Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien Program Fisioterapi Praktik Mandiri di Malang Raya
on

Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien Program Fisioterapi Praktik Mandiri di Malang Raya
Abdul Rahmat Amin Mayu1*, Safun Rahmanto2, Siti Ainun Ma’rufa3
1Program Studi Sarjana Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang,Kota Malang, Jawa Timur 2,3Departemen Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, Jawa Timur
*Koresponden: rahmatamin2002@gmail.com
Diajukan: 4 Oktober 2023 | Diterima: 14 Oktober 2023 | Diterbitkan: 18 Januari 2024
DOI: https://doi.org/10.24843/mifi.id.10 53
ABSTRAK
Pendahuluan: Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dari produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam penggunaannya oleh konsumen/pelanggan akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Selain kualitas pelayanan kesehatan, keberhasilan pelayanan fisioterapi juga ditunjang oleh kepatuhan pasien/klien pada program yang diberikan. Kepatuhan merupakan gambaran sikap, sifat, dan perilaku pasien dalam mengikuti program fisioterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya.
Metode: Penelitian kuantitatif deskriptif jenis observasional analitik yang bertujuan menganalisis korelasi antara dua variabel dengan pendekatan “cross-sectional”. Subjek penelitian ini adalah pasien yang menjalani Program Fisioterap di Malang Raya. Teknik sampling menggunakan accidental sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil: Hasil uji korelasi menggunakan Spearman’s rho didapatkan nilai p pada variabel kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan sebesar 0,750 dimana nilai p value >0,05.
Simpulan: Tidak ada korelasi antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan program fisioterapi praktik mandir di Malang Raya. Praktik fisioterapi mandiri di Malang Raya harus memberikan perhatian khusus pada peningkatan fasilitas hiburan untuk pasien, terutama mereka yang sedang menunggu antrian untuk terapi. Tingkat kepatuhan pasien fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya didominasi oleh pasien dengan tingkat kepatuhan sedang, oleh karena itu, sangat penting bagi fisioterapis untuk memberikan perhatian khusus kepada pasien dengan tingkat kepatuhan sedang, termasuk melalui pendidikan kepada keluarga pasien, dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan mereka agar mencapai tingkat yang lebih tinggi dan menghindari penurunan ke tingkat kepatuhan rendah.
Kata Kunci: kualitas pelayanan, kepatuhan pasien, fisioterapi
PENDAHULUAN
Data Kementerian Kesehatan tahun 2021 menunjukan terjadinya peningkatan jumlah pendudukan dengan posisi Jawa Timur menjadi nomor dua dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia.1 Jumlah penduduk provinsi jawa timur pada tahun 2021 sebesar 20.394.280 jiwa meningkat pada tahun 2023 menjadi 41.416.407 jiwa dan untuk wilayah malang raya dari 1.344.541 jiwa menjadi 2.703.175 jiwa. Kondisi tersebut menimbulkan bertambahnya jumlah klinik dan tempat praktik mandiri dalam memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat salah satunya praktik fisioterapi mandiri.2 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk. jumlah fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya yang diteliti berjumlah 8 praktik. Hasil studi pendahuluan menunjukan jumlah fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya berjumlah 10 fisioterapi praktik mandiri. Data tersebut megindikasikan adanya peningkatan jumlah fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya dibandingkan tahun sebelumnya.3 Pelayanan kesehatan harus memenuhi unsur pemerataan dan berkualitas, dalam hal ini pelayanan fisioterapi belum bisa dirasakan merata bagi masyarakat, Karena masih sangat rendah presentasi layanan fisioterapi yaitu baru ada 6.4% di wilayah Jawa Timur.4 Hal ini sejalan dengan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Apriani dkk. pemenuhan kebutuan masyarakat dalam pelayanan kesehatan khususnya pelayanan fisioterapi tidak sampai pada peningkatan jumlah fisioterapi praktik mandiri saja, akan tetapi harus disertai dengan peningkatan kualitas dari pelayanan praktik tersebut.2 Kualitas pelayanan fisioterapi praktik mandiri di Wilayah Malang Raya masih dianggap kurang dan diperlukan peningkatan, hal ini disampaikan pada penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa pelayanan fisioterapi masih dianggap kurang dalam hal fasilitas dan administrasi, didapatkan ketidakpuasan dari pasien dikarenakan beberapa faktor yakni tempat terapi yang terlalu kecil, kurangnya ruang terapi, dan proses antri yang lama dikarenakan kurangnya sumber daya dari fisioterapi.5 Dalam penelitian tersebut terdapat nilai gap negatif pada dua dimensi kualitas pelayanan yaitu tangible dan responsiveness, sehingga dapat dikatakan kualitas pelayanan fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya masih kurang belum memenuhi kepuasan pasien.
Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dari produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam penggunaannya oleh konsumen/pelanggan akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.6 Pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan yang peduli, mementingkan kebutuhan, keinginan serta nilai-nilai pelanggan yang menjadi tolak ukur dan diperhatikan oleh penyedia layanan kesehatan serta menjadi persyaratan yang harus dipenuhi sehingga dapat memberikan sebuah kepuasan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa layanan.7Jika jasa/layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan tersebut, maka kualitas layanan/jasa yang diberikan atau dipersepsikan baik dan memuaskan, sehingga jika jasa yang diterima dapat mencapai bahkan melewati harapan pelanggan maka kualitas jasa/pelayanan yang berikan dapat dikatakan sebagai kualitas yang ideal, sebaliknya apabila jasa/pelayanan yang diterima kurang dari apa yang diharapkan oleh pelanggan, maka dapat dikatakan bahwasaya kualitas jasa/pelayanan itu merupakan pelayanan yang buruk.8 Terdapat berbagai macam pelayanan kesehatan salah satunya adalah pelayanan fisioterapi. Saat ini pelayanan fisioterapi di Indonesia bukan hanya dapat diakses pada pelaanan kesehatan tingkat rujukan saja, namun dapat diakses dan ditemukan pada beberapa pelayanan kesehatan tingkat dasar/primer termasuk praktik mandiri.9
Selain kualitas pelayanan kesehatan, keberhasilan pelayanan fisioterapi juga ditunjang oleh kepatuhan pasien/klien pada program yang diberikan. Kepatuhan merupakan gambaran sikap, sifat, dan perilaku pasien dalam mengikuti program Fisioterapi.10 Kepatuhan adalah prilaku positif yang perlihatkan pasien pasien mengikuti program fisioterapi yang diberikan sesuai dengan petunjuk dan pedoman dari Fisioterapi.10 Kepatuhan (compliance atau adherence) dideskripsikan sebagai sejauh mana pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran medis terkait dengan terapi obat yang sedang dijalaninya, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai derajat keseuaian antara riwayat latihan pasien dirumah dengan dosis atau edukasi yang dititipkan kepada pasien.11 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan yakni pengetahuan, motivasi, presepsi dan keyakinan terhadap tingkat kesembuhan dan pemulihan terhadap penyakit yang diderita, variabel lingkungan, kualitas intruksi kesehatan, dan kemampuan mengakses sumber yang ada.12
