E-Jurnal Manajemen, Vol. 9, No. 3, 2020 : 968-987

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2020.v09.i03.p08

PENGARUH INFLASI, RETURN ON ASSETS, DAN DEBT TO EQUITY RATIO TERHADAP HARGA SAHAM

I Made Angga Adikerta1 Nyoman Abundanti2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia email: madeangga011@gmail.com

ABSTRAK

Harga saham penting bagi perusahaan karena mencerminkan nilai perusahaan. Harga saham dapat berubah-ubah karena pengaruh berbagai faktor, diantaranya: inflasi, Return on Assets (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh inflasi, ROA, dan DER terhadap harga saham. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2016-2018. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 34 perusahaan dengan metode purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham, ROA berpengaruh positif terhadap harga saham, dan DER berpengaruh positif terhadap harga saham. Kata Kunci: Harga Saham, Inflasi, Return on Assets, Debt to Equity Ratio.

ABSTRACT

The stock price is important for the company because it reflects the value of the company. Stock prices can change because of the influence of various factors, including: inflation, Return on Assets (ROA) and Debt to Equity Ratio (DER). This study aims to determine the effect of inflation, ROA, and DER on stock prices. This research was conducted on companies listed in the LQ-45 index on the Indonesia Stock Exchange during 2016-2018. The number of samples used in this study amounted to 34 companies with a purposive sampling method. The analysis technique used is multiple linear regression. The results of the analysis in this study indicate that inflation has no effect on stock prices, ROA has a positive effect on stock prices, and DER has a positive effect on stock prices.

Keywords: Stock Prices, Inflation, Return on Assets, Debt to Equity Ratio.

PENDAHULUAN

Pada saat ini, yang sudah memasuki era globalisasi menjadikan persaingan di bidang dunia usaha semakin kompetitif, maka mutlak bagi berbagai pihak untuk menanamkan modalnya guna mendapatkan keuntungan di masa depan atau umum dikenal dengan sebutan investasi. Diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam proses menentukan pilihan atas berbagai produk dan layanan investasi yang ditawarkan. Penting bagi seseorang untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan dinamika produk yang ditawarkan untuk menentukan keputusan tentang produk pada perusahaan mana yang tepat dipilih untuk dijadikan tempat berinvestasi. Lembaga keuangan yang berupa pasar modal merupakan alternatif investasi dalam rangka membantu investor mengelola modal yang dimiliki.

Pasar modal merupakan suatu tempat untuk melakukan kegiatan jual beli instrumen keuangan perusahaan. Instrumen keuangan perusahaan yang diperjualbelikan tersebut dapat berupa saham, obligasi, warrant, right, reksadana dan berbagai instrumen derivatif seperti option dan future. Perekonomian suatu negara dapat terbantu karena adanya aktivitas perdagangan pada pasar modal, hal ini disebabkan karena pasar modal merupakan salah satu tempat bagi perusahaan guna memperoleh pendanaan usaha dengan cara menerbitkan instrument keuangan perusahaan. Pasar modal juga dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk berinvestasi pada berbagai instrumen keuangan perusahaan yang ditawarkan sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen keuangan tersebut. Hal ini menjadikan pasar modal sebagai suatu tempat untuk mempertemukan pihak yang memiliki kelebihan dana disebut dengan investor dengan pihak yang mengalami kekurangan dana yang disebut dengan emiten. Pada pasar modal, investor bebas untuk memilih berinvestasi dalam bentuk intrumen keuangan yang diinginkan. Secara umum baik itu investor ataupun emiten cenderung berinvestasi dalam bentuk instrumen keuangan perusahaan yakni saham

Saham merupakan tanda bukti bahwa seseorang ikut serta memiliki perusahaan tersebut (Riyanto, 2011: 240). Investor membeli sejumlah saham pada suatu perusahaan tertentu untuk memperoleh keuntungan berupa dividen dan capital gain. Bagi perusahaan, saham merupakan salah satu sumber modal untuk dapat menjalankan operasional perusahaan. Nilai perusahaan dapat diwakili dengan tinggi rendahnya harga saham perusahaan. Harga saham yang tinggi menandakan nilai perusahaan tinggi, sedangkan harga saham yang rendah menandakan nilai perusahaan juga rendah. Harga saham terus mengalami fluktuasi baik secara harian, bulanan, dan tahunan, tergantung dari permintaan dan penawarannya.

