E-Jurnal Manajemen, Vol. 9, No. 11, 2020 : 3511-3532

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2020.v09.i11.p05

KINERJA RANTAI PASOKAN KOPI ARABIKA JAVA PREANGER

DI KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT

Yayat Ginanjar1 Apiatno2 Helles Amanda3

STIE Sebelas April Sumedang - Jawa Barat - Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Sumedang memiliki banyak komoditas unggulan di sektor pertanian seperti kopi Priangan, tetapi masih terdapat banyak masalah didalam sektor pertanian khususnya kopi. Permasalahan lambatnya pertumbuhan sektor pertanian dapat dilihat dari permasalahan utama yang dihadapi oleh petani, yaitu terletak pada keterbatasan lahan yang dikelola dan status petani yang sebagian besar merupakan buruh tani. Hal ini menyebabkan usaha tani mereka menjadi tidak efisien karena tidak mencapai skala ekonomis. Memperhatikan permasalahan dalam komoditi tersebut, didalam meningkatkan daya saing suatu bisnis sangat memerlukan informasi dari aliran produk yang dimulai dari hulu sampai ke hilir agar bisa menilai apakah nanti bisnis yang berjalan memiliki nilai tambah yang di harapkan atau tidak. Metode kualitatif deskriptif peneliti pilih untuk menggambarkan hasil penelitian dari rantai pasokan dan analisis nilai tambahnya. Hasil penelitian masih terdapat kendala yang dihadapi pelaku usaha pada setiap aktivitas rantai pasok, khususnya pada penyediaan agro input dan proses budidaya yang belum mendukung peningkatan produktivitas, keterbatasan alat pengolahan, dan pemasaran yang belum terintegrasi antar pelaku usaha sehingga daya saingnya belum optimal. Diperlukan kebijakan terarah dan integratif dari pemerintah untuk mendukung iklim usaha kopi agar KAJP Manglayang Timur dapat menjadi komoditas unggulan yang mampu mendorong aktivitas perekonomian masyarakat, sehingga kebijakan pemerintah sangat menentukan produktifitas pertanian dibidang kopi.

Kata Kunci : kopi, nilai tambah, rantai pasokan

ABSTRACT

Sumedang District has featured in many commodities from agricultural sector, but in the agricultural sector there are still many problems, especially coffee. The problem of slow development of the agricultural sector can be seen from the main problems faced by farmers, that in the limitations of managed agricultural land and the status of farmers mostly only farmworkers.Taking into account the problems in the commodity, in improving the competitiveness of a business requires information from the flow of products. Descriptive qualitative methods are selected by researchers, this is to describe the results of research from the supply chain and its value-added analysis. From the results of the research, there are still obstacles faced by business estimators in every supply chain activity, especially in the provision of agro input and cultivation processes that have not supported productivity improvement, limited processing tools, and marketing that has not been integrated between businesses so that its competitiveness is not optimal. Directional and integrative policy is needed from the government to support the coffee business climate in order KAJP East Manglayang can be a featured commodity that can boost people's economic activities, that government policy will determine the productivity of agriculture in the field of coffee.

Keywords : cofee, value-added, supply chain

PENDAHULUAN

Perkembangan dari rantai pasok kopi java preanger ini dapat berdampak terhadap peningkatan dari pendapatan hasil penjualan kopi melalui pembangunan sentra distribusi kopi ekspor dari Jawa Barat. Jika pembangunan sentra distribusi sukses maka bisa meningkatkan harga kopi tersebut, mulai dari tingkat bawah seperti petani dan tujannya adalah kesejahteraan bagi para petani di Jawa Barat. Hasil penelitian komoditas produk jenis usaha unggulan UMKM di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 menunjukkan kopi priangan, ditinjau dari prospek dan potensinya merupakan salah satu komoditas yang layak dipilih untuk pengembangan UMKM di kabupaten Sumedang (Bank Indonesia, 2016). Namun demikian terkait agribisnis kopi masih terdapat permasalahan yang menghambat proses perkembangannya. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang, (2018), mengemukakan bahwa masalah yang dihadapi sebagian petani kopi dikabupaten Sumedang yaitu masih banyak yang menjual ke pengumpul berupa buah ceri atau gelondongan. Padahal petani bisa meningkatkan nilai tambah dan nilai jual jika petani sudah bisa menghasilkan gabah dan greenbean kopi. Berdasakan hasil Sensus Pertanian tahun 2018, dari 732.408 Rumah tangga pertanian di Kab. Sumedang, hanya 156.540 atau 21.37 saja yang melakukan pengolahan hasil pertanian (BPS Kabupaten Sumedang, 2017). Temuan permasalahan lainnya adalah keterbatasan sarana prasarana pengolahan kopi, pemasaran, dan permodalan. Menurut (Arif, 2018) “Rantai pasokan merupakan hubungan keterkaitan antara aliran material atau jasa, aliran uang dan aliran informasi mulai dari pemasok, produsen, distributor, gudang, pengecer sampai ke pelanggan akhir. Dengan kata lain, supply chain merupakan suatu jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerjasama untuk menciptakan dan mengantarkan produk sampai ke tangan konsumen akhir. Rangkaian atau jaringan ini terbentang dari penambang bahan mentah (di bagian hulu) sampai retailer atau toko (pada bagian hilir).

Peran penting sektor pertanian bagi perekonomian daerah tidak hanya terlihat dari matapencaharian sebagian besar masyarakatnya, namun dukungan wilayah yang sebagian besar merupakan perdesaan dengan karakteristik memanfaatkan sumber daya alam untuk menopang kehidupan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi penyumbang utama PDRB Kabupaten Sumedang. Namun, besarnya kontribusi sektor pertanian masih belum diimbangi oleh pertumbuhan yang tinggi, bahkan cenderung sangat lambat dalam 7 tahun terakhir.

Permasalahan lambatnya pertumbuhan sektor pertanian dapat dilihat dari permasalahan utama yang dihadapi oleh para petani, yaitu terletak pada keterbatasan lahan yang dikelola dan status petani yang sebagian besar merupakan buruh tani. Hal ini menyebabkan usahatani mereka menjadi tidak efisien karena tidak mencapai skala ekonomis. Sebagian besar masih merupakan petani gurem (menguasai kurang dari 5000 m2), bahkan di Kab. Sumedang proporsinya sangat tinggi, mencapai 77,2 .

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah…

Jasa Perusahaan

Pertambangan dan Penggalian

Pengadaan Listrik dan Gas

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

Real Estate

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Transportasi dan Pergudangan

Jasa Pendidikan

Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan…

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil…

Industri Pengolahan

Pertanian, Kehutanan dan Perikanan


Pertumbuhan (%) Kontribusi (%)

Gambar 1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Lapangan Usaha selama Tahun 2010 – 2016.

Sumber : BPS Kabupaten Sumedang, 2017

Kegiatan rantai pasok pada agroindustri sangat kompleks, karena komoditi pertanian memiliki keterbatasan yaitu mudah rusak (perisable), musiman (seasonal), beragamnya mutu panen (high variety) dan kamba (bulky) sehingga sangat sulit dalam menggelolanya dibandingkan dengan industri manufaktur (Jaya, 2013). Dalam suatu struktur pasar yang efisien, setiap perubahan yang terjadi di salah satu simpul sekecil apapun perubahan itu, akan merambat ke simpul berikutnya di dalam rantai pasok komoditas (Hutabarat, 2016).Aktifitas-aktifitas dalam rantai pasokan mengubah sumber daya alam, bahan baku, dan komponen-komponen dasar menjadi produk- produk jadi yang akan disalurkan ke konsumen akhir. Untuk mengetahui bagian-bagian yang terdapat dalam teori rantai pasokan kita dapat mengetahui pula lembaga-lembaga yang terkait dengan pemasaran KAJP Manglayang Timur dikabupaten Sumedang yang harus diteliti.