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam fenomena saat ini, penilaian terhadap kualitas pelayanan hanya berfokus pada kepuasan pasien. Penelitian sebelumnya lebih menyoroti faktor-faktor seperti karakteristik responden, dukungan keluarga, motivasi pasien, dan pengetahuan dalam kaitannya dengan tingkat kepatuhan pasien. Sedangkan penelitian yang membandingkan antara kualitas pelayanan dengan tingkat kepatuhan pasien masih belum dilakukan khususnya dalam lingkup pelayanan fisioterapi praktik mandiri. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan sebuah penelitian yang tidak biasa dan unik yakni mengidentifikasi korelasi kualitas pelayanan dengan tingkat kepatuhan. Peneliti hendak membawa sebuah kontribusi baru yang signifikan dan membuka pandangan baru bagi penyedia pelayanan kesehatan terutama fisioterapi praktik mandiri, dimana seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwasanya faktor keberhasilan seorang fisioterapis dalam praktik mandiri bukan sekedar pada kualitas pelayanan saja, akan tetapi kepatuhan pasien atas program fisioterapi yang diberikan juga menjadi faktor pendorong keeberhasilan program fisioterapi. Secara tidak langsung apabila kepatuhan pasien meningkat yang di iringi dengan peningkatan kualitas pelayanan yang baik maka akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, baik kualitas pelayanan kesehatan secara umum maupun kualitas pelayanan fisioterapi praktik mandiri serta meningkatnya sumber daya manusia terutama pada aspek kesehatan. Berdasarkan fenomena dan data yang diperoleh, peneliti tertarik ingin membuktikan fenomena tersebut melalui penelitian ini dengan judul “Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien Program Fisioterapi Praktik Mandiri Di Malang Raya”.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif jenis observasional analitik yang bertujuan untuk menganalisis korelasi antara dua variabel dengan pendekatan “cross-sectional. Jumlah fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya berdasarkan data yang dikirimkan oleh peneliti sebelumnya beserta data yang tertera pada aplikasi Google Map berjumlah 11 fisioterapi praktik mandiri, sedangkan yang bersedia untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian berjumlah 8 fisioterapi praktik mandiri dilakukan, sehingga penelitian ini dilakukan pada 8 fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya yang telah bersedia dan setuju dijadikan sebagai lokasi penelitian bulan Agustus-September 2023. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan accidental sampling berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik accidental sampling merupakan teknik sampling dalam pengambilan sampel yang kebetulan berada dilokasi penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien menjalani program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya, telah menjalani program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya minimal 2x, bersedia menjadi responden, dan dapat membaca, memahami instruksi peneliti, dapat mengisi kuesioner secara mandiri, sedangkan untuk kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan usia <12 tahun.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner pada tiap variabel. Terdapat dua variabel pada penelitian ini tanpa variabel kontrol yakni variabel independent adalah Kualitas Pelayanan dengan metode pengumpulan data menggunakan kuesioner Service Quality yang telah dimodifikasi oleh peneliti untuk menilai kualitas pelayanan fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya dan variabel dependen adalah tingkat kepatuhan pasien menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS) yang telah dimodifikasi peneliti untuk menilai tingkat kepatuhan pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya. Kuesioner Service Quality berisikan 42 butir pernyataan dengan pengukuran yang digunakan untuk menentukan skor kuesioner menggunakan skala Likert, dimana penilaian kualitas pelayanan berdasarkan kepuasan pasien terhadap pelayanan diberikan bobot 1 sampai dengan 4 pada harapan dan kenyataan pelayanan yang diterima. adapun beberapa permyataan yang diberikan seperti, kenyamanan pasien diruang tungu, waktu pelayanan, kelengkapan peralatan terapi,dll. Sedangkan pada kuesioner MMAS berisikan 8 butir pertanyaan yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, cara pengukuran menggunakan instrument ini menggunakan skala Guttman yaitu dengan memilih salah satu dari dua opsi jawaban yang disediakan, ya dan tidak
dengan skor tertinggi 8 dan skor terendah 0. Interpretasi skor kepatuhannya yaitu skor 8 = kepatuhan tinggi, skor 6 - <8 = kepatuhan sedang, dan skor <6 = kepatuhan rendah. Dalam mengurangi bias pada saat pengumpulan data, kedua kuesioner telah melalui uji validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS oleh peneliti berbeda sebelumnya, pada kuesioner kualitas pelayanan dtemukan nilai validitas sebesar 0,244 dan nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,962, dan pada kuesioner Morinsky Medication Adherance Scale (MMAS) yang digunakan sebagai alat ukur tingkat kepatuhan pasien didapatkan nilai validitas dengan r hitung ≥ r tabel 0,602 dan diperoleh nilai Cronbach Alpha sebesar 0,921. Sehingga dapat dikatakan bahwasanya kedua kuesioner tersebut valid dan reliabel digunakan sebagai instrument penelitian.
Penelitian diawali dengan meminta Surat Izin Studi Pendahuluan pada pihak prodi S1 Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Malang untuk melakukan studi pendahuluan dan izin penelitian pada tiap lokasi praktik mandiri fisioterapi di Malang Raya. Penelitian dilakukan pada 8 praktik mandiri fisioterapi di Malang Raya yang setuju dan bersedia untuk dijadikan sebagai lokasi penelitian dan pengambilan data, Prosedur pelaksanaan penelitian dilaksanakan dengan meminta izin dan kesediaan pasien untuk dijadikan subjek dalam pengumpulan data penelitian. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menjadi sampel diberikan lembar kuesioner untuk diisi. Dalam meminimalisir bias pada data yang diperoleh, pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti, baik dalam pemilihan responden sebagai sampel penelitian hingga tata pengisian kuesioner didampingi langsung oleh peneliti, sehingga apabila ada hal yang tidak dipahami oleh responden bisa langsung ditanyakan kepada peneliti. Tak sampai disitu saja, kuesioner yang digunakan pada penelitian ini telah dinyatakan valid dan reliabel sebagai instrumen penelitian seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan bantuan software IBM SPSS Statistic 23. Terdapat dua analisis data yang dilakukan yakni analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menganalisis gambaran umum karakteristik subjek mengenai frekuensi dan persentase usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pekerjaan, lama menderita penyakit dan tingkat kepatuhan pasien dibuat tabulasi data pada Microsoft Excel untuk diolah dengan IBM dan disajikan dalam bentuk tabel karakteristik responden. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk menganalisis korelasi antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya menggunakan uji korelasi Spearman’s-rho dari tabulasi data kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan pasien. Hasil analisis bivariat yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel uji korelasi didalamnya terdapat nilai Sig. (2-tailed) dan nilai koefisien korelasi yang akan digunakan sebagai penilaian ada atau tidaknya korelasi antara kedua variabel. Penelitian ini telah memenuhi izin penelitian dari Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Universitas Muhammadiyah Malang dengan Nomor Etik: E.5.a/269/KEPKUMM/X/2023.
