DERAJAT FLAT FOOT MEMENAGRUHI KESEIMBANGAN STATIS PADA ANAK USIA 10-12 TAHUN



Ni Made Mas Manik1*, I Wayan Sugiritama2, Made Widnyana3, Ni Luh Nopi Andayani4

1Program Studi Sarjana Fisioterapi dan Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali 2Departemen Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

3,4Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

*Koresponden: [email protected]

Diajukan: 9 April 2023 | Diterima: 24 April 2023 | Diterbitkan: 25 April 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/MIFI.2023.v11.i01.p20

ABSTRAK

Pendahuluan: Masa pertumbuhan dan perkembangan anak menyebabkan terjadinya penebalan jaringan lunak pada telapak kaki bagian medial. Penebalan ini mengakibatkan telapak kaki tidak memiliki lengkungan sehingga terlihat rata dan menempel pada permukaan tanah yang disebut dengan flat foot. Flat foot merupakan gangguan musculoskeletal yang dapat memengaruhi keseimbangan statis. Flat foot menjadi perhatian khusus karena banyak ditemui pada anak. Deformasi terus menerus pada arkus medial longitudinal dapat menyebabkan ankle overpronation dan perubahan struktural yang memberi efek negatif pada keseimbangan dengan mengubah area kontak telapak kaki pada permukaan tanah, strategi otot dan sendi dalam sebuah gerakan. Tujuan penelitian yaitu membuktikan adanya korelasi antara flat foot dengan keseimbangan statis pada anak usia 10-12 tahun di Kecamatan Sukawati.

Metode: Jenis desain penelitian yaitu observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dan teknik consecutive sampling. Jumlah sampel penelitian yaitu 46 anak sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2022 di Sekolah Dasar daerah Kecamatan Sukawati. Variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu flat foot dengan alat ukur wet footprint test dan keseimbangan statis dengan alat ukur stork standing test.

Hasil: Berdasarkan uji korelasi spearman’s rho diperoleh nilai p=0,002 dimana p<0,05 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,454.

Simpulan: Terdapat korelasi antara derajat flat foot dengan keseimbangan statis pada anak usia 10-12 tahun di Kecamatan Sukawati dengan kekuatan korelasi cukup dan searah. Korelasi yang searah berarti semakin buruk derajat flat foot maka semakin buruk pula keseimbangan statis sampel dan sebaliknya.

Kata Kunci: flat foot, keseimbangan statis, anak usia 10-12 tahun

PENDAHULUAN

Kelainan bentuk arkus datar atau biasa disebut flat foot merupakan kondisi yang banyak dialami anak-anak. Flat foot yaitu kelainan yang terjadi pada telapak kaki dengan lengkungan yang sudah menghilang atau merata. Flat foot yang dialami anak-anak merupakan suatu kondisi fisiologis, namun jika flat foot menetap sampai diatas usia 10 tahun maka disebut kondisi patologis. Hal tersebut dikarenakan setelah usia itu tidak terjadi lagi perubahan yang signifikan.1 Prevalensi flat foot ditemukan mencapai 23% pada siswa-siswi yang berusia 9 hingga 12 tahun di salah satu Sekolah Dasar Kota Boyolali.2

Gejala klinis pada flat foot yang paling sering muncul adalah rasa nyeri. Nyeri dapat dirasakan pada daerah plantar fascialis, betis, bahkan bertransmisi ke area proksimal akibat deformitas berlanjut. Deformitas pada subtalar joint akibat flat foot menimbulkan kecenderungan posisi kaki ke arah eversi yang berpengaruh terhadap penurunan kemampuan dalam menjaga keseimbangan berdiri lama.3

Kemampuan seseorang dalam mempertahankan keseimbangan pada posisi tetap, tanpa adanya perpindahan posisi disebut dengan keseimbangan statis.4 Pada dasarnya keseimbangan penting dimiliki setiap orang karena tanpa keseimbangan seseorang tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Sehingga pemeriksaan dan penanganan flat foot lebih awal sangat dianjurkan agar tidak menimbulkan gangguan keseimbangan yang lebih parah ataupun terjadi deformitas berlanjut. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai “Epidemiology of Dizziness and Balance Problems in Children in the United States” menyatakan bahwa terdapat 2,3% dari 2.175 anak pada usia 12 hingga 14 tahun yang mengalami gangguan keseimbangan.5

