PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING OTOT PAHA DAN SLUMP STRETCH SETELAH LATIHAN KNEE TUCK JUMP EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN SEPAK BOLA FISIOTERAPI FK UNUD

  • 1Anak Agung Gede Eka Septian Utama, 2 I Made Niko Winaya, 3 I Made Krisna Dinata, 4 I Wayan Sugiritama

  • 1, 2Program Studi FisioterapiFakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Bagian Ilmu FAAL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4 Bagian Ilmu Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Daya ledak otot tungkai adalah kekuatan kontraksi otot tungkai secara maksimum dalam durasi waktu yang pendek. Latihan knee tuck jump merupakan latihan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai, tapi masih ada kelemahan sehingga hasilnya kurang optimal. Berdasarkan teori, penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai. Digital vertical jump test digunakan untuk mengukuran vertical jump. Analisis statistik menggunakan uji parametrik. Kelompok I terjadi rerata peningkatan vertical jump sebesar 5,32 cm dengan p=0,000 dan kelompok II sebesar 2,10 cm dengan p=0,000. Simpulan : Penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

Kata kunci: Daya ledak otot tungkai, knee tuck jump, contract relax stretching, slump stretch, digital vertical jump test

THE ADDITION OF CONTRACT RELAX STRETCHING OF THIGH MUSCLE AND SLUMP STRETCH AFTER

KNEE TUCK JUMP EXERCISES WAS EFFECTIVE TO INCREASE LEG MUSCLE EXPLOSIVE POWER IN PHYSIOTHERAPY FK UNUD FOOTBALL PLAYERS

ABSTRACT

Leg muscle explosive power is the power of maximum leg muscle contractions in a short duration of time. Knee tuck jump exercise is an exercise to increase the explosive power of leg muscle, but it still has its weaknesses because the results are less than optimal. In theory, the addition of contract relax-stretching of the thigh muscles and slump stretch after knee tuck jump exercise is effective in improving leg muscle explosive power. Digital vertical jump test was used to measure vertical jump. Statistical analysis used parametric tests. Group I had average increase of vertical jump by 5.32 cm, p = 0.000 and Group II at 2.10 cm, p = 0.000. Conclusions: The addition of contract relax -stretching of the thigh muscles and slump stretch after knee tuck jump exercise was effective in improving leg muscle explosive power in Physiotherapy FK UNUD football players.

Keywords: Explosive power of leg muscle, knee tuck jump, contract-relax stretching, slump stretch, digital vertical jump test

PENDAHULUAN

Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dilakukan dengan suatu aturan secara sistematis seperti aturan waktu, memiliki target denyut nadi, adanya jumlah pengulangan gerakan, dan lain-lain yang memiliki tujuan tertentu.1 Salah satu olahraga yang bersifat kompetitif yang dilakukan dengan berkelompok yaitu sepak bola.

Pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang. Setiap tim mempertahankan gawang dan berusaha menjebol gawang lawan.2 Unsur-unsur kesegaran jasmani yang berkaitan dengan olahraga yaitu keseimbangan, kelincahan, koordinasi, kecepatan, daya ledak dan waktu reaksi.3 Daya ledak merupakan kekuatan kontraksi otot secara maksimum dalam waktu yang sing-kat.4 Dalam melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan kontraksi otot yang kuat dan cepat seperti melompat dan berlari sangat bergantung pada daya ledak otot tungkai. Salah satu otot yang berperan dalam daya ledak

otot tungkai yaitu otot paha (grup fleksor, ektensor, ab-duktor, dan adduktor hip serta otot gastrocnemius).

Latihan knee tuck jump termasuk latihan pliometrik yang pelaksanaanya sederhana dan tidak memerlukan tempat yang luas, latihan ini ditujukan untuk membantu mengembangkan seluruh sistem neuromuscular untuk gerakan-gerakan dalam peningkatan daya ledak ek-splosif.5, 14 Akan tetapi bila dilihat dari gerakan latihan knee tuck jump lebih menekankan pada loncatan secara maksimal, sedangkan kecepatan menjadi faktor kedua, dan jarak horizontal tidak dilakukan pada saat loncatan.6 Sedangkan untuk dapat melatih daya ledak ekplosif memerlukan kecepatan dan kekuatan secara bersama-sama.7 Bila intensitas latihan ditambahkan akan menyebabkan kerja otot yang berlebihan dan kontraksi eksentrik dapat memicu terjadinya DOMS (Delayed Onset Muscle Syndrome) .8

Untuk mengoptimalkan latihan ini dapat dikom-binasi dengan beberapa teknik seperti contract relax

stretching dan slump stretch sehingga dapat umur dan IMT dapat dilihat dari tabel 1. mempengaruhi komponen yang mendukung didalam pen

ingkatan daya ledak otot tungkai dan mencegah Tabel 1. Distribusi umur dan IMT


melakukan latihan berlebihan yang menyebabkan ter

jadinya DOMS. Contrax relax stretching merupakan salah Karakteristik Sam-


satu teknik stretching yang memiliki tujuan untuk meregangkan struktur jaringan lunak yang patologis maupun non patologis sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi. Selain itu saat otot diregangkan akan mengaktifkan reseptor yang ada di otot yaitu muscle spindle dan golgi tendon organ.9 Setelah itu akan dilakukan slump stretch untuk mempengaruhi saraf yang memfasilitasi komponen daya ledak.

Slump stretch merupakan teknik mobilisasai saraf yang meregangkan atau memberikan glide dan tension pada jaringan saraf pada tulang belakang. Tujuan dari gerakan neural gliding adalah untuk memfasilitasi pergerakan saraf tanpa menekannya dan saat ini untuk menyebutkan peluncuran saraf dan gerakan penekanan yaitu neurodynamics.10 Hasil teknik pengobatan Neurodynamic akan terjadi perubahan adaptasi fungsi mekanis atau fisiologis jaringan saraf sehingga terjadi kecepatan rangsang saraf. Slump stretch juga melibatkan peregangan paha belakang bersamaan jaringan saraf yang akan menyumbang peningkatan ruang lingkup ektensi knee aktif.

Maka dari itu, berdasarkan latar belakang di atas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental dengan rancangan Randomized Pretest-Postest Two Group Design. Penelitian ini memiliki tujuan untuk membuktikan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai. Tes yang digunakan adalah digital vertical jump test yang dilakukan sebelum dan setelah latihan dengan dihitung hasil vertical jump.

Populasi target adalah pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD. Populasi terjangkau adalah pemain sepak bola mahasiswa Fisioterapi semester I-VIII FK UN-UD. Jumlah sampel dalam penelitian ini 20 orang dan dibagi ke dalam dua kelompok. Pengambi lansampel menggunakan teknik simple random sampling.

Digital vertical jump digunakan untuk menghitung vertical jump yang menunjukkan hasil daya ledak otot tungkai. Dalam penelitian ini menggunakan bed untuk pemberian contract relax stretching otot paha dam slump stretch.

Data dianalisis menggunakan software dengan beberapa uji statistik yaitu: Uji Statistik Deskriptif, Uji Saphiro Wilk Test untuk normalitas, Uji Levene’s test untuk homogenitas, serta uji Paired Sample T-test dan Independent T-test untuk uji hipotesis.

HASIL

Berikut adalah uji statistik deskriptif untuk

mendapatkan karakteristik data sampel yang terdiri dari T-test yang menunjukkan nilai selisih antara kelompok 1


pel

Umur

20,5

19,4

-1,08

-0,699

IMT

21,16

21,5

-1,191

-1,299

Tabel 2. Uji normalitas dan homogenitas

Kelompok

Uji Normalitas dengan

Shapiro Wilk Test

Uji Homogenitas (Levene’s Test)

Data

Klp. 1           Klp. 2

P          P

Sebelum Pelatihan

0,001        0,835

0,355

Sesudah Pelatihan

0,146        0,899

0,658

selisih

0,122        0,217

0

Tabel 2 menunjukkan hasil uji normalitas dengan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas dengan Levene’s test memberikan informasi bahwa kelompok 1 dan kelompok 2 berdistribusi normal dan homogen. Maka untuk pengujian hipotesis menggunakan uji statistik parametrik.

