PENGARUH SIKAP KASAR PENGAWAS (ABUSIVE SUPERVISION) TERHADAP NIAT PINDAH (TURNOVER INTENTION)
on
E-Jurnal Manajemen, Vol. 9, No. 8, 2020 : 2956-2975
ISSN : 2302-8912
DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2020.v09.i08.p04
PENGARUH SIKAP KASAR PENGAWAS (ABUSIVE SUPERVISION) TERHADAP NIAT PINDAH (TURNOVER INTENTION)
I Made Ganeswara Yulmia1
Made Surya Putra2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia email: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah untuk menganalisis pengaruh abusive supervision terhadap turnover intention. Penelitian ini digolongkan pada penelitian asosiatif. Penelitian ini dilakukan di PT Alamboga Internusa Denpasar. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah abusive supervision dan turnover intention. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 90 karyawan yang dihitung dengan metode penentuan sampling jenuh. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan kuesioner. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa abusive supervision tidak berpengaruh terhadap turnover intention. Hasil ini berarti bahwa sikap kasar pengawas yang semakin tinggi tidak akan berpengaruh terhadap niat pindah karyawan. Hasil penelitian ini memberikan sebuah implikasi kepada PT. Alamboga Internusa mengenai sikap kasar pengawas tidak berpengaruh terhadap niat pindah dari karyawan PT Alamboga Internusa. Saran yang dapat diberikan untuk manajemen PT Alamboga Internusa untuk mengurangi sikap kasar pengawas untuk dapat mengurangi niat pindah karyawannya. Bagi Peneliti selanjutnya, disarankan untuk menggunakan variabel lain yang dapat menjadi penyebab turnover intention.
Kata kunci: abusive supervision, turnover intention
ABSTRACT
The research objective to be achieved is to analyze the effect of abusive supervision on turnover intention. This research is classified as associative research. This research was conducted at PT Alamboga Internusa Denpasar. The object of research in this study is abusive supervision and turnover intention. The number of samples taken was 90 employees calculated by the method of determining the saturation sampling. Data collection is done through interviews and questionnaires. The results of this study show that abusive supervision has no effect on turnover intention. These results mean that the higher the supervisor's rude attitude will not affect the intention to move employees. The results of this study have an implication for PT. Alamboga Internusa regarding the supervisor's rude attitude does not affect the intention to move from PT Alamboga Internusa employees. Suggestions can be given to the management of PT Alamboga Internusa to reduce the abusive attitude of supervisors in order to reduce the intention to move employees. For further researchers, it is recommended to use other variables that can be the cause of turnover intention.
Keywords: abusive supervision, turnover intention
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam perusahaan berperan sangat penting bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Sumber daya manusia adalah semua hal yang menyangkut potensi yang dimiliki manusia di mana potensi tersebut berupa kemampuan dalam berfikir, berkomunikasi, bertindak, dan bermoral yang baik dalam melaksanakan suatu kegiatan yang bersifat teknis maupun manajerial (Ardana dkk., 2012). Perilaku berbahaya dan merusak dalam organisasi menyebabkan kerusakan pada organisasi dan orang lain di tempat kerja (Mitchell dan Ambrose, 2007;Palanski et al., 2014). Dua bentuk perilaku tempat kerja destruktif yang paling umum dan saling terkait tersebut adalah abusive supervision dan perilaku menyimpang bawahan (Avey et al., 2015;Coetzee dan Dyk, 2018).
Abusive supervision tidak memiliki komponen etis dan didefinisikan sebagai sejauh mana penyelia langsung terlibat dalam tindakan permusuhan verbal dan nonverbal yang konsisten terhadap bawahan (Bouckenooghe et al., 2015; Tepper, 2000). Pengawas dianggap sebagai pemeran utama karena perilaku langsung ke karyawan memiliki dampak besar, positif atau negatif (abusive supervision), pada kehidupan kerja bawahan mereka (Rahimnia dan Sharifirad, 2015).
Tepper (2000) menemukan bahwa abusive supervision memengaruhi persepsi bawahan tentang keadilan organisasi. Menurut Harris et al. (2007) abusive supervision ditandai oleh penilaian subyektif dari karyawan dimana karyawan yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda ketika dihadapkan dengan atasan yang sama. Efek dari abusive supervision mungkin tidak sebanyak yang berbahaya secara fisik tetapi lebih cenderung meninggalkan kepedihan.
Seorang bawahan dengan turnover intention tinggi telah memperoleh tujuan yang disengaja untuk keluar dari organisasi tertentu dan terputus secara emosional dari orang lain (DeTienne et al., 2012). Putusnya hubungan dan pelepasan dari orang lain yang berasal dari abusive supervision meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku subordinasi agresif terhadap orang lain mungkin terjadi (Coetzee dan Dyk, 2018).
Turnover intention merupakan suatu keadaan di mana karyawan memiliki niat yang dilakukan secara sadar untuk mencari suatu pekerjaan lain sebagai alternatif di organisasi yang berbeda dan turnover adalah pergerakan keluarnya tenaga kerja dari tempatnya bekerja (Abdillah, 2012). Mbah dan Ikemefuna (2012) mengungkapkan bahwa perputaran karyawan yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai potensi biaya bagi perusahaan.
Turnover yang tinggi berbahaya bagi perusahaan dan hal tersebut juga mengurangi efisiensi dan produktivitas organisasi (Joarder et al., 2011). Efek negatif tingginya tingkat turnover karyawan juga dapat menimbulkan pemborosan biaya yang cukup besar karena perusahaan harus menginvestasikan biaya untuk melakukan rekrutmen, orientasi, pelatihan, lembur, dan pengawasan (Suryani, 2011).
PT Alamboga Internusa merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang supplier makanan untuk hotel, restaurant, café, dan supermarket. Dalam situasi yang dialami oleh perusahaan pada umumnya PT Alamboga Internusa juga mengalami masalah pada tingkat turnover karyawan. Hal tersebut terlihat dari data
tingkat turnover karyawan PT Alamboga Internusa di tahun 2018 yang disajikan Tabel 1. sebagai berikut:
Tabel 1.
Tingkat Turnover Karyawan PT. Alamboga Internusa Tahun 2018 | ||||||
No. |
Bulan |
Awal (Orang) |
Masuk (Orang) |
Keluar (Orang) |
Akhir (Orang) |
Turnover Rate (%) |
1 |
Januari |
87 |
1 |
4 |
84 |
4,6 |
2 |
Februari |
84 |
- |
9 |
75 |
11,3 |
3 |
Maret |
75 |
4 |
2 |
77 |
2,6 |
4 |
April |
77 |
3 |
3 |
77 |
3,9 |
5 |
Mei |
77 |
16 |
3 |
90 |
3,6 |
6 |
Juni |
90 |
4 |
3 |
91 |
3,3 |
7 |
Juli |
91 |
9 |
4 |
96 |
4,2 |
8 |
Agustus |
96 |
5 |
5 |
96 |
5,2 |
9 |
September |
96 |
5 |
6 |
95 |
6,2 |
10 |
Oktober |
95 |
- |
2 |
93 |
2,1 |
11 |
November |
93 |
- |
2 |
91 |
2,2 |
12 |
Desember |
91 |
2 |
3 |
90 |
3,3 |
Sumber: HRD PT. Alamboga Internusa, 2019 |
Data Tabel 1, menunjukkan data tingkat turnover karyawan PT. Alamboga Internusa pada tahun 2018 yang cenderung mengalami peningkatan dan tertinggi pada bulan Februari. Jika hal tersebut tetap terjadi maka akan berdampak tidak baik bagi perusahaan.