Penilaian perubahan harga saham dapat dilakukan menggunakan dua macam analisis, yakni analisis teknikal dan analisis fundamental. Tandelilin (2010: 392) berpendapat bahwa analisis teknikal menitikberatkan pada prediksi arah perubahan harga saham dengan studi grafik secara historis, sedangkan analisis fundamental adalah penilaian terhadap perubahan harga saham dengan mempelajari kondisi ekonomi makro, kondisi industri perusahaan dan kondisi perusahaan. Menurut Ardiana (2016, 68) analisis makro ekonomi yang umum digunakan untuk menilai perubahan harga saham adalah analisis tentang

pertumbuhan ekonomi global, inflasi global, tingkat pengangguran global, kebijakan strategis global, dan sejumlah kebijakan moneter dan fiskal global. Pada penelitian ini, kondisi makro ekonomi dicerminkan dengan tingkat inflasi. Kondisi industri perusahaan tidak digunakan karena obyek penelitian ini adalah indeks LQ-45 yang merupakan perusahaan-perusahaan yang terdiri dari berbagai sektor industri. Kondisi perusahaan dapat dinilai melalui rasio keuangan perusahaan. Wiagustini (2014: 86-87) menyatakan bahwa rasio keuangan perusahaan bisa dibedakan menjadi lima kelompok, yakni rasio likuiditas, rasio solvabilitas atau leverage, rasio profitabilitas, rasio aktivitas usaha, rasio penilaian atau pasar. Penelitian ini menggunakan dua rasio yaitu rasio profitabilitas yang diproksikan dengan Return on Assets (ROA) dan rasio solvabilitas yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER).

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi harga saham perusahaan adalah inflasi. Tandelilin (2010: 343) mengungkapkan inflasi yang terus meningkat menunjukkan sinyal negatif bagi berbagai pihak di pasar modal. Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan minat investor untuk membeli saham menurun karena daya beli investor yang menurun, hal ini menyebabkan permintaan saham akan menurun juga, sehingga berdampak pada harga saham ikut menurun. Pernyataan tersebut didukung dari penelitian Epaphra dan Salema (2018), Khan dan Khan (2018), Rossy (2018), Rachmawati (2018), Ogboghro dan Anuya (2017), Silva (2016), Mahmood et al. (2015), yang mendapatkan hasil inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jumria (2017), Dewi dan Artini (2016), Sepang dkk., (2015), yang menemukan hasil inflasi berpengaruh positif pada harga saham. ketidaksesuaian didapat juga dari hasil penelitian Sutrisno (2017), Ginting dkk. (2016), dan Purnamawati (2015) mendapatkan hasil inflasi tidak berpengaruh signifikan pada harga saham.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi harga saham adalah rasio Return on Assets (ROA). Husnan (2005: 331) berpendapat, profitabilitas perusahaan meningkat apabila ROA perusahaan meningkat juga, hal tersebut akan menyebabkan profitabilitas yang diterima oleh pemegang saham meningkat. Hal ini akan menarik minat investor untuk berinvestasi. Tingkat ROA tinggi menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan untuk memanajemen aset dengan tepat sehingga mampu memperoleh laba, maka investor berpikir keuntungan yang didapat dari membeli saham perusahaan tersebut akan besar pula, hal tersebut menyebabkan permintaan saham perusahaan akan meningkat menyebabkan harga saham juga meningkat. Pernyataan ini didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Monoarfa et al. (2018), Herawati dan Putra (2018), Suryawan dan Wirajaya (2017), Sitorus dan Elinarty (2017), Gursida (2017), Fauza dan Mustanda (2016), Mustofa (2016), dan Manoppo (2015), menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Berbeda dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Utami dan Darmawan (2019), serta Egam dkk. (2017), yang menemukan hasil ROA tidak berpengaruh signifikan pada harga saham.