HASIL
Setelah dilakukan pengambilan dan pengumpulan data, data yang telah terkumpul dilakukan analisis univariariat berdasarkan karakteristik sampel penelitian ini yakni 40 pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya menggunakan IBM SPSS 23 yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Usia | ||
12-25 Tahun |
10 |
25 |
26-45 Tahun |
16 |
40 |
46-65 Tahun |
10 |
25 |
>65 Tahun |
4 |
10 |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
21 |
52,5 |
Perempuan |
19 |
47,5 |
Pendidikan Terakhir | ||
SMP |
2 |
5 |
SMA |
17 |
42,5 |
Diploma |
3 |
7,5 |
Strata |
18 |
45 |
Status Pekerjaan | ||
Bekerja |
24 |
60 |
Tidak Bekerja |
16 |
40 |
Lama Menderita Penyakit |
5 |
12,5 |
Akut (<2 Minggu) |
13 |
32,5 |
Sub-akut (2 Minggu – 3 Bulan) |
22 |
55 |
Kronik ( >3 Bulan) |
5 |
12,5 |
Tingkat Kepatuhan Pasien | ||
Kepatuhan Tinggi |
12 |
30 |
Kepatuhan Sedang |
19 |
47,5 |
Kepatuhan Rendah |
9 |
22,5 |
Berdasarkan Tabel 1, pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya didominasi oleh usia 26-45 tahun dengan jumlah 16 dari 40 pasien, dimana pasien laki-laki lebih banyak pada penelitian ini yakni berjumlah 21 dar 40 pasien, Pasien dengan pendidikan Strata menjadi responden pasling banyak dengan jumlah 18 dari 40 pasien. Pasien yang bekerja lebih dominan daripada pasien yang tidak bekerja dengan jumlah 24 dari 40 pasien. Kebanyakan
adalah pasien yang telah menderita penyakit Sub-akut (2 Minggu-3 Bulan) yakni sebanyak 22 dari 40 pasien. Sedangkan jika dilihat dari karakteristik tingkat kepatuhan pasien, pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya didominasi pasien dengan tingkat kepatuhan sedang berjumlah 19 dari 40 pasien.
Selanjutnya dilakukan perhitungan kualitas pelayanan pada fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya menggunakan Software Microsoft Excel dengan menghitung nilai rara-rata gap dari keseluruhan dimensi kualitas pelayanan. hasil perhitungan nilai gap keseluruhan kelima dimensi yakni Tangible (Bukti Fisik), Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Daya Tanggap), Assurance (Jaminan), dan Empathy (Perhatian). Nilai yang didapatkan dari tiap butir pertanyaan dari tiap dimensi diurutkan berdasarkan top 3 nilai negatif dan 3 nilai negatif terendah. Nilai negatif tertingg menunjukan urutan yang menjadi priotas dari ketidakpuasan pasien dan nilai negative terendah/positif menunjukan kepuasan pasien terhadap pelayanan fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya.
Penilaian pertama pada dimensi Tangible (Bukti Fisik) dengan skor gap negatif tertingi pada dimensi in ditempati nomor 7 dengan nilai gap negatif sebesar -0,580, selanjutnya di ikuti nomor 3 dengan nilai gap negatif -0,480 dan nomor 5 dengan nilai gap negatif sebesar -0,470. Sehingga nilai total gap servqual pada dimensi ini sebesar-2,250. Berikut hasil perhitungan nilai servqual dimensi tangible pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Tangible
No |
Pernyataan |
Skor Kenyataan |
Skor Harapan |
Gap Servqual |
1 |
Kenyamanan pasien di Ruang Tunggu |
3,730 |
3,850 |
-0,120 |
2 |
Kenyamanan pasien di Ruang Terapi |
3,780 |
3,850 |
-0,070 |
3 |
Penataan Ruang tunggu pasien |
3,400 |
3,880 |
-0,480 |
4 |
Kondisi toilet/WC yang tersedia |
3,650 |
3,830 |
-0,180 |
5 |
Akses lokasi |
3,380 |
3,850 |
-0,470 |
6 |
Tempat parkir yang tersedia |
3,480 |
3,780 |
-0,300 |
7 |
Fasilitas hiburan yang disediakan bagi pasien |
3,100 |
3,680 |
-0,580 |
8 |
Kelengkapan peralatan terapi |
3,730 |
3,880 |
-0,150 |
9 |
Kelancaran air kamar mandi |
3,700 |
3,800 |
-0,100 |
10 |
Kerapian ruangan terapi yang digunakan |
3,800 |
3,880 |
-0,080 |
11 |
Kebersihan ruangan terapi |
3,850 |
3,900 |
-0,050 |
12 |
Kebersihan peralatan terapi |
3,880 |
3,950 |
-0,070 |
Total |
43,480 |
46,130 |
-2,650 |
Berdasarkan Tabel 2, penilaian kedua mengenai reliability atau kehandalan dengan skor gap negatif terting pada dimensi ini ditempati nomor 14 dengan nilai gap negatif sebesar-0,250, selanjutnya di ikuti nomor 13 dengan nila gap negatif -0,150 dan nomor 19 dengan nilai gap negatif sebesar -0,130. Sehingga nilai total gap servqual pada dimensi ini sebesar -0,850. Berikut hasil perhitungan nilai servqual dimensi reliability pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Reliability
No |
Pernyataan |
Skor Kenyataan |
Skor Harapan |
Gap Servqual |
13 |
Waktu pelayanan |
3,680 |
3,830 |
-0,150 |
14 |
Waktu buka dan tutup |
3,580 |
3,830 |
-0,250 |
15 |
Profesionalitas terapis saat melayani pasien di ruang terapi |
3,830 |
3,930 |
-0,100 |
16 |
Terapis berada diruangan selama proses terapi berlangsung |
3,780 |
3,850 |
-0,070 |
17 |
Treatment terapi sesuai dengan yang dibutuhkan pasien |
3,900 |
3,930 |
-0,030 |
18 |
Evaluasi yang diberikan kepada pasien |
3,780 |
3,900 |
-0,120 |
19 |
Sebelum melakukan pemijatan terapis menjelaskan tentang treatment yang diberikan |
3,750 |
3,880 |
-0,130 |
Total |
26,300 |
27,150 |
-0,850 |
Berdasarkan Tabel 3, penilaian selanjutnya/ketiga yakni pada dimensi Responsiveness, skor gap negatif tertingi pada dimensi ini ditempati oleh nomor 20, 23, 24 dan 26 dengan nilai gap negatif sebesar -0,130, selanjutnya di ikuti oleh nomor 21 dengan nilai gap negatif -0,080, nomor 22 dan 24 dengan nilai gap negatif sebesar -0,470. Sehingga nilai total gap servqual pada dimensi ini sebesar -0.660. Berikut hasil perhitungan nilai servqual dimensi responsiveness pada Tabel
Tabel 4. Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Responsiveness
No |
Pernyataan |
Skor Kenyataan |
Skor Harapan |
Gap Servqual |
20 |
Penampilan terapis terhadap pasien |
3,800 |
3,930 |
-0,130 |
21 |
Tanggapan terapis terhadap keluhan pasien |
3,850 |
3,930 |
-0,080 |
22 |
Terapis memberikan arahan atas keluhan pasien |
3,830 |
3,900 |
-0,070 |
23 |
Kejelasan terapis dalam penyampaian masukan dan saran bagi pasien |
3,800 |
3,930 |
-0,130 |
24 |
Pemahaman terapis mengenai keluhan pasien |
3,880 |
3,950 |
-0,070 |
25 |
Pemberian pelayanan oleh terapis |
3,850 |
3,900 |
-0,050 |
26 Kemudahan dalam pendaftaran pasien 3,800 3930 -0,130
Total 26,810 27,470 -0,660
Berdasarkan Tabel 4, hasil penilaian pada dimensi assurance dengan skor gap negatif tertingi pada dimensi in hanya ditempati oleh nomor 29 dengan nilai gap negatif sebesar -0,180, sedangkan pada butir pertanyaan lain sebanding dengan harapan dan kenyataan pelayanan yang didapatkan pasien. Sehingga nilai total gap servqual pada dimensi ini sebesar -0,430. Berikut hasil perhitungan nilai servqual dimensi assurance pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Assurance | ||||
No |
Pernyataan |
Skor Kenyataan |
Skor Harapan |
Gap Servqual |
27 |
Keamanan tempat parkir yang disediakan |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
28 |
Keamanan barang ditempat terapi |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
29 |
Harga yang diterapkan |
3,650 |
3,830 |
-0,180 |
30 |
Keseuaian harga dengan fasilitas yang diberikan |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