Tepper (2000) mengonseptualisasikan abusive supervision adalah persepsi bawahan tentang sejauh mana pengawas terlibat dalam tampilan berkelanjutan perilaku bermusuhan verbal dan nonverbal, tidak termasuk kontak fisik. Contoh-contoh pengawasan yang melecehkan termasuk memalukan karyawan di pubis, mengejek, meremehkan, kekasaran, melanggar janji, dan mengambil beberapa perilaku tidak pantas lainnya (Tepper, 2000). Menurut Harris et al. (2007), abusive supervision ditandai oleh hal berikut: penilaian subyektif dari karyawan di mana karyawan yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda ketika dihadapkan dengan atasan yang sama; "tampilan berkelanjutan" daripada acara temporal; tidak termasuk dalam lingkup perilaku kekerasan; dan bertindak sendiri alih-alih niat perilaku.
Abusive supervision menghasilkan konsekuensi yang tidak menguntungkan. Pertama, abusive supervision adalah stresor di tempat kerja yang secara positif terkait dengan hasil psikologis yang merugikan, seperti peningkatan depresi (Haggard et al., (2011), penurunan kepuasan kebutuhan psikologis (Lian et al., (2012), dan kesejahteraan afektif yang buruk (Kernan et al., 2011). Karyawan dapat menanggapi abusive supervision dengan hasil kehidupan yang tidak diinginkan. Carlson et al. (2012) mengamati bahwa abusive supervision menyebabkan pemadaman kerja karyawan, yang pada gilirannya mengintensifkan konflik pekerjaan-keluarga.
Persepsi abusive supervision juga telah terhubung dengan hasil signifikan dan hasil pekerjaan, yaitu persetujuan pekerjaan (Tepper, 2000), janji manajerial (Duffy dan Ferrier, 2003), pemenuhan tanggung jawab dan kinerja keluarga (Carlson et al., 2011), penarikan pekerjaan (Chi dan Liang, 2013), dan ketidaksepakatan unit
keluarga (Hoobler dan Hu, 2013). Liu et al. (2010) mengemukakan bahwa akibat supervisi interpersonal yang sewenang-wenang dapat terjadi. Schyns dan Schilling (2013) mengemukakan ketika karyawan menderita abusive supervision, itu mencegahnya dari melakukan yang baik untuk orang lain dan membantu mereka. Untuk menjaga keseimbangan, karyawan yang kasar akan memperlakukan karyawan dan bawahan lainnya secara negatif.
Susanto dkk. (2019) menemukan sikap pengawas kasar tidak berpengaruh terhadap niat pindah karyawan karena apabila suatu wilayah tingkat bargaining power tenaga kerja rendah karena lapangan kerja terbatas, maka kekuasaan atasan sangat dominan. Tenaga kerja akan susah mencari tempat kerja yang baik, sehingga meskipun suasana kerja kurang kondusif, karyawan akan bertahan untuk tetap bekerja diperusahaan tersebut karena switching cost nya tinggi. Teori yang melandasi penelitian ini yaitu teori pertukaran sosial (social exchange theory). Menurut Jia et al. (2014) teori pertukaran sosial adalah salah satu perspektif teoritis yang dominan untuk memahami pengaruh hubungan organisasi dengan pegawai.
Pengawasan yang kasar tidak memiliki komponen etis dan didefinisikan sebagai sejauh mana penyelia langsung terlibat dalam tindakan permusuhan verbal dan non-verbal yang konsisten terhadap bawahan (Bouckenooghe et al., 2015; Tepper, 2000). Pengawas dianggap sebagai pemain peran utama karena perilaku langsung ke bawah mereka memiliki dampak besar, positif atau negatif (abusive supervision), pada kehidupan kerja bawahan mereka (Rahimnia dan Sharifirad, 2015).
Schyns dan Schilling (2013) melaporkan hubungan positif antara pengawasan kasar dan niat berpindah (r = 0,22) dan juga mendesak untuk studi lebih lanjut di bidang ini, karena niat berpindah bawahan adalah salah satu hasil yang paling tidak dipelajari dalam bidang pengawasan kasar. Kekhawatiran serupa juga dikemukakan oleh Mackey et al. (2017) dalam meta-analisis dan tinjauan empiris mereka, karena mereka hanya mengidentifikasi satu studi tunggal (Gopalkrishnan, 2013) yang telah menggunakan sampel India.
Susanto dkk. (2019) menemukan sikap pengawas kasar tidak berpengaruh terhadap niat pindah karyawan karena apabila suatu wilayah tingkat bargaining power tenaga kerja rendah karena lapangan kerja terbatas, maka kekuasaan atasan sangat dominan. Tenaga kerja akan susah mencari tempat kerja yang baik, sehingga meskipun suasana kerja kurang kondusif, karyawan akan bertahan untuk tetap bekerja diperusahaan tersebut karena switching cost nya tinggi.
H1: Abusive supervision berpengaruh positif terhadap turnover intention.
Menurut Tamtelahitu (2011) pertukaran sosial yang tidak seimbang akan menyebabkan adanya perbedaan kekuasaan karena dalam pertukaran tersebut ada pihak yang merasa lebih berkuasa dan mempunyai kemampuan menekan dan di lain pihak ada yang dikuasai serta merasa ditekan. Menurut Jia et al. (2014) teori pertukaran sosial adalah salah satu perspektif teoritis yang dominan untuk memahami pengaruh hubungan organisasi dengan pegawai. Teori ini menekankan efek timbal balik pada hubungan jangka panjang di antara para pemangku kepentingan dalam organisasi (misalnya, karyawan dan manajer) (Paillé dan Mejía-Morelos, 2014).
Teori pertukaran sosial menjelaskan individu yang mengalami kepuasan kerja, dapat meningkatkan usaha mereka dan menurunkan perilaku-perilaku yang tidak produktif di organisasi maupun perusahaan (Bontis et al., 2011). Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh organisasi, mereka akan cenderung untuk bersikap dan berperilaku lebih positif pada organisasi. Cheung (2013) menambahkan teori pertukaran sosial mengakibatkan perilaku individu menjadi efektif, seperti meningkatnya kinerja dan membantu sesama rekan kerja serta adanya rasa saling mendukung dengan pimpinan atau organisasi.