Dalam mempertahankan keseimbangan, terdapat beberapa faktor eksternal yang memengaruhi yaitu lingkungan, penggunaan alas kaki dan pakaian kurang tepat. Lingkungan dengan pencahayaan kurang dan permukaan yang tidak rata dapat memengaruhi keseimbangan. Penggunaan alas kaki terlalu sempit dan tinggi serta pakaian terlalu besar dan panjang juga dapat mengganggu keseimbangan. Selain itu, terdapat Indeks Massa Tubuh yang menjadi faktor penting dalam memengaruhi keseimbangan, dimana setiap orang memiliki Indeks Massa Tubuh yang berbeda-beda. Seseorang dengan Indeks Massa Tubuh normal cenderung memiliki keseimbangan statis lebih baik.6

Penelitian dari Hayati tahun 2020 menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara postur kaki dengan keseimbangan statis pada anak. Keseimbangan statis pada kondisi flat foot ditemukan lebih buruk dibandingkan dengan normal foot.7 Namun sebuah penelitian oleh Mulyoto tahun 2022 menyatakan sebaliknya yaitu tidak ditemukan korelasi antara flat foot dan keseimbangan statis pada anak usia 5 hingga 13 tahun.8 Penelitian dari Lendra tahun 2009 juga menyatakan hal yang sama yaitu tidak ditemukan perbedaan flat foot dengan normal foot ketika mempertahankan keseimbangan statis. Sasaran penelitiannya yaitu siswa-siswi yang berusia 8 hingga 12 tahun. Hal ini disebabkan karena terdapat beberapa variabel perancu yang memengaruhi hasil penelitian seperti pola kebiasaan menggunakan sepatu dan tidak menggunakan sepatu pada anak.3 Perbedaan penemuan ini menunjukkan terdapat hasil yang tidak konsisten dalam suatu penelitian dari tahun ke tahun.

Berdasarkan observasi ketika jam efektif pembelajaran, anak-anak Sekolah Dasar daerah Kecamatan Sukawati rata-rata masih menggunakan sepatu dan melepaskannya ketika sudah sampai di rumah. Hal ini dapat menggambarkan secara umum pola kebiasaan menggunakan dan tidak menggunakan sepatu pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Sukawati adalah sama. Pola kebiasaan penggunaan sepatu yang sama menjadi kelebihan dalam penelitian ini dikarenakan variabel perancu pada penelitian sebelumnya dapat dikontrol. Perbedaan pola kebiasaan penggunaan sepatu memengaruhi perbedaan kekuatan dan ketinggian lengkungan arkus medial longitudinal setiap anak.3 Sasaran penelitian ini yaitu anak usia 10 hingga 12 tahun dengan kondisi flat foot di Sekolah Dasar Kecamatan Sukawati. Tujuan penelitian yaitu untuk membuktikan adanya korelasi antara derajat flat foot dengan keseimbangan statis pada anak usia 10 hingga 12 tahun di Kecamatan Sukawati.

METODE

Jenis desain penelitian yaitu observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar daerah Kecamatan Sukawati pada bulan Agustus hingga Oktober 2022. Teknik seleksi sampel yang digunakan yaitu consecutive sampling technique yang memenuhi kriteria penelitian. Kriteria inklusi yaitu siswa-siswi usia 10 hingga 12 tahun, memiliki Indeks Massa Tubuh kategori normal, tidak ada kecacatan pada kaki atau tidak menggunakan alat bantu jalan, memiliki bentuk arkus flat foot, serta setuju mengikuti penelitian sampai akhir. Lembar informed consent ditujukan kepada Orang Tua/Wali yang bertanggung jawab terhadap siswa-siswi bersangkutan dan secara langsung juga ditujukan kepada siswa-siswi sebagai pihak yang mengikuti proses penelitian. Kriteria eksklusi yaitu memiliki riwayat cedera ankle serta gangguan postur. Jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 46 orang. Variabel yang diukur dalam penelitian yaitu derajat flat foot dan keseimbangan statis. Variabel yang dikontrol adalah usia, Indeks Massa Tubuh, lingkungan, penggunaan alas kaki dan pakaian kurang tepat.