31 |
Kenyamanan pasien saat dilakukan terapi |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
32 |
Kenyamanan setelah melakukan terapi |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
33 |
Ketangkasan terapis dalam memberikan pelayanan |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
Total |
27,400 |
27,830 |
-0,430 |
Berdasarkan Tabel 5, penilaian terakhir yakni berdasarkan dimensi empathy dengan hasil skor gap servqual secara keseluruhan pada dimensi ini sesuai dengan harapan dan kenyataan pelayanan yang diterima pasien, Sehingga nilai gap servqual pada dimensi ini bernilai positif sebesar 0,000. Berikut hasil perhitungan servqual dimensi empathy pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Empathy
No |
Pernyataan |
Skor Kenyataan |
Skor Harapan |
Gap Servqual |
34 |
Informasi klinik/praktik terapi bisa didapat dengan mudah |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
35 |
Pemberian pelayanan secara individu bagi pasien |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
36 |
Klinik/praktik melayani konsultasi kepada pasien |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
37 |
Perhatian terapis terhadap pasien yang berkebutuhan khusus |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
38 |
Pemahaman terhadap kebutuhan pasien oleh terapis |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
39 |
Pemberian arahan dan masukan oleh terapis |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
40 |
Komunikasi terapis terhadap pasien |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
41 |
Terapis memberikan kesungguan dalam merespon permintaan pasien |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
42 |
Keramah tamahan terapis |
4,000 |
4,000 |
0,000 |
Total |
36,000 |
36,000 |
0,000 |
Berdasarkan Tabel 6, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis pada analisis bivariat pada dua variabel yakni kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan pasien dengan menggunakan uji korelasi spearman’s-rho pada SPSS diperoleh hasil pengujian ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Korelasi Spearman;s Rho Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien
Variabel |
N |
Sig. (2-tailed) |
Correlation Coefficient |
Kualitas Pelayanan |
40 |
0,762 |
-0,049 |
Tingkat Kepatuhan |
40 |
0,762 |
-0,049 |
Tabel 7 menunjukan tidak terdapat korelasi kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pasien program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya dengan nilai p= 0,762 dimana nilai p=>0,05. Selain itu nilai koefisien korelas yang didapatkan menunjukan nilai negatif sebesar -0,049, artinya korelasi antara kedua variabel bertolak belakang satu sama lain.
DISKUSI
Karakteristik Subjek Penelitian
Responden pada penelitian ini adalah pasien yang menjalani program fisioterapi di praktik mandiri fisioterapi d Malang Raya dengan teknik pengambilan sampling menggunakan accidental sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi pada 8 praktik mandiri yang telah bersedia dijadikan sebagai lokasi penelitian didapatkan jumlah sampel sebanyak 40 orang yang dikelompokan berdasarkan karakteristik berikut:
Jumlah responden dengan usia 26-45 tahun pada penelitian ini berjumlah 16 dari 40 responden, 12-25 tahun dan 45-65 tahun dengan jumlah keduanya 10 dari 40 responden, dan usia >65 tahun dengan jumlah 4 dari 40 responden. Usia 26-45 tahun menduduki posisi pertama pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti, ketika mencapai usia dewasa, tubuh manusia mulai mengalami penurunan dalam hal kebugaran fisik, dan seringkali menghadapi masalah kesehatan tertentu yang sebelumnya tidak dialami, seperti masalah dengan kolesterol tinggi, asam urat, gangguan reumatik, diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan sejumlah masalah kesehatan lainnya.13 Hasil berbeda ditemukan oleh Sutiyo dkk. yang didominasi oleh responden >50 tahun.5 Dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia seseorang, ada peningkatan kemungkinan terjadinya penurunan elastisitas pada tulang, yang dapat menjadi pemicu munculnya gejala masalah musculoskeletal.14 Bertambahnya usia seseorang
akan terjadi proses degeneratif di mana jaringan tubuh mengalami regenerasi menjadi jaringan parut, kerusakan pada jaringan terjadi, dan cairan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas di otot dan tulang akan berkurang. Hal ini menyebabkan penurunan stabilitas di otot dan tulang seiring dengan proses penuaan.15
Jumlah responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 21 dari 40 responden dan perempuan berjumlah 19 dari 40 responden. Laki-laki menduduki posisi pertama pada penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan peneliian yang dilakukan oleh Rahayu dkk. kebugaran jasmani perempuan tampaknya lebih unggul dibandingkan dengan laki-laki, dan perbedaan ini dapat dijelaskan melalui perbedaan kadar hemoglobin (Hb) antara keduanya. Kadar Hb yang lebih rendah pada laki-laki mengakibatkan penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh mereka. Penurunan suplai O2 ini berdampak signifikan pada komponen tingkat kebugaran jasmani. Akibatnya, kebutuhan akan energi untuk menjalani kegiatan fisik juga menurun, dan ini dapat menyebabkan penurunan tingkat kebugaran jasmani secara keseluruhan pada laki-laki. Kadar Hb yang lebih rendah pada laki-laki memberikan kontribusi penting dalam menjelaskan mengapa tingkat kebugaran jasmani perempuan dapat dianggap lebih baik dalam beberapa konteks.16 Hasil berbeda ditemukan oleh Sutiyo dkk. dengan subjek yang didominasi oleh perempuan. Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap ketahanan otot individu.5 Hal ini sangat relevan dalam konteks keluhan Gangguan Muskuloskeletal. Ketahanan otot dapat berbeda secara signifikan antara laki-laki dan perempuan, dan perbedaan ini secara fisiologis disebabkan oleh kemampuan otot yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Dengan kata lain, jenis kelamin erat kaitannya dengan isu-isu kesehatan muskuloskeletal, di mana laki-laki seringkali memiliki keunggulan dalam hal kekuatan otot yang dapat memengaruhi risiko dan manifestasi gangguan musculoskeletal.15