Ditinjau dari regulasi, pengembangan kopi di kabupaten Sumedang mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

830/Kpts/RC.040/12/2016 Tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional (2016) tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional, tahun 2016, bahwa Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Komoditas Prioritas Perkebunan untuk komoditas kopi di wilayah Jawa Barat dikembangkan di lima kabupaten, yaitu Bandung, Garut, Sumedang, Kuningan, dan Tasikmalaya.

Supply chain mencangkup tiga bagian menurut (Arif, 2018) diantaranya : 1. Upstream Supply Chain: bagian ini mencangkup supplier first-tier dari organisasi dan supplier yang didalamnya telah terbina suatu hubungan. 2. Internal Supply Chain: bagian ini mencangkup semua proses yang digunakan oleh organisasi dalam mengubah input yang dikirim oleh supplier menjadi output, mulai dari waktu material tersebut masuk pada perusahaan sampai pada produk tersebut didistribusikan diluar perusahaan tersebut. 3. Downstream Supply Chain: bagian ini mencangkup semua proses yang terlibat dalam pengiriman produk pada customer akhir.

Terdapat tiga macam hal yang harus dikelola dalam supply chain menurut (Pujawan Dan Mahendrawathi, 2017) yaitu: 1. Aliran produk atau barang dari hulu ke hilir contohnya bahan baku yang dikirim dari suplier ke pabrik, setelah produksi selesai dikirim ke distributor, pengecer, kemudian ke pemakai akhir. 2. Aliran finansial dan sejenisnya yang mengalir dari hulu ke hilir. 3. Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.”

Rantai pasok merupakan sebuah teknik pengaplikasian untuk sistem pengelolaan logistik dimana semua peranan yang ikut andil didalam sebuah aktivitas bisnis, dan ini merupakan sebuah aliran dari mata rantai penyediaan unit bahan baku hingga menjadi sebuah barang yang siap pakai” (Siswandi et al., 2019). “Rantai pasok menyangkut hubungan yang terus-menerus mengenai produk, uang dan informasi. Produk umumnya mengalir dari hulu ke hilir, uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke hilir maupun hilir ke hulu” (Ceha et al., 2019). Agroindustry yang terdiri dari kegiatan pengadaan bahan baku, pengolahan bahan, dan ditambah yang tidak kalah penting adalah sebuah jaringan distribusi, ini merupakan hal yang sangat penting sekali didalam rantai pasokan. Saat ini, industri kopi specialty menjadi industri yang paling prospektif dan signifikan di pasar kopi dunia. Ekonomi pasar kopi dunia telah berubah secara signifikan karena pengembangan produk kopi, penerapan sistem sertifikasi, dan sistem pelabelan produk kopi. Dengan demikian, telah meningkatkan peluang para produsen kopi untuk terlibat dan menghasilkan kopi yang lebih bersertifikat”, (Hartati, 2016).

Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil kopi Arabika berkualitas ekspor. Kopi Arabika asal daerah ini sudah terkenal ke berbagai negara sejak abad ke XVIII. Saat ini kopi Arabika asal Jawa Barat di ekspor ke berbagai negara diantaranya ke Maroko, Korea Selatan, Australia dan Jerman (Putra & Ferry, 2015). Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) adalah kopi dari jenis Arabika yang diproduksi oleh petani di wilayah Priangan dan ditanam di dataran tinggi Priangan pada ketinggian minimal 1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Kopi Arabika Java Preanger telah mendapatkan Indikasi Geografis (IG) dengan No. ID G 000000022 dari Kementerian Hukum dan Ham, yang secara resmi diumumkan pada tanggal 5 Juni 2013 – 5 September 2013 oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

dan diserahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia kepada Wakil Gubernur Jawa Barat pada tanggal 22 Oktober 2013, (S Purnama, 2016)

Berdasarkan buku persyaratan indikasi geografis (IG), penyebaran KAJP terbagi menjadi dua varian/wilayah yaitu KAJP Bandoeng Highland dan Soenda Mountain. Varian KAJP Bandoeng Highland meliputi wilayah Kabupaten Garut (Gunung Cikuray dan Gunung Papandayan), Bandung (Gunung Malabar, Gunung Caringin/Tilu, dan Gunung Patuha), Bandung Barat (Gunung Halu) dan Cianjur (Gunung Beser), sedangkan wilayah penyebaran KAJP Soenda Mountain meliputi Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, Subang dan Sumedang (Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Manglayang), (Purnama S, 2017).

Beberapa potensi dan permasalahan yang dihadapi petani kopi perlu mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan agar KAJP Manglayang Timur sektor Pangadegan yang menjadi komoditas unggulan Kabupaten Sumedang bisa lebih berdaya saing, sehingga diperlukan informasi yang lebih mendalam mengenai aktivitas setiap rantai pasok dari hulu hingga hilir beserta permasalahan yang dihadapinya. Menurut (Pujawan Dan Mahendrawathi, 2017), “salah satu aspek fundamental dalam manajemen rantai pasokan adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif diperlukan system pengukuran yang mampu mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik. Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : 1.Melakukan monitoring dan pengendalian terhadap supply chain. 2.Mengkomunikasikan tujuan organisasi kepada fungsi-fungsi pada supply chain 3. Mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun tujuan yang hendak dicapai, dan 4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.“

KAJP asal Gunung Manglayang semakin membuktikan sebagai kopi yang memiliki citarasa unggul dengan memenangkan penghargaan (medali perunggu/Bronze) dari Australian International Coffee Awards (AICA) untuk kategori “Espresso-single origin” yang merupakan kopi Java Preanger asal Gunung Manglayang dengan proses full wash dan red honey (Purnama S, 2016).

Agroindustri sebagai pelaku berikutnya dengan kegiatan meliputi pemberian makan luwak, pengumpulan feces, penjemuran feces, pencucian feces, penjemuran green bean, pemanggangan green bean menjadi roasted bean, penggilingan, pengemasan, dan penyimpanan. Tidak semua feces luwak diproses menjadi kopi luwak bubuk. Hanya sebagian kecil yang diproses menjadi kopi luwak bubuk karena daya simpan kopi luwak bubuk hanya 8 bulan hingga 1 tahun, sedangkan feces luwak yang dikeringkan tanpa pengolahan selanjutnya dapat bertahan selama 15 tahun. Apabila pelaku agroindustri kopi luwak menyimpan feces luwak kering (brenjel), pelaku agroindustri dapat memenuhi permintaan eksportir dalam jumlah besar yang biasanya berupa green bean dan brenjel. Kopi luwak bubuk dijual agroindustri kepada konsumen dengan kisaran harga Rp. 500.000,00 – Rp. 600.000,00, sedangkan untuk pedagang kopi luwak, agroindustri menjual kopi luwak bubuk dengan harga Rp. 400.000,00

Kegiatan ekspor kopi luwak tidak dilakukan sendiri oleh pelaku agroindustri karena sulitnya mendapat izin ekspor dari pemerintah. Eksportir yang telah mendapat kopi luwak dari pelaku agroindustri akan mengirim kopi luwak ke beberapa negara seperti China, Taiwan, Korea dan beberapa negara lainnya. Terkadang beberapa pengusaha dari negara-negara tersebut datang langsung ke tempat agroindustri kopi luwak untuk membuat perjanjian dengan pelaku agroindustri. Perjanjian tersebut berisikan bahwa pelaku agroindustri akan memenuhi permintaan dari pengusaha-pengusaha tersebut dalam jumlah yang besar dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh pengusaha tersebut. Kopi luwak yang telah dibeli oleh pengusaha dari berbagai negara tersebut kemudian akan diolah kembali menjadi kopi luwak bubuk. Kopi luwak bubuk tersebut akan diberikan merek dagang sendiri, tidak memakai merek dagang dari agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung dengan harga jual yang lebih tinggi.

