THE CIRCUIT TRAINING IS MORE EFFECTIVE THAN JOGGING TRAINING IN IMPROVING VO2MAX VALUES ON THE MEMBER OF PASKIBRA EXTRACURRICULAR PROGRAM IN SMA NEGERI 1 GIANYAR
on
PELATIHAN SIRKUIT LEBIH EFEKTIF
DALAM MENINGKATKAN NILAI VO2MAX DARIPADA PELATIHAN JOGING PADA ANGGOTA EKSTRAKURIKULER PASKIBRA
DI SMA NEGERI 1 GIANYAR
-
1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3 Bagian Ilmu Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
4 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
VO2max adalah salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan kardiovaskuler. Pelatihan sirkuit dan pelatihan joging adalah bentuk pelatihan aerobik yang dapat digunakan untuk meingkatkan kemampuan kardiovaskuler. Penelitian Quasi Experimental dengan rancangan Randomized Pre and Post Test Control Group Design dan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Sampel merupakan 28 orang siswa, yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan diberikan pelatihan sirkuit dan kelompok kontrol diberikan pelatihan joging. Rerata selisih peningkatan nilai VO2max pada kelompok perlakuan sebesar 8,4922 (p<0,05) dan rerata selisih peningkatan nilai VO2max pada kelompok kontrol sebesar 4,2477 (p<0,05). Disimpulkan bahwa
pelatihan sirkuit lebih efektif dalam meningkatkan nilai VO2max daripada pelatihan joging daripada pelatihan joging pada anggota ekstrakurikuler paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar.
Kata kunci : Pelatihan Sirkuit, Pelatihan Joging, VO2max, Tes Cooper
CIRCUIT TRAINING IS MORE EFFECTIVE
THAN JOGGING TRAINING IN IMPROVING VO2MAX VALUES ON THE MEMBER OF PASKIBRA EXTRACURRICULAR PROGRAM IN SMA NEGERI 1 GIANYAR
ABSTRACT
VO2max is an indicator that can be used to measure the cardiovascular capabilities. Circuit training and jogging training are the forms of aerobic training that can be used to boost the cardiovascular capabilities. The Quasi -Experimental Research with study design Randomized Pre and Post Test Control Group Design and the sampling technique is simple random sampling. Samples are 28 students which were selected based on the inclusion and exclusion criteria that devided into 2 groups. The treatment group was given circuit training and the control group was given jogging training. The average difference between the increase on treatment group is 8.4922 (p<0.05) and the average difference between the increase on control group is 4.2477 (p<0.05). Concluded that circuit training is more effective than jogging training in improving VO2max values on member of paskibra extracurricular program in SMA Negeri 1 Gianyar.
Keywords : Circuit Training, Training Jogging, VO2max, Cooper Test
PENDAHULUAN
Usia remaja merupakan usia produktif, didampingi oleh kemajuan teknologi yang berkembang pesat sudah seharusnya usia remaja menjadi usia yang paling baik untuk mencapai sesuatu secara maksimal, namun keberadaan teknologi juga tidak dapat dipungkiri memberikan dampak negatif pada kehidupan remaja. Keberadaan teknologi yang semakin canggih telah banyak mengambil alih pekerjaan manusia sehingga hal ini cenderung menyebabkan pola hidup pasif khususnya pada remaja masa kini. Pola hidup pasif menyebabkan aktivitas fisik menurun. Penurunan aktivitas fisik banyak
dikaitkan dengan penurunan pada fungsi kardiovaskuler manusia yang dapat memunculkan masalah kardiovaskuler dan penyakit jantung lainnya. Sebuah penelitian telah menyebutkan bahwa aktivitas yang buruk akan memberi pengaruh besar terhadap faktor resiko penyakit kardiovaskuler yakni sebesar 54,7%.1
Penurunan fungsi kardiovaskuler mengakibatkan penurunan kesegaran jasmani dan penurunan daya tahan kardiovaskuler seseorang. Daya tahan kardiovaskuler dapat dinilai secara kuantitatif, salah satunya dengan mengukur kapasitas pengambilan oksigen maksimum atau disebut juga VO2max,2 maka secara tidak langsung besar-kecilnya nilai VO2max pada seseorang dapat
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 4, Number 3 • 12
digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui baik buruknya daya tahan kardiovaskuler.
