68 ± 0,78477 |
|
ROM |
21,12 ± 3,712 |
|
Score FPI |
3,40 ± 1,472 |
Tabel 2. Karakteristik Responden Kelompok B
|
Karakteristik |
Rerata ± SB Kelompok B |
|
Usia (tahun) |
40,20 ± 3,028 |
|
IMT (kg/m2) |
24,80 ± 24,0984 |
|
ROM |
15,28 ± 3,323 |
|
Score FPI |
6,00 ± 1,041 |
Tabel 3. Karakteristik Responden Kelompok C
Rerata ± SB
Kelompok C
Usia (tahun) 40,80 ± 3,606
IMT (kg/m2) 29,6120 ± 4,38094
ROM 11,32 ± 2,249
Score FPI 6,92 ± 0,954
Tabel tersebut menunjukkan bahwa responden pada kelompok A memiliki retata usia dan simpang baku (39,76 ± 3,192), kelompok B (40,20 ± 3,028), dan kelompok C (40,80 ± 3,606). Selanjutnya, rerata IMT dan simpang baku responden pada kelompok A (21,68 ± 0,78477), kelompok B (24,80 ± 24,0984), dan kelompok C (29,6120 ± 4,38094). Pada penelitian ini didapatkan hasil rerata ROM dorsofleksi ankle dan simpang baku pada kelompok A (21,12 ± 3,712), kelompok B (15,28 ± 3,323), dan kelompok C (11,32 ± 2,249). Kemudian, rerata dan simpang baku score FPI pada kelompok A (3,40 ± 1,472), kelompok B (6,00 ± 1,041), dan kelompok C (6,92 ± 0,954).
Berikut merupakan hasil perbedaan proporsi risiko mengalami plantar fasciitis antara kelompok penelitian dengan menggunakan uji statistik chi-square.
Tabel 4. Crosstabulation Plantar Fasciitis dengan IMT
Kelompok
A B C
Total
|
PF |
n |
3 |
8 |
12 |
23 |
|
% |
4 |
10,7 |
16 |
30,7 | |
|
Tidak |
n |
22 |
17 |
13 |
52 |
|
% |
29,3 |
22,7 |
17,3 |
69,3 | |
|
n |
25 |
25 |
25 |
75 | |
|
Total |
% |
33,3 |
33,3 |
33,3 |
100 |
Tabel 5. Uji Statistik Chi-square
Nilai p
Perbedaan distribusi data 7,651 0,022
Pada Tabel 4 menunjukkan proporsi wanita usia dewasa yang mengalami plantar fasciitis pada kelompok A sebesar 4%, kelompok B sebesar 10,7%, dan kelompok C sebesar 16%. Sedangkan proporsi wanita usia dewasa yang tidak mengalami plantar fasciitis pada kelompok A sebesar 29,3%, kelompok B sebesar 22,7%, dan kelompok C sebesar 17,3%. Dari keseluruhan responden terdapat 30,7% yang mengalami plantar fasciitis dan 69,3% yang tidak mengalami plantar fasciitis. Pada Tabel 5 dapat dilihat hasil pearson chi-square sebesar 7,651 (p=0,022). Hasil tersebut berarti p ≤ 0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan distribusi data yang bermakna.
Berikut merupakan hasil T-test usia untuk mengetahui pengaruh usia terhadap plantar fasciitis.
Tabel 6. Perbedaan Rerata Usia
|
n |
Usia |
p | ||
|
Rerata±SB |
Selisih | |||
|
PF |
23 |
41,39 ± 3,340 |
1,64 |
0,044 |
|
Tidak |
52 |
39,75 ± 3,137 | ||
Tabel 6 menunjukkan rerata usia pada kelompok yang mengalami plantar fasciitis adalah (41,39 ± 3,340) dan rerata usia pada kelompok yang tidak mengalami plantar fasciitis adalah (39,75 ± 3,137). Selisih rerata usia yaitu 1,64 dengan nilai p=0,044 yang berarti (p < 0,05) terdapat perbedaan rerata usia yang bermakna.
Berikut merupakan hasil perbandingan risiko yang menggunakan ukuran Relative Risk (RR).