Pengukuran derajat flat foot menggunakan metode wet footprint test dan diinterpretasikan berdasarkan clarke’s angle yang dibentuk. Clarke’s angle memiliki nilai Area Under the Curve (AUC) yaitu 0,91 yang termasuk kategori sangat baik. Nilai AUC menunjukkan tingkat akurasi alat ukur tersebut.9 Metode ini membutuhkan beberapa media seperti tinta berwarna dan kertas putih. Langkah-langkahnya yaitu tapakkan kaki pada tinta berwarna, lalu secara langsung tapakkan kaki di kertas putih. Pada kertas tersebut akan terlihat sidik tapak kaki. Hasil sidik tapak kaki akan diinterpretasikan berdasarkan clarke’s angle yang didapatkan dengan menghitung sudut garis singgung yang dibentuk oleh garis antara medial side head of metatarsal pertama dan tumit serta garis antara head of metatarsal pertama dengan puncak lengkungan arkus medial longitudinal.10 Klasifikasi derajat flat foot ada 3 yaitu derajat 1 dengan sudut clarke’s angle 35°–42°, derajat 2 dengan sudut clarke’s angle 30°–34,9°, dan derajat 3 dengan sudut clarke’s angle ≤29,9°.9

Gambar 1. Clarke’s Angle

Pengukuran keseimbangan statis menggunakan stork standing test dengan angka validitas 0,76 termasuk kategori validitas tinggi dan angka reliabilitas 0,74 termasuk kategori reliabilitas tinggi.11 Semakin tinggi waktu yang dicapai maka semakin baik keseimbangan statis sampel. Stork standing test dilakukan dengan cara mengangkat satu kaki dan tempatkan pada kaki lain menghadap berlawanan dengan lutut, posisi ini dipertahankan sampai kehilangan keseimbangan. Waktu yang dicapai sampel dicatat dan dinterpretasikan berdasarkan jenis kelamin laki-laki yaitu baik sekali >51 detik, baik 37-50 detik, sedang 15-36 detik, kurang 5-13 detik, dan kurang sekali 0-4 detik. Interpretasi berdasarkan jenis kelamin perempuan yaitu baik sekali >28 detik, baik 23-27 detik, sedang 8-22 detik, kurang 3-6 detik, dan kurang sekali 0-2 detik.12

Analisis data dalam penelitian ini terdapat dua jenis yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan karakteristik variabel yang diteliti yaitu usia, jenis kelamin, derajat flat foot,

dan keseimbangan statis. Analisis bivariat bertujuan untuk mencari korelasi antara derajat flat foot dengan keseimbangan statis menggunakan uji korelasi spearman’s rho.

Penelitian ini menggunakan beberapa metode untuk mencegah potensi hasil bias yaitu dengan menggunakan alat ukur yang memiliki tingkat akurasi tinggi dan terdapat pengontrolan beberapa variabel untuk mencegah tercampurnya pengaruh variabel utama dengan variabel lain atau faktor risiko eksternal lainnya yang dapat menjadi variabel perancu. Selain itu dalam proses pengukuran wet footprint test, peneliti menambahkan spons sebagai media sehingga tinta menyerap pada spons. Hal ini dilakukan untuk mengontrol tinta yang menempel pada kaki lebih merata dan tidak terlalu cair sehingga hasil sidik tapak kaki dapat terlihat jelas dan hasil clarke’s angle dapat diinterpretasikan dengan tepat. Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Ethical clearance/keterangan kelaikan etik dengan nomor surat 1714/UN14.2.2.VII.14/LT/2022 dan nomor protokol 2022.01.1.0662.

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Usia

10

18

39,1%

11

15

32,6%

12

13

28,3%

Jenis Kelamin Laki-laki

27

58,7%

Perempuan

19

41,3%

Derajat Flat Foot (total)

Derajat 1

18

39,1%

Derajat 2

7

15,2%

Derajat 3

21

45,7%

Derajat Flat Foot (laki-laki)

Derajat 1

10

37,0%

Derajat 2

4

14,8%

Derajat 3

13

48,1%

Derajat Flat Foot (perempuan)