Faktor katiga yang dapat mempengaruhi harga saham adalah rasio Debt to Equity Ratio (DER). Husnan (2005: 331) mengungkapkan jika perusahaan mampu

mempertahankan laba dengan penggunaan hutang yang makin besar, hal tersebut berarti bahwa penggunaan hutang tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dari biayanya, sehingga investor dapat menilai positif penggunaan hutang tersebut. Perusahaan dengan DER yang tinggi, dengan pengelolaan perusahaan yang baik, dapat menghasilkan Earning Before Interest and Taxes (EBIT) yang lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga yang harus dibayar perusahaan. Alasan lain perusahaan memilih hutang yang besar agar bunga hutang besar juga yang berdampak pada beban pajak yang ditanggung menurun. Bagi perusahaan hal tersebut bisa memberikan manfaat atas penggunaan hutang. Perusahaan yang memanajemen hutang secara tepat dapat memberikan pengaruh positif terhadap laba perusahaan. Hal tersebut yang membuat investor percaya dan memilih berinvestasi pada saham perusahaan tersebut. Permintaan saham yang meningkat akan memberikan dampak terhadap meningkatnya harga saham. Teori ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Djoni dan Elizabeth (2019), Munira dkk. (2018), Suparningsih (2017), Febriyani (2017), Mujati dan Dzulqodah (2016) menemukan hasil DER berpengaruh positif dan signifikan pada harga saham. Berbeda dengan penelitian dari Ayudya et al. (2017), Djazuli (2017), Ramadhani (2017), Abditama dan Damayanti (2015), Mussalamah dan Isa (2015) yang memperoleh hasil DER berpengaruh negatif dan signifikan pada harga saham. Berbeda juga dengan hasil penelitian dari Pratama dkk. (2019), Utami dan Darmawan (2019), Suryawan dan Wirajaya (2017), Asmirantho dan Somantri (2017), Astutik et al. (2014) yang mendapatkan hasil DER tidak berpengaruh signifikan pada harga saham.

Perusahaan-perusahaan yang tergabung di indeks LQ-45 selama tahun 2016 sampai dengan 2018 merupakan lokasi penelitian ini. Indeks LQ-45 mengalami pergantian saham setiap enam bulan sekali atau setiap semester, mulai terhitung dari bulan Februari dan Agustus. Pada setiap semester tersebut, saham yang tidak memenuhi kriteria akan dikeluarkan dan digantikan dengan saham perusahaan yang baru. Hal tersebut dapat menjelaskan saham pada Indeks LQ-45 merupakan saham yang aktif. Peranan yang cukup besar dimiliki oleh Indeks LQ-45 dalam mendongkrak kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sehingga memberikan pengaruh pada kinerja bursa secara keseluruhan. Alasan peneliti memilih saham perusahaan yang tergabung di indeks LQ-45 sebagai lokasi penelitian karena saham-saham yang diperdagangkan merupakan yang paling aktif dan saham unggulan dari setiap sektor industri, hal tersebut menyebabkan saham pada indeks LQ-45 diminati oleh investor untuk dijadikan pilihan berinvestasi saham.

Berdasarkan pada Tabel 1. menunjukkan peningkatan rata-rata harga saham selama periode 2016 sampai 2018. Pada tahun 2017 terjadi peningkatan rata-rata harga saham sebanyak 97,08 rupiah, begitu pula pada tahun 2018 terjadi peningkatan rata-rata harga saham sebanyak 14,52 rupiah. Perubahan rata-rata harga saham pada Indeks LQ-45 yang terus mengalami peningkatan menunjukkan fenomena bahwa saham-saham yang tergabung dalam Indeks LQ-45 diminati oleh investor untuk dijadikan pilihan berinvestasi saham.

Tabel 1.

Rata-rata Harga Saham pada Perusahaan Indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia Periode 2016-2018 (dalam rupiah)

Bulan

Tahun

2016

2017

2018

Januari

799,99

877,35

1.105,76

Februari

834,74

892,70

1.100,28

Maret

840,35

921,53

1.005,68

April

832,51

940,76

958,41

Mei

820,01

957,70

953,59

Juni

860,72

977,62

908,97

Juli

892,84

974,08

933,89

Agustus

924,96

977,33

951,88

September

922,20

979,44

946,15

Oktober

927,10

992,22

922,72

November

857,25

992,16

966,46

Desember

884,62

107,39

982,73

Rata-rata

866,44

963,52

978,04

Sumber: Data diolah , 2019

Dari uraian latar belakang tersebut dapat disusun rumusan masalah berikut: 1) Bagaimana pengaruh inflasi terhadap harga saham? 2) Bagaimana pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap harga saham? 3) Bagaimana pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham?