Tabel 7. Perbandingan Risiko Mengalami Plantar Fasciitis
|
Perbandingan IMT |
Nilai RR |
IK 95% | |
|
Bawah |
Atas | ||
|
Overweight & Normal |
2,67 |
0,8 |
8,9 |
|
Obesitas & Normal |
4 |
1,28 |
12,47 |
|
Obesitas & Overweight |
1,5 |
0,74 |
3,03 |
|
Overweight-Obesitas & Normal |
3,34 |
1,09 |
10,16 |
Tabel 7 menunjukkan relative risk untuk IMT overweight dibandingkan dengan normal adalah RR=2,67 [IK 95% 0,8 - 8,9]. Kemudian, relative risk untuk IMT obesitas dibandingkan dengan normal adalah RR=4 [IK 95% 1,28 - 12,47]. Nilai relative risk untuk IMT obesitas dibandingkan dengan overweight adalah RR=1,5 [IK 95% 0,74 - 3,03]. Selanjutnya, relative risk untuk IMT overweight-obesitas dibandingkan dengan normal adalah RR=3,34 [IK 95% 1,09 - 10,16].
DISKUSI
Karakteristik responden berdasarkan usia pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu wanita di Kecamatan Gianyar yang berusia 35-45 tahun. Hal ini berkaitan dengan seiring bertambahnya usia akan menyebabkan terjadinya penurunan tingkat aktivitas dan juga penurunan kemampuan metabolisme tubuh yang akan berpengaruh
Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 34 |
terhadap peningkatan IMT. Semakin bertambahnya usia, maka akan lebih mudah terjadi akumulasi lemak tubuh dikarenakan adanya penurunan massa otot. Kebutuhan kalori yang dibutuhkan tubuh menjadi lebih rendah karena adanya penurunan kemampuan metabolisme tubuh.4 Selain itu, bertambahnya usia juga akan menyebabkan terjadinya proses degeneratif sehingga berdampak pada penurunan fungsi jaringan salah satunya adalah penurunan fleksibilitas fascia plantaris.
Peningkatan IMT berpengaruh terhadap ROM dorsofleksi ankle. Hasil penelitian ini menunjukkan ROM dorsofleksi ankle Kelompok A > Kelompok B > Kelompok C. Hal tersebut dikarenakan ketegangan otot dipengaruhi oleh banyak muscle fiber yang ikut berkontraksi dan ketegangan dari setiap muscle fiber yang berkontraksi. Semakin meningkatnya IMT menyebabkan peningkatan pembebanan yang diterima oleh group otot tibialis posterior sehingga mengganggu kemampuan group otot tibialis posterior untuk terulur dan menyebabkan berkurangnya ROM dorsofleksi ankle.8
Hasil rerata score FPI pada penelitin ini yaitu Kelompok A < Kelompok B < Kelompok C. Peningkatan IMT menyebabkan meningkatnya penumpuan berat badan pada kaki terutama pada daerah calcaneus sehingga menimbulkan perubahan biomekanikal pada ankle seperti hiperpronasi sendi subtalar. Hal tersebut akan menyebabkan postur kaki menjadi cenderung pronasi.9 Semakin besar nilai FPI mengindikasikan postur kaki lebih pronasi.
Pada penelitian ini sebaran proporsi mengalami plantar fasciitis pada kelompok A sebesar 4%, kelompok B sebesar 10,7%, dan kelompok C sebesar 16%. Hasil pearson chi-square menunjukkan p≤0,05 yang berarti terdapat perbedaan distribusi data yang bermakna. Peningkatan IMT telah terbukti menjadi faktor risiko yang signifikan untuk mengalami plantar fasciitis.10 Sesuai dengan hasil penelitian ini, terdapat perbedaan proporsi risiko mengalami plantar fasciitis, semakin besar nilai IMT semakin tinggi risiko mengalami plantar fasciitis. Peningkatan IMT menyebabkan peningkatan stress plantar pressure yang akan membuat terjadinya overstrech fascia plantaris.11 Keadaan tersebut menyebabkan penurunan fleksibilitas fascia plantaris sehingga mudah mengalami kerobekan dan terjadi inflamasi. Kondisi inflamasi dalam kurun waktu yang lama akan menimbulkan abnormal crosslink yang mengakibatkan penurunan fleksibilitas ankle dan dapat juga terbentuk osteofit pada calcaneus bagian medial sehingga menimbulkan nyeri.12
Kelebihan berat badan menyebabkan peningkatan pembebanan yang diterima oleh otot gastrocnemius dan soleus sehingga terjadi tightness pada otot tersebut. Hal tersebut akan mengganggu kemampuan otot gastrocnemius dan soleus untuk terulur, sehingga menyebabkan berkurangnya ROM dorsofleksi ankle. Menurut hasil penelitian Rani Poonam di india menunjukkan bahwa penurunan ROM dorsofleksi ankle merupakan penyebab chronic plantar heel pain. Hal tersebut dikarenakan penurunan ROM dorsofleksi ankle saat gait cycle menyebabkan terjadinya kompensasi pronasi yang abnormal pada sendi subtalar sehingga menyebabkan peningkatan stress pada fascia plantaris.13 Sejalan dengan hasil penelitian ini rerata ROM dorsofleksi ankle pada IMT overweight dan obesitas cenederung mengalami penurunan daripada IMT normal.