Menurut Serim et al. (2014) menyatakan bahwa hubungan di tempat kerja memiliki unsur-unsur dari teori pertukaran sosial karena mereka melakukan prilaku timbal balik. Teori pertukaran sosial dapat terjadi apabila antara karyawan dan organisasi mampu memberikan sesuatu hal yang didasari pada kepercayaan (Aswin dan Rahyuda, 2017).
Turnover merupakan masalah serius di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia yang berhubungan terhadap perputaran tenaga kerja yang tinggi (Kumar et al., 2012). Turnover intention adalah sebuah tujuan seorang individu untuk meninggalkan atau tetap berada dalam suatu organisasi (DeTienne et al., 2012). Turnover intention adalah kecenderungan dimana seorang individu memiliki suatu kemungkinan dalam meninggalkan perusahaan dan juga dapat diartikan sebagai niat karyawan untuk keluar dari organisasi, dalam bentuk pengunduran diri maupun pemberhentian (Putri Rarasanti dan Suana, 2016).
Menurut Witasari (2009) variabel turnover intention dapat diukur menggunakan indikator sebagai berikut : (1) Kecenderungan berfikir untuk meninggalkan organisasi, indikator ini diukur dari sering tidaknya karyawan berfikir untuk keluar dari perusahaan; (2) Keinginan akan mencari pekerjaan pada organisasi lain, indikator ini diukur dari cocok tidaknya karyawan berada di lingkungan tempat dia bekerja; (3) Kemungkinan meninggalkan organisasi, indikator ini diukur dengan adanya keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan tempatnya bekerja; (4) Kemungkinan meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, indikator ini diukur dari karyawan akan mencari pekerjaan lain tahun depan; (5) Kemungkinan meninggalkan organisasi bila ada kesempatan lebih baik, indikator ini diukur dari evaluasi karyawan untuk menemukan pekerjaan lebih baik di tempat lain
Efek jelek dari besarnya tingkat turnover pegawai pula bisa membuat terjadinya pembengkakan beban yang lumayan tinggi dikarenakan organisasi lainnya haruslah membuat suatu investasi beban dalam melaksanakan rekrutmen, orientasi, pelatihan, lembur, serta pengawasan (Suryani, 2011). Turnover yang tinggi dapat berdampak buruk bagi organisasi seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga kerja yang ada serta tingginya biaya pengelolaan SDM seperti biaya pelatihan yang sudah dilakukan pada karyawan sampai dengan biaya rekrutmen dan pelatihan kembali (Sartika, 2014). Turnover atau employee turnover dapat didefinisikan sebagai sebuah tingkat di mana orang-orang meninggalkan organisasi (Armstrong dan Taylor, 2014).
(Rivai dan Sagala, 2011:238) menyatakan bahwa turnover intention adalah keinginan pekerja untuk berhenti dari perusahaan karena mempunyai maksud untuk
pindah ke perusahaan lain dan untuk mencari tantangan dalam mengembangkan sumber daya yang dimilikinya. Menurut Sidharta (2011) turnover intention adalah suatu bentuk dari karyawan untuk menarik diri pada dunia kerja dan karyawan tersebut juga memiliki hak untuk menentukan kepuasan untuk tetap bekerja atau mengundurkan diri dari perusahaan. Tindakan turnover intention bagi perusahaan maupun organisasi dapat menyebabkan hilangnya individu yang berkompeten (Yuliasia dkk., 2012). Turnover intention adalah kecenderungan niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Susiani, 2014).
Tepper (2000) mengonseptualisasikan abusive supervision adalah persepsi bawahan tentang sejauh mana pengawas terlibat dalam tampilan berkelanjutan perilaku bermusuhan verbal dan nonverbal, tidak termasuk kontak fisik. Contoh-contoh pengawasan yang melecehkan termasuk memalukan karyawan di pubis, mengejek, meremehkan, kekasaran, melanggar janji, dan mengambil beberapa perilaku tidak pantas lainnya (Tepper, 2000). Menurut Harris et al. (2007), abusive supervision ditandai oleh hal berikut: penilaian subyektif dari karyawan di mana karyawan yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda ketika dihadapkan dengan atasan yang sama; "tampilan berkelanjutan" daripada acara temporal; tidak termasuk dalam lingkup perilaku kekerasan; dan bertindak sendiri alih-alih niat perilaku.
Abusive supervision menghasilkan konsekuensi yang tidak menguntungkan. Pertama, abusive supervision adalah stresor di tempat kerja yang secara positif terkait dengan hasil psikologis yang merugikan, seperti peningkatan depresi (Haggard et al., 2011), penurunan kepuasan kebutuhan psikologis (Lian et al., 2012), dan kesejahteraan afektif yang buruk (Kernan et al., 2011). Karyawan dapat menanggapi abusive supervision dengan hasil kehidupan yang tidak diinginkan. Carlson et al. (2012) mengamati bahwa abusive supervision menyebabkan pemadaman kerja karyawan, yang pada gilirannya mengintensifkan konflik pekerjaan-keluarga.
Persepsi abusive supervision juga telah terhubung dengan hasil signifikan dan hasil pekerjaan, yaitu persetujuan pekerjaan (Tepper, 2000), janji manajerial (Duffy dan Ferrier, 2003), pemenuhan tanggung jawab dan kinerja keluarga (Carlson et al., 2011), penarikan pekerjaan (Chi dan Liang, 2013), dan ketidaksepakatan unit keluarga (Hoobler dan Hu, 2013). Liu et al. (2010) mengemukakan bahwa akibat supervisi interpersonal yang sewenang-wenang dapat terjadi. Schyns dan Schilling (2013) mengemukakan ketika karyawan menderita abusive supervision, itu mencegahnya dari melakukan yang baik untuk orang lain dan membantu mereka. Untuk menjaga keseimbangan, karyawan yang kasar akan memperlakukan karyawan dan bawahan lainnya secara negatif.
Pengukuran variable abusive supervision diukur dengan menggunakan 15 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Tepper (2000), sebagai berikut: (1) Atasan saya suka menertawakan saya di depan rekan kerja yang lain; (2) Atasan saya memberitahukan bahwa pikiran atau perasaan saya bodoh; (3) Atasan saya mendiamkan saya; (4) Atasan saya menjatuhkan saya di depan orang lain; (5) Atasan saya menyinggung privasi saya; (6) Atasan saya mengingatkan pada kesalahan dan kegagalan saya di masa lalu; (7) Atasan saya tidak memberikan
apresiasi terhadap pekerjaan yang sudah saya lakukan; (8) Atasan saya menyalahkan saya untuk menyelamatkan dirinya dari hal yang memalukan; (9) Atasan saya tidak menepati janji yang sudah diberikan; (10) Atasan saya melampiaskan kemarahan pada saya ketika ia marah untuk alasan lain; (11) Atasan saya membuat komentar negatif tentang saya kepada orang lain; (12) Atasan saya berperilaku kasar kepada saya; (13) Atasan saya tidak mengijinkan saya untuk berinteraksi dengan rekan kerja yang lain; (14) Atasan saya mengatakan bahwa saya tidak kompeten; (15) Atasan saya tidak berkata jujur kepada saya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini digolongkan pada penelitian asosiatif (hubungan), dengan tujuan mengetahui pengaruh atau hubungan antara dua variable atau lebih. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah abusive supervision (X) sebagai variabel bebas dan turnover intention (Y) sebagai variabel terikat.