Dari uraian rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap harga saham. 2) Untuk mengetahui pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap harga saham. 3) Untuk mengetahui pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi akademisi dan menjadi referensi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh inflasi, ROA, dan DER pada harga saham. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi investor dan manajer perusahaan berkaitan dengan harga saham, khususnya mengenai pengaruh inflasi, ROA, DER pada harga saham.

Kerangka konseptual merupakan kerangka hubungan logis dari landasan teori dan kajian empiris. Kerangka konseptual menunjukkan pengaruh antar variabel dalam penelitian. Pada penelitian ini menunjukkan pengaruh inflasi, Return on Assets (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham pada perusahaan Indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia. Kerangka konseptual dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Konseptual

Tandelilin (2010: 342) berpendapat, Inflasi adalah peningkatan harga barang yang cenderung terjadi secara menyeluruh yang berakibat menurunnya daya beli uang. Secara relatif inflasi yang meningkat menunjukkan sinyal negatif bagi berbagai pihak di pasar modal (Tandelilin, 2010: 343). Tingginya tingkat inflasi akan memberikan dampak pada meningkatnya biaya produksi perusahaan sehingga perusahaan akan menawarkan saham lebih banyak untuk memperoleh modal. Tingginya tingkat inflasi juga menyebabkan daya beli investor turun yang menyebabkan menurunnya minat investor berinvestasi. Permintaan saham yang menurun berakibat pada menurunnya harga saham perusahaan.

Pernyataan ini didukung dengan penelitian dari Khan dan Khan (2018) pada perusahaan yang terdaftar di Karachi Stock Exchange (KSE) menunjukkan hasil inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Semakin tinggi inflasi suatu negara, maka semakin rendah harga saham suatu perusahaan. Hasil tersebut sesuai juga dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmawati (2018), Rossy (2018), Ogboghro dan Anuya (2017) yang mendapatkan hasil, inflasi berpengaruh negatif pada harga saham.

H1: Inflasi berpengaruh negatif terhadap Harga Saham.

Darmadji dan Fakhrudin (2012: 158) berpendapat, ROA adalah rasio yang digunakan sebagai alat ukur seberapa besar perusahaan mampu memperoleh laba dengan memanfaatkan aset perusahaan. Husnan (2005: 331) berpendapat profitabilitas perusahaan meningkat apabila ROA perusahaan meningkat juga, hal tersebut akan menyebabkan profitabilitas yang diterima oleh pemegang saham meningkat. Hal ini akan menarik minat investor untuk berinvestasi. Tingkat ROA tinggi menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan untuk memanajemen aset dengan tepat sehingga mampu memperoleh laba, maka investor berpikir keuntungan yang didapat dari membeli saham perusahaan tersebut akan besar pula, hal tersebut menyebabkan permintaan saham perusahaan akan meningkat menyebabkan harga saham juga meningkat.

Pernyataan ini didukung dengan penelitian dari Monoarfa et al. (2018) pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan hasil ROA berpengaruh positif terhadap harga saham. Semakin tinggi ROA perusahaan, maka akan diikuti dengan semakin tingginya harga saham perusahan tersebut. Hal ini sesuai juga dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Suryawan dan Wirajaya (2017), Mustofa (2016) dan Fauza dan Mustanda (2016) yang memperoleh hasil ROA berpengaruh positif pada harga saham.

H2: Return on Assets (ROA) berpengaruh positif terhadap Harga Saham.

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2012: 72) DER merupakan rasio yang menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Husnan (2005: 331) mengungkapkan jika perusahaan mampu mempertahankan laba dengan penggunaan hutang yang makin besar, hal tersebut berarti bahwa penggunaan hutang tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dari biayanya, sehingga investor dapat menilai positif penggunaan hutang tersebut. Perusahaan dengan DER yang tinggi, dengan pengelolaan perusahaan yang baik, dapat menghasilkan Earning Before Interest and Taxes (EBIT) yang lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga yang harus dibayar perusahaan. Alasan lain perusahaan memilih hutang yang besar agar bunga hutang besar juga yang berdampak pada beban pajak yang ditanggung menurun. Bagi perusahaan hal tersebut bisa memberikan manfaat atas penggunaan hutang. Perusahaan yang memanajemen hutang secara tepat dapat memberikan pengaruh positif terhadap laba perusahaan. Hal tersebut yang membuat investor percaya dan memilih berinvestasi pada saham perusahaan tersebut. Permintaan saham yang meningkat akan berdampak pada meningkatnya harga saham.