Tabel 3. Uji Paired Sampel T-test

Beda Rerata(SB)

P

Kelompok 1

5,32(1,42615)

0

Kelompok 2

2,10(0.26761)

0

Rerata(SB)

Kelompok I (n=10) Kelompok II (n=10)


Tabel 3 menunjukan bahwa uji hipotesis kelompok 1 didapatkan p=0,000(p<0,05) yang berarti adanya peningkatan daya ledak otot tungkai dengan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump yang ditunjukan adanya peningkatan vertical jump saat melakukan pengukuran. Uji hipotesis pada kelompok 2 didapatkan p=0,000 (p<0,05) yang berarti adanya peningkatan daya ledak otot tungkai dengan pemberian latihan knee tuck jump yang ditunjukan adanya peningkatan vertical jump saat melakukan pengukuran.

Tabel 4. Uji Independent Sample T-test

Kelompok

Rerata(SB)

P

Sebelum

Kelompok 1

51,22(3,487)

0,06

Pelatihan

Kelompok 2

54,38(3,544)

Sesudah

Kelompok 1

56,54(3,358)

0,967

Pelatihan

Kelompok 2

56,48(3,523)

Selisih

Kelompok 1

5,32(1,426)

0,000

Kelompok 2

2,10(0,267)

Tabel 4 merupakan hasil uji Independent Sampel

dan kelompok 2 yaitu p = 0,000 (p<0,05) yang berarti adanya perbedaan yang bermakna antara penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump dan latihan knee tuck jump dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai.

DISKUSI

Karakteristik sampel

Dari hasil penelitian ini didapatkan karakteristik umur sampel yaitu Kelompok 1 yang memiliki rerata umur 20,50 (SB 1,080), dan pada Kelompok 2 19,40 (SB 0,699). Pada umur 19-29 tahun terlihat peningkatan yang bermakna pada kekuatan statis dan dinamis, sisa-sisa peningkatan kekuatan dan kecepatan dilanjutkan hampir konstan sampai pada usia 40-49 tahun, kemudian pada usia 50 tahun, selanjutnya kekuatan dan kecepatan menurun secara bermakna searah bertambahnnya usia.4

Berdasarkan karakteristik IMT (Indeks Massa Tubuh) diperoleh nilai Kelompok 1 21,16 (SB1,191), dan pada Kelompok 2 21,50 (SB1,299). Selisih nilai rerata IMT antara Kelompok 1 dan 2 (0,34), dengan standar normal yang ditetapkan oleh yakni 18,5-22,9 kg/m2.11 Dengan IMT yang berbeda akan memiliki hasil yang berbeda pula, hal tersebut disebabkan dengan orang yang memiliki IMT berlebih menunjukkan kadar lemak yang lebih banyak dari massa ototnya sedangkan IMT dibawah normal menunjukkan kurang asupan gizi sehingga berpengaruh tehadap kekuatan dan kecepatan.12

Penambahan Contract Relax Stretching Otot Paha Dan Slump Stretch Setelah Latihan Knee Tuck Jump Dapat Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Pemain Sepak Bola Fisioterapi FK UNUD

Dari hasil uji Paired Sample T-test pada Kelompok 1, didapatkan rerata daya ledak otot tungkai sebelum intervensi 51,22 cm dan rerata setelah intervensi 56,54 cm. Dan diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti adanya perbedaan yang bermakna antara daya ledak otot tungkai sebelum dan setelah intervensi pada pemain sepak bola. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

Penambahan contract relax stretching akan mengaktifkan reseptor yang ada di otot yaitu muscle spindle dan golgi tendon organ. Semakin cepat terjadi peregangan otot akan menyebabkan otot berkontraksi semakin kuat.9 Aktifnya muscle spindle dan komponen elastik memicu stretch refleks atau refleks miostatis untuk menahan perubahan panjang otot yang terjadi dengan mengentraksikan otot diulur tadi serta secara bertahap dari reseptor stretch akan beradaptasi dalam memberikan panjang yang lebih besar terhadap otot sehingga dapat lebih banyak menyimpan energi potensial elastis yang bila dikeluarkan akan terjadi ledakan energi otot dan peningkatan toleransi terhadap manuver peregangan akhirnya terjadi peningkatan daya ledak.

Serta saat dilakukan slump strerch mempengaruhi adaptasi suatu latihan dalam mentransmisikan stimulus dari luar yang dibawa ke susunan saraf pusat untuk diproses menjadi suatu gerakan yang komplek. Sehingga dengan adanya proses adaptasi dari saraf akan memper-

baiki kecepatan rangsang saraf ke reseptor di otot terutama reseptor muscle spindel baik saraf sensor maupun motorik terlibat disini. Hasil teknik pengobatan Neurodynamic perubahan fungsi mekanis atau fisiologis jaringan saraf. Slump stretch juga melibatkan peregangan paha belakang bersamaan jaringan saraf yang akan menyumbang peningkatan ruang lingkup ektensi knee aktif.

Selain itu dengan dilakukan slump stretch akan meningkatkan aliran darah ke otot dengan aktifnya saraf simpatis, meningkatkan kecepatan rangsang saraf tertuama saraf-saraf yang menginervasi otot tungkai dan mengaktivasi dari motor unit sehingga lebih banyak motor unit yang direkrut menghasilkan daya ledak yang lebih tinggi. Didukung dengan penelitian respon adaptif pada pemanjangan dan pemendekan otot quadriceps manusia. Yang menunjukkan terjadinya adaptasi terhadap pemberian latihan dengan kontraksi eksentrik berhubungan dengan adaptasi saraf dan hipertrofi pada otot yang lebih besar daripada latihan konsentrik.13

Latihan Knee Tuck Jump Dapat Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Pemain Sepak Bola Fisioterapi FK UNUD

Dari hasil uji Paired sampel t-test pada Kelompok 2, didapatkan rerata daya ledak otot tungkai sebelum latihan 54,38 cm dan rerata setelah latihan 56,48 cm. Serta diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti adanya perbedaan yang bermakna antara daya ledak otot tungkai sebelum dan setelah latihan pada pemain sepak bola. Hal ini menunjukkan dengan latihan knee tuck jump dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

Latihan knee tuck jump menyebabkan peregangan otot secara tiba-tiba dan pemanjangan otot akan terdeteksi oleh muscle spindle yang menyebabkan terjadi respon dinamis. Suatu ledakan impuls yang besar akan dikirim ke susunan saraf pusat dan mengirimkan dikembali kembali secara kuat menuju serat otot rangka dan menyebabkan otot berkontraksi sehingga terjadi mencip-takan daya ledak. Terlibat pula pengendalian kontraksi otot yaitu organ tendon golgi. Mechanoreceptor terletak pada tendon dan distimulasi dengan adanya kekuatan yang meregangkan yang dihasilkan oleh kontraksi otot yang melekat pada tendon dan akan merespon secara maksimal dengan tiba-tiba serta meningkatkan tekanan sekaligus mentransmisikan suatu tingkat impuls yang lebih rendah dan terus-menerus ketika tekanan tersebut menurun. Serat otot menyumbangkan suatu serangkaian komponen elastik. Peregangan serangkaian komponen elastik ini selama kontraksi otot menghasilkan suatu energi potensial elastis yang serupa dengan pegas yang dibebani. Ketika energi ini dilepaskan, ini menambah tingkat energi tertentu pada kontraksi yang dihasilkan oleh serat otot.14, 5

Penambahan Contract Relax Stretching Otot Paha Dan Slump Stretch Setelah Latihan Knee Tuck Jump Lebih Efektif Dari Latihan Knee Tuck Jump Dalam Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Pemain Sepak Bola Fisioterapi FK UNUD.

Dari hasil uji Independent T-test untuk mengetahui suatu perbedaaan peningkatan daya ledak otot tungkai pada kedua kelompok yang diperoleh dari nilai selisih

peningkatan pada Kelompok 1 sebesar 5,32(SB1,426) dan Kelompok 2 sebesar 2,10(SB0,267). Selain itu, didapatkan nilai p = 0,000 (p > 0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara Kelompok 1 dan Kelompok 2. Dimana peningkatan daya ledak pada kelompok 1 sebesar 10,38% dan peningkatan daya ledak pada kelompok 2 sebesar 3,86 %. Hal ini berarti bahwa penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump lebih efektif dari latihan knee tuck jump dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

Kedua perlakuan yaitu penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump dan latihan knee tuck jump telah dibuktikan melalui penelitian bahwa dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai namun dengan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump memiliki keunggulan dibandingkan latihan knee tuck jump karena penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump memberikan pengaruh secara fisiologis dan adaptasi terhadap komponen daya ledak pada otot tungkai.