Penelitian ini bertempat pada PT Alamboga Internusa yang beralamat di Jalan Sunia Negara No. 33, Pemogan, Denpasar. Penelitian ini dilakukan di PT. Alamboga Internusa karena ditemukan adanya masalah yang terkait dengan turnover intention karyawan. Jenis data berdasarkan sifatnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar (Sugiyono, 2014: 14). Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah item pertanyaan dalam kuesioner.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli atau pihak pertama (Sugiyono, 2014: 193). Data tersebut diperoleh melalui kuesioner penelitian mengenai pengaruh abusive supervision pada turnover intention. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah abusive supervision dan turnover intention PT. Alamboga Internusa.
Tepper (2000) mengonseptualisasikan abusive supervision adalah persepsi bawahan tentang sejauh mana pengawas terlibat dalam tampilan berkelanjutan perilaku bermusuhan verbal dan nonverbal, tidak termasuk kontak fisik. Contoh-contoh pengawasan yang melecehkan termasuk memalukan karyawan di pubis, mengejek, meremehkan, kekasaran, melanggar janji, dan mengambil beberapa perilaku tidak pantas lainnya (Tepper, 2000). Menurut Harris et al. (2007), abusive supervision ditandai oleh hal berikut: penilaian subyektif dari karyawan di mana karyawan yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda ketika dihadapkan dengan atasan yang sama; "tampilan berkelanjutan" daripada acara temporal; tidak termasuk dalam lingkup perilaku kekerasan; dan bertindak sendiri alih-alih niat perilaku.
Pengukuran variable abusive supervision diukur dengan menggunakan 15 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Tepper (2000), sebagai berikut: (1) Atasan saya suka menertawakan saya di depan rekan kerja yang lain; (2) Atasan saya memberitahukan bahwa pikiran atau perasaan saya bodoh; (3) Atasan saya mendiamkan saya; (4) Atasan saya menjatuhkan saya di depan orang lain; (5) Atasan saya menyinggung privasi saya; (6) Atasan saya mengingatkan pada kesalahan dan kegagalan saya di masa lalu; (7) Atasan saya tidak memberikan
apresiasi terhadap pekerjaan yang sudah saya lakukan; (8) Atasan saya menyalahkan saya untuk menyelamatkan dirinya dari hal yang memalukan; (9) Atasan saya tidak menepati janji yang sudah diberikan; (10) Atasan saya melampiaskan kemarahan pada saya ketika ia marah untuk alasan lain; (11) Atasan saya membuat komentar negatif tentang saya kepada orang lain; (12) Atasan saya berperilaku kasar kepada saya; (13) Atasan saya tidak mengijinkan saya untuk berinteraksi dengan rekan kerja yang lain; (14) Atasan saya mengatakan bahwa saya tidak kompeten; (15) Atasan saya tidak berkata jujur kepada saya
Turnover intention yaitu keinginan individu untuk pindah di perusahaan tempat mereka bekerja sebelumnya. Menurut Witasari (2009) indikator dari turnover intention yang dijadikan dasar untuk mengukur niat untuk meninggalkan perusahaan dan disesuaikan dengan lokasi penelitian terdiri dari: (1) Kecenderungan berfikir untuk meninggalkan perusahaan; (2) Keinginan akan mencari pekerjaan pada perusahaan lain; (3) Kemungkinan meninggalkan perusahaan; (4) Kemungkinan meninggalkan perusahaan dalam waktu dekat; (5) Kemungkinan meninggalkan perusahaan bila ada kesempatan lebih baik
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Alamboga Internusa dibawah pimpinan supervisor yang berjumlah 90. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Alamboga Internusa yang berjumlah 90 orang. Dengan metode penentuan sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Tabel 2.
Daftar Jumlah Sampel Karyawan di PT Alamboga Internusa
No. |
Departemen |
Supervisor |
Sampel |
1 |
Sales & Marketing |
1 |
12 |
2 |
Finance & Accounting |
2 |
10 |
3 |
HR & Operational |
1 |
14 |
4 |
Import & Legal |
1 |
1 |
5 |
Busines Development |
1 |
1 |
6 |
Warehouse & Manufacturing |
3 |
24 |
7 |
Distribution |
2 |
28 |
Jumlah |
11 |
90 |
Sumber: Human Resource Department PT. Alamboga Internusa, 2019
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik analisis regresi linier berganda. Adapun bentuk umum persamaan regresi linier sederhana sebagai berikut:
Yi = α + βXi....................................................................(1)
Keterangan:
Yi = Turnover Intention
Xi = Abusive Supervision
α = konstanta
β = koefisien regresi variabel X
Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2014: 92). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket berupa kuesioner, yang dimaksudkan untuk menghasilkan data yang akurat yaitu dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur suatu sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena sosial (Sugiyono, 2014: 134). Setiap variabel yang ada diberikan penjelasan, selanjutnya menentukan indikator yang akan diukur, hingga menjadi item pernyataan dengan 5 poin Skala Likert. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang berupa kata-kata, antara lain yaitu: Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5; Setuju (S) diberi nilai 4; Netral (N) diberi nilai 3; Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2; dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PT Alamboga Internusa adalah distributor makanan berbasis di Bali yang berupaya melayani pasar Indonesia dan ekspat dengan produk makanan. Perusahaan ini didirikan di Bali pada tahun 1990, menjadi salah satu perusahaan pertama yang mengimpor makanan dari Australia dan Selandia Baru langsung ke Bali. PT Alamboga Internusa adalah pemasok dan distributor makanan profesional terkemuka yang menawarkan kualitas terbaik untuk pasar pariwisata Indonesia. PT Alamboga Internusa sekarang telah bekerja dengan lebih dari 20 negara untuk menyediakan produk yang baik bagi pelanggan. PT Alamboga ingin membangun kerja sama yang baik dan berkelanjutan dengan pemasok, mendukung mereka untuk melayani pelanggan dengan lebih baik.
Tujuan didirikan PT Alamboga Internusa adalah untuk menyediakan pilihan makanan terbaik bagi pelanggan. PT Alamboga Internusa mencoba mengikuti tren pasar dan gaya hidup pelanggan. PT Alamboga Internusa saat ini memiliki beberapa kategori produk utama diantaranya daging, produk susu, makanan beku, bahan makanan, unggas, makanan laut, bumbu, rempah-rempah, cuka dan minyak. Untuk menyediakan produk makanan berkualitas di seluruh wilayah, PT Alamboga Internusa sekarang secara aktif mencari peluang pada provinsi lain di luar Bali.