Proses pendekatan dalam membuat sebuah sistem untuk pengukuran kinerja rantai pasokan, dimana kita harus bisa mengidentifikasi beberapa masalah yang terdapat dari sebuah proses, nantinya bisa merancang jalan keluar atau koreksi dari masalah yang dihadapi serta mengantisipasinya agar permasalahan tersebut tidak menjadi masalah yang menjadi bola salju. Mengamati kinerja dari sebuah aktifitas, mulai dari awal kita harus wajib melakukan beberapa hal antisipasi dari mulai hal-hal yang mendasar, agar nantinya apabila terdapat sebuah tanda-tanda dari proses yang berjalan di luar batas kendali bisa kita kendalikan. Terdapat lebih dari satu indikator yang menjadi dasar dari jenis-jenis rantai pasokan yang bisa kita jumpai.

Kinerja dari proses haruslah di ukur berdasarkan teori-teori yang ada agar hasilnya maksimal, menurut (Pujawan Dan Mahendrawathi, 2017) “pengukuran kinerja tidak akan berarti banyak kalau tidak dilanjutkan dengan upaya perbaikan. Untuk melakukan perbaikan perlu dilakukan proses benchmarking kinerja. Benchmarking adalah membandingkan proses maupun kinerja dari suatu organisasi relatif terhadap proses maupun kinerja perusahaan referensi, utamanya dalam hal ini adalah perusahaan sejenis yang tergolong best in class. Benchmarking bertujuan untuk mengetahui dimana posisi perusahaan relatif terhadap perusahaan kompetitor atau perusahaan acuan, mengidentifikasikan pada aspek mana perusahaan lebih baik dan pada aspek mana perusahaan membutuhkan perbaikan. Berbagai studi menunjukkan bahwa perusahaan yang tergolong best in class memiliki kinerja supply chain secara signifikan lebih bagus dibandingkan dengan perusahaan rata-rata. Perusahaan yang memiliki supply chain management yang bagus biasanya juga memiliki kinerja finansial yang secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya.Salah satu komponen penting dalam pengukuran kinerja adalah metrik. Metrik adalah suatu ukuran yang bisa diverivikasi, diwujudkan dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan (reference point) tertentu. Sistem pengukuran kinerja supply chain biasanya merupakan integrasi dari metrik individual maupun kelompok. Pengukuran kinerja juga diharapkan dapat menciptakan kesesuaian antara metric sets dengan tujuan organisasi. Pengukuran kinerja juga bertujuan untuk mengurangi konflik antar proses maupun antar bagian”.

Rendahnya nilai tambah dan usaha pertanian yang tidak mencapai skala

ekonomis akibat keterbatasan penguasaan lahan menjadikan banyaknya kemiskinan di sektor pertanian, khususnya petani padi palawija yang mencapai 23.413 rumah tangga atau sekitar 37,48 dari total rumah tangga miskin berdasarkan Basis Data Terpadu tahun 2015. Hal ini semakin menegaskan pentingnya mencari alternatif kebijakan dalam perencanaan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sumedang yang mampu menjadi solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi, khususnya di sektor pertanian yang hingga saat ini masih menjadi matapencaharian utama masyarakat serta sebagai penggerak perekonomian daerah.

Nilai tambah merupakan sebuah proses yang ditambahkan beberapa unsur didalam prosesnya atau bahannya, seperti penambahan pada unsur input pada saat aktivitas pembuatannya karena ada beberapa keinginan dari konsumen. Nilai tambah tersebut bisa didapatkan melalui beberapa aktifitas seperti pada saat pemindahan barang, penyimpananya, perhitungan unit, dan penyortiran dari barangnya. Pada intinya konsep dari nilai tambah tersebut adalah, apabila barang tersebut memiliki kelebihan nilai dari nilai jual barang yang dibeli pada saat membeli pertama kalinya, selisih tersebut dikatakan nilai tambah. KAJP Manglayang Timur yang berdomisili di Sumedang memiliki kegiatan pengolahan dan menciptakan sebuah produk kopi arabica, dimana prosesnya dimulai dari hasil pengolahan kopi gelondongan dan diubah menjadi kopi beras, dan dari kopi beras menjadi kopi ose selanjutnya diolah kembali menjadi sebuah produk yaitu kopi bubuk. Disinilah nilai tambahnya, yaitu kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan menjadi kopi bubuk, apakah terdapat selisih dari produk kopi arabica yang sudah jadi tersebut.

Begitu pula yang berkaitan dengan komoditi sektor pertanian, bisa menghasilkan unit bahan mentah pada umumnya, tetapi mudah rusak dan harus dikonsumsi langsung atau diolah dengan mesin terlebih dahulu supaya biasa siap konsumsi. Didalam proses pengolahan ini maka akan bisa meningkatkan komoditi dari sektor pertanian salah satunya kopi. (Mahdalena & Roliani, 2018) “Nilai tambah adalah selisih antara pendapatan yang diperoleh dari penjualan/jasa dan biaya untuk pembelian bahan-bahan yang diperlukan guna menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa tersebut. Nilai tambah juga digambarkan melalui proses pengolahan bahan yang menyebabkan adanya pertambahan nilai produksi. Analisis nilai tambah menunjukkanbagaimanakekayaanperusahaan diciptakan melalui proses produksi, dan bagaimana distribusi dari kekayaan tersebut dilakukan. Melalui informasi ini data dapat dianalisis unit atau faktor mana dari proses produksi tersebut yang menghasilkan atau menaikkan nilai tambah, atau sebaliknya. Hasil analisis dapat juga digunakan untuk melihat tingkat efisiensi yang dicapai dan penggunaan/pemanfataan investasi perusahaan”.

Keunggulan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian wilayah akan lebih optimal jika komoditas yang dikembangkan juga memiliki keunggulan. Kabupaten Sumedang memiliki banyak komoditas unggulan di sektor pertanian, bahkan beberapa diantaranya sudah memiliki sertifikat Indikasi Geografis (IG), seperti Tembakau Hitam, Tembakau Mole, Ubi Cilembu, Sawo Sukatali, dan Kopi Priangan atau Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) yang salah satu wilayah penghasilnya dari Gunung Manglayang yang wilayah timurnya berada di Kabupaten Sumedang. Kopi Arabika asal Jawa Barat, terutama yang berasal dari

Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Garut dan Sumedang yang ditanam di atas ketinggian tempat 1.000 m dpl, mempunyai kualitas baik dan cita rasanya banyak disukai oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri (Putra & Ferry, 2015). Dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Jabar tahun 2018, kopi diprediksi dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru Jawa Barat. Kopi asal Jawa Barat diminati pasar asing dan sekitar 57 merupakan kopi arabika dengan pasar yang semakin besar. Selama beberapa tahun terakhir, konsumsi kopi semakin meningkat tidak hanya di pasar domestik melainkan juga di pasar mancanegara (Gambar 2 dan 3).

Gambar 2.Konsumsi Kopi di Indonesia

Sumber : (International Cojfee Organization (ICO), 2018)

Prospects for future consumption

© 2015 International Coffee Organization (www.ico.org)

200

100

^ ^ ^ ^ <7b η^ ^ ^ ^ fP √^

175-195 million bags by 2025

Assuming between 1.5%-2.5% growth rates

180

160

140

120

Gambar 3.Perkiraan Konsumsi Kopi di Dunia hingga Tahun 2025

Sumber : International Cofee Organization (ICO), 2015

Berdasarkan hasil penelitian Komoditas Produk Jensi Usaha Unggulan UMKM di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016, kopi priangan ditinjau dari

prospek dan potensinya merupakan salah satu komoditas yang layak dipilih (Tabel 1) untuk pengembangan UMKM di Kabupaten Sumedang (Bank Indonesia, 2016). Kopi priangan yang sudah dikenal luas dihasilkan dari Gunung Manglayang Timur yang berada di Kabupaten Sumedang, khususnya Kecamatan Rancakalong (Putra & Ferry, 2015). Hal ini didukung oleh kontribusi sektor pertanian yang cukup dominan terhadap PDRB Kecamatan Rancakalong (BPS Kabupaten Sumedang, 2017). Selain itu, dilihat dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang tahun 2011 – 2031, Kecamatan Rancakalong memiliki kawasan peruntukan wisata alam, yaitu Panenjoan. Hal ini menjadi peluang untuk meningkatkan agribisnis kopi menjadi agrowisata sehingga multiplier effect yang dihasilkan semakin besar dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pengembangan wilayah yang lebih baik.