Derajat 1

8

42,1%

Derajat 2

3

15,8%

Derajat 3

8

42,1%

Keseimbangan Statis (total) Baik Sekali

1

2,2%

Baik

1

2,2%

Sedang

8

17,4%

Kurang

19

41,3%

Kurang Sekali

17

37,0%

Keseimbangan Statis (laki-laki) Baik Sekali

-

-

Baik

1

3,7%

Sedang

2

7,4%

Kurang

9

33,3%

Kurang Sekali

15

55,6%

Keseimbangan Statis (perempuan) Baik Sekali

1

5,3%

Baik

-

-

Sedang

6

31,6%

Kurang

10

52,6%

Kurang Sekali

2

10,5%

Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 46 sampel penelitian, mayoritas berusia 10 tahun yaitu sebanyak 18 orang (39,1%) dan didominasi oleh sampel dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 27 orang (58,7%). Berdasarkan karakteristik frekuensi derajat flat foot, paling banyak ditemukan sampel penelitian yang mengalami flat foot derajat 3 yaitu 21 orang (45,7%) dan jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, flat foot derajat 1, 2, maupun 3 tetap didominasi oleh sampel laki-laki. Dilihat dari kemampuan mempertahankan keseimbangan statis, mayoritas sampel penelitian berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 19 orang (41,3%) dan jika dibedakan berdasarkan jenis kelamin, sampel laki-laki mendominasi keseimbangan statis kategori kurang sekali.

Tabel 2. Uji Korelasi Spearman’s rho Derajat Flat Foot dengan Keseimbangan Statis Korelasi Variabel                            p                       Koefisien Korelasi

Derajat Flat Foot dengan              0,002                           0,454

Keseimbangan Statis

Berdasarkan Tabel 2. didapatkan nilai p=0,002 (p<0,05) dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,454 membuktikan bahwa derajat flat foot dengan keseimbangan statis memiliki korelasi dengan kekuatan cukup. Nilai

koefisien korelasi menunjukkan hasil positif, artinya yaitu adanya korelasi yang searah antara kedua variabel, dimana semakin buruk derajat flat foot maka semakin buruk pula keseimbangan statis sampel dan sebaliknya.

DISKUSI

Karakteristik Sampel Penelitian

Jumlah keseluruhan anak yang mengikuti proses penentuan sampel yaitu 201 orang dengan 96 laki-laki dan 105 perempuan. Dilihat dari total 96 laki-laki didapatkan 27 orang (28,1%) dan dari total 105 perempuan didapatkan 19 orang (18,1%) yang memenuhi kriteria penelitian baik inklusi maupun eksklusi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 46 orang total sampel penelitian, didominasi oleh anak laki-laki yaitu 27 orang (58,7%), sedangkan anak perempuan lebih sedikit yaitu 19 orang (41,3%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chang tahun 2010, perbandingan dari aspek jenis kelamin mengenai prevalensi flat foot yaitu ditemukan dua kali lebih banyak anak laki-laki mengalaminya.13 Usia menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi flat foot. Flat foot sering ditemukan pada bayi, namun kondisi tersebut akan menghilang secara perlahan saat pertumbuhan anak pada usia 6 sampai 9 tahun.14 Flat foot merupakan suatu kondisi fisiologis yang membaik seiring bertambahnya usia. Prevalensi flat foot meningkat pada populasi usia yang lebih muda,15 sehingga berdasarkan penelitian ini dominan ditemukan sampel berusia 10 tahun yaitu sebanyak 18 orang (39,1%) dimana usia tersebut merupakan usia termuda dalam penelitian.

Perbedaan angka kejadian flat foot berdasarkan jenis kelamin dikarenakan adanya perbedaan bentuk anatomis tubuh antara laki-laki dengan perempuan. Anak laki-laki memiliki rearfoot angle lebih besar dibandingkan anak perempuan1 dan bantalan lemak lebih tebal pada bagian midfoot. Selain itu, nilai plantar arch index pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan sehingga hal tersebut menyebabkan permukaan plantar laki-laki lebih banyak menyentuh tanah. Laki-laki dinyatakan mengalami pertumbuhan dan perkembangan arkus medial longitudinal lebih lambat dibandingkan perempuan. Teori-teori tersebut yang menyebabkan prevalensi flat foot ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki.15

Hasil analisis data menunjukkan sampel pada kondisi flat foot derajat 1 terdapat 18 orang (39,1%), flat foot derajat 2 hanya 7 orang (15,2%) dan flat foot derajat 3 mendominasi yaitu sebanyak 21 orang (45,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak anak yang mengalami flat foot pada usia 10 hingga 12 tahun yang disebut dengan kondisi patologis, dimana seharusnya bantalan lemak yang secara umum menyebabkan flat foot sudah menghilang pada usia tersebut.