Keunggulan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump dibandingkan latihan knee tuck jump yaitu adanya suatu adaptasi dari unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai yang dipengaruhi dari adanya pelatihan yang dilakukan secara repetitif dan peningkatan aktivasi motor unit yang menyebabkan kekuatan otot meningkat, kecepatan meningkat karena adanya suatu adaptasi otot dan saraf yang menginervasi otot tersebut terhadap pelatihan, peningkatan elastisitas otot dan fleksibilitas sendi lutut dan pinggul karena pada penambahan stretching sehingga terjadi adaptasi dari pemanjangan otot, dan adanya peningkatan aliran darah ke otot karena mempengaruhi saraf simpatis sehingga nutrisi ke otot lebih banyak. Selain itu, adanya proses adaptasi dari kecepatan hantar rangsang saraf, mempengaruhi reflex spindle (regang) dan mempengaruhi energi potensial elastis dari otot akibat dari penambahan contract relax stretching dan slump stretch. Dengan meningkatnya komponen-komponen tersebut maka daya ledak otot tungkai akan mengalami peningkatan.

SIMPULAN

simpulan dalam penelitian ini adalah penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai secara signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Lesmana, S.I. Fisikal Training, dalam Mata Kuliah Gizi Olahraga. 2011.

  • 2.  Luxbacher J. A. Soccer Steps To Succes. Jakarta:

Raja Grafindo Persada. 2008.

  • 3.  Nieman, DC. Fitness and YourHealth.1993. Califor

nia : BullPublising.

  • 4.    Arsil. Pembinaan Kondisi Fisik. Padang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Padang. 1999.

  • 5.    Radcliffe, J.C. dan Farentinos, R.C. Pliometrik Untuk Meningkatkan Power. Terjemahan M. Furqon H. dan Muchsin Doewes. 2002. Surakarta : Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

  • 6.    Agung, S.“Pengaruh Latihan Pliometrik Knee Tuck Jump Dan Barrier Hops Terhadap Hasil Tendangan Jarak Jauh Pada Pemain Ssb Putra Laksana Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo” . 2013.

(skripsi). Universitas Negeri Semarang.

  • 7.  Nala, I.G.N. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. 2011.

Bali: Udayana University Press.

  • 8.  Cheung K, Hume P, and Maxwell. “Delayed Onset

Muscle Soreness: Treatment Strategies And Performance Factors. 2003. School of Community Health and Sports Studies, Auckland University of Technology, Auckland”, Sports Med., 145-64. New Zealand.

  • 9.    Sudarsono, A. Peregangan Otot-Otot Paha Dan Slump Stretch Setelah Latihan Mencegah Timbulnya Nyeri Tekan Dan Bengkak Otot-Otot Paha Serta Memperbaiki Kemampuan Loncatan Pada Orang Dewasa. 2011. Denpasar : Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

  • 10.    Ashok, C., Step Test. Test Your Physical Fitness. 2011. Dehli : Kalpaz Publications

  • 11.    Centre for Obesity Research and Education. 2007. Body Mass Index: BMI Calculator. Diakses dari: http:// www.core.monash.org/bmi.html tanggal 21 Februari 2015

  • 12.    Efendi, Nur. “Sumbangan IndeksMassa Tubuh, Daya Ledak Otot Lengan,Daya Ledak Otot Torsio Togok dan Daya Ledak Otot Tungkai Terhadap Hasil Tolak Peluru Gaya O’brien Pada Mahasiswa Ilmu Keo-lahragaan Angkatan Tahun 2005” (skripsi). 2006. Universitas Negeri Malang.

  • 13.    Hortobagyi T, Hill JP, Houmard JA. Adaptive responses to muscle lengthening and shortening in humans. 1996. Appl Physiol; 80: 765-72

  • 14.    Radcliffe, J.C. dan Farentinos, R.C. Plyometrics: Explosive Power Training.1985. Illionis: Human Kinetics Publisher. Inc

PENAMBAHAN BRAIN GYM PADA CORE STABILITY EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS ANAK USIA 7-8 TAHUN DI PPA TUNAS KASIH ABIANBASE

  • 1    Ni Putu Dwi Larashati, 2 Ni Wayan Tianing, 3 I Made Muliarta

  • 1,2Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3 Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Tingginya risiko jatuh pada anak disebabkan oleh berkurangnya aktivitas fisik anak-anak pada saat ini. Aktivitas fisik dapat diberikan sebagai upaya dalam meningkatkan kemampuan keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh. Awal usia berkembangnya keseimbangan dinamis secara optimal ialah pada usia 7-8 tahun. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Randomized Pre Test and Post Test Control Group Design yang melibatkan 14 anak pada kelompok I (brain gym dan core stability exercise) dan 14 anak pada kelompok II (core stability exercise). Perbedaan yang signifikan didapatkan dari hasil uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan nilai p=0,001 (p<0,05) pada kelompok I dan kelompok II. Hasil uji beda selisih dengan Mann Whitney U-Test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok I dan kelompok II dimana p=0,001 (p<0,05), disimpulkan bahwa penambahan brain gym pada core stability exercise lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan dinamis anak usia 7-8 tahun daripada core stability exercise.

Kata kunci : brain gym, core stability exercise, keseimbangan dinamis

BRAIN GYM IN CORE STABILITY EXERCISE IS INCREASE THE DYNAMIC BALANCE AMONG CHILDREN 7 to 8 YEARS OLD AT PPA TUNAS KASIH ABIANBASE

ABSTRACT

Nowadays, decreasing of physical activity of children were increasing the risk of falling and injury. Physical activity will increase the balancing ability and reduced risk of fall. Development of dynamic balance started at age 7 to 8 years. This study was an experimental study with pre test and post test control group design involving 14 children in Group I (brain gym and core stability exercise) and 14 children in Group II (core stability exercise). Results of Wilcoxon Signed Rank Test found a significant difference with p=0.001 (p<0.05) in Group I and Group II. Different test difference with Mann Whitney U-Test showed a significant difference between Group I and Group II where p=0.001 (p<0.05), the conclusion is brain gym in core stability exercise is more effective in increasing the dynamic balance among children 7 to 8 years old in PPA Tunas Kasih Abianbase than core stability exercise only.

Keywords: brain gym, core stability exercise, dynamic balance

PENDAHULUAN

Anak adalah aset bangsa yakni generasi penerus bangsa. Adapun kemajuan teknologi saat ini membuat anak lebih memilih bermain gadget, games online, menonton televisi dan melakukan berbagai kegiatan statis lainnya di luar jam sekolah daripada bermain bersama teman sebayanya. Kurangnya aktivitas fisik pada anak tersebut mempengaruhi kondisi fisik anak sehingga meningkatkan risiko jatuh dan cidera pada anak.1

Disability Adjusted Life Year melaporkan, anak-anak memiliki presentase sebesar 16% mengalami kecacatan fisik diakibatkan jatuh. Safe Kids Worldwide menunjukkan, sekitar 20 persen dari 1,35 juta kunjungan ke unit gawat darurat setiap tahunnya disebabkan oleh jatuh dan cidera yaitu pada anak dan remaja.2

Salah satu hal yang harus dimiliki anak untuk mengurangi risiko jatuh ialah keseimbangan dinamis dan perkembangan kognitif yang baik. Perkembangan kognitif dan keseimbangan dinamis sejalan dengan proses tum-

buh dan kembang anak sesuai dengan usia.3

Anak usia 7-8 tahun memiliki keseimbangan dinamis yang belum optimal. Usia 7 tahun merupakan fase awal dimulai meningkatnya kemampuan keseimbangan dinamis pada anak perempuan maupun laki-laki. Optimalisasi keseimbangan dinamis membutuhkan adanya pelatihan aktivitas fisik yang dapat menstimulasi komponen-komponen keseimbangan dinamis.4

Core stability exercise merupakan salah satu alternatif latihan yang dapat diberikan pada anak untuk menstimulasi komponen-komponen keseimbangan dinamis khususnya pada sistem musculosceletal.5 Core stability exercise adalah pelatihan fisik yang mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal saat aktivitas.6