Salah satu faktor risiko penyebab plantar fasciitis adalah tipe kaki pronasi. Postur kaki pronasi cenderung memiliki tipe arkus plantaris yang rendah. Peningkatan plantar pressure terjadi secara proporsional dengan adanya peningkatan nilai IMT. Kondisi ini akan membuat sendi subtalar bergerak ke arah pronasi untuk menyangga berat tubuh, sehingga membuat postur kaki menjadi cenderung hiperpronasi. Fascia plantaris yang berfungsi sebagai shock absorbing bowstring akan overstretch secara terus-menerus dan menyebabkan peradangan.14 Hasil penelitian lain menunjukkan dibandingkan dengan grup non-obesitas, grup obesitas menunjukkan peningkatan lebar kaki bagian depan (forefoot) dan plantar pressure lebih besar saat berdiri maupun berjalan.5 Sehingga, risiko untuk mengalami plantar fasciitis menjadi lebih besar.
Penelitian Damien B Irving mengenai obesitas dan tipe kaki pronasi meningkatkan risiko chronic plantar heel pain menunjukkan bahwa seseorang dengan nyeri kaki 3,7 kali lebih sering memiliki tipe kaki pronasi (FPI ≥ 6) dan 2,9 kali lebih sering terjadi pada orang dengan obesitas (> 25 kg/m²).7 Hubungan antara tipe kaki pronasi dengan nyeri kaki didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan strain pada fascia plantaris saat kaki dalam posisi pronasi. Menurut Bolgla salah satu penyebab plantar fasciitis adalah tipe kaki pronasi yang berkepanjangan. Faktor yang menyebabkan tipe kaki pronasi adalah kelemahan otot tibialis posterior, heel-cord tightness, dan deformitas struktural kaki. Seseorang dengan kelebihan berat badan mengalami kelemahan pada otot gastrocnemius dan soleus sehingga menyebabkan gerakan hiperpronasi subtalar. Tipe kaki pronasi cenderung memiliki arkus plantaris yang rendah sehingga saat menerima beban berlebih dari tubuh maka fascia plantaris akan mudah mengalami kerobekan.15 Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana IMT overweight dan obesitas memiliki rata-rata nilai FPI ≥ 6 yang berarti postur kaki cenderung lebih pronasi daripada IMT normal.
Pada penelitian ini hasil signifikan terlihat pada nilai relative risk IMT obesitas dibandingan dengan normal yaitu RR=4 [IK 95% 1,28 - 12,47]. Tetapi, terdapat hasil yang tidak signifikan pada nilai relative risk IMT overweight dibandingan dengan normal yaitu RR=2,67 [IK 95% 0,8 - 8,9] dan nilai relative risk IMT obesitas dibandingkan dengan overweight yaitu RR=1,5 [IK 95% 0,74 - 3,03] dikarenakan pada interval kepercayaan mencangkup nilai 1.
Hal tersebut dikarenkan plantar fasciitis merupakan patologi yang multifaktorial. Selain obesitas dan postur kaki pronasi, ada beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya plantar fasciitis, seperti: overuse fascia plantaris, proses degeneratif, deformitas kaki (flat foot dan pes cavus), aktivitas sehari-hari serta pola hidup. Variabel perancu yang tidak dikontrol pada penelitian ini adalah lama sampel mengalami overweight dan obesitas, jenis pekerjaan sampel, jenis alas kaki yang digunakan sampel, serta kebiasaan aktivitas sehari-hari sampel. Selain itu, pada penelitian ini didapatkan hasil analisis T-test usia yang signifikan berpengaruh pada kejadian plantar fasciitis, karena bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya fleksibilitas fascia plantaris sehingga saat menerima stress yang terlalu besar akan menimbulkan inflamasi pada fascia plantaris.12 Hal tersebut membuat variabel usia juga memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi hasil penelitian ini. Kelemahan penelitian ini adalah sampel penelitian yang sedikit dan protocol FPI memiliki level objektifitas yang rendah sehingga mempengaruhi hasil jika diperiksa oleh orang yang berbeda.