Data karakteristik responden adalah data responden yang dikumpulkan untuk mengetahui profil responden penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap karyawan PT Alamboga Internusa dapat diketahui karakteristik respondennya meliputi jenis kelamin, usia dan pendidikan terakhir yang dijelaskan pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa, jumlah karyawan PT Alamboga Internusa yang dijadikan sampel sebanyak 90 orang. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada di antara umur 21-25 tahun yaitu sebanyak 31 orang responden atau 34,4 persen. Usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja dengan aktif di perusahaan. Dari segi jenis kelamin, terlihat tidak terlalu menunjukkan gap, dan diketahui bahwa jumlah responden laki-laki lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan, di mana jumlah responden laki-laki sebanyak 67 orang dan perempuan sebanyak 23 orang. Berdasarkan
tingkat pendidikan seperti pada Tabel 3, diketahui jumlah responden dengan tingkat pendidikan SMA/SMK lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 62 orang responden sedangkan jumlah responden yang paling sedikit yaitu tingkat pendidikan D2 dengan jumlah 2 orang responden.
Sebuah instrumen yang valid dapat menghasilkan hasil penelitian yang diharapkan menjadi layak. Hasil pengujian validitas penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Hasil uji validitas pada Tabel 4. menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki nilai koefisien korelasi dengan skor total seluruh item pernyataan lebih besar dari 0,30 (r ≥ 0,30). Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir pernyataan dalam instrumen penelitian ini adalah valid.
Tabel 3.
Karakteristik Responden Penelitian Menurut Umur, Jenis Kelamin, dan Pendidikan Terakhir
No |
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah |
Presentase |
1 |
Jenis Kelamin |
Pria |
67 |
74,4 |
Wanita |
23 |
25,6 | ||
Jumlah |
90 |
100 | ||
2 |
Usia |
21-25 tahun |
31 |
34,4 |
26-30 tahun |
20 |
22,2 | ||
31-35 tahun |
13 |
14,4 | ||
36-40 tahun |
17 |
19 | ||
41-45 tahun |
9 |
10 | ||
Jumlah |
90 |
100 | ||
3 |
Pendidikan Terakhir |
SMA/SMK |
62 |
68,9 |
D1 |
4 |
4,4 | ||
D2 |
2 |
2,2 | ||
D3 |
6 |
6,7 | ||
D4 |
- |
- | ||
S1 |
16 |
17,8 | ||
Jumlah |
90 |
100 |
Sumber: Data diolah, 2020
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang digunakan beberapa kali dan tetap ada kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Hasil uji realibilitas pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Hasil uji reliabilitas pada Tabel 5. menunjukkan bahwa kedua instrumen penelitian memiliki koefisien Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,60. Hal ini dapat dikatakan, apabila semua variabel instrumen penelitian nilai koefisiennya > 0,60 maka instrumen tersebut adalah reliabel, sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini.
Untuk melakukan pendeskripsian dalam penilaian responden pada masing-masing instrumen penelitian, diperlukan penggolongan jawaban responden ke dalam 5 (lima) skala pengukuran yang telah ditetapkan melalui formula interval range sebagai berikut.
Interval =
nilai batas tertinggi - nilai batas terendah
total nilai yang digunakan
5 -1
5
= 0,8
Kategori:
1,00 – 1,79 = Sangat Rendah
1,80 – 2,59 = Rendah
2,60 – 3,39 = Cukup
3,40 – 4,19 = Tinggi
4,20 – 5,00 = Sangat tinggi
Tabel 4.
Hasil Uji Validitas
No. |
Variabel |
Item Pernyataan |
Korelasi Total |
Item Keterangan |
1. |
Abusive Supervision (X) |
X1 |
0,614 |
Valid |
X2 |
0,650 |
Valid | ||
X3 |
0,600 |
Valid | ||
X4 |
0,720 |
Valid | ||
X5 |
0,700 |
Valid | ||
X6 |
0,540 |
Valid | ||
X7 |
0,501 |
Valid | ||
X8 |
0,727 |
Valid | ||
X9 |
0,640 |
Valid | ||
X10 |
0,681 |
Valid | ||
X11 |
0,767 |
Valid | ||
X12 |
0,722 |
Valid | ||
X13 |
0,720 |
Valid | ||
X14 |
0,694 |
Valid | ||
X15 |
0,645 |
Valid | ||
2. |
Turnover Intention (Y) |
Y1 |
0,797 |
Valid |
Y2 |
0,869 |
Valid | ||
Y3 |
0,890 |
Valid | ||
Y4 |
0,793 |
Valid | ||
Y5 |
0,522 |
Valid | ||
Sumber: Data diolah, 2020 | ||||
Tabel 5. | ||||
Hasil Uji Realibilitas | ||||
No. |
Variabel |
Cronbach’s Alpha |
Keterangan | |
1 |
Abusive Supervision (X) |
0,898 |
Reliabel | |
2 |
Turnover Intention (Y) |
0,858 |
Reliabel |
Sumber: Data diolah, 2020
Data rata-rata penilaian responden terhadap indikator variabel Turnover Intention ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6.
Penilaian Responden Terhadap Indikator Variabel Turnover Intention
No |
Pernyataan |
Rata-rata |
Ket. |
1 |
Saya berpikir untuk meninggalkan perusahaan |
2,60 |
Cukup |
2 |
Saya punya keinginan untuk mencari perusahaan lain |
2,78 |
Cukup |
3 |
Saya mungkin akan meninggalkan perusahaan |
2,68 |
Cukup |
4 |
Saya mungkin meninggalkan perusahaan dalam waktu dekat |
2,42 |
Rendah |
5 |
Saya mungkin meninggalkan perusahaan bila ada kesempatan lebih baik |
3,93 |
Tinggi |
Skor Rata-rata Variabel Turnover Intention |
2,88 |
Cukup |
Sumber: Data diolah, 2020
Dari Tabel 6. terlihat bahwa, jawaban responden pada variabel Turnover Intention secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata 2,88 dan hal ini berarti Turnover Intention yang dirasakan oleh karyawan PT. Alamboga Internusa tidak terlalu tinggi sehingga tetap untuk berada di perusahaan. Jika dilihat secara parsial, maka pernyataan “kemungkinan meninggalkan perusahaan bila ada kesempatan lebih baik” memiliki penilaian tertinggi dengan rata-rata 3,93. Hal ini menunjukkan bahwa, sebagian karyawan ingin meninggalkan perusahaan bila ada kesempatan lebih baik. Kemudian penilaian terendahnya terdapat pada pernyataan “kemungkinan meninggalkan perusahaan dalam waktu dekat”, dengan skor rata-rata sebesar 2,42. Hal ini menujukkan bahwa, sebagian karyawan tidak ingin meninggalkan perusahaan dalam waktu dekat.