Selain musculosceletal, neuromuscular atau sistem sensoris dan kognitif juga merupakan komponen keseimbangan yang harus diperhatikan pada keseimbangan dinamis. Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan

keterlambatan sensoris sehingga ketika anak melakukan aktivitas fisik yang berat dan mendadak akan menyebabkan cedera.7

Senam otak atau brain gym merupakan salah satu latihan yang dapat diberikan pada anak untuk menstimulasi komponen-komponen keseimbangan dinamis khususnya pada sistem sensoris dan kognitif. Brain gym dapat meningkatkan sirkulasi darah dan oksigen ke otak sehingga meningkatkan daya ingat dan konsentrasi, serta keseimbangan dan koordinasi gerakan.8

Melihat dari latar belakang tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “Penambahan Brain Gym pada Core Stability Exercise Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Anak Usia 7-8 Tahun di PPA Tunas Kasih Abianbase”.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan Randomized Pre Test and Post Test Control Group Design, dengan jumlah sampel 28 orang yang dipilih secara random dan dibagi menjadi 2 kelompok. Penelitian dilakukan di PPA Tunas Kasih Abianbase pada bulan Maret 2016. Penelitian ini dilaksanakan 3 kali dalam seminggu. Populasi target dalam penelitian ini ialah seluruh anak di PPA Tunas Kasih Abianbase. Populasi terjangkau dalam penelitian ini ialah anak usia 7-8 tahun di PPA Tunas Kasih Abianbase.

Sampel diambil dari populasi penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi dan sudah menandatangani informed consent yang kemudian dilakukan pengundian untuk pembagian kelompok. Kelompok I diberikan penambahan brain gym pada core stability exercise dan kelompok II diberikan core stability exercise saja.

Pengukuran keseimbangan dinamis menggunakan Modified Bass Test of Dynamic Balance dengan membuat arena 10 kotak berukuran 30x30cm menggunakan pita dan double-tip. Sampel diminta untuk berdiri dengan 1 kaki pada masing-masing kotak selama 5 detik. Skor ditentukan berdasarkan banyaknya kotak yang dapat dilalui dengan skor 10 untuk masing-masing kotak.

Uji statistik yang dilakukan meliputi: Uji Statistik Deskriptif dan Uji Hipotesis menggunakan Uji Non-Parametrik yaitu Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney U-Test karena ditemukan data tidak berdistribusi normal yang dianalisis dengan SPSS 2.3.

HASIL PENELITIAN

Berikut adalah tabel hasil analisis data:

Tabel 1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frekuensi

Persentase

Kel. I

Kel. II

Kel. I

Kel. II

Laki-Laki

7

7

50

50

Perempuan

7

7

50

50

Total

14

14

100

100


Status Gizi


Tabel 2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia dan efek biomekanik pada obesitas terhadap keseimbangan


Karakteristik

Kelompok I

Kelompok II

Rerata

SB

Rerata

SB

Usia (tahun)

7,64

0,479

7,57

0,514

Skor Status Gizi

(%)

98,02

6,052

97,91

4,405

Tabel 3 Hasil Uji Wilcoxon Signed Rank Test

Rerata±SB

Sebelum Pelatihan

Rerata±SB

Setelah Pelatihan

Beda Rera-ta±SB

p

Kel. I

13,57±6,633

40,00±7,845

26,43±4,972

0,001

Kel. II

14,29±5,136

28,57±6,630

14,28±5,136

0,001

Tabel 4 Hasil Uji Mann Whitney U-Test Kelompok    N    Rerata±SB    P

Kel. I       14    26,43±4,972

Kel. II       14     14,28±5,136    ,

Gambar 1 Rerata Nilai Keseimbangan Sebelum dan Sesudah Pelatihan

DISKUSI

Karakteristik Sampel

Usia dalam penelitian ini dibatasi dari usia 7-8 tahun, didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana mengenai pengaruh usia terhadap perkembangan keseimbangan dinamis anak-anak. Dilaporkan bahwa usia 7-8 tahun merupakan awal perkembangan keseimbangan dinamis.4

Pada penelitian ini jenis kelamin tidak dibatasi dan tidak dijadikan dasar dalam menentukan subjek penelitian. Hal ini didasarkan pada penelitian sebelumnya yang yang menyatakan bahwa anak-anak usia 7-8 tahun baik laki-laki maupun perempuan memiliki keseimbangan dinamis yang sama.4

Subjek dalam penelitian ini memiliki status gizi baik yang diukur berdasarkan skor status gizi CDC. Komposisi tubuh merupakan faktor yang dijadikan dasar dalam pemilihan subjek dalam penelitian ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hannah mengenai

disebutkan bahwa komposisi tubuh berpengaruh terhadap

keseimbangan postural, kemampuan reaksi, dan mempengaruhi interaksi sendi dan otot.10

Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Kelompok Penambahan Brain Gym pada Core Stability Exercise

Hasil analisis data menggunakan uji wilcoxon signed rank didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05). Menurut penelitian Siamy (2015), brain gym dapat keseimbangan dinamis karena adanya perbaikan kontrol postural akibat adanya gerakan yang merangsang sistem vestibular lebih besar.9 Gerakan brain gym dapat mengaktivasi kedua belah hemisfer otak melalui korteks motorik dan korteks sensoris, sehingga merangsang sistem vestibular yang merupakan komponen yang menjaga keseimbangan dinamis.8

Brain gym dapat melengkapi core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis karena adanya perbaikan sistem vestibular, somatosensoris dan visual dari jalur yang berbeda. Brain gym dapat meningkatkan keseimbangan dengan adanya aktivitas gerak yang kompleks dan baru sehingga memungkinkan penggunaan area otak yang lebih luas yang akan meningkatkan adaptive system yang berpengaruh terhadap re-spon keseimbangan.9 Sedangkan pada core stability exercise peningkatan keseimbangan dikarenakan adanya penguatan pada otot – otot core yang merupakan stabilisator sehingga terjadi peningkatan kontrol postural yang memiliki peran penting dalam keseimbangan.11

Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Kelompok Penambahan Brain Gym pada Core Stability Exercise

Hasil analisis data menggunakan uji wilcoxon signed rank test didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05). Golsefidi dkk12 meneliti tentang core stability exercise yang dapat mengontrol gerakan pada spinal dengan reaksi yang spesifik.

Daerah core sangat penting karena merupakan lokasi anatomi tubuh dimana COG berada dan gerakan berawal. Sehingga penguatan pada core muscle mengakibatkan perbaikan pada sistem neuromuscular dan menurunkan perpindahan serta pergeseran dari COG (Centre of Gravity).13

Otot-otot core memberikan dinamik support ke suatu segment spine dan membantu menjaga setiap segment pada posisi stabil sehingga jaringan inert tidak mengalami stres pada keterbatasan gerak. Baik otot-overload, otot global dan otot-otot core berperan dalam memberikan stabilisasi ke multi segment pada spine. Dengan stabilitas postur (aktivasi otot–otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ekstremitas dapat dilakukan dengan efisien.14

Penambahan Brain Gym pada Core Stability Exercise Lebih Efektif daripada Core Stability Exercise dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis

Pada uji selisih menggunakan uji mann whitney u -test menunjukkan nilai p=0,001 (p<0,05). Penambahan brain gym pada core stability exercise lebih meningkatkan keseimbangan dinamis daripada core stability exercise saja sejalan dengan penelitian Sanabria bahwa core stability exercise tidak berpengaruh secara signifikan dalam perbaikan kognitif gerakan, spatial task, atensi yang dinilai melalui Stimulus Onset Asynchrony (SOA) dan inhi-

bition of return (IOR). Penambahan brain gym pada core stability exercise lebih meningkatkan keseimbangan dinamis daripada core stability exercise dikarenakan brain gym lebih meningkatkan mekanisme neurofisiologis otak daripada core stability exercise.15

Prinsip kedua pelatihan ini mengakibatkan perbaikan keseimbangan dinamis yang sinergis dari tingkat central dan perifer. Brain gym memberikan perbaikan keseimbangan dinamis pada tingkat central (internal representation, integrasi sensoris, sensomotor, anticipatory me-canism) sedangkan core stability exercise memberikan perbaikan tingkat perifer (otot, propioseptif, visospasial, dan somatosensoris).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisi data dan diskusi, maka dapat disimpulkan bahwa: Penambahan brain gym pada core stability exercise dua kali lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan dinamis anak usia 7-8 tahun daripada core stability exercise di PPA Tunas Kasih Abi-anbase.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Widiyani, R. 2013. Tiap 25 Detik Seorang Remaja Cedera Saat Berolahraga. Available at http://healthkompas.com (Diakses 22 November 2015).