Untuk mengatasi penurunan daya tahan kardiovaskuler maka dilakukan sebuah pelatihan yang baik, sistematis, teratur, mengikuti prinsip-prinsip serta metode latihan yang akurat sehingga dapat menciptakan kondisi kebugaran yang baik pula. Banyak metode latihan yang dapat meningkatkan nilai VO2max, namun kali ini peneliti akan memfokuskan menggunakan pelatihan sirkuit dan pelatihan joging sebagai metode latihan yang diharapkan dapat meningkatkan nilai VO2max yakni melalui keberadaan ekstrakurikuler paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar.
Pelatihan sirkuit yang memiliki banyak variasi bentuk latihan memungkinkan untuk diteliti kembali dalam varian yang berbeda dibandingkan dengan pelatihan joging yang merupakan latihan standar yang sering digunakan dalam rangka menjaga kebugaran jasmani seseorang. Oleh karena itu, maka peneliti akan mencoba meneliti efektivitas pelatihan sirkuit dibandingkan dengan pelatihan joging pada anggota ekstrakurikuler paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental yang menggunakan rancangan penelitian Randomized Pre and Post Test Control Group Design. Penelitian diawali dengan penentuan populasi target hingga mendapatkan populasi terjangkau, yang kemudian menggunakan teknik simple random sampling untuk mendapatkan sampel dan random alokasi untuk membagi sampel menjadi 2 kelompok berbeda yang terdiri dari satu kelompok perlakuan yang diberikan pelatihan sirkuit dan satu kelompok kontrol dengan pelatihan joging. Dilanjutkan dengan pengukuran VO2max sebelum pelatihan dan pengukuran VO2max setelah pelatihan selama 6 minggu. VO2max akan diukur dengan menggunakan metode Cooper Test dengan satuan yang digunakan adalah mililiter perkilogram permenit (ml/kg/ menit).
Pelatihan sirkuit terdiri dari 8 pos, yakni : 1) Push Up, 2) Sit Up, 3) High Knee Run, 4) Jumping Jack, 5) Shuttle Run, 6) Zig-zag Run, 7) Joging, dan 8) Sprint. Masing-masing pos dilakukan sebanyak 2 set, dimana 1 set di setiap pos harus diselesaikan dalam waktu 45 detik dengan waktu istirahat aktif antar pos selama 30 detik dan waktu istirahat antar sirkuit 60 detik, dengan waktu total 1 sirkuit sama dengan 10 menit. Latihan akan dilakukan selama 6 minggu, dengan frekuensi 4 kali seminggu, dengan alokasi durasi peregangan 5 menit, pemanasan 10 menit, gerakan inti 20 menit, dan pendinginan 15 menit, dengan intensitas untuk mencapai sub-maximal sampai maximal target zone, yakni sekitar 80-95% denyut jantung maksimal.
Pelatihan joging dilakukan selama 20 menit di dalam trek joging, dan apabila terjadi kelelahan dapat di kompensasi dengan menggunakan jalan cepat maksimal selama 60 detik. Latihan akan dilakukan selama 6 minggu, dengan frekuensi 4 kali seminggu, dengan alokasi durasi peregangan 5 menit, pemanasan 10 menit, gerakan inti 20 menit, dan pendinginan 15 menit, dengan intensitas untuk mencapai sub-maximal sampai maximal target zone, yakni sekitar 70-80 % denyut jantung maksimal.
Data yang diperoleh di analisis dengan Uji Statistik Deskriptif untuk menganalisis usia, tinggi badan, berat badan, IMT, dan nilai VO2max. Uji normalitas data dengan menggunakan Saphiro-Wilk test. Uji Homogenitas data dengan Levene’s Test. Uji Beda pada Kelompok Berpasangan menggunakan Paired Samples T-Test, dan Uji Beda pada Kelompok Tidak Berpasangan menggunakan Independent Samples T-Test.