Berdasarkan hasil stork standing test paling banyak ditemukan sampel dengan keseimbangan statis kurang yaitu 19 orang (41,3%). Berdasarkan penelitian dari Hayati tahun 2020 menunjukkan hasil yang sama bahwa sampel yang memiliki keseimbangan statis buruk lebih dominan dibandingkan sampel dengan keseimbangan statis baik yaitu sebanyak 84,6% dari total 123 sampel.7 Hal ini disebabkan oleh perubahan bentuk arkus memiliki pengaruh terhadap keseimbangan statis anak. Menurut Akbar tahun 2019 terdapat perbedaan pengaruh antara jenis kelamin dengan keseimbangan yang berkaitan dengan tingkat kekuatan otot. Biasanya laki-laki memiliki kekuatan otot lebih besar dibandingkan perempuan yang dapat memengaruhi keseimbangannya.14 Namun penelitian ini menemukan hasil yang berbeda yaitu sampel laki-laki mendominasi keseimbangan statis dengan kategori kurang sekali dibandingkan dengan yang perempuan. Hal ini dikarenakan oleh frekuensi flat foot pada sampel laki-laki yang tergolong tinggi sehingga berpengaruh juga terhadap tingginya frekuensi keseimbangan statis kategori kurang sekali pada sampel dengan jenis kelamin laki-laki.

Hubungan Flat Foot dengan Keseimbangan Statis pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Sukawati

Pada masa anak-anak terjadi penebalan jaringan lunak di bagian medial telapak kaki sehingga sebagian besar ditemukan mengalami flat foot, namun kondisi tersebut akan membaik seiring dengan masa pertumbuhannya.16 Kondisi flat foot pada anak terdapat dua jenis yaitu kondisi fisiologis dan patologis. Kondisi yang membaik seiring bertambahnya usia dimana flat foot pada anak berhenti pada usia 10 tahun disebut kondisi fisiologis, jika lebih dari usia tersebut flat foot masih menetap disebut kondisi patologis. Bentuk arkus medial longitudinal secara signifikan akan membaik sampai usia 6 tahun, namun mulai melambat sampai usia 10 tahun. Melewati usia 10 tahun, tidak terjadi lagi perubahan signifikan terkait kondisi ini.1

Kaki dapat berfungsi lebih optimal dengan adanya support dari arkus pedis. Peranan penting struktur pedis yaitu menumpu tubuh dan membantu melakukan pergerakan pada kaki. Pada penelitian Kim tahun 2020 menyebutkan bahwa flat foot menyebabkan arkus medial longitudinal menurun, bahkan mencapai permukaan tanah sesuai dengan keparahan derajatnya yang dapat menurunkan kinerja otot intrinsik dan kontrol postural sehingga keseimbangan terganggu.17 Bentuk arkus abnormal menyebabkan keluhan pada kaki seperti lelah saat berjalan jauh, cedera, nyeri, dan imbalance. Penderita flat foot sebagian besar mengalami penurunan fungsi motorik dan kemampuan aktivitas fisik jika dibandingkan dengan orang yang memiliki arkus medial longitudinal normal. Penurunan performa motorik akan berpengaruh juga terhadap kualitas aktivitas fisik yang dilakukan.18

Teori biomekanika komponen musculoskeletal kaki saling bekerja sama untuk memberi support dalam pergerakannya. Otot-otot intrinsik kaki memiliki peranan penting untuk menjaga stabilitas dan memberi dukungan ketika kaki melakukan pergerakan. Otot fleksor digitorum brevis, otot abduktor hallucis, otot fleksor hallucis brevis, dan otot interosseus merupakan jenis-jenis otot intrinsik. Kerja otot intrinsik akan jauh lebih keras pada kondisi flat foot sehingga dapat menyebabkan overused ketika menjaga kestabilan arkus karena kehilangan support dari jaringan lunak termasuk ligamen. Hal ini menyebabkan kelelahan serta nyeri pada kaki. Kelemahan otot-otot ini juga dapat mengakibatkan kemampuan menyerap tekanan dari luar mengalami penurunan dan terjadi ketidakstabilan postural.19