  • 2.    Towner, E. 2008. World Report On Child Injury Pre-vention.UNICEF

  • 3.    Santrock, J.W. 2007. Child Development. 11th ed. New York: Mc Graw Hill Companies.

  • 4.    Permana, Widya. Fajar, Dhias. Fajar Widya Permana. 2013. Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, Vol 3 No. 3 Hal 25-29.

  • 5.    Akuthota, V., Ferreiro, A., Moore, T., and Fredericson, M. 2008. Core Stability Exercise Principles. Current Sports Medicine Reports, 7(1), 39-44. Available at

http://www.script.org/journal/ape (Accessed 20 November 2015).

  • 6.    Irfan, M. 2010. Fisioterapi bagi Insan Stroke edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 22-52.

  • 7.    Kisner C, Colby LA. 2012. Therapeutic Exercise. Foundations and Techniques. Sixth edition. Philadelphia. F.A Davis Company.

  • 8.    Dennison, P.E & Gaul,E, D. 2005. Brain Gym and Me. PT Grasindo. Jakarta

  • 9.    Siamy, H. 2015. Senam Otak Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dinamis daripada Senam Kebugaran Jasmani 2008 pada Anak Usia 7-8 Tahun di Kecamatan Simpang Teritip Bangka Barat. Denpasar : Universitas Udayana.

  • 10.    Hannah. 2012. Biomechanical Effect Of Obesity On Balance. Physical Therapy Program Department Of Rehabilitation Sciences College Of Health Scienc-es:Texas Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

  • 11.    Nala, Gusti Ngurah. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Udayana University Press.

  • 12.    Golsefidi, N,R., Younesi, A., Golsefidi, A,S. 2013. Effects of 4-week core stabilization exercises on the balance of students with high-functioning autism. In-

ternational Journal of Sport Studies. Vol., 3 (12), 1369 -1374. Available at URL:  http://www. ijssjour-

nal.com.pdf. (Diakses 20 November 2015).

  • 13.    Nugraha, Hendra Satria., Tianing, Ni Wayan., Muliar-ta, I Made. 2015. Pelatihan 12 Balance Exercise Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Daripada Balance Strategy Exercise pada Lansia di Banjar Bumi Shanti, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia Volume 1 (1). Available at http://ojs.unud.ac.id/ index.php/mifi (Diakses 26 Desember 2015).

  • 14.    William, C., Whiting, Stuar, R. 2012. Five Factors Determine Stability And Mobility. Available at http:// www.humankinetics.com/excerpts/excerpts/ fivefac-tors-determine-stability-and-mobility (Diakses 19 November 2015).

  • 15.    Sanabria, D. 2011. Effects of acute aerobic exercise on exogenous spatial attention. Psychology of Sport and Exercise. Elsevier

PENAMBAHAN BRAIN GYM PADA PROPRIOSEPTIF EXERCISE

LEBIH BAIK DARI PROPRIOSEPTIF EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGAN STATIS PADA ANAK USIA 8 - 9 TAHUN

1)Ni Made Dwi Dayanti Martini, 2)I Made Niko Winaya, 3)I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti

  • 1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dwidayantimartini@yahoo.com

ABSTRAK

Keseimbangan merupakan komponen utama dalam menjaga postur tubuh manusia agar mampu tegak dan mempertahankan posisi tubuh. Pada anak usia 8-9 tahun keseimbangan statisnya sangat dipengaruhi oleh aktifitas fisik mereka. Penelitian Experimental dengan rancangan randomized pretest-postest two group design dan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Sampel merupakan 24 orang siswa di SDN 4 Ketewel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan I diberikan brain gym dan proprioseprif exercise sedangkan kelompok perlakuan II diberikan pelatihan proprioseptif exercise. Rerata selisih peningkatan keseimbangan statis pada kelompok perlakuan I sebesar 25,83±10,659 dan rerata selisih peningkatan nilai keseimbangan statis pada kelompok II sebesar 12,00±6,353 dengan p=0,001. Disimpulkan bahwa penambahan brain gym pada proprioseptif exercise lebih baik dari proprioseptif exercise untuk meningkatkan keseimbangan statsis pada anak usia 8-9 tahun.

Kata Kunci : Brain Gym, Proprioseptif Exercise, Keseimbangan Statis, Standing Stork Test

ADDITION OF BRAIN GYM ON PROPRIOCEPTIVE EXERCISE IS BETTER THAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE

TO IMPROVING STATIC BALANCE IN CHILDREN 8-9 YEARS OLD.

ABSTRACT

The balance is a major component in maintaining the posture of the human body that used to erect and maintaining the position of the body. In children 8-9 years old, the static balance is extremely influenced by their physical activities. This research is an Experimental Research with study design Randomized Pre and Post Test Control Group Design and the sampling technique is simple random sampling. Samples are 24 students at SDN 4 Ketewel that divided into two groups. The average difference between the increase on the first treatment group is 25.83 ± 10.659 and the average difference between the increase on the second treatment group is 12.00 ± 6.353, with p value = 0.001. Concluded that the addition of brain gym on proprioceptive exercise is better than proprioceptive exercise to improving static balance in children 8-9 years old.

Keywords: Brain Gym, Proprioceptive Exercise, Static Balance, Standing Stork Test

PENDAHULUAN

Masa awal seorang anak mengalami peningkatan pertumbuhan secara drastis, baik pertumbuhan fisik, mental, dan psikis. Kemampuan fisik yang cukup nyata dapat terlihat pada masa ini adalah kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi selain itu kemampuan kognitif anak juga terlihat pada masa ini. Kemajuan teknologi yang kian pesat memberi pengaruh yang signifikan dalam perkembangan anak, dimana anak menjadi malas bergerak dan penurunan aktifitas fisik sehingga mudah mengalami cedera. Jatuh akibat ketidakmampuan mempertahankan keseimbangan adalah salah satu penyebab cedera pada anak. Sebuah penelitian menyebutkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas pada anak akibat jatuh sebesar 25% sampai 44%.1

Kemampuan untuk menjaga keseimbangan tubuh dibutuhkan koordinasi antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.2 Keseimbangan statis merupakan kemampuan untuk mempertahankan pusat massa tubuh tetap pada bidang tumpu.3 Keseimbangan statis pada

anak usia 8-9 tahun belum optimal dimana pada usia tersebut keseimbangan statisnya sangat dipengaruhi oleh aktifitas fisik yang mereka lakukan sehingga diperlukan pelatihan yang dapat menstimulasi komponen keseimbangan statis.4

Untuk meningkatkan keseimbangan statis penulis memilih latihan yang mengacu pada integrasi dari system somatosensoris dan motoris serta mudah dipahami dan bersifat menyenangkan. Bentuk latin yang digunakan untuk meningkatkan keseimbangan statis anak usia 8-9 tahun di SDN 4 Ketewel berupa brain gym dan proprioseptif exercise.

Penambahan brain gym pada proprioseptif exercise memberikan rangsangan yang dapat meningkatkan kognitif pada anak dimana kognitif juga salah satu komponen yang mampu meningkatkan keseimbangan statis. Oleh karena itu, peneliti mencoba meneliti penambahan brain gym pada proprioseptif exercise lebih baik daripada proprioseptif exercise untuk meningkatkan keseimbangan statis anak usia 8-9 tahun.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan penelitian randomized pretest-postest two group design. Penelitian diawali dengan menentukan populasi target hingga mendapatkan populasi terjangkau, dari populasi terjangkau diseleksi sesuai kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan sampel, kemudian menggunakan teknik simple random sampling untuk mendapatkan sampel pada 2 kelompok perlakuan yakni kelompok perlakuan I diberikan penambahan brain gym pada proprioseptif exercise dan kelompok perlakuan II diberikan proprioseptif exercise. Dilanjutkan pengukuran keseimbangan statis sebelum pelatihan dan pengukuran keseimbangan statis setelah pelatihan selama 4 minggu menggunakan standing stork test.