Terlepas dari variabel perancu dan kelemahan penelitian, peneliti membandingkan IMT overweight-obesitas dengan normal karena rentang nilai IMT overweight dan obesitas menurut kriteria Asia Pasifik tidak terlalu jauh. Selain itu, overweight dan obesitas secara umum didefinisikan sebagai kelebihan berat badan.16 Nilai relative risk yang didapat dari hasil membandingkan IMT overweight-obesitas dengan normal adalah RR=3,34 [IK 95% 1,09 - 10,16] yang berarti wanita dengan IMT overweight-obesitas memiliki risiko 3,34 kali lebih besar mengalami plantar fasciitis daripada wanita dengan IMT normal. Nilai relative risk tersebut menunjukkan hasil yang signifikan karena pada interval kepercayaan tidak mencangkup nilai 1. Secara garis besar, kelebihan berat badan (overweight dan obesitas) memiliki risiko yang lebih besar mengalami plantar fasciitis daripada seseorang dengan IMT normal.
SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan proporsi risiko mengalami plantar fasciitis antara IMT normal (4%), IMT overweight (10,7%), dan IMT obesitas (16%) serta wanita dengan IMT kategori overweight dan obesitas memiliki risiko 3,34 kali lebih besar mengalami plantar fasciitis daripada wanita dengan IMT normal.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya preventif oleh seorang fisioterapis dalam mengangani kasus plantar fasciitis. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah sampel, menggunakan alat ukur yang lebih objektif, memperpendek rentang usia sampel, serta mencari sampel pada populasi yang lebih spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Balitbangkes Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Laporan Nasional Departemen Kesehatan. 2013. 2. Adriani M, Bambang W. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2012.
-
3. Chen Z, Bassford T, Green SB, et al. Postmenopausal hormone therapy and body composition – a substudy of the
estrogen plus progestin trial of the Women's Health Initiative. The American Journal of Clinical Nutrition. 2005;82:651–6.
-
4. Galletta G. Emedicine Health. 2005. [Online] Available from:
http://www.emedicinehealth.com/obesity/article_em.htm [Diakses tanggal 21 Oktober 2016].
-
5. Hills AP, Hennig EM, McDonald M, Bar-Or O. Plantar Pressure Differences between Obese and Non-Obese Adults: A Biomechanical Analysis. Australia: International Journal of Obesity. 2001. No 25. pp. 1674 - 1679.
-
6. Munadi A. Penambahan MWD, Transverse Friction dan Kinesiotaping Dapat Lebih Mengurangi Nyeri daripada Intervensi MWD, Transverse Frction dan Tapping pada Kasus Fascitis Plantaris. Jakarta: Universitas Esa Unggul. 2012.
-
7. Irving DB, Cook JL, Young MA, Menz, HB. Obesity and pronated foot type may increase the risk of chronic plantar heel pain: a matched case-control study. BMC Musculoskeletal Disorders. 2007.
-
8. Tortoa G, Derickson BD. Principles of Anatomy & Physiology 12th Edition. New York, USA. 2009.
-
9. Sunarya. Penambahan Transverse Friction pada Intervensi Micro Wave Diathermy dan Ultrasound Therapi Lebih
Baik untuk Mengurangi Nyeri pada Kasus Plantar Fasciitis. Jakarta: Universitas Esa Unggul. 2014.
-
10. Jelinek HF. Foot Health and Elevated Body Mass Index. The Foot and Ankle Online Journal. 2008;2(8):4.
-
11. Young CC. Plantar Fasciitis. 2015. [Online] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/86143-overview. [Diakses tanggal 23 Oktober 2016].
-
12. Periatna H. Perbedaan Pengaruh Pemberian Intervensi Micro Wave Diathermy (MWD) dan Ultrasound Underwater dengan Intervensi Micro Wave Diathermy (MWD) dan Ultrasound Gel Terhadap Penurunan Nyeri pada Kasus Plantar Fascitis. Journal Fisioterapi Indonesia. 2006;6(1).
-
13. Rani P, Shakya P. Obese pronated foot posture may increase the risk of chronic plantar heel pain than normal pronated foot posture: a case control study. India: Medicina Sportiva. 2012; 8(3):1837-1882.
-
14. O’Brien D, Tyndyk M. Effect of arch type and Body Mass Index on plantar pressure distribution during stance phase of gait. Ireland: Acta of Bioengineering and Biomechanics. 2014;16(2).
-
15. Bolgla LA, Malone TR. Plantar Fasciitis and the Windlass Mechanism: A Biomechanical Link to Clinical Practice. Journal of Athletic Training. Lexington: University of Kentucky. 2004.
-
16. World Health Organization (WHO). Obesity and Overweight. 2010. [Online] Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ [Diakses tanggal 20 Oktober 2016].
Open Access Journal : https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi/index | 36 |
Discussion and feedback