Jumlah responden berdasarkan terakhir Strata berjumlah 18 dari 40 responden, SMA dengan jumlah 17 dari 40 responden dan Diploma dengan jumlah 3 dari 40 responden. Responden dengan pendidikan terakhir Srata menduduki peringkat peratama paling banyak pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan penelitian Samudra dkk. Kepemahaman individu terhadap suatu topik atau masalah memiliki dampak signifikan pada cara mereka merespon dan bertindak terkait dengan hal tersebut. Salah satu faktor yang memengaruhi bagaimana seseorang berperilaku adalah tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah fondasi penting dalam membentuk perilaku individu. Pengetahuan bukan hanya sekadar informasi, tetapi juga memiliki kemampuan besar dalam memengaruhi persepsi dan pengertian seseorang terhadap suatu hal. Misalnya, dalam konteks kesehatan, pengetahuan tentang penyakit dan kondisi medis adalah faktor utama yang memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi gejala, risiko, dan tindakan yang perlu diambil.17 Selain itu, tingkat pendidikan juga memainkan peran penting dalam meningkatkan pengetahuan individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin cermat dia dalam memahami berbagai aspek kesehatan dan risiko yang terkait. Hal ini dapat menghasilkan tingkat kesadaran yang lebih tinggi terkait dengan kesehatan pribadi dan mendorong individu untuk lebih peduli terhadap kondisi kesehatan mereka sendiri. Dengan demikian, pengetahuan adalah kunci dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung berhubungan positif dengan tingkat kesadaran dan kepedulian terhadap kesehatan, karena individu yang lebih terdidik cenderung memiliki pengetahuan yang lebih mendalam dan lebih baik dalam mengelola aspek-aspek kesehatan mereka.17
Jumlah responden paling banyak adalah responden yang bekerja pada penelitian ini berjumlah 24 dari 40 responden dan responden yang tidak bekerja berjumlah 16 dari 40 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryadi dkk., Seseorang yang memiliki pekerjaan yang stabil dan penghasilan yang memadai memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan manajemen kesehatan yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh adanya sumber daya finansial yang memadai untuk mengatasi biaya perawatan medis yang mungkin diperlukan. Ketika individu memiliki kepastian finansial, mereka cenderung lebih mampu untuk merencanakan dan mengakses layanan kesehatan secara teratur, termasuk pemeriksaan rutin dan perawatan pencegahan. Dengan demikian, stabilitas pekerjaan dan kecukupan finansial berperan penting dalam memfasilitasi manajemen perawatan kesehatan yang efektif dan membantu individu untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi secara keseluruhan.18 Temuan berbeda pada penelitian oleh Pujasari dkk., yang didominasi responden dengan status pekerjaan tidak bekerja. Seseorang yang aktif dalam dunia kerja seringkali mengalami tantangan ketika mencoba untuk menyisihkan waktu untuk berkonsultasi dengan fasilitas kesehatan yang ada. Kesibukan dalam pekerjaan dan tuntutan jadwal seringkali membuatnya sulit untuk merencanakan kunjungan rutin ke dokter, menjalani pemeriksaan kesehatan berkala, atau mengikuti perawatan medis yang diperlukan. Disisi lain, individu yang tidak memiliki pekerjaan atau yang memiliki lebih banyak waktu luang cenderung memiliki keleluasaan yang lebih besar dalam menjadwalkan dan melaksanakan perawatan kesehatan mereka, memiliki fleksibilitas waktu yang dapat mereka manfaatkan untuk mengatur kunjungan ke dokter, menjalani tes medis, atau mengikuti program pemeliharaan kesehatan secara teratur. Kelebihan waktu ini dapat membantu mereka untuk lebih peduli terhadap kesehatan mereka dan memprioritaskan upaya-upaya pencegahan serta perawatan yang dibutuhkan.19
Jumlah responden dengan lama menderita penyakit >3 bulan (kronik) menjadi responden paling banyak pada penelitian ini. Situasi dilapangan menunjukan banyak diantara pasien kunjungan fisioterapi praktik mandiri didampingi oleh keluarganya, baik orang tua, suami, istri, maupun anak mereka, hal ini diperoleh juga pada obrolan singkat antara peneliti dan pihak keluarga pasien yang mengatakan bahwasanya pihak keluarga pasien mendukung penuh terhadap kesembuhan pasien. Sehingga lama penyakit yang diderita pasien tidak menurunkan motivasi berobat dan motivasi sembuh pasien dikarenakan adanya dukungan yang kuat dari keluarga bagi kesembuhan pasien. Dukungan yang diberikan oleh keluarga mencakup berbagai aspek yang penting dalam proses rehabilitasi fisik. Mereka mengambil peran yang sangat aktif dalam memastikan keberhasilan pasien, dukungan ini termasuk mengingatkan pasien untuk selalu mengikuti jadwal rehabilitasi fisik yang telah ditetapkan, mengupayakan agar pasien patuh dan tidak melewatkan sesi rehabilitasi fisiknya. Selain itu, keluarga juga memberikan motivasi yang kuat dan dorongan semangat agar pasien tetap konsisten dalam menjalani program rehabilitasi fisiknya.20 Mereka menjadi sumber inspirasi bagi pasien untuk
terus berjuang dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan rehabilitasi fisik. Ini adalah faktor penting dalam membantu pasien merasa lebih termotivasi dan yakin dalam mengatasi kesulitan rehabilitasi fisiknya. Tidak hanya itu, keluarga juga berperan dalam mengantarkan pasien ke pelayanan kesehatan atau fasilitas rehabilitasi fisik. Mereka membantu pasien untuk mengakses perawatan yang diperlukan dengan lebih mudah, sehingga proses rehabilitasi fisik dapat berjalan dengan lancar dan efisien. Dengan dukungan yang komprehensif seperti ini, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membantu pasien mencapai pemulihan fisik yang optimal dan meraih kembali kesehatannya dengan sukses.20
Jumlah responden paling banyak ditempati oleh responden dengan tingkat kepatuhan sedang dan paling sedikit adalah responden dengan kepatuhan rendah. Tingkat kepatuhan seseorang juga dipengaruhi oleh lamanya penyakit yang diderita, semakin lama penyakit yang diderita dan sembuhnya maka semakin rendah tingkat kepatuhan keinginan seseorang untuk berobat dan cenderung menerima keadaan, ini terjadi karena penderita merasa jenuh dan bosan dengan pengobatan yang harus dijalani.21
Kualitas Pelayanan Fisioterapi Praktik Mandiri Di Malang Raya
Tangible (Bukti Fisik), Dimensi ini mencakup semua aspek yang dapat dirasakan secara langsung oleh pasien melalui panca indera mereka, seperti melihat fasilitas fisik, merasakan kenyamanan lingkungan, atau mendengar suara-suara yang ada di sekitar mereka. Oleh karena itu, dimensi Tangible sering kali menjadi kesan pertama yang diperoleh oleh pasien saat mereka datang ke tempat praktik fisioterapi tersebut, dan kesan ini dapat memengaruhi persepsi awa mereka terhadap kualitas layanan yang akan mereka terima.22 Berdasarkan tabel 2, nilai gap negatif tertinggi pada nomor 7 sebesar -0,580, beberapa praktik mandiri belum menyediakan fasilitas hiburan bagi pasien khususnya bag pasien yang menunggu giliran maupun pengantar. Posisi kedua ditempati nomor 3 penataan ruang tunggu pasien dengan jumlah gap -0,480, beberapa praktik mandiri masih memiliki fasilitas ruang tunggu seadanya bagi pasien, ha ini berpengaruh pada tingkat kenyamanan pasien pada saat menunggu giliran terapi. Posisi ketiga ditempati nomor 5 aspek lokasi dengan jumlah gap -0,470. Hal ini relatif pada beberapa pasien, beberapa pasien yang memiliki akses tempat tinggal mudah dengan lokasi praktik mandiri cenderung merasa sangat puas dalam penilaian ini, sebaliknya pada pasien dengan akses tempat tinggal yang kurang memadai dengan lokasi praktik mandiri hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi pasien.