HASIL
Karakteristik sampel penelitian yang meliputi usia, tinggi badan, berat badan, IMT, dan nilai VO2max anggota paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Karakteristik |
Kelompok Perlakuan |
Kelompok Kontrol | ||||
n |
Rerata |
SB |
n |
Rerata |
SB | |
Usia (th) |
14 |
16,93 |
0,616 |
14 |
16,00 |
0,6793 |
Tinggi Badan (m) |
14 |
172,886 |
3,74122 |
14 |
170,843 |
3,9578 |
Berat Badan (kg) |
14 |
64,321 |
5,2609 |
14 |
61,321 |
3,8859 |
IMT (kg/m2) |
14 |
21,5267 |
1,75085 |
14 |
21,0312 |
1,5362 |
VO2max (ml/kg/menit) |
14 |
42,2206 |
4,5211 |
14 |
42,2079 |
4,4739 |
Tabel 1. menunjukkan subjek penelitian pada setiap kelompok berjumlah 14 orang. Subjek penelitian pada kelompok perlakuan memiliki rerata usia 16,93 (SB 0,616) tahun, rerata tinggi badan 172,886 (SB 3,74122) meter, rerata berat badan 64,321 (SB 5,2609) kilogram, rerata indeks masa tubuh 21,5267 (SB 1,75085) kg/m2, serta rerata nilai VO2max 42,220 (SB 4,52115) ml/kg/menit, sedangkan subjek pada kelompok kontrol memiliki rerata usia 16,00 (SB 0,6793) tahun, rerata tinggi badan 170,843 (SB 3,9578) meter, rerata berat badan 61,321 (SB 3,8859) kilogram, rerata indeks masa tubuh 21,0312 (SB 1,5362) kg/m2, serta rerata nilai VO2max 42,2079(SB 4,4739) ml/kg/menit.
Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk
Test dan uji homogenitas menggunakan Levene’s Test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas nilai VO2max
Variab el |
p. Normalitas (Shapiro-Wilk Test) Kelompok Kelompok Perlakuan Kontrol |
p. Homogenita s (Levene's Test) | |
PreTest |
0,893 |
0,962 |
0,493 |
PostTest |
0,986 |
0,930 |
0,617 |
Tabel 2. menunjukkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan Saphiro-Wilk Test, dimana didapatkan nilai probabilitas dari nilai VO2max untuk kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan, data nilai VO2max sebelum perlakuan didapatkan nilai p=0,893 (p>0,05), sesudah perlakuan didapatkan nilai p=0,986 (p>0,05). Pada kelompok kontrol, data nilai VO2max sebelum perlakuan didapatkan nilai p=0,962 (p>0,05), sesudah perlakuan didapatkan nilai p=0,930 (p>0,05).
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan Levene ’s Test pada Tabel 2. menunjukkan bahwa data sebelum dan sesudah pada nilai VO2max bersifat homogen karena didapatkan nilai p>0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas, maka uji yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji statistik parametrik.
Uji hipotesis menggunakan Paired Sample T-Test untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan nilai VO2max sebelum dan sesudah diberikan pelatihan sirkuit pada kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Peningkatan nilai VO2max pada Kelompok Perlakuan
Perlakuan |
Rerata |
SB |
Selisih |
P |
% |
Pre-Test |
42,2206 |
4,5211 |
20,11 | ||
Post-Test |
50,7128 |
3,7375 |
8,4922 |
0,000 |
Tabel 3. menunjukkan nilai VO2max sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan, didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dengan persentase peningkatan sebesar 20,11% yang berarti terdapat peningkatan nilai VO2max yang bermakna sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok perlakuan.
Uji hipotesis menggunakan Paired Sample T-Test untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan nilai VO2max sebelum dan sesudah diberikan pelatihan joging pada kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Peningkatan nilai VO2max pada Kelompok Kontrol
Perlakuan |
Rerata |
SB |
Selisih |
p |
% |
Pre-Test |
42,2079 |
4,4739 |
4,2477 |
0,000 |
10,06 |
Post-Test |
46,4556 |
4,2650 |
Tabel 4. menunjukkan nilai VO2max sebelum dan sesudah pada kelompok, didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) dengan persentase peningkatan sebersar 10,06% yang berarti terdapat peningkatan nilai VO2max yang bermakna sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok kontrol.