Tabel 1.

Potensi dan Prospek Komoditas Unggulan untuk Pengembangan UMKM di Kabupaten Sumedang

Sektor/

No    Lapangan

Usaha

KPJu Unggulan

Skor

Katagori

Prospek

Potensi

Prospek

Potensi

Industri

1 Pengolahan

Tahu Sumedang

4,28

3,81

Sangat Baik

Tinggi

2    Perkebunan

Kopi Priangan

4,03

3,65

Sangat Baik

Tinggi

3 Perkebunan

Tembakau

4,14

3,81

Sangat Baik

Tinggi

4     Padi Palawija

Padi Sawah

3,94

3,83

Baik

Tinggi

Industri

5 Pengolahan

Makanan/Minuman

4,06

3,71

Sangat Baik

Tinggi

6 Padi Palawija

Ubi Jalar Cilembu

3,95

3,54

Baik

Tinggi

7 Perdagangan

Kerajinan Tangan

4,04

3,73

Sangat Baik

Tinggi

8     Buah-buahan

Sawo Sukatali

3,68

3,63

Baik

Tinggi

9    Buah-buahan

Salak Slebong

3,41

3,13

Baik

Tinggi

Budaya/

10 Pariwisata

Wisata Budaya

3,79

3,44

Baik

Tinggi

Sumber: Bank Indonesia (2016

KAJP asal Gunung Manglayang semakin membuktikan sebagai kopi yang memiliki citarasa unggul dengan memenangkan penghargaan (medali perunggu/Bronze) dari Australian International Coffee Awards (AICA) untuk kategori “Espresso-single origin” yang merupakan kopi Java Preanger asal Gunung Manglayang dengan proses full wash dan red honey (Purnama, 2017).

Dengan sejumlah keunggulan yang dimiliki oleh KAJP asal Gunung Manglayang Timur dan konsumsi kopi yang semakin meningkat tidak hanya secara lokal di Sumedang, namun juga di berbagai daerah lain, memunculkan harapan baru bagi masyarakat Sumedang untuk mencoba usaha komoditas kopi khususnya bagi mereka yang mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang kehidupannya. Namun demikian, menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kabupaten

Sumedang terkait agribisnis kopi, masih terdapat beberapa permasalahan yang menghambat pengembangan kopi.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang (2018), mengemukakan bahwa masalah yang dihadapi sebagian petani kopi di Kabupaten Sumedang adalah proses produksi pada saat panen raya. Dimana saat ini, sebagian besar petani masih banyak yang menjual ke pengumpul berupa buah ceri atau gelondongan. Padahal petani bisa meningkatkan nilai tambah dan nilai jual jika petani sudah bisa menghasilkan gabah dan green bean (berasan) dari kopi tersebut. Temuan permasalahan lainnya adalah keterbatasan sarana prasarana pengolahan kopi, pemasaran, dan permodalan. Petani kopi pada umumnya masih belum memiliki peralatan dan fasilitasi pengolahan kopi berupa pulper untuk mengolah kulit basah buah kopi dan huller untuk mengolah kulit ari/kulit luar kopi. Kalaupun sudah memiliki peralatan yang relatif lengkap hanya di beberapa kelompok saja, dan juga masih banyak yang memiliki pulper tapi manual memakai tangan atau masih sederhana dan tradisional. Di hilir, pepemasaran kopi masih belum begitu terbuka dan masih dikuasai oleh pengumpul dari luar daerah, serta keterbatasan permodalan baik untuk sarana produksi seperti pemeliharaan, pemupukan, pemangkasan dan pemanenan, juga untuk penampungan hasil terutama pada saat panen raya.

Penelitian ini akan meneliti rantai pasokan dari KAJP Manglayang Timur dikabupaten Sumedang. Menurut (Lee J. Krajewski, 2007) “Beberapa hal yang akan menjadi pokok penelitian dari penelitian ini adalah aliran barang, aliran finansial, dan aliran informasi yang terjadi selama proses penyaluran produk hingga sampai kepada konsumen akhir. Keberadaan lembaga-lembaga serta fungsinya dalam suatu saliran pemasaran juga akan menjadi bahasan. Aktivitas lembaga pemasaran dalam menyampaikan produk akan menimbulkan suatu aliran produk, aliran informasi dan aliran finansial, untuk itu akan diteliti pola-pola aliran yang terbentuk akibat adanya aktivitas lembaga-lembaga tersebut”.

KAJP yang diteliti adalah yang berasal dari Areal perkebunan kopi desa pangadegan di wilayah Perhutani KPH Sumedang. Focus penelitian ini hanya membatasi pada rantai pasok, kinerja rantai pasok, nilai tambah, dan strategi pengembangan KAJP Manglayang Timur dikabupaten Sumedang dengan penjelasan yang mendalam untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi di setiap rantai pasok sehingga dapat dicarikan solusinya agar KAJP dapat ditingkatkan daya saingnya. Daerah yang dijadikan lokasi studi adalah desa Pangadegan Kecamatan Rancakalong, sebagai penghasil utama komoditas unggulan KAJP. Penelitian ini berusaha untuk menjawab mengenai gambaran umum rantai pasok, beserta permasalahan yang dihadapi di setiap rantai tersebut, nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kopi, dan rencana tindak lanjut pengembangan usahanya.

METODE PENELITIAN

Didalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dan dengan pendekatan deskriptif, Menurut (Sugiyono, 2020) metode tersebut menggambarkan dan menjelaskan secara analitis apa (gambaran situasi), kondisi dan masalah terjadi di masing-masing kegiatan yang dilakukan dan dikerjakan oleh setiap orang yang terlibat dalam proses pengolahan kopi pada KAJP

Manglayang Timur. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu di wilayah penghasil KAJP Manglayang Timur yang meliputi Kecamatan Rancakalong, Sukasari, dan Tanjungsari dikabupaten Sumedang.

Pencarian berbagai informasi serta pengumpulan data di lapangan yang berkaitan dengan penelitian, dilakukan selama empat bulan, dimulai dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2020. Data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dihasilkan dari observasi/wawancara yang diperoleh dengan cara focus group discussion (FGD) dari narasumber beserta pengelola Kopi Arabaika Java Preanger dikabupaten Sumedang. Sebagai pelengkap dari data primer, didalam penelitian ini ditambahkan data sekunder yang berkaitan dengan perkebunan Kopi Arabaika Java Preanger dikabupaten Sumedang yang didapat dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Badan Pusat Statistik, dan lembaga/instansi lainnya.

Pemilihan narasumber dalam studi ini berdasar purposive sampling, yaitu narasumber dipilih berdasarkan jenis informasi atau pertimbangan yang sudah ada/ditetapkan sebelumnya dan adanya identifikasi atas kelompok/orang yang memiliki kualifikasi tertentu (terkait jabatan, kepakaran dan pengalaman dalam usaha kopi Kopi Arabaika Java Preanger). Namun di lapangan, sebagai bagian metode purposive sampling adalah dilakukan pula pengembangan kategori/subjek narasumber lain berdasar teknik snowballing (keterkaitan informasi, rekomendasi nama, dan seterusnya).