Data rata-rata penilaian responden terhadap indikator variabel Abusive Supervision ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. menunjukkan bahwa jawaban responden pada variabel Abusive Supervision secara keseluruhan memiliki nilai rata-rata 3,12 dan hal ini berarti Abusive Supervision yang dirasakan oleh karyawan PT. Alamboga Internusa tidak terlalu tinggi. Jika dilihat secara parsial, maka pernyataan “atasan saya mengingatkan pada kesalahan dan kegagalan saya di masa lalu” memiliki penilaian tertinggi dengan rata-rata 3,78. Hal ini menunjukkan bahwa, sebagian karyawan merasa atasan cukup sering mengingatkan kesalahan dan kegagalan dimasa lalu. Penilaian terendahnya terdapat pada pernyataan “atasan saya menjatuhkan saya di depan orang lain”, dengan skor rata-rata sebesar 2,78. Hal ini menujukkan bahwa, sebagian karyawan merasa tidak dijatuhkan atasan di depan orang lain.
Untuk menguji apakah data yang digunakan normal atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov dengan melihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed). Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 5 persen (0,05), maka data telah berdistribusi normal. Hasil olah data uji normalitas disajikan pada Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa nilai asymp.Sig (2-tailed) sebesar 0,104 yaitu lebih besar dari 0,05 (0,104 > 0,05). Dengan demikian data tersebut dinyatakan berdistribusi normal.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melakukan Uji Glejser dengan meregresi nilai absolut terhadap variabel independen, dengan ketentuan bahwa jika nilai signifikan di atas 0,05 maka memiliki arti tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 7.
Penilaian Responden Terhadap Indikator Variabel Abusive Supervision
No |
Pernyataan |
Rata-rata |
Ket. |
1 |
Atasan saya suka menertawakan saya di depan rekan kerja yang lain |
3,26 |
Cukup |
2 |
Atasan saya memberitahukan bahwa pikiran atau perasaan saya bodoh |
2,97 |
Cukup |
3 |
Atasan saya mendiamkan saya |
3,07 |
Cukup |
4 |
Atasan saya menjatuhkan saya di depan orang lain |
2,78 |
Cukup |
5 |
Atasan saya menyinggung privasi saya |
3,00 |
Cukup |
6 |
Atasan saya mengingatkan pada kesalahan dan kegagalan saya di masa lalu |
3,78 |
Tinggi |
7 |
Atasan saya tidak memberikan apresiasi terhadap pekerjaan yang sudah saya lakukan |
3,31 |
Cukup |
8 |
Atasan saya menyalahkan saya untuk menyelamatkan dirinya dari hal yang memalukan |
2,97 |
Cukup |
9 |
Atasan saya tidak menepati janji yang sudah diberikan |
3,22 |
Cukup |
10 |
Atasan saya melampiaskan kemarahan pada saya ketika ia marah untuk alasan lain |
3,10 |
Cukup |
11 |
Atasan saya membuat komentar negatif tentang saya kepada orang lain |
2,98 |
Cukup |
12 |
Atasan saya berperilaku kasar kepada saya |
2,90 |
Cukup |
13 |
Atasan saya tidak mengijinkan saya untuk berinteraksi dengan rekan kerja yang lain |
2,88 |
Cukup |
14 |
Atasan saya mengatakan bahwa saya tidak kompeten |
3,17 |
Cukup |
15 |
Atasan saya tidak berkata jujur kepada saya |
3,38 |
Cukup |
Skor Rata-rata Variabel Abusive Supervision |
3,12 |
Cukup |
Sumber: Data diolah, 2020
Tabel 8.
Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
N |
90 |
Normal Parametersa,b Mean |
0,0000000 |
Std. Deviation |
2,66078383 |
Most Extreme Differences Absolute |
0,086 |
Positive |
0,086 |
Negative |
-0,079 |
Test Statistic |
0,086 |
Asymp. Sig. (2-tailed) |
0,104c |
Sumber: Data diolah, 2020
Tabel 9.
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model |
B |
Std. Error |
Beta |
t |
Sig. |
1 (Constant) Abusive |
2,872 |
1,081 |
2,657 |
0,009 | |
-0,017 |
0,023 |
-0,077 |
-0,723 |
0,471 | |
Supervision |
Sumber: Data diolah, 2020
Tabel 9. menunjukkan bahwa nilai Sig. dari variabel abusive supervision lebih besar dari 0,05 yang artinya bahwa, model regresi bebas dari gejala heteroskedastisitas.
Metode regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh Abusive Supervision sebagai variabel bebas (X) terhadap Turnover Intention sebagai variabel terikat (Y). Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 5 persen. Metode ini diuji dengan aplikasi IBM SPSS Statistics 22 dan diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10.
Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana
Model |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients Beta |
t |
Sig. | |
B |
Std. Error | ||||
1 (Constant) |
11,805 |
1,783 |
6,622 |
0,000 | |
Abusive Supervision |
0,056 |
0,038 |
0,156 |
1,480 |
0,142 |
Sumber: Data diolah, 2020
Berdasarkan hasil analisis regresi linier sederhana seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10, maka persamaan regresinya adalah :
Y= 11,805 + 0,056X
Interpretasi dari persamaan regresi di atas bahwa nilai koefisien regresi abusive supervision sebesar 0,056 memiliki arti setiap terjadi penambahan 1 persen variabel abusive supervision, maka turnover intention akan meningkat sebesar 0,056 dengan demikian abusive supervision tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention. Dengan signifikansi abusive supervision lebih besar dari 0,05 (0,142 > 0,05).
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis pengaruh dari variabel Abusive Supervision terhadap variabel Turnover Intention. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :
-
H 0 : Abusive supervision tidak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap turnover intention
-
H 1 : Abusive supervision berpengaruh positif dan signifikan terhadap
turnover intention
Probabilitas/taraf signifikan yang digunakan pada penelitian ini adalah α = 5% = 0,05 dengan derajat bebas (degree of freedom ), df = 88. Kriteria penerimaan atau penolakan dalam uji t ini adalah sebagai berikut:
-
- Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak
-
- Jika thitung > ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak.
Berdasarkan hasil regresi linier sederhana pada Tabel 4.8 diperoleh nilai thitung = 1,480 dengan probabilitas signifikan sebesar 0,142 dan hasil nilai ttabel didapat
sebesar 1,987 dengan degree of freedom (df) 88 dan probabilitas signifikan 0,05. Hal ini berarti bahwa, nilai thitung lebih kecil daripada ttabel dan probabilitas signifikansi hitung lebih besar daripada probabilitas signifikansi tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dibuktikan bahwa sikap pengawas yang kasar terhadap niat pindah karyawan adalah tidak berpengaruh. Hasil ini berarti bahwa sikap kasar pengawas yang semakin tinggi tidak akan berpengaruh terhadap niat pindah karyawan. Statistik deskriptif memperlihatkan bahwa rata-rata pernyataan sikap kasar pengawas yang tertinggi adalah pernyataan pengawas mengingatkan pada kesalahan dan kegagalan karyawan di masa lalu, sementara rata-rata pernyataan niat pindah tertinggi adalah pada pernyataan karyawan mungkin meninggalkan perusahaan bila ada kesempatan lebih baik. Hasil ini membuktikan niat karyawan untuk pindah lebih dipengaruhi oleh peluang dari luar organisasi yaitu apabila karyawan menemui kesempatan karir yang lebih baik di luar organisasi. Hasil statistik inferensial yang tidak signifikan antara perlakuan kasar pengawas dengan keinginan karyawan untuk keluar kemungkinan besar diakibatkan oleh sikap karyawan yang lebih terpengaruh oleh situasi diluar organisasi dibandingkan dengan situasi di dalam organisasi. Dapat disimpulkan bahwa jika karyawan merasakan pengawas mengingatkan kesalahan dan kegagalannya di masa lalu kemungkinan karyawan memilih meninggalkan perusahaan bila ada kesempatan lebih baik karena sikap pengawas dianggap sebagai hal yang normal dan dapat ditolerir sehingga tidak dapat menjadi prediktor langsung dari niat karyawan tersebut untuk berhenti dari organisasi.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Susanto dkk. (2019) yang menemukan sikap pengawas kasar tidak berpengaruh terhadap niat pindah karyawan karena kemungkinan bahwa apabila suatu wilayah tingkat bargaining power tenaga kerja rendah karena lapangan kerja terbatas, maka kekuasaan atasan sangat dominan. Tenaga kerja akan susah mencari tempat kerja yang baik, sehingga meskipun suasana kerja kurang kondusif, karyawan akan bertahan untuk tetap bekerja diperusahaan tersebut karena switching cost nya tinggi.