Untuk menguji perbandingan rerata selisih peningkatan nilai VO2max pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dilakukan uji menggunakan Independent T-Test yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Peningkatan nilai VO2max pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Perlakuan |
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Rerata SB Rerata SB p |
Pre-Test |
42,2206 4,5211 49,5279 4,7173 |
Post-Test |
42,2078 4,4739 46,4555 4,2650 |
Selisih |
8,4922 3,2577 4,2477 1,4456 0.000 |
Tabel 5. yang menampilkan hasil perhitungan beda rerata selisih pada nilai VO2max diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05). Data tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan nilai VO2max yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
DISKUSI
Karakteristik Sampel Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini, subjek penelitian berjumlah 28 orang yang merupakan anggota paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar. Usia anggota paskibra yang terlibat sebagai subjek dalam penelitian ini memiliki rentan usia antara 15-18 tahun, dan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki.
Rerata usia subjek penelitian pada kelompok perlakuan yakni 16,93 (SB 0,616) tahun dan pada kelompok kontrol yakni 16,00 (SB 0,6793) tahun. Usia 15 -18 tahun termasuk usia puncak tercapainya kemampuan kardiovaskuler sebelum akhirnya perlahan menurun seiring bertambahnya usia.3 Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk akibat reduksi pada stroke volume dan cardiac output,4 sehingga pelatihan daya tahan kardiovaskuler baik diberikan pada usia remaja.
Rerata tinggi badan subjek penelitian pada kelompok perlakuan yakni 172,886 (SB 3,74122) meter
dan pada kelompok kontrol yakni 170,843 (SB 3,9578) meter. Rerata berat badan subjek penelitian pada kelompok perlakuan yakni 64,321 (SB 5,2609) kilogram dan pada kelompok kontrol yakni 61,321 (SB 3,8859) kilogram. Hal tersebut menunjukan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki rerata tinggi badan dan berat badan yang tidak jauh berbeda pada kedua kelompok sehingga dapat mengurangi pengaruh faktor berat badan terhadap hasil penelitian.
Rerata indeks masa tubuh subjek penelitian pada kelompok perlakuan yakni 21,5267 (SB 1,75085) kg/m2 dan pada kelompok kontrol yakni 21,0312 (SB 1,5362) kg/ m2. Berdasarkan klasifikasi WHO (1995), hal tersebut menunjukan bahwa rerata indeks masa tubuh pada kedua kelompok memiliki kategori indeks masa tubuh normal yang menunjukan status gizi yang normal pula, ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan kontraksi otot dan daya tahan kardiovaskuler, yang secara langsung berpengaruh terhadap kebugaran fisik sehingga pelatihan dapat dilakukan dengan baik.5
Rerata nilai VO2max subjek penelitian pada kelompok perlakuan yakni 42,2206 (SB 4,5211) ml/kg/ menit dan pada kelompok kontrol yakni 42,2079 (SB 4,4739) ml/kg/menit. Berdasarkan Data Normatif VO2max untuk laki-laki usia 15-18 tahun, hal tersebut menunjukan bahwa nilai VO2max pada kedua kelompok berada dalam
kategori cukup baik,6 namun untuk mewujudkan kebugaran fisik lebih baik, nilai VO2max pada kedua kelompok masih perlu untuk ditingkatkan sehingga dapat mendukung terciptanya daya tahan kardiovaskuler yang baik pula.
Pelatihan Sirkuit dapat Meningkatkan Nilai VO2max
Berdasarkan hasil Uji Paired Sample T-Test pada kelompok perlakuan, didapatkan rerata nilai VO2max sebelum pelatihan sebesar 42,2206 ml/kg/menit dan rerata nilai VO2max sesudah pelatihan sebesar 50,7128 ml/kg/menit, serta diperoleh juga nilai p=0,000 (p<0,05) dengan persentase peningkatan sebersar 20,11% yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai rerata VO2max sebelum dan sesudah pelatihan sirkuit.