Bertolak dari teknik pengumpulan data di atas, narasumber yang sudah diwawancarai merupakan stakeholders Kopi Arabaika Java Preanger yang terkait langsung dengan kegiatan usaha pada setiap rantai pasok (supply chain) kopi di Kabupaten Sumedang, yaitu petani, pengepul tingkat desa/kecamatan, pengepul besar, penyedia sarana produksi, penyuluh, serta Pejabat Bappeda, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, dan pejabat SKPD terkait. Sedangkan pengumpulan data sekunder dalam studi ini dilakukan melalui studi kepustakaan melalui penilaian atas sumber-sumber valid seperti jurnal ilmiah dan publikasi pada website Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaku usaha pada rantai pasok KAJP Manglayang Timur diantaranya petani kopi yang memiliki peranan sebagai pemasok bahan baku utama dari kopi, kelompok tani sebagai pengolah hasil, pedagang besar yang menampung kopi olahan dari petani atau kelompok tani, industri pengolah yang memproduksi olahan kopi secara masal, kafe atau kedai kopi yang mengolah kopi secara khusus, dan konsumen rumah tangga sebagai ujung dari rantai pasok. Semua pelaku yang terlibat dalam proses rantai pasokan, dalam hal melakukan kegiatan operasional pengolahan kopi dari mulai pemetikan sampai bisa diterima oleh konsumen. Dari sector petani, saat ini petani kopi sudah melakukan teknik pemanenan kopi petik matang sebagai hasil dari penyuluhan yang dilakukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan agar petani mampu menghasilkan kualitas kopi terbaik. Kopi cherry yang telah dipetik kemudian disalurkan kepada kelompok tani untuk diolah. Varian kopi buhun asal Rancakalong ini ada yang disebut kopi buhun

pucuk hijau dan kopi buhun pucuk coklat yang dikembangkan kelompok tani Paniis, dan ada juga kopi buhun yang dikembangkan oleh kelompok tani Nagarawangi. Kedua kelompok tani dari Rancakalong inilah yang merintis kopi buhun asli Sumedang yang merupakan tanaman kopi peninggalan leluhur ketika Indonesia masih dalam masa penjajahan Pemerintah Hindia Belanda. Pemanenan dilakukan saat buah kopi matang penuh, dengan ciri buah berwarna merah. Buah kopi yang dipanen pada saat matang penuh akan menghasilkan citarasa yang lebih baik dibandingkan buah kopi yang belum matang sempurna, yaitu dengan ciri buah berwarna kuning kemerahan. Jenis kopi arabika rata-rata mulai belajar berbuah pada usia 8 bulan namun hasil panen yang baik dimulai setelah usia tanaman 3-4 tahun. Musim panen kopi di wilayah Timur Gunung Manglayang berlangsung pada bulan April sampai dengan bulan Juli setipa tahunnya. Dikarenakan tingkat kematangan buah kopi tidak terjadi secara serentak maka setiap proses pemanenan memerlukan waktu selama 10-14 hari. Artinya dalam waktu 4 – 5 bulan buah kopi dapat dipanen setiap 10 – 14 hari sekali. Rata-rata satu orang pekerja mampu memetik buah kopi matang sampai 20 kg/hari.

Dari segi kelompok tani dimana, Kelompok tani merupakan pelaku selanjutnya pada rantai pasok KAJP Manglayang Timur yang memiliki peran besar dalam meningkatkan nilai tambah kopi melalui pengolahan. Kelompok tani menampung hasil panen kopi dari petani yang selanjutnya akan diolah dengan berbagai proses sesuai dengan permintaan pasar dan ketersediaan alat pengolah. Saat ini, terdapat 5 (lima) macam pengolahan hasil yang dilakukan kelompok petani, yaitu pengolahan basah yang meliputi fullwash dan semiwash, dan pengolahan kering yang terdiri dari natural, honey, dan winey. Namun, tidak semua kelompok tani akan mengolah dengan kelima jenis pengolahan kopi melainkan disesuaikan dengan target pasar yang dituju. Selanjutnya dari segi Pedagang besar, dimana Pedagang besar menampung penjualan kopi baik dari petani berupa cherry, maupun biji kopi yang sudah melalui proses pengolahan. Namun beberapa pedagang besar di dalam rantai pasok KAJP Manglayang Timur, pedagang besar lebih banyak menerima biji kopi hasil panen petani yang belum diolah yang masih dalam bentuk cherry. Hal ini dilakukan oleh pedagang besar untuk memastikan kualitas kopi yang dihasilkan, karena biji kopi matang yang dipetik petani sangat menentukan kualitas dan citarasa kopi. Oleh karena itu, terdapat beberapa pedagang besar juga merangkap sebagai pengolah kopi. Setiap proses pengolahan kopi yang dilakukan kelompok tani akan berpengaruh terhadap kebutuhan pekerja dan faktor produksi lainnya. Selanjutnya hal ini yang akan menjadi pertimbangan kelompok tani untuk memilih jenis proses pengolahan kopi yang akan dilakukan.

Dari segi pengolahan kopi Industri pengolahan juga merupakan pelaku yang menerima pasokan biji kopi dalam rantai pasok KAJP Manglayang Timur dan memprosesnya menjadi kopi instan yang siap dinikmati oleh konsumen. Industri pengolahan biasanya tidak memiliki persyaratan kualitas kopi yang tinggi karena umumnya kopi akan diproduksi secara masal dan dijual dengan harga yang sangat terjangkau oleh konsumen. Hal ini berbeda dengan konsumen penikmat dan pecinta kopi yang mengharapkan kopi bercitarasa tinggi sekalipun harus dibayar dengan harga yang lebih mahal. Oleh karena itu, industri pengolahan tidak menjadi sarana promosi yang menarik bagi KAJP Manglayang Timur, namun tetap memberikan

manfaat ekonomi dengan tersalurkannya hasil produksi kopi yang dipandang tidak memenuhi kualitas kopi specialty untuk kalangan segmen khusus penikmat kopi.

Cafe merupakan pelaku dalam rantai pasok KAJP Manglayang Timur yang menuntut kopi berkualitas tinggi. Seiring dengan menjamurnya kafe atau bahkan kedai kopi yang menjual kopi dengan penyajian fresh dari biji kopi yang telah diroasting maka menjadi sarana promosi yang efektif untuk memperkenalkan KAJP Manglayang Timur. Para pemiliki kafe banyak tertarik untuk menyajikan KAJP, termasuk dari Manglayang Timur yang memiliki kekhasan tersendiri dan pernah mendapatkan penghargaan dalam beberapa event kopi internasional yang membuat KAJP Manglayang Timur semakin dikenal di berbagai daerah. Segmen saluran pemasaran inilah yang membuat pengolah kopi memperkaya variasi proses pengolahan kopi Para pelaku dalam rantai pasok ini biasanya turun langsung ke tingkat petani untuk menyaksikan budidaya, pemanenan, dan pasca panen kopi agar dapat memastikan kualitas kopi yang mereka dapatkan. Sebagian kafe besar yang memiliki alat roasting sendiri lebih memilih untuk membeli kopi dalam bentuk greenbean, sebagian lainnya membeli roast bean.

Hasil olahan kopi dari kelompok tani sebagian dipasarkan juga melalui para pedagang eceran yang menjual produk dalam kemasan baik secara online maupun offline di toko atau kedai kopi miliknya. Pelaku usaha ini umumnya memasang iklan dan memanfaatkan media sosial sebagai sarana pemasaran. Penjualan KAJP Manglayang Timur menggunakan merk dagang dari masing-masing kelompok tani, seperti kelompok tani Paniis di Rancakalong yang menjual produk dengan merk “Kopi Prabu”, kelompok tani Maju Mekar juga dari Rancakalong menjualnya dengan merk “Kopi Boehoen Nagarawangi”, dan kelompok wanita tani (KWT) di Tanjungsari menjual dengan nama “Kofie Tanjoeng”. Semua kopi ini dijual dalam bentuk roast bean dan kopi bubuk.

Konsumen akhir dari rantai pasok KAJP Manglayang Timur adalah konsumen rumah tangga. Jenis konsumen ini terbagi menjadi konsumen kopi biasa dan konsumen kopi specialty. Konsumen kopi biasa cenderung memperoleh kopi dari industri pengolahan dalam bentuk kopi sachet atau kopi bubuk yang dikemas oleh pabrik. Segmen konsumen ini lebih banyak dan terdiri dari berbagai kalangan, khususnya dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah. Sementara untuk konsumen berpendapatan menengah atas biasanya lebih memilih kopi specialty yang harganya jauh lebih mahal dari kopi biasa.