Teori tersebut diperkuat dengan penelitian dari Djoni dan Elizabeth (2019) pada perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di Singapore Exchange (SGX) menunjukkan hasil DER berpengaruh positif terhadap harga saham perusahaan. Tingginya tingkat DER perusahaan, maka diikuti dengan semakin tingginya harga saham perusahaan. Hasil yang sama juga didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Suparningsih (2017), Febriyani (2017), Mujati dan Dzulqodah (2016) yang menemukan hasil DER berpengaruh positif dan signifikan pada harga saham. H3: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap Harga Saham

METODE PENELITIAN

Perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia merupakan lokasi penelitian ini. Variabel terikat dalam penelitian ini yakni harga saham, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah inflasi, ROA, dan DER.

Harga saham adalah nilai pasar dari setiap lembar saham perusahaan yang terdaftar dalam Indeks LQ-45 periode 2016-2018. Besarnya harga saham dinyatakan dalam satuan rupiah. Nilai pasar yang digunakan adalah nilai pasar atau harga saham tahunan.

Inflasi merupakan persentase meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus di Indonesia. Inflasi yang dihitung adalah pada periode 2016-2018. Satuan ukur yang digunakan adalah dalam satuan persen, dengan menggunakan tingkat inflasi tahunan. Tingkat inflasi dapat dihitung dengan rumus berikut: Inflasi = IHKn-IHK0 x 100%.....................................................................................(1)

IHK0

Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan pada Indeks LQ-45 untuk menghasilkan laba dari total aktiva yang

digunakan pada periode 2016-2018. Satuan ukur yang digunakan adalah dalam satuan persen. Tingkat ROA yang digunakan dalam jangka waktu tahunan. Return on Assets (ROA) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ROA =

Laba bersih

Total Aktiva


x 100%


(2)


Rasio total hutang terhadap total ekuitas yang umumnya disebut rasio hutang modal (Debt to Equity Ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase penggunaan hutang pada perusahaan LQ-45 periode 2016-2018. Satuan ukur yang digunakan adalah dalam satuan persen. Tingkat DER yang digunakan dalam jangka waktu tahunan. Debt to Equity Ratio (DER) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: DER =

τ t Totadutangd- ∙ x 100%..............................................................................(3)

Total modal sendiri

Data kuantitatif yakni harga saham, ROA, dan DER didapat dari laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan pada website resmi Bursa Efek Indonesia dan data kuantitatif inflasi diperoleh dari website Bank Indonesia. Seluruh perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45 Bursa Efek Indonesia tahun 2016-2018 merupakan populasi penelitian ini. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria penentuan adalah perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ-45 dan secara berturut-turut aktif tercatat pada periode pengamatan yaitu 2016-2018 dan diperoleh sampel sebanyak 34 perusahaan.

Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik analisis regresi linear berganda. Teknik analisis ini digunakan agar mengetahui pengaruh Inflasi (X1), ROA (X2), dan DER (X3) pada Harga saham (Y). Adapun bentuk umum dari persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e………..………….…...…………………...……(4)

Keterangan:

Y    = Harga Saham

X1     = Inflasi

X2    = Return on Assets (ROA)

X3    = Debt to Equity Ratio (DER)

a = konstanta

b1     = Koefisien regresi variabel Inflasi

b2     = Koefisien regresi variabel Return on Assets (ROA)

b3     = Koefisien regresi variabel Debt to Equity Ratio (DER)

e      = kesalahan residual (error)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bursa Efek Indonesia memiliki 24 indeks yang digunakan untuk mengukur pergerakan harga saham pada kelempok tertentu, salah satunya adalah Indeks LQ-45. Indeks LQ-45 adalah indeks yang tediri dari 45 saham terpilih yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar serta lolos seleksi

berdasarkan kriteria tertentu. Indeks LQ-45 diperbarui setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus. Apabila terdapat saham perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan, maka saham perusahaan tersebut akan dikeluarkan pada periode penerbitan berikutnya dan digantikan dengan saham perusahaan lain yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Selama tahun 2016 sampai 2018 terdapat 34 saham perusahaan yang tercatat secara berturut-turut dalam Indeks LQ-45 seperti yang tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2.