Proprioseptif exercise dilakukan menggunakan wobble board dan teknik close kinetic chain exercise dengan total tiga gerakan yakni : 1) side to side, 2) one foot, 3) squat. Setiap 1 set masing-masing gerakan dilakukan selama 30 detik dan diulangi sebanyak 5 set dimana setiap 1 set diberi waktu istirahat selama 2 menit. Pelatihan dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu.

Brain gym diberikan sebelum proprioseptif exercise pada kelompok I dimana brain gym terdiri dari 10 gerakan yakni : 1) Cross Crawl, 2) Lazy 8, 3) Cross Crawl Sit Up, 4) The Rocker, 5) The Gravity Glider, 6) The Grounder, 7) Earth Buttons, 8) Balance Buttons, 9) Space Buttons, 10) Positive Point. Setiap latihan dilakukan selama 10 menit dengan 1 menit setiap gerakan. Pelatihan dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu.

HASIL

Karakteristik sampel penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, dan IMT pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II di SDN 4 Ketewel dapat dilihat pada Table 1.

Tabel 1. Deskripsi Karakterisik Sampel Penelitian Kelompok Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II

Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan

Karakteristik                I                         II

(n=12)               (n=12)

Usia (tahun)

Rerata±SD            8,08±0,289          8,17±0,389

IMT

Rerata±SD

19,740±1,506

19,703±1,516

Variabel

Paired Sample T-Test

Rerata±SB

p

Jenis Kelamin

Keseimbangan Statis

13 25±7 473

(%)

Sebelum Pelatihan

- ∩ ∩∩∩

Lelaki

50

50

Keseimbangan Statis

39 08±15 096

0,000

Perempuan

50

50

Sesudah Pelatihan


Berdasarkan data Tabel 1. menunjukan bahwa sampel penelitian pada masing-masing kelompok berjumlah 12 orang. Sampel penelitian pada kelompok I yakni brain gym dan proprioseptif exercise memiliki rentangan usia 8-9 tahun, rerata index massa tubuh dalam rentangan normal, serta rerata jenis kelamin dengan persentase lelaki dan perempuan sama rata disetiap kelompoknya. Sampel pada kelompok II yakni proprioseptif exercise memiliki rentangan usia 8-9 tahun, rerata index massa tubuh dalam rentangan normal, serta rerata jenis

kelamin dengan persentase lelaki dan perempuan sama rata disetiap kelompoknya

Tabel 2. Uji Normalitas Dan Uji Homogenitas Peningkatan Keseimbangan Statis Pada Anak Usia 8-9 Tahun

Uji Normalitas (Shapiro Wilk

Test)

Uji

Variabel

Kelompok

Perlakuan I

Kelompok

Perlakuan II

Homogenit as (Levene’s Test)

Statistik

p

Statistik

p

Rerata Sebelum

0,896

0,142

0,899

0,156

0,894

Rerata Sesudah

0,959

0,764

0,911

0,22

0,214

Selisih

0,972

0,934

0,891

0,122

0,147


Tabel 2. Menunjukan hasil uji normalitas dengan Shapiro Wilk Test didapatkan nilai probabilitas skor keseimbangan statis pada kelompok perlakuan I sebelum intervensi didapatkan nilai p = 0,142 dan setelah intervensi nilai p = 0,764, pada kelompok perlakuan II sebelum intervensi didapatkan nilai p = 0,156 dan setelah intervensi nilai p = 0,220, selisih keseimbangan statis sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan I didapatkan nilai p = 0,934, dan selisih keseimbangan statis sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan II didapatkan nilai p = 0,122. Semua data tersebut menunjukan p>0,05 yang berarti pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II berdistribusi normal.

Pada Tabel 2. uji Homogenitas menggunakan Levene’s Test pada skor keseimbangan statis sebelum intervensi didapatkan nilai p = 0,894, skor keseimbangan statis setelah intervensi nilai p = 0,214 dan untuk selisih keseimbangan statis sebelum intervensi dan sesudah intervensi didapat nilai p = 0,147 yang menunjukkan bahwa data sebelum, sesudah maupun selisih memiliki p>0.05 yang berarti data homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas, maka digunakan uji statistik parametrik untuk menguji hipotesis.

Tabel 3. Rerata Peningkatan Keseimbangan Statis Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Penambahan Brain Gym pada Proprioseptif Exercise

Analisis data peningkatan keseimbangan statis dengan uji hipotesis Paired Sample T-test, diperoleh nilai p = 0,000 (p<0.05) , menunjukan perbedaan yang bermakna dari peningkatan keseimbangan statis sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok penambahan brain gym pada proprioseptif exercise.

Tabel 4. Rerata Peningkatan Keseimbangan Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Proprioseptif Exercise

Variabel

Paired Sample T-Test

Rerata±SB

P

Keseimbangan Statis Sebelum Pelatihan

11,92±7,657

Keseimbangan Statis

23,92±11,000

0,000

Sesudah Pelatihan


Analisis data peningkatan keseimbangan statis dengan uji hipotesis Paired Sample T-test, diperoleh nilai p = 0,000 (p<0.05) , menunjukan perbedaan yang bermakna dari peningkatan keseimbangan statis sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok proprioseptif exercise.

Tabel 5. Perbandingan Peningkatan Keseimbangan Statis Pada Kelompok Penambahan Brain Gym Pada Proprioseptif Exercise Dan Kelompok Proprioseptif Exercise

Independent t-test

Variabel

Kelompok Penambahan Brain Gym Pada Propri-oseptif Exercise

Kelompok Proprioseptif Exercise

Rerata

SB

Rerata

SB

p

Sebelum Pelatihan

13,25

7,473

11,92

7,657

0,67

Sesudah Pelatihan

39,08

15,096

23,92

11

0,01

Selisih

25,83

10,659

12

6,353

0,001


Berdasarkan Tabel 5. yang memperlihatkan hasil perhitungan beda rerata peningkatan keseimbangan statis yang diperoleh nilai p = 0,001 (p <0,05) pada selisih antara sebelum dan sesudah pelatihan. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna antara kelompok penambahan Brain Gym pada Proprioseptif Exercise dan kelompok Proprioseptif Exercise terhadap peningkatan keseimbangan statis pada anak usia 8-9 tahun.

Tabel 6. Persentase Hasil Peningkatan Keseimbangan Statis Anak

Hasil Analisis

Variabel

Rerata Sebelum Pelatihan

Rerata Setelah Pelatihan

Selisih Peningkatan Keseimbang an

Persentase Peningkatan

Kelompok

Perlakua 1

13,25

39,08

25,83

194,94%

Kelompok

Perlakuan 2

11,92

23,92

12

100,67%


Tabel 6 yang memperlihatkan persentase peningkatan keseimbangan, pada kelompok perlakuan I terjadinya peningkatan sebesar 194,94% sedangkan pada kelompok perlakuan II sebesar 100,67%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan keseimbangan statis yang terjadi pada kelompok perlakuan I lebih baik daripada kelompok perlakuan II.

PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel penelitian berjumlah 24 orang yang sudah memenuhi kriteria insklusi dan ekslusi yang bersekolah di SDN 4 Ketewel. Usia sampel penelitian ini berkisar antara 8-9 tahun dengan rentangan IMT normal dan pembagan jenis kelamin setiap kelompok sama rata.

Rerata usia pada kelompok perlakuan I yakni 8,08±0,289 tahun dan pada kelompok perlakuan II yakni 8,17±0,389 tahun. Karakteristik tersebut menunjukan rerata usia kedua kelompok relatif sama, berkisaran antara 8-9 tahun. Anak usia tersebut keseimbangan statisnya mengalami peningkatan yang signifikan dibanding usia lainnya dimana keseimbangan statis pada usia tersebut dipengaruhi aktifitas yang mereka lakukan.4

Rerata index massa tubuh sampel penelitian pada kelompok perlakuan I yakni 19,740±1,506 kg/m2 dan pada kelompok perlakuan II yakni 19,703±1,516 kg/ m2. Berdasarkan klasifikasi WPRO (2000) utnuk IMT regional ASIA hal tersebut menunjukan bahwa rerata indeks masa tubuh pada kedua kelompok memiliki kategori indeks masa tubuh normal. Komposisi tubuh berpengaruh terhadap keseimbangan postural, kemampuan reaksi, dan mempengaruhi interaksi sendi dan otot.5

Dilihat dari karakteristik jenis kelamin pada kedua kelompok perlakuan didapatkan jumlah lelaki 6 orang (50%) dan perempuan 6 orang (50%). Persentase peningkatan keseimbangan statis pada anak usia 7-12 tahun menunjukan perbedaan dimana anak perempuan lebih baik dari anak lelaki.4

Penambahan Brain Gym Pada Proprioseptif Exercise Dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis Pada Anak Usia 8-9 Tahun

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test pada kelompok I yakni penambahan brain gym pada proprioceptif exercise, didapatkan rerata waktu keseimbangan statis sebelum intervensi 13,25 detik dan rerata setelah intervensi 39,08 detik. Selain itu, diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara keseimbangan statis sebelum dan setelah intervensi pada anak usia 8-9 tahun.