Seiring tren konsumsi kopi yang sudah menjadi gaya hidup masyarakat saat ini, terjadi pergeseran kebiaan konsumen dari membeli kopi bubuk untuk diseduh dan dinikmati di rumah atau pun tempat kerja, begeser menjadi pembelian kopi biji yang sudah diroasting untuk digrinder dan diseduh sendiri dengan berbagai teknik brewing yang semakin variatif, seperti teknik V-60, Vietnam Drip, French Press, Syphon dan teknik manual brew lainnya. Selain itu, cara menikmati kopi yang menjadi tren adalah dengan mengunjugi kafe atau kedai kopi meskipun menawarkan kopi yang lebih mahal namun suasana dan fasilitas yang diberikan pengelola kafe mampu membuat masyarakat pecinta kopi tak segan mengeluarkan uangnya hanya demi menikmati secangkir kopi specialty.

Saat ini konsumen rumah tangga juga tak segan untuk mendatangi pusat pengolahan kopi yang dikelola kelompok tani. Bahkan menjadi kepuasan tersendiri bagi mereka untuk menggali informasi seputar kopi yang mereka beli dengan melihat langusng suasana pengolahan kopi dengan berbagai macam proses. Semakin banyak proses pengolahan kopi maka semakin banyak pilihan konsumen yang biasanya memiliki preferensi beraneka ragam. Pembelian langsung dari konsumen ke kelompok tani yang melakukan pengolahan kopi menjadikan rantai pasok KAJP Manglayang Timur semakin efisien, khususnya untuk kopi specialty.

Berdasarkan para pelaku usaha yang sudah digambarkan, Rantai pasok KAJP Manglayang Timur dapat digambarkan sebagai berikut.

Konsumen

Mancanegar

Gambar 4. Pola Alir Rantai Pasok Di KAJP Manglayang Timur

Sumber : Data diolah 2020

Petani pada umumnya menjual hasil panen berupa cherry kepada kelompok tani dan sebagian petani juga ada yang menjual langsung kepada pedagang yang sebagian besar mengolah kopi dalam bentuk greenbean dengan proses semiwash untuk disalurkan pada eksportir diluar Sumedang dan berakhir di konsumen luar negeri. Sebagian pedagang akan menyalurkan kopi olahannya, khsuusnya yang specialty, kepada industri pengolahan dan kafe atau kedai kopi atau bahkan dijadikan cendera mata bagi para pejabat di luar Sumedang yang berkunjung ke lingkungan pemerintahan Sumedang khususnya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang. Peran kelompok tani menjadi sangat strategis karena pengolahan kopi berlangsung disini. Hasilnya akan disalurkan kepada pedagang, industri pengolahan, kafe dan pedagang pengecer, bahkan bisa langsung kepada konsumen akhir di dalam negeri, khususnya pecinta kopi lokal di Sumedang.

Permasalahan pada Rantai Pasok Kopi Arabaika Java Preanger Manglayang Timur yang pertama adalah, Lahan dan argo input dimana Lahan yang bisa digunakan budidaya kopi sudah ditanami tanaman keras sehingga mempengaruhi jarak tanam dan jumlah populasi pohon kopi per hektar yang kurang ideal. Usaha tani kopi dengan pola agroforestri di bawah tegakan pinus dengan rata-rata luas lahan 0,9 ha berada pada decreasing return to scale. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabakan masih rendahnya produktivitas tersebut disebabkan keterbatasan lahan dan agro input. Jenis pohon yang ada sebagian besar merupakan pohon pinus. Kopi dapat ditanam diantara pohon pinus, namun pinus bukanlah tanaman ideal untuk menjadi tanaman pelindung kopi. kedua Penyediaan agro input masih terbatas, baik berupa peralatan dan mesin pertanian seperti sarana produksi alat pengolah tanah atau kultivar, maupun sarana produksi pupuk dan benih unggul bermutu.terakhir ketiga Keterbatasan lainnya di samping agro input yang masih terbatas adalah sarana prasarana transportasi pengangkutan dari kebun ke tempat pengolahan.

Permasalahan yang dihadapi petani terkait keterbatasan lahan budidaya kopi sebetulnya sudah teratasi dengan adanya lahan milik Perhutani KPH Sumedang. Hal ini dapat mengatasi keterbatasan lahan yang dimiliki petani, apalagi untuk kopi arabika idealnya tumbuh di atas 1.000 mdpl yang biasanya merupakan lahan konservasi milik negara. Kompensasi yang diberikan petani kepada perhutani KPH Sumedang adalah dengan berbagi hasil panen kopi cherry sebesar 25 persen. Sharing hasil kopi ini digunakan oleh pihak Perhutani untuk membayar pajak dan biaya administratif lainnya. Namun demikian, petani tetap mengharapkan ada keringanan dalam bagi hasil karena penanaman kopi oleh masyarakat telah memberikan manfaat antara lain penambahan jumlah tegakan pohon dan berkurangnya ilegal logging. Saat ini areal lahan Perhutani KPH Sumedang yang ditanami kopi seluas 831 hektar dari total hutan yang dikolal seluas 36.547 hektar. Ketersediaan lahan yang masih terbuka luas bagi masyarakat yang ingin membudidayakan kopi ternyata belum sepenuhnya menjawab permasalahan yang dihadapi petani dalam meningkatkan daya saing KAJP Manglayang Timur khususnya dalam peningkatan produktivitas. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabakan masih rendahnya produktivitas tersebut disebabkan keterbatasan lahan dan agro input.

Permasalahan kedua adalah budidaya Sebagai pembudidaya kopi yang berhasil merilis varietas kopi buhun pucuk hijau dan pucuk coklat, petani masih perlu ditingkatkan kapasitasnya dalam persemaian benih. Kemampuan ini diperlukan mengingat saat ini benih unggul yang akan dikembangkan adalah benih lokal yang merupakan peninggalan sejarah ketika kopi menjadi komoditas unggul di masa penjajahan Hindia Belanda sehingga dari kesesuaian agroklimatnya sudah teruji dibandingkan benih yang saat ini tersebar di kebun kopi. Diperlukan peningkatan kapasitas untuk melakukan perbanyakan benih secara vegetatif. Apalagi selama ini benih yang digunakan petani sudah menurun kualitasnya dari benih asalnya. Kemampuan lainnya yang perlu ditingkatkan untuk mendukung pengembangan benih kopi buhun adalah teknik budidaya untuk mengganti varietas kopi yang sudah ada dengan varietas unggul tanpa harus menanam dari awal untuk kebun kopi yang sudah ada. Aktivitas budidaya yang cukup strategis adalah perawatan kebun khususnya pada kebun kopi yang masih baru. Pembersihan gulma

yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman kopi mutlak dilakukan secara rutin. Kendala yang dihadapi petani adalah besarnya biaya yang harus dialokasikan untuk pembersihan ini. Rata-rata petani harus membayar biaya borongan. Pemanenan kopi sudah cukup baik dilakukan petani dengan menerapkan panen petik matang. Petani sudah memahami bahwa hanya kopi yang matang saja yang akan memberikan rasa yang enak dan kopi cherry yang seragam kematangannya dihargai lebih tinggi. Dalam pemanenan kopi terkadang petani mendapatkan biji kopi luwak meskipun dalam jumlah yang tidak banyak, namun kopi luwak ini memiliki harga yang lebih tinggi. Hasil panen berupa cherry biasanya diangkut langsung disalurkan ke kelompok tani untuk diolah. Pengangkutan dari kebun ke kelompok tani sebenarnya bisa menjadi lebih efisien jika petani dapat mengolah terlebih dahulu biji kopi cherry yang telah dipanen menjadi kopi gabah dengan mesin pullper dengan cara menyimpan mesin tersebut di area kebun kopi. Hasil limbah kulit kopi yang telah terkupas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman kopi dan kopi yang telah dikupas menjadi lebih ringan untuk diangkut ke tempat pengolahan atau terjadi peningkatan kapasitas kopi yang diangkut dari kebun karena kulit luarnya telah dibuang. Keuntungan lainnya adalah peningkatan nilai tambah yang diterima petani karena kopi yang dijual ke pengolah sudah dalam bentuk kopi gabah. Hal ini memungkinkan dilakukan jika petani dapat membangun Unit Pengolah Hasil (UPH) kopi di sekitar area perkebunan, namun hal ini perlu dikomunikasikan dengan pihak Perhutani untuk perijinan dan regulasinya.