Pelatihan sirkuit adalah bentuk latihan yang terdiri atas ragam gerakan yang bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot, kelentukan, kelincahan, keseimbangan, serta ketahanan kardiovaskuler. Pelatihan sirkuit dapat mengembangkan konsumsi oksigen, sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi oksigen (VO2max).r
Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Nugroho (2008) menunjukkan bahwa pelatihan sirkuit memberikan pengaruh sebesar 43,10% terhadap peningkatan daya tahan aerobik (VO2max), dan terindentifikasi bahwa secara keseluruhan setelah melakukan pelatihan sirkuit, daya tahan aerobik (VO2max) dalam kualifikasi bagus (43 sampai dengan 52) dan tinggi (diatas 53).8 Selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Sridadi dan Sudarna (2011) menunjukkan bahwa pelatihan sirkuit memberikan pengaruh sebesar 27,02% terhadap tingkat kesegaran jasmani siswa.9
Peningkatan terjadi karena latihan secara teratur dapat memunculkan adaptasi fisiologis pada tubuh manusia. Latihan aerobik dapat memperbesar ukuran jantung sehingga stroke volume dan cardiac output akan meningkat akibatnya konsumsi O2 oleh oto menjadi lebih banyak. Dengan pelatihan sirkuti maka mitokondria sebagai pabrik energi sel yang menghasilkan energi dalam bentuk ATP dalam sel-sel otot akan meningkat, baik jumlah maupun ukurannya, yang akan menyebabkan kapasistas mitokondria untuk memproduksi energi (ATP) semakin besar, sehingga daya tahan aerobik dapat meningkat.10
Awal pelatihan sirkuit, penggunaan oksigen akan lebih besar serta otot-otot jantung mengalami stres, sehingga tubuh akan kekurangan oksigen. Hal tersebut akan direspon oleh tubuh dengan meningkatnya kekuatan jantung menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dengan kecepatan yang lebih besar, sehingga lebih banyak darah yang terpompa ke seluruh tubuh. Setelah latihan berlangsung dalam periode yang lama atau pelatihan telah mencapai level tetap, maka ambang anaerobik maupun konsumsi oksigen maksimum (VO2max) akan meningkat.11
Pelatihan Joging dapat Meningkatkan Nilai VO2max
Berdasarkan hasil Uji Paired Sample T-Test pada kelompok kontrol (pelatihan joging), didapatkan rerata nilai VO2max sebelum pelatihan sebesar 42,2079 ml/kg/
menit dan rerata nilai VO2max sesudah pelatihan sebesar 46,4556 ml/kg/menit, serta diperoleh juga nilai p=0,000 (p<0,05) dengan persentase peningkatan sebersar 10,06% yang menunjukkan bahwa terdaat perbedaan yang bermakna pada nilai rerata VO2max sebelum dan sesudah pelatihan joging.
Menurut Purwanto (2012) joging adalah bentuk olahraga berlari pada keadaan lambat atau santai yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang lama.12 Joging secara rutin dapat menyebabkan peningkatan fungsi otot pernapasan, dimana akan terjadi pernapasan yang lebih lambat dan dalam sehingga udara yang masuk semakin banyak dan udara yang keluar semakin sedikit. Pelatihan joging dapat menyebabkan terjadinya peningkatan difusi oksigen dari paru-paru ke dalam darah melalui sel darah merah dan hemoglobin. Pemberian latihan yang teratur dapa meningkatkan volume darah dan hemoglobin sehingga dapat memicu peningkatan kebugaran aerobik.13
Penelitian yang dilakukan Wahyu (2015) menunjukkan bahwa pelatihan joging berpengaruh terhadap kapasitas VO2max seseorang,14 serta penelitian observasional yang dilakukan oleh Ellen Sugesti (2015), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan joging dengan tingkat kebugaran pada remaja usia 15-18 tahun.12
Saat melakukan joging, banyak otot-otot besar yang terlibat untuk melakukanya. Pelatihan joging dilakukan dengan peningkatan intensitas secara perlahan sesuai kemampuan individu, jika dilakukan secara rutin dan kontinyu, pelatihan joging akan memunculkan adaptasi fisiologis pada tubuh sehingga kemampuan intensitas latihan akan semakin meningkat. Peningkatan intensitas joging akan mempengaruhi fungsi dari tubuh terutama fungsi otot akan meningkat. Peningkatan fungsi otot berjalan beriringan dengan peningkatan jumlah oksigen pada tubuh juga dipengaruhi oleh meningkatnya kemampuan jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh serta kemampuan paru untuk mengelola oksigen dengan baik didalam tubuh, sehingga daya tahan kardiovaskulerpun akan meningkat(12).