Hasil penelitian ini tidak didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Schyns dan Schilling (2013) dan Tepper (2000) yang menemukan sikap kasar pengawas berpengaruh positif terhadap niat pindah karyawan karena apabila bawahan tidak merasa diperlakukan secara adil oleh atasannya maka mereka akan menganggap sikap kasar pengawas sebagai sumber ketidakadilan yang pada akhirnya berdampak kepada perilaku dan kesejahteraan mereka. Ketika bawahan merasa atasannya mempunyai sikap kasar, mereka akan mengalami tingkat stress dan tekanan yang tinggi serta menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan, yang pada akhirnya membuat cenderung menunjukkan tingkat niat untuk pindah yang lebih tinggi.
Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa sikap kasar pengawas tidak berpengaruh terhadap niat pindah karyawan. Hal ini tidak sesuai dengan social exchange theory, bahwa adanya hubungan timbal balik antara karyawan dan organisasi. Hal ini terjadi karena jika dilihat dalam budaya kolektif dan jarak kekuasaan yang tinggi seperti Indonesia, sikap kasar pengawas dianggap sebagai hal yang normal dan dapat ditolerir sehingga tidak dapat menjadi prediktor langsung dari niat karyawan tersebut untuk berhenti dari organisasi.
Hasil penelitian ini memberikan sebuah implikasi kepada PT. Alamboga Internusa mengenai sikap kasar pengawas tidak berpengaruh terhadap niat pindah karyawan PT. Alamboga Internusa. Hal ini bahwa apabila tingkat lapangan kerja suatu wilayah terbatas, maka kekuasaan atasan sangat dominan. Tenaga kerja akan susah mencari tempat bekerja yang baik, sehingga meskipun suasana kerja kurang kondusif, karyawan akan bertahan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut karena keterbatasan lapangan kerja.
SIMPULAN
Berdasarkan pada hasil penelitan dan pembahasan seperti yang sudah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa abusive supervision tidak berpengaruh signifikan terhadap turnover intenion, hal ini berarti sikap kasar pengawas tidak mempengaruhi turnover intention di PT Alamboga Internusa.
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, sehingga masih perlu untuk disempurnakan lagi bila ada yang harus diperbaiki dan berdasarkan penelitian di atas maka dapat diambil saran-saran yaitu untuk mengurangi rata-rata tingkat abusive supervision maka PT. Alamboga Internusa diharapkan dapat mengurangi sikap kasar dari pengawas dengan karyawan. Untuk mengurangi rata-rata tingkat turnover intention maka PT. Alamboga Internusa diharapkan dapat berkembang agar bisa bersaing bahkan lebih unggul dari perusahaan lain untuk menutup kemungkinan karyawannya keluar bila ada kesempatan yang lebih baik. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel lain yang dapat menjadi penyebab turnover intention. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara abusive supervision dengan turnover intention, oleh karena itu bagi peneliti yang akan meneliti dengan tema yang sama, sebaiknya penelitian dikembangkan dengan menggunakan variabel lain atau indikator lain yang memapu lebih baik memotret fenomena turnover.
REFERENSI
Abdillah, F. (2012). Hubungan Kohevitas Kelompok Dengan Intensi Turnover Pada Karyawan. Journal of Social and Industrial Psychology, 1(2), 52–58.
Ardana, K., Mujiati, N. W., & Utama, I. W. M. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Pert). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Armstrong, M., & Taylor, S. (2014). Armstrong’s Handbook of Human Resource Management Practice (Thirteenth). United Kingdom: Kogan Page.
Aswin, A. E., & Rahyuda, A. G. (2017). Pengaruh Perceived Organizational Support Terhadap Organizational Citizenship Behavior Dengan Variabel Kepuasan Kerja Sebagai Mediasi. E-Jurnal Manajemen Unud, 6(5), 2729– 2755.
Avey, J. ., Wu, K., & Holley, E. (2015). The Influence of Abusive Supervision
and Job Embeddedness on Citizenship and Deviance. Journalof Business Ethics, 129(3), 721–731.
Bontis, N., Richards, D., & Serenko, A. (2011). Improving Service Delivery: Investigating The Role of Information Sharing, Job Characteristics, and Employee Satisfaction. The Learning Organization, 18(3), 239–250.
Bouckenooghe, D., Zafar, A., & Raja, U. (2015). How Ethical Leadership Shapes Employees Job Performance: The Mediating Roles of Goal Congruence and Psychological Capital. Journal of Business Ethics, 129(2), 251–264.
Carlson, D., Ferguson, M., Hunter, E., & Whitten, D. (2012). Abusive Supervision and Work-Family Conflict: The Path Through Emotional Labor and Burnout. The Leadership Quarterly, 23(5), 849–859.
Carlson, D. S., Ferguson, M., Perrewé, P. L., & Whitten, D. (2011). The Fallout From Abusive Supervision: An Examination of Subordinates and Their Partners. Personnel Psychology, 64(4), 937–961.
Cheung, M. F. (2013). The Mediating Role of Perceived Organizational Support in the Effect of Interpersonal and Informational Justice on Organizational Citizenship Behavior. Leadership & Organization Development Journal, 34(6), 551–572.
Chi, S. C. S., & Liang, S. G. (2013). When Do Subordinates Emotion-Regulation Strategies Matter? Abusive Super-vision, Subordinates Emotional Exhaustion, and Work Withdrawal. The Leadership Quarterly, 24(1), 125– 137.
Coetzee, M., & Dyk, J. Van. (2018). Workplace Bullying and Turnover Intention: Exploring Work Engagement as a Potential Mediator. Psychological Reports, 121(2), 375–392.
DeTienne, K. B., Agle, B. R., Phillips, J. C., & Ingerson, M. (2012). The Impact of Moral Stress Compared to Other Stressors on Employee Fatigue, Job Satisfaction, and Turnover: An Empirical Investigation. Journal of Business Ethics, 110(3), 377–391.