Penelitian dari Latifah tahun 2021 yang berjudul “Hubungan antara Postur Flat Foot dengan Keseimbangan Statis pada Anak Usia 12 Tahun” menunjukkan hasil searah melalui uji korelasi spearman rho didapatkan nilai p=0,000 (p<0,005) yang berarti terdapat hubungan antara flat foot dengan keseimbangan statis pada anak usia 12 tahun. Melalui

hasil independent simple t-test diperoleh nilai significancy 0,000 (p<0,005) dimana hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan normal foot dan flat foot dalam menjaga keseimbangan statis.12 Penelitian dari Antara tahun 2017 juga menyatakan adanya korelasi yang signifikan, kuat, dan searah pada variabel yang diukur yaitu flat foot dan keseimbangan statis dengan hasil p-value 0,000 (<0,05) dan correlation coefficient 0,933.20

Beberapa literatur menyebutkan bahwa flat foot dapat menyebabkan pronasi berlebihan pada pergelangan kaki. Pada penelitian Moon tahun 2021 menyebutkan bahwa deformasi terus menerus yang terjadi pada arkus medial longitudinal dapat menyebabkan ankle overpronation dan perubahan struktural ini akan memberi efek negatif pada keseimbangan dengan mengubah area kontak telapak kaki pada permukaan tanah, strategi otot dan sendi dalam sebuah gerakan.21 Selain itu, ankle overpronation juga menyebabkan tibia cenderung ke arah internal rotasi. Rotasi tersebut dapat mengakibatkan sisi luar patella mengalami penekanan sehingga terjadi peningkatan sudut q-angle. Hal ini dapat menimbulkan pergeseran posisi panggul ke arah anterior sekitar 10°. Pergeseran alignment akan menyebabkan perubahan pada center of gravity yang dapat memengaruhi distribusi massa tubuh tidak merata sehingga terjadi gangguan keseimbangan.7

Perubahan struktur kesejajaran kaki ke arah overpronation menyebabkan otot-otot pada ekstremitas bawah bekerja lebih keras dalam menjaga keseimbangan tubuh. Gerakan berulang serta tekanan secara terus menerus pada otot akibat postur tidak normal yang berkelanjutan menimbulkan adaptasi neurologik dan perubahan biomekanika jaringan lunak sekitarnya seperti ketegangan pada iliotibial band, otot soleus, otot adduktor, otot hamstring, dan otot gastrocnemius. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya muscle imbalance. Muscle imbalance menimbulkan pergeseran pusat gravitasi ke arah posterior dan memengaruhi perubahan postur tubuh bagian ekstremitas bawah dari panggul sampai kaki. Panggul cenderung rotasi ke arah anterior sedangkan paha dan lutut cenderung rotasi ke arah internal, sehingga hal tersebut yang menyebabkan masalah pada otot-otot di sekitarnya.22

Flat foot merupakan kelainan yang tergolong progresif. Jika kelainan tersebut tidak diberikan tindakan tepat dan segera, akibatnya kondisi yang dialami akan bertambah buruk dan berpengaruh pada fungsi kaki penderita.16 Hasil penelitian ini membuktikan semakin buruk kondisi flat foot maka semakin buruk pula keseimbangan statisnya. Hal ini akan berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari penderita seperti berdiri, menjinjit, maupun berjalan. Manfaat keseimbangan yaitu menghindari risiko jatuh dan mempermudah melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga, penting bagi anak atau orang tua memperhatikan kondisi anaknya dan disarankan untuk melakukan tindakan pencegahan maupun pengobatan untuk menghindari deformitas berlanjut. Usia anak-anak menjadi masa pertumbuhan dan perkembangan, dimana motorik anak mulai terkoordinasi dengan baik, sehingga masa tersebut memiliki potensi sangat besar dalam optimalisasi aspek pertumbuhan dan perkembangan salah satunya kemampuan motorik berupa keseimbangan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari oleh anak.

