KOMBINASI INTERVENSI ISCHEMIC COMPRESSION TECHNIQUE DAN CRYOTHERAPY SAMA BAIK DENGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DALAM MENURUNKAN NYERI SINDROMA MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA MAHASISWA FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

1Ni Made Intansari Tri Buana2 Ni Luh Nopi Andayani 3 Agung Wiwiek Indrayani

  • 1.    Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

  • 2.    Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

  • 3.    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

ABSTRAK

Sindroma myofascial otot upper trapezius merupakan kondisi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah otot upper trapezius. Salah satu faktor pencetus nyeri sindroma myofascial yaitu posisi yang kurang ergonomis dalam waktu yang lama. Metode penelitian menggunakan eksperimental dengan rancangan pre and post control group design. Sampel berjumlah 20 dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari kelompok 1 diberikan kombinasi ischemic compression technique dengan cryotherapy dan kelompok 2 diberikan myofascial release technique. Hasil pada kelompok 1 menunjukkan p=0,001 dengan beda rerata 2,65±1,05 dan kelompok 2 menunjukkan p=0,003 dengan beda rerata 1,09±0,85. Ini menunjukkan bahwa setiap kelompok mengalami penurunan nyeri yang bermakna. Hasil independent t-test menunjukkan hasil p=0,10 (p>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada penurunan VAS antara kedua kelompok. Simpulan penelitian ini adalah kombinasi ischemic compression technique dan cryotherapy sama baik dengan myofascial release technique dalam menurunkan nyeri sindroma myofascial otot upper trapezius.

Kata kunci : sindroma myofascial, otot upper trapezius, cryotherapy, ischemic compression technique, myofascial release technique

COMBINATION OF ISCHEMIC COMPRESSION TECHNIQUE INTERVENTION AND CRYOTHERAPY SHOWED NO SIGNIFICANT RESULT AS MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE TO REDUCING MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OF UPPER TRAPEZIUS MUSCLE OF PHYSIOTHERAPY STUDENTS IN THE FACULTY OF MEDICINE, UDAYANA UNIVERSITY

ABSTRACT

The myofascial syndrome in upper trapezius muscle is an uncomfortable condition in the upper trapezius muscle area because the trigger point of junction band was activated. It can be happen because the muscle didn't fit in ergonomic position when using the gadget for long time. This study was an experimental study with pre and post control group design. Sampling metodhs used in this study was consecutive sampling. Samples of 20 people were divided into two groups; an intervention group, which were given a combination of ischemic compression technique intervention with cryotherapy and a control group which were given a myofascial release technique, where each group consisted of 10 samples. The results obtained were p=0.001 for intervention group with an average difference of 2.65 ± 1.05 and p=0.003 for control group with an average difference of 1.09 ± 0.85. This suggests that each group experienced a significant decrease in pain. The results of independent t-test showed the results of p=0.10 (p> 0.05) which means that there is no significant difference in the decrease in VAS between the two groups. In conclusions, combination of ischemic compression technique intervention and cryotherapy showed no significant result as myofascial release technique to reducing myofascial pain syndrome of upper trapezius muscle.

Key words: myofascial syndrome, upper trapezius muscle, cryotherapy, ischemic compression technique, myofascial release technique

PENDAHULUAN

Nyeri sindroma myofascial merupakan salah satu kondisi nyeri yang sering dikeluhkan oleh mahasiswa. Kondisi ini disebabkan salah satunya oleh penggunaan gadget dalam posisi yang kurang ergonomis dan berdurasi lama. Penggunaan gadget semakin berkembang terutama di media sosial untuk browsing internet. Hasil penelitian mengatakan bahwa pengguna internet berasal dari kelompok muda 12 – 35 tahun, yaitu sebesar 60 % dari seluruh pengguna

1 internet.

Otot upper trapezius merupakan otot yang bekerja berat saat posisi kepala condong ke bawah seperti saat penggunaan gadget yang lama. Adanya beban yang berlebih pada otot upper trapezius dapat menyebabkan adanya keluhan rasa nyeri dan ketegangan pada daerah sekitar. Rasa nyeri yang timbul bisa dikarenakan adanya sindroma myofascial pada otot upper trapezius.