Saham-saham yang Termasuk Dalam Indeks LQ-45

No

Kode Saham

Nama Saham

1

ADHI

Adhi Karya Tbk.

2

ADRO

Adaro Energy Tbk.

3

AKRA

AKR Corporindo Tbk.

4

ANTM

Aneka Tambang Tbk.

5

ASII

Astra Internasional Tbk.

6

BBCA

Bank Central Asia Tbk.

7

BBNI

Bank Negara Indonesia Tbk.

8

BBRI

Bank Rakyat Indonesia Tbk.

9

BBTN

Bank Tabungan Negara Tbk.

10

BMRI

Bank Mandiri Tbk.

11

BSDE

Bumi Serpong Damai Tbk.

12

GGRM

Gudang Garam Tbk.

13

HMSP

H. M. Sampoerna Tbk.

14

ICBP

Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

15

INCO

Vale Indonesia Tbk.

16

INDF

Indofood Sukses Makmur Tbk.

17

INTP

Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

18

JSMR

Jasa Marga Tbk.

19

KLBF

Kalbe Farma Tbk.

20

LPKR

Lippo Karawaci Tbk.

21

LPPF

Matahari Department Store Tbk.

22

MNCN

Media Nusantara Citra Tbk.

23

PGAS

Perusahaan Gas Negara Tbk.

24

PTBA

Bukit Asam Tbk.

25

PTPP

PP Tbk.

26

SCMA

Surya Citra Media Tbk.

27

SMGR

Semen Indonesia Tbk.

28

SRIL

Sri Rejeki Isman Tbk.

29

SSMS

Sawit Sumbermas Sarana Tbk.

bersambung…

Lanjutan Tabel 2.

No

Kode Saham

Nama Saham

30

TLKM

Telekomunikasi Indonesia Tbk.

31

UNTR

United Tractors Tbk.

32

UNVR

Unilever Indonesia Tbk.

33

WIKA

Wijaya Karya Tbk.

34

WSKT

Waskita Karya Tbk.

Sumber: Data diolah , 2019

Tabel 3. berikut akan menyajikan hasil dari analisis statistik deskriptif dengan tujuan untuk memberikan gambaran dari data yang telah dikumpulkan. Statistik deskriptif yang digunakan mencakup nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi.

Tabel 3.

Hasil Analisis Statistik Deskriptif

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Harga saham

99

230,00

55.900,00

7.199,8990

9.614,64939

Inflasi

99

3,20

3,81

3,5133

0,25058

ROA

99

-0,70

46,66

8,7447

10,02305

DER

99

15,00

1.034,00

193,4040

220,41153

Valid N

99

Sumber: Data diolah , 2019

Dapat dilihat pada Tabel 3. jumlah pengamatan (n) penelitian ini sebanyak 99 perusahaan dari tahun 2016 sampai 2018. Pada sampel penelitian, seharusnya total sampel pengamatan sebanyak 102. Jumlah yang berubah menjadi 99 pengamatan karena terdapat satu buah perusahaan yang memiliki data outlier yang dapat dilihat dari nilai absolute residual lebih dari angka tiga. Pengeluaran perusahaan tersebut dari analisis untuk menghindari data outlier yang dapat menyebabkan hasil analisis menjadi bias.

Variabel harga saham, nilai terendah sebesar 230 rupiah dan nilai tertinggi sebesar 55.900 rupiah. Rata-rata harga saham selama periode 2016-2018 sebesar 7.199,899 rupiah dengan simpangan baku sebesar 9.614,64939. Rata-rata lebih kecil dari simpangan baku, ini menjelaskan terjadi fluktuatif data.

Variabel inflasi, nilai terendah sebesar 3,20 persen dan nilai tertinggi sebesar 3,81 persen. Rata-rata inflasi selama periode 2016-2018 sebesar 3,5133 persen dengan simpangan baku sebesar 0,25058. Rata-rata lebih besar dari simpangan baku, ini menjelaskan tidak terjadi fluktuatif data.