Penanganan nyeri yang dirasakan akibat flat foot dan pemberian program latihan dalam upaya peningkatan kemampuan keseimbangan statis menjadi bagian dari peranan fisioterapi. Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi flat foot terdapat beberapa macam yaitu arch taping, stretching, latihan strengthening seperti towel curl exercise dan heel raises exercise.16 Keseimbangan statis dapat ditingkatkan dengan melakukan ankle strategy exercise23 dan towel curl exercise.24 Pada sebagian orang dengan kondisi flat foot dapat menyebabkan timbulnya problematika ekstremitas bawah. Maka dari itu diperlukan deteksi sejak dini apakah terdapat kelainan musculoskeletal pada anak atau tidak, agar dapat mencegah terjadinya deformitas yang lebih parah.25

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaitu tidak didukung oleh pemeriksaan flat foot yang lebih akurat seperti radiografi atau bone scan. Selain itu, masih terdapat variabel yang tidak dikontrol sehingga menjadi variabel perancu seperti kekuatan otot, dimana otot yang kuat juga dapat memengaruhi kemampuan dalam menjaga keseimbangan dan setiap orang memiliki kekuatan otot yang berbeda-beda. Kepada peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan metode maupun alat ukur yang memiliki angka validitas dan reliabilitas lebih tinggi serta mengontrol lebih banyak lagi variabel lainnya untuk mendapatkan hasil yang lebih rinci.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uji korelasi spearman’s rho, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat korelasi antara derajat flat foot dengan keseimbangan statis pada anak usia 10-12 tahun di Kecamatan Sukawati dengan kekuatan korelasi cukup dan searah. Korelasi yang searah berarti semakin buruk derajat flat foot maka semakin buruk pula keseimbangan statis sampel dan sebaliknya. Oleh karena itu, para profesional kesehatan, termasuk dokter dan fisioterapis, perlu memberikan perhatian khusus pada keseimbangan anak-anak ini sebagai bagian dari perawatan flat foot mereka. Pengelolaan flat foot yang efektif mungkin dapat membantu meningkatkan keseimbangan statis mereka dan mengurangi risiko cedera. Selain itu, temuan ini juga dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam rangka mengembangkan intervensi yang lebih efektif dan terarah. Keseluruhan, hasil penelitian ini memberikan wawasan penting dalam meningkatkan perawatan dan kualitas hidup anak-anak dengan flat foot di Kecamatan Sukawati.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang terkait dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan jurnal. Seluruh sampel penelitian yang telah bersedia mengikuti penelitian sampai akhir, memberikan informasi serta data-data untuk kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Pfeiffer M, Kotz R, Ledl T, Hauser G, Sluga M. Prevalence of Flat Foot in Preschool-Aged Children. Pediatrics. 2006;118(2):634-639.

  • 2.    Syafi’i M, Pudjiastuti SS, K. PP. Beda Pengaruh Arkus Kaki terhadap Keseimbangan Statis Anak Usia 9-12 Tahun di SD Negeri Mojolegi, Teras, Boyolali. Jurnal Kesehatan. 2016;7(3):351.

  • 3.    Lendra MD, Santoso TB. Beda Pengaruh Kondisi Kaki Datar dan Kaki dengan Arkus Normal Terhadap Keseimbangan Statis pada Anak Usia 8-12 Tahun di Kelurahan Karangasem, Surakarta. Jurnal Fisioterapi. 2009;9(2):49-58.

  • 4.    Boccolini G, Brazzit A, Bonfanti L, Alberti G. Using balance training to improve the performance of youth basketball players. Sport Sciences for Health. 2013;9(2):37-42.

  • 5.    Li CM, Hoffman HJ, Ward BK, Cohen HS, Rine RM. Epidemiology of Dizziness and Balance Problems in Children in the United States: A Population-Based Study. Journal of Pediatrics. 2016;171:240-247.e3.

  • 6.    Saraswati NLPGK, Wibawa A, Adiputra LMISH. Correlation Body Mas Index (BMI) with Static Balance of Students in Medical Faculty Udayana University. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2015;2:29-33.

  • 7.    Hayati I. Hubungan antara Postur Kaki Dengan Keseimbangan Statis pada Anak SD Negeri 1 Sendangmulyo Semarang. Published online 2020.