Duffy, M. K., & Ferrier, W. J. (2003). Birds of a Feather ? How Supervisor -Subordinate Dissimilarity Moder-ates the Influence of Supervisor Behaviors on Workplace Attitudes. Group & Organization Management, 28(2), 217– 248.
Fung, N. S., Aminah, A., & Omar, Z. (2012). Work-Family Enrichment: It’s Mediating Role in the Relationships Between Dispositional Factors and Job Satisfaction. International Journal of Ac.
Gopalkrishnan, P. (2013). Abusive Supervision and Group-level Perceptions: looking at the Social Context of Abuse in the Workplace. Bowling Green State University: Bowling Green, OH.
Haggard, D. L., Robert, C., & Rose, A. J. (2011). Co-Rumination in the Workplace: Adjustment Trade-Offs for Men and Women Who Engage in Excessive Discussions of Workplace Problems. Journalof Business Pyschology, 26(1), 27–40. Retrieved from doi: 10.1007/s10869-010-9169-2
Harris, K. J., Kacmar, K. M., & Zivnuska, S. (2007). An Investigation of Abusive Supervision as a Predictor of Performance and the Meaning of Work as a Moderator of the Relationship. The Leadership Quarterly, 18(3), 252–269.
Hoobler, J. M., & Hu, J. (2013). A Model of Injustice, Abusive Supervision, and Negative Affect. The Leadership Quarterly, 24(1), 256–269.
Jia, L., Shaw, J. D., Tsui, A. S., & Park, T. Y. (2014). A Social-Structural Perpective on Employee-Organization Relationships and Team Creativity. Academy of Management Journal, 57(3), 869–891. Retrieved from https://journal.aom.org/doi/10.5465/amj.2011.0147
Joarder, M. H. R., Sharif, M. Y., & Ahmmed, K. (2011). Mediating Role of Affective Commitment in HRM Practices and Turnover Intention Relationship: A Study in a Developing Context. Business and Economics Research Journal, 2(4), 135–158.
Kernan, M. C., Watson, S., Chen, F. F., & Kim, T. G. (2011). How Cultural Values Affect the Impact of Abusive Supervision on Worker Attitudes. Cross Culture Management, 18(4), 464–484. Retrieved from doi: 10.1108/13527601111179528
Kumar, R., Charles, R., & Peter, Y. (2012). A Study on Turnover Intention in Fast Food Industry: Employees Fit to the Organizational Culture and the Important of their Commitment. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 2(5), 9–42.
Lian, H., Ferris, D. L., & Brown, D. J. (2012). Does Power Distance Exacerbate or Mitigate the Effects of Abusive Supervision? It Depends on the Outcome. Journal of Applied Psychology, 97(1), 107–123.
Liu, J., Kwan, H. K., Wu, L., & Wu, W. (2010). Abusive Supervision and Subordinate Supervisor-Directed Deviance: The Moderating Role of Traditional Values and The Mediating Role of Revenge Cognitions. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 83(4), 835–856.
Mackey, J. D., Frieder, R. E., Brees, J. R., & Martinko, M. J. (2017). Abusive Supervision: A Meta-Analysis and Empirical Review. Journal of Management, 43(6), 1940–1965.
Mbah, S. E., & Ikemefuna, C. O. (2012). Job Satisfaction and Employees Turnover Intentions in Total Nigeria plc. in Lagos State. International Journal of Humanities and Social Science, 2(14), 275–287.
Mitchell, M. S., & Ambrose, M. L. (2007). Abusive Supervision and Workplace Deviance and The Moderating Effects of Negative Reciprocity Beliefs.
Journal of Applied Psychology, 92(4), 1159–1168.
Paillé, P., & Mejía-Morelos, J. H. (2014). Antecedents of Pro-Environmental Behaviours at Work: The Moderating Influence of Psychological Contract Breach. Journal of Environmental Psychology, 38(5), 124–131.
Palanski, M., Avey, J. R., & Jiraporn, N. (2014). The Effects of Ethical Leadership and Abusive Supervision on Job Search Behaviors in the Turnover Process. Journal of Business Ethics, 121(1), 135–146.
Putri Rarasanti, I. A., & Suana, I. W. (2016). Pengaruh Job Embeddedness, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional terhadap Turnover Intention Karyawan. E-Jurnal Manajemen Unud, 5(7), 4690–4718. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/249086-pengaruh-job-embeddedness-kepuasan-kerja-79a811ef.pdf
Rahimnia, F., & Sharifirad, M. S. (2015). Authentic Leadership and Employee Well-Being: the Mediating Role of Attachment Insecurity. Journal of Business Ethics, 132(2), 363–377.
Rivai, H. V., & Sagala, J. E. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan (Cetakan Ke). Jakarta: Rajawali Press.
Sartika, D. (2014). Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Keinginan Keluar Karyawan Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Mediasi (Studi Kasus Di CV Putra Tama Jaya). Management Analysis Journal, 3(2), 25–34.
Schyns, B., & Schilling, J. (2013). How Bad are The Effects of Bad Leaders? A Meta- Analysis of Destructive Leadership and its Outcomes. The Leadership Quarterly, 24(1), 138–158.
Serim, H., Orkun, D., & Ugur, Y. (2014). The Effects of Employees Perceptions of Competency Models on Employability Outcomes and Organizational Citizenship Behavior and Moderating Role of Social Exchange In. This Procedia Journal of Social And Behavioral Sciences, 150(1), 1101–1110.
Sidharta, N. (2011). Dampak Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention: Studi Empiris pada Karyawan Bagian Operator di Salah Satu Perusahaan Garment di Cimahi. Jurnal Manajemen, 10(2), 129–142.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suryani, R. (2011). Analisis Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi Terhadap Turnover Intentions dengan Peran Komitmen Keorganisasian sebagai Mediasi. Universitas Indonesia.
Susanto, G. A., Sudjadi, A., & Pinasti, M. (2019). Pengaruh Sifat Gelap Pemimpin Terhadap Niat Keluar Kerja Karyawan. Perfomance, 26(2), 115– 127.
Susiani, V. (2014). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi pada
Turnover Intention. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, 3(2), 2633–2651. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/9103/7369
Tamtelahitu, R. (2011). Pertukaran Sosial antara Bandar Narkoba dan Warga (Studi di Kampung X). Universitas Indonesia.
Tepper, B. J. (2000). Consequences of Abusive Supervision. Academy of Management Journal, 43(2), 178–190.
Witasari, L. (2009). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intentions Studi Empiris Pada Novotel Semarang. Universitas Diponegoro Semarang.
Yuliasia, Y., Santoso, I., & Hidayat, A. (2012). Analisis Variavel yang Mempengaruhi Keinginan Berpindah (Turnover Intention) dengan Structural Equation Modeling (Sem) (Studi Kasus PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Pasuruan). Jurnal Teknologi Pertanian, 8(1), 52–67. Retrieved from jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/download/357/712
2975
Discussion and feedback