Sindroma myofascial otot upper trapezius merupakan suatu kondisi kronis, dikarenakan teraktivasinya trigger point dalam serabut otot sehingga menimbulkan nyeri. Adanya spasme otot dan tenderness sehingga menimbulkan keterbatasan gerak 2 yang dapat ditemukan pada serabut otot.2 Kondisi ini dapat mengganggu proses belajar pada mahasiswa sehingga

penanganan fisioterapi dapat diberikan seperti pemberian kombinasi ischemic compression technique dan cryotherapy dengan myofascial release technique untuk menurunkan nyeri.

Ischemic compression technique adalah suatu teknik penekanan langsung dan berulang pada trigger point untuk mengurangi spasme.3 Adanya penekanan berulang dapat menyebabkan terjadinya gejala sisa seperti peradangan baru sehingga diberikan cryotherapy untuk mencegah terjadinya peradangan. Cryotherapy dapat meningkatkan efek anastesi dan terjadinya penurunan konduktivitas saraf.

Myofascial release technique adalah teknik peregangan dan tekanan yang dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitas jaringan dan dapat menurunkan nyeri.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul kombinasi intervensi ischemic compression technique dan cryotherapy lebih menurunkan nyeri daripada intervensi myofascial release technique pada kasus sindroma myofascial otot upper trapezius pada mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Pre and Post Test Control Group Design. Tujuannya untuk membandingkan intervensi yang lebih baik dalam menurunkan nyeri sindroma myofascial otot upper trapezius. Penelitian dilakukan di ruang kelas gedung Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dilaksanakan pada bulan Mei 2014. Pemberian intervensi diberikan sebanyak 6 kali penerapan dalam waktu 2 minggu.

Populasi target penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fisioterapi Universitas Udayana yang terindikasi nyeri sindroma myofascial. Untuk populasi terjangkaunya yaitu mahasiswa yang terindikasi sindroma myofascial otot upper trapezius.

Kriteria Inklusi :

  • a.    Positif menderita nyeri akibat sindroma myofascial otot upper trapezius

  • b.    Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai akhir, dengan menandatangani surat persetujuan menjadi sampel.

Kriteria Eksklusi :

  • a.    Adanya fraktur cervical

  • b.    Peradangan akut

Kriteria Pengguguran :

  • a.    Sampel tidak datang kembali saat penelitian

  • b.    Kondisi pasien memburuk setelah diberikan intervensi

  • c.    Sampel mengundurkan diri. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan teknik consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel terdiri dari 20 orang yang akan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 diberikan intervensi ischemic compression technique dan cryotherapy sedangkan kelompok 2 diberikan myofascial release technique.

Nyeri sindroma myofascial akan diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Pengukuran akan dilakukan sebelum dan sesudah intervensi untuk mengetahui perubahan nyeri. Untuk kelompok 1 diberikan intervensi kombinasi     ischemic     compression

technique yang dilakukan 6 kali dalam waktu 2 minggu dengan waktu 30 detik dan pengulangan 3 kali. Dilanjutkan dengan pemberian cryotherapy (es yang dilapisi handuk) dilakukan selama 5 menit dengan gerakan es longitudinal searah serabut otot upper trapezius. Kelompok 2 diberikan intervensi myofascial release technique yang dilakukan sebanyak 6 kali dengan 3 kali pengulangan.

HASIL

Subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa yang terindikasi sindroma myofascial otot upper trapezius

yang telah dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan dan kontrol. Berikut ini merupakan deskripsi data sampel yang terdiri atas karakteristik sampel berupa jenis kelamin dan umur.

Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Frekuensi Persen (%)

Jenis

Kel.   Kel.  Kel. Kel.

kelamin

1      2      1      2

Laki-laki 3     4    30   40

Perempuan

7

6

70

60

Total

10

10

100

100

Berdasarkan tabel 5.1 tampak pada kelompok 1 subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (30%) dan perempuan sebanyak 7 orang (70%), sedangkan pada kelompok 2 subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (40%) dan perempuan sebanyak 6 orang (60%).

Tabel 5.2 Karakteristik Subjek Berdasarkan Umur

Nilai Rerata dan Simpang Baku

Karakteristik Kel. 1         Kel. 2

Usia     19,20±0,632  18,60±0,843

Dari tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian kelompok 1 memiliki rerata dan simpang baku umur (19,20±0,632) tahun dan pada kelompok 2 (18,60±0,843) tahun.

Pengukuran nyeri sindroma myofascial pada otot upper trapezius menggunakan    VAS.    Pengukuran

dilakukan sebelum dan sesudah intervensi pada masing-masing kelompok.