Reliability (Kehandalan), Keandalan merujuk pada kemampuan suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah dijanjikan, dengan kehandalan dan ketepatan yang tinggi. Performa perusahaan harus memenuhi harapan pelanggan, termasuk dalam hal ketepatan waktu, penyediaan layanan yang konsisten tanpa kesalahan, sikap yang ramah, dan tingkat akurasi yang tinggi. Keberhasilan dalam dimensi ini sangat penting karena jika layanan yang diberikan tidak sesuai dengan komitmen perusahaan, maka kepuasan pelanggan dapat terpengaruh negatif.23 Tingkat persepsi positif terhadap keandalan perusahaan akan meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Sebaliknya, jika persepsi terhadap keandalan perusahaan buruk, maka kepuasan pelanggan kemungkinan akan menurun.23 Berdasarkan tabel 3, nilai gap negatif tertinggi pada nomor 4 waktu buka dan tutup praktik mandiri sebesar -0,250, sebagian pasien berpendapat waktu tutup praktik mandiri yang terlalu cepat, hal in membuat pasien sulit menyesuaikan waktu luang untuk ke praktik mandiri. Posisi nomor dua ditempati oleh nomor 13 waktu pelayanan, Sebagian praktik mandiri memiliki ruangan terapi yang masih terbatas dan hal ini secara tidak langsung membuat pasien terkadang menunggu dan cenderung merasa bosan. Posisi ketiga ditempati oleh nomor 3, pada sebagian praktik mandiri berdasarkan observasi langsung oleh peneliti, beberapa terapis hanya sampai pada penjelasan mengenai keluhan yang dihadapi pasien, sehingga untuk tujuan pemberian treatmen jarang diberitahukan kepada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan, perhatian yang lebih perlu dilakukan pada atribut treatmen terapi sesuai dengan yang di butuhkan pasien dan sebelum melakukan pemijatan terapis menjelaskan tentang treatmen yang akan diberikan. Di sinilah peran penting komunikasi antara terapis dan pasien baik sebelum dilakukan terapi maupun saat dilakukan terapi.22
Responsiveness (Daya Tanggap), Responsiveness atau daya tanggap merujuk pada kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang cepat dan sigap, yang dilakukan langsung oleh karyawan. Responsiveness in memiliki potensi untuk menciptakan pandangan positif terhadap mutu layanan yang diberikan. Fokus dari dimensi in adalah pada sejauh mana karyawan dengan cepat memberikan perhatian dan respon terhadap permintaan, pertanyaan, serta keluhan dari pelanggan. Kurangnya responsivitas dalam pelayanan pasti akan menghasilkan ketidakpuasan pelanggan. Apabila perusahaan mampu memberikan tingkat daya tanggap yang baik, hal ini akan meningkatkan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.23 Berdasarkan tabel 4 nilai gap negatif tertingg ditempati oleh nomor 20, 23 dan 26. Pada aspek ini penilaian peneliti dan hasil yang didapatkan dari pasien sedikit, ha ini dikarenakan seorang individu mungkin saja pada saat memandang suatu benda akan mempersepsikannya secara berbeda dengan individu lainnya, karna sejumlah faktor yang membentuk dan mempengaruhi persepsi seseorang.24
Assurance (Jaminan), Jaminan atau assurance merujuk pada pengetahuan dan perilaku karyawan yang bertujuan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pelanggan terhadap produk atau layanan yang mereka gunakan. Dengan memberikan jaminan tentang keamanan produk atau layanan, perusahaan dapat menciptakan rasa aman dan menghilangkan keraguan yang mungkin dirasakan oleh pelanggan. Sebaliknya, ketika tidak ada jaminan keamanan yang diberikan, pelanggan dapat merasa cemas.23 Kemauan pelanggan untuk mendapatkan jaminan in dapat memberikan kontribusi positif terhadap tingkat kepuasan yang mereka rasakan terhadap perusahaan.25 Berdasarkan tabel 5 nilai gap negatif tertinggi pada poin ini yakni pada nomor 29 berjumlah -0,180 dan posisi kedua yakni pada nomor 30 berjumlah -0,080. Pada aspek ini penilaian peneliti dan hasil yang didapatkan dari pasien sedikit, hal ini dikarenakan seorang individu mungkin saja pada saat memandang suatu benda akan mempersepsikannya secara berbeda dengan individu lainnya, karna sejumlah faktor yang membentuk dan mempengaruhi perseps seseorang.24
Empathy (Perhatian), Dalam konteks ini semua elemen dalam layanan berkomitmen untuk memberikan perhatian yang penuh perhatian terhadap kebutuhan pasien, baik dalam hal menyediakan informasi yang relevan, memberikan pelayanan yang sangat responsif, dan memiliki pemahaman yang mendalam terkait dengan kebutuhan serta preferensi khusus yang mungkin berbeda dari satu pasien ke pasien lainnya. Ini mencerminkan kesadaran penyedia layanan akan pentingnya memperlakukan setiap pasien sebagai individu dan pentingkan hubungan yang penuh empati dalam memberikan pelayanan.22 Berdasarkan tabel 6, secara umum kualitas pelayanan pada dimensi in dinilai sesuai dengan harapan pasien dimana terapis memberikan kontribusi penuh terhadap kenyamanan pasien diruang terapi, hal ini terlihat terapis menanyakan terkait kenyamanan pasien pada saat pengaturan dosis pemberiaan modalitas dan setelah proses terapi selesai, terapis juga memberikan arahan serta edukasi kepada pasien terkait hal-hal yang harus dilakukan dan dihindari dirumah.