  • 8.    Mulyoto RR, Jannah SM, Supinganto A. The Relationship Between Flatfoot and Static Balance in School-Aged Children. Academic Physiotherapy Conferences Proceeding. 2022;61-68.

  • 9.    Chen K-C, Yeh C-J, Kuo J-F, Hsieh C-L, Yang S-F, Wang C-H. Footprint analysis of flatfoot in preschool-aged children. European Journal of Pediatrics. 2011;170:611-617.

  • 10.   Pita-Fernández S, González-Martín C, Seoane-Pillado T, López-Calviño B, Pértega-Díaz S, Gil-Guillén V.

Validity of footprint analysis to determine flatfoot using clinical diagnosis as the gold standard in a random sample aged 40 years and older. Journal of Epidemiology. 2015;25(2):148-154.

  • 11.    Munandar F. Hubungan antara Kekuatan Otot Tungkai dan Keseimbangan Terhadap Jauhnya Tendangan pada Permainan Sepakbola Klub Juvenille Kabupaten Seluma. Published online 2014.

  • 12.    Latifah Y, Naufal AF, Nafi’ah D, Astari RW. Hubungan antara Postur Flat Foot dengan Keseimbangan Statis pada Anak Usia 12 Tahun. FISIO MU Physiotherapy Evidences. 2021;2(1):1-6.

  • 13.   Chang J-H, Wang S-H, Kuo C-L, Shen HC, Hong Y-W, Lin L-C. Prevalence of flexible flatfoot in Taiwanese

school-aged children in relation to obesity, gender, and age. European Journal of Pediatrics. 2010;169(4):447-452.

  • 14.    Akbar B. Hubungan Bentuk Arkus Kaki terhadap Keseimbangan Statis pada Siswa SDN Ngrenak. Published online 2019.

  • 15.    Fadillah VNM, Mayasari W, Chaidir MR. Gambaran Faktor Risiko Flat Foot pada Anak Umur 6-10 Tahun di Kecamatan Sukajadi. Jurnal Sistem Kesehatan. 2017;3(2):97-102.

  • 16.    Sahabuddin H. Hubungan antara Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis pada Murid TK Sulawesi Kota Makassar. Published online 2016.

  • 17.    Kim JS, Lee MY. The effect of short foot exercise using visual feedback on the balance and accuracy of knee joint movement in subjects with flexible flatfoot. Medicine. 2020;99(13).

  • 18.    Devi IGASP, Saraswati NLPGK, Widnyana M. Medial Longitudinal Arch (MLA) terhadap Kelincahan Atlet Basket Anak di Denpasar. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2022;10(2):79-83.

  • 19.    Arachchige SNKK, Chander H, Knight A. Flatfeet: Biomechanical implications, assessment and management. Foot (Edinburgh, Scotland). 2019;38:81-85.

  • 20.    Antara KA, Adiputra IN, Sugiritama IW. The Correlation Between Flat Foot With Static and Dynamic Balance in Elementary School Children 4 Tonja Denpasar City. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2017;5(3):23-26.

  • 21.    Moon D, Jung J. Effect of incorporating short-foot exercises in the balance rehabilitation of flat foot: A randomized

controlled trial. Healthcare. 2021;9, 1358.

  • 22.    Suardi S. Pengaruh Pemberian Dynamic Stretching Exercise terhadap Selisih Tinggi Navicular dan Range of Motion Subtalar Eversion pada Remaja Flat Foot di SMP Negeri 34 Makassar. Published online 2018.

  • 23.    Arafah N. Pengaruh Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Untuk Meningkatkan Keseimbangan Statis pada Mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Published online 2018.

  • 24.    Zaidah L. Pengaruh Towel Curl Exercise Terhadap Peningkatan Keseimbangan pada Anak dengan Flat Foot Usia 4-5 Tahun. Jurnal Ilmiah Fisioterapi. 2019;2(02):57-66.

  • 25.    Safitri BA, Wibawa A, Sugiritama IW. Hubungan antara Flat Foot dengan Q-Angle pada Anak – Anak Usia 9-12 Tahun dengan IMT Normal di Sekolah Dasar Negeri Denpasar Barat. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. 2019;7(2):41-44.


Karya ini dilisensikan dibawah: Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 11, Nomor 1 (2023), Halaman 106-111, Open Access Journal: https://ojs.unud.ac.id/index.php/mifi |111|