Tabel 5.3 Nilai VAS pada Kelompok 1 (Ischemic compression technique dan Cryotherapy)

Nilai Rerata dan Simpang Baku

Sebelum

5,05±1,30

Sesudah

2,40±1,21

Selisih

2,65±1,05

Berdasarkan pada data di atas, pada kelompok 1 sebelum penerapan didapatkan nilai rerata 5,05 dengan nilai simpang baku 1,30. Sedangkan nilai rerata sesudah penerapan kombinasi intervensi ischemic compression technique dan cryotherapy berkurang menjadi 2,40 dengan nilai simpang baku 1,21. Jika dilakukan perhitungan sebelum dan sesudah penerapan kombinasi intervensi ischemic compression technique dan cryotherapy selama 6 kali, selisih nilai rerata didapatkan 2,65 dengan selisih nilai simpang baku 1,05.

Tabel 5.4 Nilai VAS pada Kelompok 2

(Myofascial release technique)

Nilai    Rerata

Simpang Baku

dan

Sebelum

4,52±1,30

Sesudah

3,43±1,28

Selisih

1,09±0,76

Berdasarkan pada data di atas, pada kelompok 2 sebelum penerapan didapatkan nilai rerata 4,52 dengan nilai simpang baku 1,30. Sedangkan nilai rerata sesudah penerapan kombinasi intervensi myofacial release technique berkurang menjadi 3,43 dengan nilai simpang baku 1,28. Jika dilakukan perhitungan sebelum dan sesudah penerapan kombinasi intervensi myofacial release technique selama 6 kali didapatkan selisih nilai rerata 1,09 dengan selisih nilai simpang baku 0,76.

Gambar 5.1 Grafik Nilai Rerata VAS Sebelum dan Sesudah Intervensi pada

Kelompok 1 dan Kelompok 2

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai rerata VAS pada kelompok 1 dan kelompok 2 tidak

memiliki perbedaan yang signifikan. Hal


ini dibuktikan dari nilai rerata sebelum intervensi pada kelompok 1 yaitu 5,05 dan nilai rerata sesudahnya menjadi 2,40. Nilai rerata sebelum intervensi pada kelompok 2 yaitu 4,52 dan nilai rerata sesudah intervensi menjadi 3,43.

Tabel 5.5 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Penurunan Nyeri pada

Sindroma Myofascial Otot UpperTrapezius

Uji Normalitas          Uji

(Saphiro Wilk Test)   Homogenitas

Kel. 1

Kel. 2

(Levene’s Test)

Sebelum

0,39

0,48

1,00

Sesudah

0,35

0,47

0,98

Dari tabel tampak hasil uji normalitas distribusi data dengan menggunakan Saphiro wilk test didapatkan nilai probabilitas untuk kelompok data sebelum intervensi pada kelompok 1, nilai p= 0,39 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Pada kelompok 2, nilai p=0,48 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Untuk kelompok

data setelah intervensi pada kelompok 1, nilai p=0,35 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil analisis pada kelompok 2, nilai p= 0,47 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal.

Berdasarkan tabel 5.5 di atas, hasil perhitungan uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s Test dari data sebelum intervensi pada kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai p=1,00 dimana (p>0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa pada kedua kelompok perlakuan memiliki data homogen. Pada kelompok setelah intervensi didapatkan nilai p=0,98 (p>0,05) yang berarti bahwa data bersifat homogen.

Tabel 5.6 Hasil Uji T-Berpasangan (Paired Sample t-test) Kelompok 1

Sebelum   Sesudah    Beda

p intervensi intervensi    rerata

Kel.1     5,05        2,40     2,65±1,05     0,001

Berdasarkan tabel 5.6 dilakukan

pengujian hipotesis untuk mengetahui

perbedaan nyeri sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok 1 menggunakan uji beda yaitu paired sample t-test. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan nyeri yang bermakna dari penurunan nyeri sebelum dan sesudah intervensi      kombinasi      ischemic

compression technique dan cryotherapy pada sindroma myofascial otot upper trapezius.

Tabel 5.7 Hasil Uji T-Berpasangan

(Paired Sample t-test) Kelompok 2

Sebelum  Sesudah   Beda

p intervensi intervensi rerata

Kel.2     4,52        3,43     1,09±0,85     0,003

Pengujian hipotesis untuk mengetahui perbedaan nyeri sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok 2 menggunakan uji beda yaitu paired sample t-test. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai p=0,003 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan nyeri yang bermakna dari

penurunan nyeri sebelum dan sesudah intervensi myofascial release technique pada sindroma myofascial otot upper trappezius.