Brain gym akan memperkuat hubungan antar saraf dengan memberikan rangsangan baru sehingga otak menjadi lebih responsif dan peningkatan area internal respresentatif pada otak sehingga terjadi perbaikan sikap tubuh pada berbagai perubahan gerak dan lingkungan. Setiap gerakan brain gym akan memberi masukan sensoris yang diterima oleh sistem sensoris sehingga adanya hubungan saraf yang baru. Gerakan baru pada brain gym mengakibatkan pembelajaran pada sensoris sehingga memiliki kapasitas potensial yang mampu mengubah sistem otak dalam reorganization atau lebih dikenal dengan neuroplastisity.6

Penggunaan area otak yang lebih luas pada brain gym akan meningkatkan sensomotor sehingga adanya integrasi sensoris yang lebih baik sehingga kemampuan otak mengorganisasikan informasi sensoris dari dalam tubuh maupun dari lingkungan yang mengakibatkan terjadinya perbaikan kecepatan reaksi saat membutuhkan keseimbangan. Gerakan brain gym yang menyilang garis tengah pusat tubuh dengan pengulangan gerakan akan

memperbaiki sistem somatosensori, visual dan vestibular dalam merespon keseimbangan. Input sensori yang baik karena koordinasi multisensory akan memudahkan penyeberangan garis tengah pusat tubuh sehingga koordinasi gerakan menjadi lebih baik.7

Penambahan brain gym pada proprioseptif exercise merangsang perbaikan sistem vestibular, visual, somatosensoris dan mekanoreseptor dengan jalur yang berbeda, pada brain gym peningkatan keseimbangan statis terjadi karena adanya penggunaan area otak yang lebih luas sehingga menimbulkan rangsaan baru yang mengakibatkan hubungan saraf diotak menjadi lebih kuat dan otak menjadi lebih responsive serta area interna representative pada otak lebih meningkat.

Proprioseptif Exercise Dapat Meningkatkan Keseimbangan Statis Pada Anak Usia 8-9 Tahun

Uji paired sample t-test pada kelompok II yakni proprioceptive exercise, menyatakan bahwa rerata waktu keseimbangan statis sebelum perlakuan 11,92 detik dan rerata setelah perlakuan 23,92 detik. Dengan nilai p = 0,000 yang berarti adanya perbedaan yang bermakna antara keseimbangan sebelum dan setelah perlakuan pada anak usia 8-9 tahun.

Proprioseprif memberi informasi ke sistem saraf pusat tentang kondisi eksternal dan internal tubuh melalui reseptor yang terdapat pada sendi, otot, ligamen, tendon serta kulit diseluruh tubuh terutama yang ada pada kolumna vertebralis dan tungkai. Informasi yang diterima dapat berupa kontraksi otot, posisi sendi, dan tekanan. 8

Penggunaan wobble board dengan gerakan side to side, one foot, squat dengan mata tertutup membutuhkan konsentrasi yang tinggi sehingga proprioseptif bekerja lebih dominan menyebabkan terjadinya peningkatan proprioseptif.9 Sehingga terjadi peningkatan aktivitas recruitmen motor unit yang mengaktivasi golgi tenon dan muscle spindle yang mengakibatkan informasi propri-oseptif meningkat.10

Penelitian yang dilakukan Witvrouw (2004) menyatakan proprioceptif exercise dengan teknik closed kinetic chain exercise diatas wobble board sangat efektif dalam meningkatkan konduktifitas saraf, aktifitas neuromuscular, kecepatan reaksi, kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi.11

Penggunaan wobble board dapat meningkatkan fungsi proprioseptif pada stabilisator aktif sendi dan menstabilkan tonus, meningkatkan recruitmen motor unit sehingga mengaktifasi golgi tendon dan memperbaiki koordinasi serabut intrafusal dan serabut saraf ekstrafusal dengan saraf efferent yang ada di muscle spindel sehingga meningkatkan fungsi proprioseptif yang menyebabkan meningkatnya input sensoris yang akan diproses diotak sebagai central processing. Central processing berfungsi untuk menentukan titik tumpu tubuh dan alligment gravitasi sehingga terjadi control postural yang baik dan mampu menciptakan stabilitas yang baik ketika bergerak. 12

Kelompok Penambahan Brain Gym Pada Proprioseptif Exercise Lebih Baik Dari Proprioseptif Exercise Untuk Meningkatkan Keseimbangan Statis Pada Anak Usia 8-9 Tahun

Untuk mengetahui perbandingan peningkatan

keseimbangan statis pada kedua kelompok dilakuakn uji Independent t-test diperoleh nilai selisih pada kelompok perlakuan I sebesar 25,83±10,659 dan kelompok perlakuan II sebesar 12,00±6,353, dengan nilai p = 0,001 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan selisih yang bermakna antara kedua kelompok perlakuan. Dengan persentase rerata peningkatan keseimbangan statis sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan I sebesar 194,94%, dan kelompok perlakuan II sebesar 100,67%, dari persentase kedua kelompok dapat ditarik kesimpulan bahwa penambahan brain gym pada proprioceptif exercise lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan statis pada anak usia 8-9 tahun dari pada proprioceptive exercise di SDN 4 Ketewel.

Penambahan Brain gym pada proprioseptif exercise lebih meningkatkan keseimbangan statis daripada proprioseptif exercise dikarenakan lebih mampu meningkatkan mekanisme neurofisiologis otak. Didukung dengan penelitian Griffin (2011) menyatakan bahwa pelatihan menggunakan area otak yang lebih luas akan memperbaiki mekanisme fisiologis pada otak yang baik. Perbaikan fisiologi yang terjadi akibat adanya peningkatan suplay darah ke otak dan meningkatnya hormone yang mengurangi stress, meningkatkan hormone pertumbuhan sel pada hippocampus, frontal dan mid brain.13

Penambahan brain gym pada proprioseptif exercise lebih meningkatkan keseimbangan statis sejalan dengan penelitian Thomas (2012) yang menyatakan gerakan yang menggunakan cross midline lebih meningkatkan kemampuan merespon perubahan gerakan, integrasi sensoris dalam mempertahankan keseimbangan dibandingkan dengan latihan yang tidak menggunakan cross midline.14

Brain gym mempengaruhi fungsi otak pada area cerebral cortex, limbic, occipital, frontal serta batang otak. Sehingga otak lebih cepat merespon situasi yang memerlukan keseimbanagn. Kekuatan gerakan-gerakan brain gym mengaktifkan fungsi seluruh otak melalui hubungan yang kompleks dengan gerakan-gerakan tubuh.15

Pada proprioseptif exercise perbaikan terjadi pada input sensoris berupa visual, proprioseptif dan taktil yang memerlukan integrasi sensoris di dalam cerebral cortex, cerebellum dan batang otak, setelah terjadi integrasi sensoris didapatkan output untuk mempertahankan keseimbangan statis. Proses mengkordinasikan antara informasi sensoris dari dalam tubuh dan lingkungan akan berdampak pada kecepatan reaksi saat merespon gerakan dan mempertahankan keseimbangan statis.