Permasalahan ketiga Pasca panen dan pengolahan, dimana terdapat sebagian peralatan yang kurang memenuhi standar kehigienisan sehingga dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen. Selain itu, kinerja mesin pullper dan huller yang dimiliki kelompok tani masih kurang optimal, terutama dari kapasitasnya. Belum semua kelompok tani KAJP Manglayang Timur memiliki alat pengolahan yang lengkap dari mulai alat pullper, huller, roasting, hingga bangunan unit pengolah hasil (UPH). Peralatan pengolah kopi dengan kapasitas besar biasanya memiliki daya listrik yang besar sehingga dalam penyalurannya harus disesuaikan dengan kemampuan kelompok penerima agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Usaha yang sudah ditempuh untuk meningkatkan kemampuan pengolahan kopi kelompok tani salah satunya melalui coaching clinic. Kendala lainnya adalah lantai jemur yang luas dan memadai juga masih belum optimal sehingga membatasi kemampuan produksi.

Permasalahan yang ke empat adalah pemasaran, dimana KAJP Manglayang Timur sebagai bagian dari KAJP di Jawa Barat masih belum sepopuler kopi dari daerah lainnya, seperti Garut, Bandung, dan Bandung Barat. Namun demikian, permintaan kopi asal Rancakalong sudah mulai masuk ke kafe dan kedai kopi di berbagai daerah, khususnya Jawa Barat. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan koperasi yang akan membantu dan meningkatkan posisi tawar petani dan membantu mengatasi permasalahan petani dari hulu hingga hilir. Sarana promosi lainnya yang sudah ditempuh selama ini oleh beberapa pengusaha kopi adalah melalui sarana festival kopi, baik di tingkat lokal Sumedang, Regional Jawa Barat, Nasional, bahkan hingga tingkat Internasional. Perangkat daerah yang terkait, seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dan Dinas Koperasi UMKM Perdagangan dan Perindustrian, telah banyak memfasilitasi penggiat kopi di

Sumedang untuk mengikuti berbagai event sekaligus mempromosikan kopi asal Sumedang, salah satunya KAJP Manglayang Timur. Untuk mempertahankan produksi kopi KAJP Manglayang Timur sebagai komoditas unggulan Kabupaten Sumedang terkadang petani dihadapkan pada pragmatisme ketika ada pedagang pengumpul dari daerah lain yang menawarkan harga sedikit lebih tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan agar kesejahteraan petani dapat ditingkatkan sehingga tidak mudah tergoda dengan tawaran harga yang hanya sedikit lebih mahal dengan menjual hasil panen sehingga nilai tambah yang dihasilkan tidak dinikmati petani lokal dan reputasi KAJP Manglayang Timur dapat dipertahankan. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan koperasi yang akan membantu dan meningkatkan posisi tawar petani dan membantu mengatasi permasalahan petani dari hulu hingga hilir.

Pemanenan kopi sudah cukup baik dilakukan petani dengan menerapkan panen petik matang. Petani sudah memahami bahwa hanya kopi yang matang saja yang akan memberikan rasa yang enak dan kopi cherry yang seragam kematangannya dihargai lebih tinggi. Dalam pemanenan kopi terkadang petani mendapatkan biji kopi luwak meskipun dalam jumlah yang tidak banyak, namun kopi luwak ini memiliki harga yang lebih tinggi. Hasil panen berupa cherry biasanya diangkut langsung disalurkan ke kelompok tani untuk diolah. Pengangkutan dari kebun ke kelompok tani sebenarnya bisa menjadi lebih efisien jika petani dapat mengolah terlebih dahulu biji kopi cherry yang telah dipanen menjadi kopi gabah dengan mesin pullper dengan cara menyimpan mesin tersebut di area kebun kopi. Hasil limbah kulit kopi yang telah terkupas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman kopi dan kopi yang telah dikupas menjadi lebih ringan untuk diangkut ke tempat pengolahan atau terjadi peningkatan kapasitas kopi yang diangkut dari kebun karena kulit luarnya telah dibuang. Keuntungan lainnya adalah peningkatan nilai tambah yang diterima petani karena kopi yang dijual ke pengolah sudah dalam bentuk kopi gabah. Hal ini memungkinkan dilakukan jika petani dapat membangun Unit Pengolah Hasil (UPH) kopi di sekitar area perkebunan, namun hal ini perlu dikomunikasikan dengan pihak Perhutani untuk perijinan dan regulasinya. Sarana promosi lainnya yang sudah ditempuh selama ini oleh beberapa pengusaha kopi adalah melalui sarana festival kopi, baik di tingkat lokal Sumedang, Regional Jawa Barat, Nasional, bahkan hingga tingkat Internasional.

Perangkat daerah yang terkait, seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dan Dinas Koperasi UMKM Perdagangan dan Perindustrian, telah banyak memfasilitasi penggiat kopi di Sumedang untuk mengikuti berbagai event sekaligus mempromosikan kopi asal Sumedang, salah satunya KAJP Manglayang Timur. Selain itu, Perhutani juga mengadakan event Kopi Leuweung untuk membantu petani mempromosikan kopi yang dihasilkan dari kawasan hutan yang dikelola Perhutani. Namun, hasil mengikuti event atau festival kopi masih memerlukan tindaklanjut agar dapat menjadi sarana pemasaran efektif dan memperluas jejaring pemasaran yang lebih luas.

Rekomendasi hasil penelitian berkaitan dengan Kebijakan untuk Pengembangan Kopi Arabaika Java Preanger Manglayang Timur diantaranya yang pertamana, Setelah mengetahui pelaku usaha yang terlibat dalam rantai pasok KAJP Manglayang Timur dan aktivitas yang dilakukan pada setiap rantai berikut permasalahan yang dihadapi maka diperlukan intervensi kebijakan oleh para pemangku kepentingan sebagai diantaranya : Penetapan regulasi untuk mengembangan KAJP yang berada pada kawasan hutan gunung Manglayang Timur, diperlukan komunikasi dan negosiasi yang lebih mendalam antara pemerintah daerah Sumedang dengan Perhutani KPH Sumedang untuk merumuskan regulasi yang dapat menjembatani kebutuhan petani kopi terkait pemanfaatan lahan hutan yang saling menguntungkan dengan tetap menjaga nilai-nilai konservasi dan pelestarian lingkungan.

Selanjutnya Penetapan prioritas komoditas unggulan daerah yang akan dikembangkan melalui sinergi kebijakan dan program antar stakeholder. Pemerintah Kabupaten Sumedang perlu menetapkan komoditas unggulan yang akan menjadi prioritas pengembangan dalam perencanaan jangka menengah daerah yang didukung sinergi seluruh perangkat daerah dan para pemangku kepentingan lainnya, baik akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media massa. Serta terakhir adalah Peningkatan produktivitas masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan oleh stakeholder kopi untuk meningkatkan produktivitas KAJP Manglayang Timur

Berdasarkan hasil survey dan analisis rantai pasok, terdapat tiga tahapan utama dalam usaha tani kopi di wilayah Manglayang Timur yaitu tahapan budidaya, pengolahan dan pemasaran. Untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi pada usaha tani kopi tersebut Pemerintah Kabupaten Sumedang perlu mensinergikan peran pada setiap Perangkat Daerah. Pada tahapan budidaya kopi, nilai tambah ekonomi dapat ditempuh melalui peningkatan produktivitas kopi. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan memiliki peran utama untuk meningkatkan produktivitas kopi di wilayah Manglayang Timur, diantaranya : Pertama fasilitasi Sarana dan prasarana produksi seperti bibit dan pupuk melalui Program peningkatan produksi pertanian / perkebunan. Kedua pelatihan dan peningkatan kapasitas petani kopi dilaksanakan pada Program Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian / Perkebunan Lapangan. Ketiga Pemberian Alat mesin pertanian yang terkait dengan budidaya kopi dan pembangunan jalan usaha pertanian melalui Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian / Perkebunan.