Tabel 5.8 Uji Beda Rerata dan Selisih Penurunan Nyeri pada Sindroma Myofascial Otot Upper trapezius

Kelompok

n

Rerata ± SD

p

Sebelum

Kelompok 1

Kelompok 2

10

10

5,05±1,30

4,52±1,30

0,00

Sesudah

Kelompok 1

Kelompok 2

10

10

2,40±1,21

3,43±1,28

0,10

Selisih

Kelompok 1 Kelompok 2

10

10

2,65±0,09

1,09±0,02

0,10

Berdasarkan tabel 5.8 diatas, untuk membandingkan hasil perhitungan beda rerata penurunan nyeri sebelum dan setelah intervensi masing - masing kelompok dengan menggunakan uji Independent sample t-test diperoleh nilai selisih p>0,05. Hasil penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan pada perbandingan kombinasi intervensi ischemic compression technique dan

cryotherapy dengan intervensi myofascial release technique terhadap penurunan nyeri sindroma myofascial otot upper trapezius

DISKUSI

Karakteristik sampel pada penelitian ini adalah sebagian besar berjenis kelamin perempuan pada kelompok 1, demikian juga pada kelompok 2 sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan. Dilihat dari umur, kelompok 1 (19,20±0,632) dan kelompok 2 memiliki rerata umur (18,60±0,843) tahun. Hasil penelitian menunjukkan sampel merupakan kelompok umur yang produktif, dengan aktivitas sebagai mahasiswa yang masih aktif dalam proses belajar dan sering menggunakan gadget untuk membantu dalam kegiatan sehari – hari. Menurut nielsen company pada tahun 2009 pengguna gadget memiliki persentase 23% pada umur 15 – 19 tahun dan tahun 2011 meningkat menjadi 53%.4 Selain itu dari hasil wawancara pada 25 orang mahasiswa Fisioterapi Udayana rata – rata

mahasiswa setiap hari menggunakan gadget dan penggunaannya sampai 12 jam sehari.

Pada pengujian kelompok 1 dengan menggunakan uji beda paired sample t-test didapatkan p = 0,001 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan nyeri yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi kombinasi ischemic compression technique dan cryotherapy. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok 1 (kombinasi ischemic compression technique dan cryotherapy) memberikan penurunan nyeri yang bermakna terhadap nyeri pada sindroma myofascial otot upper trapezius.

Peneliti lainnya menyatakan tekanan yang dalam telah terbukti efektif untuk terapi nyeri sindroma myofascial. Ischemic compression technique bila diaplikasikan dengan benar dapat memberikan peregangan yang lebih baik pada taut bands jaringan otot daripada peregangan manual. Disebabkan penerapan teknik ini menggunakan tekanan yang kuat pada titik

picu yang termasuk area relatif kecil dibandingkan dengan peregangan pada seluruh area otot.5

Pemberian ischemic compression technique mampu memfasilitasi pengisian arteri yang dapat mengurangi penumpukan zat iritan pada otot. Sehingga perubahan ini pada akhirnya dapat mengurangi rasa nyeri.6 Selain itu efek pemberian cryotherapy dapat menghambat atau mengurangi inflamasi lokal setelah adanya penekanan pada trigger point karena cryotherapy dapat menurunkan suhu jaringan sehingga terjadi proses penurunan 7 panas.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan kerja dari ischemic compression technique pada tubuh, akan terjadi gejala sisa yaitu nyeri dan oedema lokal yang muncul setelah penekanan pada titik trigger point dalam waktu tertentu. Sehingga penggunaan dari cryotherapy tepat diberikan untuk menanganani gejala sisa dari ischemic compression technique. Kombinasi ini merupakan teknik aplikasi

yang tepat diterapkan untuk menurunkan nyeri sindroma myofascial dan akan memberikan dampak yang lebih baik bila diterapkan menggunakan cryotherapy setelah pemberian ischemic compression technique.

Pada pengujian kelompok 2 dengan menggunakan uji beda paired sample t-test didapatkan p=0,003 (p<0,05). Ini menunjukkan ada perbedaan nyeri yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi myofascial release technique. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pada kelompok 2 (myofascial release technique) memberikan penurunan nyeri yang bermakna terhadap nyeri pada sindroma myofascial otot upper trapezius.