Pelatihan Sirkuit Lebih Efektif dalam Meningkatan Nilai VO2max daripada Pelatihan Joging
Berdasarkan hasil Uji Independent T-Test, pada kelompok perlakuan didapatkan rerata selisih peningkatan nilai VO2max sebelum dan sesudah pelatihan sebesar 8,4922 ml/kg/menit, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan rerata selisih peningkatan nilai VO2max sebelum dan sesudah pelatihan sebesar 4,2477 ml/kg/menit serta diperoleh juga nilai p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada rerata selisih peningkatan nilai VO2max antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dengan persentase rerata peningkatan nilai VO2max sebelum dan sesudah pelatihan sirkuit sebesar 20,11%, sedangkan persentase rerata peningkatan nilai VO2max sebelum dan sesudah pelatihan joging sebesar 10,06%, dari persentase kedua pelatihan yang diberikan dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan sirkuit lebih efektif 10,05% dalam meningkatkan nilai VO2max
daripada pelatihan joging pada anggota ektrakurikuler paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar.
Hal tersebut didukung oleh teori adaptasi fisiologi tubuh manusia terhadap bentuk latihan yang diberikan, dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan, kelentukan, kelincahan dan kecepatan. Dalam suatu pelatihan terdapat beberapa fase yang harus diperhatikan agar dapat memunculkan hasil yang baik, yaitu fase overload, restoration, adaptation dan reversal.15
Pelatihan sirkuit dan pelatihan joging dalam penelitian ini sama-sama di desain dengan waktu latihan selama 20 menit, namun dalam pelatihan sirkuit terdapat banyak bentuk latihan yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat, serta bentuk latihan yang banyak melibatkan otot-otot besar dengan beban yang terus bertambah, menjadikan intensitas pelatihan sirkuit lebih tinggi daripada pelatihan joging sehingga fase overload dapat lebih cepat tercapai. Tercapainya fase overload dapat memicu kemampuan kardiovaskuler dan kemampuan otot-otot kerangka dapat berkembang terus, sampai terjadinya proses adaptasi.15 Sedangkan pada pelatihan joging didalamnya terdapat satu bentuk latihan yakni lari dengan intensitas sedang ditambah dengan waktu latihan yang singkat, maka fase overload akan tetap tercapai namun tidak secepat pencapaian pada pelatihan sirkuit.
Menurut Paulus Levinus Pesurnay (-:89), pelatihan yang berlangsung tanpa interupsi akan meningkatkan volume jantung sehingga jantung akan bertambah besar, berbeda dengan pelatihan dengan interupsi akan membuat dinding jantung lebih tebal sehingga pompa jantung jadi lebih kuat. Kesimpulannya bahwa pelatihan sirkuit memberikan efek penebalan dinding jantung sehingga pompa jantung lebih kuat, sedangkan pelatihan joging akan meningkatkan volume jantung sehingga jantung bertambah besar.10
Pendapat diatas menjelaskan bahwa pelatihan sirkuit dan pelatihan joging sama-sama memberi adaptasi sistem kardiovaskuler berupa peningkatan ukuran jantung dan merupakan keunggulan dari pelatihan sirkuit yang dapat menyebabkan adaptasi kardiovaskuler berupa pembesaran otot jantung (penebalan dinding otot jantung). Akibat dari pembesaran otot jantung akan menyebabkan volume darah meningkat. Dengan perubahan penebalan otot ventrikel dan perubahan volume, maka stroke volume menjadi lebih besar dan bila cadangan denyut jantung meningkat hasilnya cardiac output akan menjadi lebih tinggi. Peningkatan ukuran jantung dan peningkatan jumlah kapiler pada otot, memungkinkan difusi oksigen di dalam otot dapat lebih mudah sehingga kemampuan otot untuk mengangkut dan mempergunakan oksigen lebih besar.16
Berdasarkan hasil kajian diatas, disimpulkan bahwa pelatihan sirkuit dapat memicu konsumsi oksigen lebih banyak per-unit massa otot dibandingkan pelatihan joging, yang diakibatkan oleh adanya peningkatan fungsi jantung yakni meningkatnya stroke volume akibat penebalan dinding ventrikel, yang kemudian akan memicu peningkatan cardiac output dalam pompa darah keseluruh tubuh sehingga pengangkutan dan penggunaan oksigen oleh otot menjadi lebih besar hingga tercapainya keadaan konsumsi maksimal oksigen oleh tubuh.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa :
Pelatihan sirkuit 10,05% lebih efektif dalam meningkatkan nilai VO2max daripada pelatihan joging pada anggota ektrakurikuler paskibra di SMA Negeri 1 Gianyar
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Nurhidayat, Saiful. Faktor Resiko Penyakit Kardiovaskuler pada Remaja di Ponogoro. 2014, Jurnal Dunia Keperawatan, hal. 4-8.