Korelasi Kualitas Pelayanan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien
Hasil uji korelasi antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan menggunakan uji Spearman’s rho didapatkan nilai sig.2-tailed sebesar 0,750 atau p value >0,05, dapat di simpulkan H0 diterima dan H1 ditolak: Tidak ada korelasi antara kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pasien program fisioterapi mandiri di Malang Raya. Kualitas pelayanan memiliki dampak yang sangat penting pada tingkat kepuasan konsumen, dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat kualitas pelayanan yang diberikan, semakin tinggi juga tingkat kepuasan pasien, sesuai dengan temuan yang disampaikan oleh Putri.3 Hal ini sejalan dengan temuan Edi, faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan pasien telah diidentifikasi meliputi aspek sosio-demografi, sosioekonomi, karakteristik pasien, serta faktor psikososial.26
Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dari produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance dimana produk dan jasa tersebut dalam penggunaannya oleh konsumen/pelanggan akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.6 Kualitas pelayanan yang baik adalah segala bentuk upaya yang dapat digunakan oleh sebuah peruhaan atau pemberi pelayanan dalam menghadapi segala bentuk persaingan dalam bidang jasa yang berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan.27 Secara konsep dapat diartikan jika jasa/layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan tersebut, maka kualitas layanan/jasa yang diberikan atau dipersepsikan baik dan memuaskan, sehingga jika jasa yang diterima dapat mencapai bahkan melewati harapan pelanggan maka kualitas jasa/pelayanan yang berikan dapat dikatakan sebagai kualitas yang ideal, sebaliknya apabila jasa/pelayanan yang diterima oleh pelanggan kurang dari apa yang diharakan oleh mereka maka dapat dikatakan bahwasaya kualitas jasa/pelayanan itu merupakan pelayanan yang buruk.8
Kepatuhan (compliance atau adherence) dideskripsikan sebagai sejauh mana sikap pasien mengikuti instruksi-instruksi atau saran medis terkait dengan terapi yang sedang dijalaninya, kepatuhan pasien didefinisikan sebagai derajat keseuaian antara riwayat latihan pasien dirumah dengan dosis atau edukasi yang dititipkan kepada pasien.11 Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai keterlibatan aktif secara sukarela dari pasien dan penyedia layanan kesehatan dengan cara yang dapat diterima dan disetujui bersama sehingga hasil preventif dan terapeutik yang diinginkan dapat tercapai.28 Ekspresi dari tingkat kepatuhan ini melibatkan serangkaian tindakan konkret yang mendukung proses rehabilitasi fisik. Hal ini mencakup ketaatan pasien dalam mengikuti jadwal rehabilitasi fisik yang telah ditetapkan, menjalankan kembali latihan-latihan yang telah diajarkan selama sesi rehabilitasi fisik di rumah, serta melaksanakan semua komponen dari program rehabilitasi fisik dengan penuh tanggung jawab tanpa adanya rasa kesal atau keluhan.20 Berdasarkan konsep dan definisi dari kedua variabel diatas, meskipun kedua faktor ini memainkan peran yang penting dalam konteks pelayanan kesehatan, terutama fisioterapi praktik mandiri, perlu diakui bahwa penilaian terhadap korelasi antara kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan pasien dapat sangat dipengaruhi oleh sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang penilaian kualitas pelayanan adalah berdasarkan perspektif penliaian pasien terhadap “Jasa” yang diterima, sedangkan Sudut pandang penilaian kepatuhan berasal perspektif “Sikap” dan “Implementasi” pasien terhadap “Program” dan “Instruksi” yang diberikan oleh fisioterapis. Oleh karena itu, dari pemahaman ini, dapat disimpulkan bahwa tidak selalu terdapat korelasi yang langsung dan signifikan antara kualitas pelayanan yang diberikan dan tingkat kepatuhan pasien dalam kerangka program fisioterapi praktik mandiri. Dalam hal ini, faktor-faktor lain yang mungkin juga berperan penting dalam memahami dinamika antara kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan pasien juga perlu diperhatikan dengan lebih mendalam.
Peneliti menghadapi sejumlah keterbatasan selama pelaksanaan penelitian. Salah satu kendala paling mencolok adalah bahwa beberapa praktik fisioterapi mandiri di wilayah Malang Raya yang dituju sebagai lokasi penelitian tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Akibatnya, jumlah praktik fisioterapi mandiri yang seharusnya menjadi bagian dari sampel penelitian tidak dapat mencapai jumlah yang diharapkan. Kondisi ini juga menghadirkan tantangan signifikan dalam pengumpulan sampel yang memadai untuk penelitian ini. Selain itu, karena terbatasnya praktik fisioterapi yang bersedia berpartisipasi, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian menjadi lebih panjang dari yang awalnya diantisipasi. Meskipun demikian, peneliti tetap berupaya untuk mengatas keterbatasan ini dan memastikan bahwa penelitian ini memberikan kontribusi yang berharga pada bidang fisioterapi d Malang Raya.
Hasil pada penelitian ini dapat digeneralisasikan pada aspek yang sempit maupun luas. Dalam lingkup wilayah Malang Raya dimana hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pertimbangan pihak praktik mandiri terkait aspek yang harus dibenahi pada pelayanan yang diberikan serta bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi sumber tambahan terkait kondisi pelayanan fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya. Sedangkan pada lingkup yang lebih luas dapat menjad referensi dan wawasan tambahan bagi pembaca, baik pasien, fisioterapis, maupun tenaga kesehatan terkait hal-ha yang perlu diperhatikan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta pentingnya sikap patuh terhadap pengobatan/program fisioterapi yang diberikan dalam menciptakan simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan antara pasien dan pemberi layanan.
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kualitas pelayanan dan tingkat kepatuhan pasien dalam program fisioterapi praktik mandiri di Malang Raya. Perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan dalam kualitas pelayanan yang diberikan oleh praktik fisioterapi mandiri di daerah ini. Agar meningkatkan pelayanan, perlu fokus pada peningkatan fasilitas hiburan bagi pasien yang sedang menunggu antrian terapi. Kepatuhan pasien adalah faktor kunci dalam keberhasilan program fisioterapi, dan sebagian besar pasien di Malang Raya memiliki tingkat kepatuhan yang sedang. Oleh karena itu, perlu memberikan perhatian khusus kepada pasien dengan tingkat kepatuhan sedang, termasuk memberikan pendidikan kepada keluarga pasien, untuk meningkatkan tingkat kepatuhan mereka dan mencegah penurunan tingkat kepatuhan yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kemenkes. Profil Kesehatan Indonesia. (Sibuea F, Hardhana B, Widiantini W, eds.). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2021. Accessed July 6, 2023.