Penerapan metode myofascial release technique berfokus pada gerakan lingkup gerak sendi terbatas yang merupakan hasil dari pemendekan unit otot dan adanya perlengketan diantara lapisan fascia.8 Teknik myofascial release technique berupa tekanan dan peregangan pada otot ke arah yang ditargetkan. Teknik

ini berperan untuk meregangkan atau memanjangkan struktur fascia dan otot. Selain itu tujuan dari myofascial release technique adalah untuk memulihkan kualitas cairan atau pelumas dari jaringan fascia dan mobilitas jaringan serta fungsi normal sendi.9 Penerapan myofascial release technique terbukti efektif untuk memobilisasi fibrosis pada jaringan lunak dan dapat mempengaruhi proses metabolik karena saat peningkatan aliran darah membantu membuang sisa–sisa metabolisme sehingga terjadi penurunan nyeri.10

Berdasarkan data tabel 5.7 kelompok 1 memiliki rerata selisih antara nilai sebelum dan sesudah pemberian intervensi 2,65±0,09 dan kelompok 2 memiliki rerata selisih antara nilai sebelum dan sesudah intervensi 1,99±0,02. Sedangkan dengan uji beda independent sample t-test didapatkan selisih p = 0,10 dimana p>0,05. Dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada perbandingan

intervensi


kombinasi


ischemic


compression technique dan cryotherapy dengan myofascial release technique terhadap penurunan nyeri sindroma myofascial otot upper trapezius.

Kombinasi ischemic compression technique dan cryotherapy serta myofascial release technique merupakan suatu teknik yang diterapkan langsung pada bagian yang ingin diberikan intervensi terutama pada kasus sindroma myofascial. Dari hasil yang didapatkan kedua intervensi ini sama-sama dapat menurunkan nyeri sindroma myofascial dan meningkatkan fleksibilitas jaringan. Sehingga penerapan ischemic compression technique dan cryotherapy sama baik dengan myofascial release technique dalam menurunkan nyeri sindroma myofascial.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa kombinasi intervensi ischemic compression technique dan cryotherapy sama baik dengan myofascial release technique dalam menurunkan nyeri

sindroma myofascial otot upper trapezius pada mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2012. Profil Pengguna Internet indonesia 2012. pp. 8-9. Jakarta.

  • 2.    Pragewi, D. 2011. Efek penambahan Cryotherapy pada Intervensi Ischemic Compression Technique dan Transverse Friction terhadap pengurangan nyeri pada kasus Sindroma Nyeri Miofasial otot Upper Trapezius [Skripsi]. Universitas Esa Unggul.

  • 3.    Anggraeni, N.C. 2013. Penerapan Myofascial Release Technique sama baik  dengan Ischemic

Compression  Technique dalam

menurunkan nyeri pada Sindroma Miofasial otot Upper Trapezius [Skripsi]. Universitas Udayana.

  • 4.    The Nielsen Company. 2011. The Mobile Media Report. pp 5. New

York.

  • 5.    Chaitow L. 2008. Clinical Applications of Neuromuscular Technique:  The Upper Body.

Churchill Livingstone. p. 121

  • 6.    Jyotsna, M., Reddy, V. and Madhavi, K. 2013. Effectiveness of Integrated         Neuromuscular

Inhibitory Technique (INIT) on Pain, Range od Motion and Functional Abilities in Subjects with Mechanical Neck Pain. International     Journal      of

Pharmaceutical Research and BioScience, 2(6), pp.584–593.

  • 7.    Desbrosse, F. 2003. The analgesic properties of cryotherapy using hyperbaric CO2. Equine Veterinary

Practice 2003, 35(1), pp.1–4.

  • 8.    Maruli, W. O. 2013. Perbandingan Myofascial Release Technique dengan Contract Relax Stretching

terhadap penurunan nyeri pada

sindroma Myofascial otot Upper

Trapezius [Skripsi]. Universitas

Udayana.

  • 9.    Riggs, A. and Grant, K. E. 2008. Myofascial Release. In: Modalities for Massage and Bodywork . pp. 149–161. USA: Elsevier Health Scienses.

  • 10.    Cantu, R. I., and Grodin, A. 2001. Myofascial Manipulation: Theory and Clinical Application.. p. 243. USA:  Lippincott William &

Wilkins.