Di samping itu berdasarkan hasil survey pada beberapa sentra penanaman kopi di Wilayah Manglayang Timur diperlukan peningkatan dan pemeliharaan jalan agar memudahkan para petani dalam mengangkut sarana produksi.

Sinergitas program dan kegiatan antar Perangkat Daerah pada tahapan pengolahan kopi bertujuan untuk lebih meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil olahan kopi di Wilayah Manglayang Timur. Pada tahap ini Perangkat Daerah yang perlu bersinergi adalah (1) Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Industri dan (2) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5.Sinergitas Program untuk meningkatkan produktivitas kopi

Sumber : Data diolah 2020

Gambar 6. Sinergitas Program untuk mengoptimalkan hasil pengolahan kopi

Sumber : Data diolah 2020

Pada tahapan pemasaran kopi, sinergitas antara (1) Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Industri (2) Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (3) Dinas Pekerjaan Umum dapat meningkatkan kapasitas pemasaran kopi di Wilayah Manglayang Timur. Pelatihan dan sarana pemasaran kopi dapat difasilitasi melalui (1) Program Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian/Perkebunan dan (2) Program Pengembangan Kewirausahaan dan keunggulan Kompetitif UKM. Pemerintah daerah dapat memberikan sebuah fasilitas yaitu dikeikutsertaan pelaku umkm kopi untuk mempromosikan produknya pada event promosi tingkat daerah dan nasional melalui Program Peningkatan Efesiensi Perdagangan Dalam Negeri.

Sinergitas program antar Perangkat Daerah untuk meningkatkan kapasitas pemasaran kopi di Wilayah Manglayang Timur divisualisasikan sebagai berikut:

Gambar 7. Sinergitas Program untuk meningkatkan kapasitas pemasaran kopi

Sumber : Data diolah 2020

Sinergitas program antar perangkat daerah merupakan rekomendasi intern bagi pemerintah Kabupaten Sumedang, lebih jauh lagi diperlukan sinergi dengan stakeholder lainnya, seperti akademisi, petani dan kelompok tani kopi, asosiasi pedagang dan pelaku usaha kopi, dan komunitas masyarakat yang banyak berkecimpung dalam industri kopi. Selain itu tidak kalah pentingnya adalah membangun komitmen dan kerja sama yang baik dengan Perhutani KPH Sumedang yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan lahan kehutanan yang digunakan untuk budidaya kopi.

SIMPULAN

Rantai pasok (supply chain) KAJP Manglayang Timur terbagi menjadi dua saluran utama dari indikator orientasi pasar, dan terdiri dari pasar ekspor dengan pasar domestik. Berbagai institusi yang memiliki keterkaitan dengan rantai pasokan ini adalah pertama para petani, kedua kelompok tani, ketiga pedagang besar, ke empat industri pengolahan, ke lima kafe atau kedai kopi, yang terakhir adalah para konsumen rumah tangga. Masih terdapat kendala yang dihadapi pelaku usaha pada setiap aktivitas rantai pasok, khususnya pada penyediaan agro input dan proses budidaya yang belum mendukung peningkatan produktivitas, keterbatasan dari segi alat untuk melakukan pengolahan, serta ditambah dari segi pemasaran yang belummaksimal karena belum terintegrasinya penyedia dengan para pelaku usaha sehingga daya saingnya belum optimal. Diperlukan kebijakan terarah dan integratif dari pemerintah kabupaten sumedang untuk mendukung iklim usaha kopi agar KAJP Manglayang Timur dapat menjadi komoditas unggulan yang mampu mendorong aktivitas perekonomian masyarakat.

Pengembangan KAJP Manglayang Timur memerlukan sinergi yang baik antar stakeholder terutama untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi dari hulu hingga hilir. Diperlukan peran pemerintah daerah yang lebih besar dalam hal regulasi yang bisa menjembatani kepentingan masyarakat pengguna lahan dengan perhutani, misalnya dalam pembangunan jalan yang mempermudah akses agro input, aktivitas budidaya, hingga pasca panen. Akses jalan yang baik diharapkan dapat mendorong aktivitas agrowisata kebun kopi sehingga lebih banyak kopi yang diolah untuk konsumsi domestik dan semakin besar nilai tambah yang diperoleh masyarakat pengolah kopi. Sinergi program antar perangkat daerah dan stakeholder lainnya diperlukan untuk meningkatkan produksi, pengolahan, dan pemasaran kopi.

REFERENSI

Arif, M. (2018). Supply Chain Management. Yogyakarta. Deepublish.

BANK INDONESIA. (2016). Penelitian KPJU Unggulan UMKM di Provinsi Jawa Barat.

BPS Kabupaten Sumedang. (2017). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sumedang menurut Lapangan Usaha 2012 - 2016.

Ceha, R., Dzikron, M., Muhamad, C. R., Syahmi, M. F., & Riyanto, S. (2019). The Proposal Of West Java Export Coffee Distribution Model. MIMBAR : Jurnal Sosial       Dan       Pembangunan,       35(1),       221–234.

https://doi.org/10.29313/mimbar.v35i1.4428

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang. (2018). Perkembangan Usaha Kopi dikabupaten Sumedang.

Hartati, M. H. (2016). Analisa Risiko Rantai Pasok Lopo Mandailing Kopi dengan Pendekatan Sistem Traceability. Jurnal Teknik Industri: Jurnal Hasil Penelitian Dan Karya Ilmiah Dalam Bidang Teknik Industri, 2(1), 81. https://doi.org/10.24014/jti.v2i1.5066

Hutabarat, B. (2016). Analisis Saling-Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia. Jurnal Agro Ekonomi, 24(1), 21. https://doi.org/10.21082/jae.v24n1.2006.21-40

Jaya, R. (2013). Model Pengelolaan Pasokan Dan Risiko Mutu Rantai Pasok Kopi Gayo a Model of Supply and Risk Quality Management. Jurnal Teknologi Dan Industri Pertanian Indonesia, 5(3), 24–32.

Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 830/Kpts/RC.040/12/2016 tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional. (2016).

Lee J. Krajewski, L. P. R. (2007). Operations Management Processes And Value Chain. NJ: Pearson Education.

Mahdalena, & Roliani, S. (2018). Analisis Nilai Tambah Usaha Rumah Tangga Asinan Cempedak Di Desa Riwa Kecamatan Batu Mandi Kabupaten Balangan. Ziraa’ah, 43(1), 40–51.

Pujawan Dan Mahendrawathi. (2017). Supply Chain Management Edisi 3 (I). Surabaya. Guna Widya.

Purnama, S. (2016). Mengenal Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) Yang Telah Mendapat          Perlindungan          Indikasi          Geografis.

http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/artikel/detailartikel/119

Purnama S. (2017). Kopi Java Preanger Raih Dua Award Pada Event MICE 2017 Australia. http://disbun.jabarprov.go.id/index.php/berita/detailberita/732

Purnama, Siti. (2016). Mengenal Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) Yang Telah Mendapat Perlindungan Indikasi Geografis. Disbun.Jabarprov.go.Id.

Putra, S., & Ferry, Y. (2015). Keragaan Kopi Arabika Java Preanger di Jawa Barat. SIRINOV, 3(3), 113–126.

Siswandi, T. O., Suryawan Wiranatha, A. A. P. A., & Hartiati, A. (2019). Pengembangan Manajemen Rantai Pasok Kopi Arabika Kintamani Bali. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen   Agroindustri,   7(1),   113.

https://doi.org/10.24843/jrma.2019.v07.i01.p12

Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.

3532