-
2. Apriani AN, Rahmanto S, Utami KP. The Relationship of Physiotherapy Services Quality at The Homecare Level to Patient Satisfaction in Practice Independent Physiotherapy Malang Raya. Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF). 2023;5(2):411-419. doi:10.35451/jkf.v5i2.1623
-
3. Putri ANPS, Rahmanto S, Irawan DS. The Relationship Between The Quality Of Physiotherapy Services To The Level Of Patient Satisfaction With Physiotherapy Independent Practice Sport Cases In Malang Raya. Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF). 2023;5(2):389-396. doi:10.35451/jkf.v5i2.1619
-
4. Xaveria Hargiani F, Wardani R, Ambarika R, Imam Suprapto S. Implementasi Permenkes 65/2015 (Standar Pelayanan Fisioterapi) Dan Permenkes 43/2019 (Puskesmas) Wilayah Jawa Timur. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. 7(3):2022. doi:https://doi.org/10.30651/jkm.v7i3.15001
-
5. Sutiyo TAW, Rahmanto S, Irawan DS. The Relationship between the Quality of Physiotherapy Services and the Level of Satisfaction of Patients with Musculoskeletal Cases Physiotherapy Independent Practice in Malang Raya. Jurnal Keperawatan dan Fisioterapi (JKF). 2023;5(2):331-339. doi:10.35451/jkf.v5i2.1616
-
6. Baldah N. Analisis Tingkat Kecacatan Dengan Metode Six Sigma Pada Line TGSW. EKOMABIS: Jurnal Ekonomi
Manajemen Bisnis. 2020;1(01):27-44. doi:https://doi.org/10.37366/ekomabis.v1i01.4
-
7. Nuviana W, Noor M. Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Pegguna BPJS Di UPTD. Puskesmas Lempake. eJournal Ilmu Pemerintahan. 2018;6(4):1621-1634.
-
8. Nurdin I. Kualitas Pelayanan Publik (Perilaku Aparatur Dan Komunikasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik). (Lutfiah, ed.). Media Sahabat Cendekia; 2019.
-
9. Kemenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 65 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Fisioterapi.; 2015.
-
10. Sari DP, Sholihah N, Atiqoh. Hubungan Antara Pengetahuan Masyarakat Dengan Kepatuhan Penggunaan Masker Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Covid-19 Di Ngronggah. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan. 2020;10(1):52-55.
-
11. Nasedum IR, Simon M, Fitriani. Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Pengobatan
Pasien Tuberkulosis Paru. Window of Health: Jurnal Kesehatan. 2021;4(4):358-363.
doi:10.33096/WOH.V4I04.206
-
12. Sinuraya RK, Destiani DP, Puspitasari IM, Diantini A. Medication Adherence among Hypertensive Patients in Primary Healthcare in Bandung City. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy. 2018;7(2):124-133. doi:10.15416/ijcp.2018.7.2.124
-
13. Yulianti YS. Hubungan Antara Asupan Lemak Dengan Obesitas Sentral Dan Profil Lipid Pegawai BLUD RSJD Dr. Rm. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan; 2019. Accessed September 16, 2023. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1843/
-
14. Sari EN, Handayani L, Saufi A. Hubungan Antara Umur dan Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Laundry. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. 2017;13(2). doi:https://doi.org/10.24853/jkk.13.2.183-194
-
15. Helmina, Diani N, Hafifa I. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Masa Kerja Dan Kebiasaan Olahraga Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Perawat. Caring Nursing Journal. 2019;3(1). Accessed September 16, 2023. https://journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing/article/view/245
-
16. Rahayu T, Kurdi FN, Soegiyanto, Ks. Pengaruh Asupan Micro Nutrient, Aktivitas Fisik Dan Jenis Kelamin Terhadap Kebugaran Jasmani Siswa Sekolah Dasar Penderita Anemia. JPES. 2012;1(2).
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpes
-
17. Samudra NE, Untari EK, Wahdaningsih S. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Pola Penggunaan Obat Tradisional Terhadap Kualitas Kesehatan Masyarakat. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN. 2021;5(1). Accessed September 16, 2023. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfarmasi/article/view/48778
-
18. Haryadi Y, Sumarni, Angkasa MP. Jenis Pekerjaan Dan Tingkat Pendidikan Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS. Jurnal Lintas Keperawatan. 2020;1(1). Accessed September 16, 2023. https://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/LIK/article/view/6446
-
19. Pujasari A, Setyawan H, Udiyono A. Faktor-Faktor Internal Ketidakpatuhan Pengobatan Hipertensi Di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal). 2015;3(3).
doi:https://doi.org/10.14710/jkm.v3i3.12098
-
20. Kurniawan R. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Rehabilitasi Fisik Pasien Stroke Di RSUD Kota Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 2017.
-
21. Hareri HA, Abebe M, Asefaw T. Assessments Of Adherence To Hypertension Managements And Its Influencing Factors Among Hypertensive Patients Attending Black Lion Hospital Chronic Follow Up Unit, Addis Ababa, Ethiopia-A Cros-Sectional Study. IJPSR. 2013;4(3). doi:http://dx.doi.org/10.13040/IJPSR.0975-8232.4(3).1086-95
-
22. Irawan DA. Kualitas Layanan Klinik Terapi Fisik HSC FIK UNY: Survei Terhadap Kepuasan Pasien. Universitas Negeri Yogyakarta; 2020.
-
23. Kurniasari F, Sugiyanto EK. Dimensi Kualitas Pelayanan Sebagai Upaya Peningkatan Kepuasan Pelayanggan (Studi Pada Pelanggan Hotel X Semarang). Business Management Analysis Journal (BMAJ). 2020;3(2):2655-3813. doi:https://doi.org/10.24176/bmaj.v3i2.5372
-
24. Nurfadilah. Persepsi Interpersonal Masyarakat Lokal Terhadap Perilaku Sosial Masyarakat Etnis Jawa Di Desa Lara Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara. Universitas Muhammadiyah Malang; 2017.
-
25. Wayan I, Suryadharma W, Ketut Nurcahya I. Pengaruh Kualitas Pelayanan Pada Kepuasan Pelanggap Hotel Bintang Pesona Di Denpasar Timur. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana. 2015;4(4):930-942.
-
26. Edi S. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Pada Pengobatan: Telaah Sistematik. Jurnal Ilmial Medicamento. 2015;1(1):1-8.
-
27. Nurdiansyah J. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Rumah Makan Moeslim Chicken Di Mendungan Kartasura. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2015. Accessed June 11, 2023. https://eprints.ums.ac.id/40656/
-
28. Ogwumike OO, Badaru UM, Adeniyi AF. Barriers to treatment adherence among Stroke Survivors attending outpatient physiotherapy clinics in North-western Nigeria. Clinical Health Promotion - Research and Best Practice for patients, staff and community. 2015;5(1):4-10. doi:10.29102/clinhp.15002
Karya ini dilisensikan dibawah Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 12, Nomor 1 (2024), Halaman 95-104, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |104|
Discussion and feedback