-
2. Wijayanti, Kusuma. Model Prediksi VO2max dengan Persen Lemak Tubuh RLPP, dan IMT (Data Pemeriksaan Kebugaran Jasmani PNS Depdiknas tahun 2005). Depok : Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006.
-
3. Susilowati. Faktor-faktor Risiko Kesegaran Jasmani pada Polisi Lalu Lintas di Kota Semarang (Skripsi). Semarang : Universitas Diponogoro, 2007.
-
4. Mackenzie, Brian. VO2max. [Online] 2001. [Dikutip:
27 Maret 2016.] http://www.brianmac.co.uk/ vo2max.htm#vo2.
-
5. Jaihar, S, Dachlan, D M dan Yustini. Analisis Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Ketahanan Fisik Siswa di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua
Makassar, Sulawesi Selatan. Makassar : Universitas Hasanuddin Makassar, 2013.
-
6. Mackenzie, Brian. Cooper VO2max Test. [Online] 2015. [Diakses : 12 Januari 2016.] http://
www.brianmac.co.uk/gentest.htm.
-
7. Adi, Furqoni Setya. Pengaruh Latihan Sirkuit terhadap Peningkatan VO2max Peserta
Ekstrakurikuler Bulutangkis MAN 1 Kota Magelang tahun 2015 (Skripsi). Yogyakarta : Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.
-
8. Nugroho, Sigit. Pengaruh Latihan Sirkuit (Circuit Training) terhadap Daya Tahan Aerobik (VO2max) Mahasiswa PKO Fakultas Ilmu Keolahragaan Univerists Negeri Yogyakarta. 2008, hal. 15.
-
9. Sridadi dan Sudarna. Pengaruh Circuit Training terhadap Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putra Kelas IV dan V Sekolah Dasar Negeri Caturtunggal 3. 2011, Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia, Vol. 8, hal. 105.
-
10. Ambarwati, Ni Made Rika. Pengaruh Latihan Circuit Training dan Cross Country terhadap VO2max. 2015, Jurnal FKIP, hal. 10.
-
11. Kadek Sutyantara, Ni Luh Kadek Alit Arsani, I Nyoman Sudarmada. Pengaruh Pelatihan Sirkuit dan Lari Kontinyu Intensitas Rendah terhadap Daya Tahan Kardiovaskuler pada Siswa Putra Kelas VII SMPN 2 Nusa Penida Tahun Pelajaran 2013/2014. 2014, e-JOurnal IKOR Universitas Pendidikan
Ganesha, Vol. 1, hal. 9.
-
12. Sugesti, Ellen. Hubungan Anatara Kebiasaan Jogging ndengan tingkat kebugaran remaja usia 15-18 tahun. 2015, hal. 4-5.
-
13. Sharkley. Kebugaran dan kesehatan . s.l. : PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
-
14. Irianto, Wahyu Munandri. Pengaruh Pemberian
Latihan Jogging terhadap Kapasitas VO2maks.
Surakarta : FIK-UMS, 2015.
-
15. Moyna, N.M. Principle of Exercise Training for
Physician, In Exercise and Sports Cardiology. s.l. : McGraw-Hill Companies, Inc, 2001.
-
16. Kadir, Akmarawita. Cardiovascular Adaptation to Physical Training. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, 2014, Jurnal UWKS, hal. 1-11.
Discussion and feedback