Perbedaan prinsip latihan mengakibatkan perbedaan perbaikan. Pada kelompok perlakuan I dengan penambahan brain gym pada proprioseptif exercise terjadi pula perbaikan pada tingkat central (internal representation, integrasi sensoris, sensomotor, anticipatory mecanism). Sedangkan pada proprioseptif exercise saja hanya terjadi perbaikan tingkat perifer (otot, propioseptif, visospasial, dan somatosensoris).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa: 1) Penambahan brain gym pada proprioseptif exercise meningkatkan keseimbangan statis pada anak usia 8-9 tahun di SDN 4 Ketewel yang dilihat dari rerata peningkatan skor SST

13,25-39,08 atau sebesar 194,94%. 2) Proprioseptif exercise baik untuk meningkatkan keseimbangan statis pada anak usia 8-9 tahun di SDN 4 Ketewel yang dilihat dari rerata peningkatan skor SST 11,92-23,92 atau sebesar 100,67%. 3) Penambahan brain gym pada proprioseptif exercise lebih baik dari pada proprioseptif exercise utuk meningkatkan keseimbanagn statis pada anak usia 8-9 tahun di SDN 4 Ketewel.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    McGibbon, C. A. Tai Chi And Vestibular Rehabilitation Improve Vestibulopathic Gait Via Different Neuromuscular Mechanisms. Preliminary Report. BMC Neurology , p. Available from : URL :Http://Www. Bio-medcentral.Com. 2005.

  • 2.    Bernadeta & Suhartini. Penyusunan Alat Evaliasi Persepsi Motorik Bagi Siswa/Siswi Tunagrahita Mampu Didik SLB N Se Kota Yogyakarta. s.l.:Fik Uny. 2012.

  • 3.    Sibley, K. Beauchamp, M., Ooteghem, K. & Straus, S., Using the System Framework for Postural Control to Analyze the Components of Balance Evaluated in Standardized Balance Measures: A Scoping Review. American Congress of Rehabilitation Medicine, Volume 96, pp. 122-132. 2015.

  • 4.    Permana, D. F. Perkembangan Keseimbangan Statis dan Dinamis pada Anak Usia 7 S/D 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin (Studi KrosSeksional Perkembangan Keseimbangan Statis dan Dinamis pada Pelajar Sekolah Dasar di Daerah Kabupaten Demak). Surakarta : Tesis S2 Pasca Sarjana UNS. 2013.

  • 5.    Hannah. Biomechanical Effect Of Obesity On Balance. Physical Therapy Program Department Of Rehabilitation Sciences College Of Health Scienc-es:Texas Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. 2012.

  • 6.    Cramer, Bruce, H., Dobkin, Charles, O. Harnessing Neuroplasticity For Clinical Applications. Brain Journal of Neurology. Available from : URL :10.1093/ brain/awr039. 2011.

  • 7.    Watson, M. A. & Black, F. O. The Human Balance System-A complex Coordination of Central and Peripheral Systems. s.l.:Vestibular Disorders Association. 2008.

  • 8.    Riemann, B. & Lephart, S. The Sensorimotor System, Part II: The Role of Proprioception in Motor Control and Functional Joint Stability. Journal of Athletic Training. 37(1), Volume 37(1), pp. 80-84. 2002.

  • 9.    Adriana, L. Snezana,B., Meta, Z., Lepa, R., Kristina P. 2012. Effect of Training Balance Skill among Sport. Available     at:     acta.junis.ni.ac.rs/pe/pe201203/

pe201203-09.pdf (diakses 12 April 2016). 2012.

  • 10.    Brown, E. L. , Chandler, T., Jeff. Conditioning for Strength and Human Performance. America: Lippincott Williams and Wilkin. 2006.

  • 11.    Witvrouw, E. Open Versus Closed Kinetic Chain Exercise.           ucsf.edu/sites/ptrehab.ucsf.edu/files/

documents/Open versus Closed Kinetic Chain Exercises for Patellofemoral Pain Syndrome_Tsai.pdf. 2004.

  • 12. Swandari, Lidia., Nurmawan, Sutha., Suanda-ri,Ratna. Pelatihan Proprioseptif Efektif Dalam

Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Pada Pemain Sepak Bola Dengan Functional Ankle Instability Di Ssb Pegok. Vol 1, No 1 (2016). Available: http://

ojs.unud.ac.id/index.php/mifi. 2016.

  • 13 .Griffin, Acute aerobic exercise and information processing: Modulation of executive control in a Random Number Generation task. Acta Psychologica. 2011.

  • 14 .Thomas, M. The Effect Of Different Movement Exercises On Cognitive And Motor Abilities. s.l.:Scires. 2012.

  • 15 .Dennison & Gaul, E. Brain Gym And Me. Jakarta: PT. Grasindo. 2006.

PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING DAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PEMERINTAH PROVINSI BALI

  • 1I Gusti Bagus Ari Pradnyana Putra, 2Ari Wibawa, 3Susy Purnawati, 4Ni Wayan Tianing

1.2Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Bagian Ilmu FAAL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4Bagian Ilmu Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan antara latihan Auto Stretching dengan Active Isolated Stretching terhadap penurunan nyeri otot Upper Trapezius pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali. Pemberian intervensi Active Isolated Stretching lebih baik dalam menurunkan nyeri otot Upper Trapezius daripada intervensi Auto Stretching pada pegawai kantor. Penelitian ini bersifat eksperimental Randomized Pre-Post Test Two Group Design melibatkan 24 orang sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok 1 dengan Auto Stretching dan kelompok 2 dengan Active Isolated Stretching. Setelah mendapatkan data hasil penelitian dilakukan uji normalitas dengan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas dengan Levene’s test, untuk selanjutnya dilakukan uji statistik dengan Independent Sample T-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata pada kelompok 1 (1,16±0,167) dan kelompok 2 (1,66±0,220) dan bermakna (p<0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah Active Isolated Stretching lebih menurunkan intensitas nyeri otot Upper Trapezius daripada Auto Stretching pada Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali.

Kata kunci: Auto Stretching, Active Isolated Stretching, Otot Upper Trapezius, VAS

THE COMPARISON OF INTERVENTION BETWEEN AUTO STRETCHING AND ACTIVE ISOLATED STRETCHING ON REDUCTION OF UPPER TRAPEZIUS MUSCLE PAIN ON CIVIL SERVANTS OF MINISTRY OF MARTIME AND FISHERIES IN BALI PROVINCE

ABSTRACT

The research is aimed to know abour the difference between Auto Stretching exercise and Active Isolated Stretching on reduction of Upper Trapezius muscle pain on civil Servants of Ministry of Maritime and Fisheries in Bali Province. The giving of intervention of Active Isolated Stretching was better in reducing Upper Trapezius muscle pain than Auto Stretching intervention of office employees. This research was experimental randomized pre-post test two group design which involved 24 people as samples which was divided into 2 groups, the firs group with Auto Stretching and the second with Active Isolated Stretching. After getting the results, the normality test was done using Levene’s test for further, statistic test was done using Independent Sample T-test. The results of the test shown that the mean of the first group (1,16±0,167) and the second group (1,66±0,220) and would mean (p < 0,05). The conclusion of this research is Active Isolated Stretching reduced more Upper Trapezius muscle pain intensity than Auto Stretching on Civil Servants of Ministry of Maritime and Fisheries in Bali Province.

Keywords: Auto Stretching, Active Isolated stretching, Upper Trapezius Muscle, VAS.

PENDAHULUAN

Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Bekerja pada ruang lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta teknologi yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaannya. Salah satu fasilitas yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagai seorang pegawai kantoran adalah komputer.

Saat menggunakan komputer posisi tubuh kita cenderung tidak ergonomis seperti terlalu menghadap ke bawah akibat posisi layar komputer yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi sehingga operator harus melihat keatas, posisi tubuh yang sering membungkuk, dan postur yang buruk seperti forward head position. Posisi duduk dan posisi kepala yang sedikit fleksi serta membungkuk dan cenderung monotone dalam waktu

yang lama pada saat bekerja dapat menyebabkan leher menjadi terasa pegal dan sakit akibat posisi kerja yang kurang baik dan kurang ergonomis.

Nyeri muskuloskeletal di leher merupakan masalah kesehatan pada masyarakat modern. Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri muskuloskeletal pada leher di masyarakat selama 1 tahun besarnya 40% dan prevalensi ini lebih tinggi pada wanita. Selama 1 tahun, prevalensi nyeri muskuloskelatal di daerah leher pada pekerja besarnya berkisar antara 6 - 76% dan wanita ternyata juga lebih tinggi dibandingkan pria1.

Keluhan nyeri leher tersebut terjadi akibat otot-otot yang mengalami ketegangan pada saat menunduk menatap layar komputer adalah otot yang berfungsi untuk ekstensi kepala atau yang membantu pada saat ekstensi kepala. Otot yang membantu ekstensi leher dan letaknya superfisial adalah otot upper trapezius2.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 1 • 44