Variabel ROA, nilai terendah sebesar -0,70 persen dan nilai tertinggi sebesar 46,66 persen. Rata-rata ROA selama periode 2016-2018 sebesar 8,7447 persen dengan simpangan baku sebesar 10,02305. Rata-rata lebih kecil dari simpangan baku, ini menjelaskan terjadi fluktuatif data.

Variabel DER, Nilai terendah sebesar 15 persen dan nilai tertinggi sebesar 1.034 persen. Rata-rata DER selama periode 2016-2018 sebesar 193,4040 persen

dengan simpangan baku sebesar 220,41153. Rata-rata lebih kecil dari simpangan baku, ini menjelaskan terjadi fluktuatif data.

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji statistik non parametik Kolmogorov-Smirnov. Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat nilai 2-tailed significant. Jika hasil uji menunjukkan tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 maka disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Tabel 4.

Hasil Uji Normalitas

Unstandardized

Residual

N

99

Normal Parametersa,b            Mean

0,0000000

Std. Deviation

1,05032953

Most Extreme                 Absolute

0,083

Differences                      Positive

0,083

Negative

-0,071

Test Statistic

0,083

Asymp. Sig. (2-tailed)

0,089c

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 4. nilai 2-tailed significant adalah 0,089, angka tersebut lebih besar dari level of significant yakni 0,05. berarti bahwa data variabel harga saham, inflasi, ROA, dan DER berdistribusi dengan normal.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier terdapat kesalahan pada periode t-1 (tahun sebelumnya). Model regresi yang baik adalah regresi yang terbebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan Durbin-Watson (DW test). Hasil perhitungan nilai d statistik dibandingkan dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

H0 = tidak ada autokorelasi dalam model

H1 = ada autokorelasi dalam model

Jika: (1) Jika 0 < d < dL atau 4-dL < d < 4, maka autokorelasi dengan hipotesis nol ditolak, (2) Jika dU < d < 4-dU, maka autokorelasi dengan hipotesis nol diterima, (3) Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4-dU ≤ d ≤ 4-dL, maka autokorelasi dengan hipotesis nol tidak ada keputusan.

Tabel 5.

Hasil Uji Autokorelasi

Model      R     R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1         0,391a       0,153

0,127

1,06678

1,686

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 5. nilai DW adalah 1,686 dengan N = 99, k = 3, maka dL adalah 1,6108 dan dU adalah 1,7355 (dari tabel DW dengan α = 5%). Diketahui 4-

dU adalah 2,2645 (4-1,7355). Dapat dikatakan data tidak terjadi autokorelasi dikarenakan nilai DW berada diantara nilai dL dan 4-dU (1,6108 < 1,686 < 2,2645).

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terdapat korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik jika tidak terjadi korelasi diantara variabel-variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai tolerance ≤ 0,10 dan VIF ≥ 10 menunjukkan bahwa terdapat multikolinearitas, sedangkan nilai tolerance > 0,10 dan VIF< 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas.

Tabel 6.

Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance

VIF

1 Inflasi

0,994

1,006

ROA

0,904

1,106

DER

0,909

1,100

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 6, nilai tolerance inflasi adalah 0,994, nilai tolerance ROA adalah 0,904 dan nilai tolerance DER adalah 0,909. Nilai VIF inflasi adalah 1,006, Nilai VIF ROA adalah 1,106 dan Nilai VIF DER adalah 1,100. Ketiga variabel tersebut memiliki nilai tolerance labih besar dari 0,10 dan Nilai VIF lebih kecil dari 10. Dapat disimpulkan ketiga variabel tersebut tidak terdapat multikolinearitas.

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik yaitu model regresi yang tidak terdapat heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan menggunakan uji Glejser, jika probabilitas memiliki signifikansi diatas tingkat kepercayaan 0,05 dapat disimpulkan model regresi tidak terdapapat adanya heteroskedastisitas.

Berdasarkan Tabel 7. diketahui bahwa masing-masing variabel bebas memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, hal tersebut menjelaskan dalam penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

Tabel 7.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Beta

t

Sig.

B

Std. Error

1       (Constant)

0,904

0,835

1,082

0,282

Inflasi

0,017

0,237

0,008

0,074

0,941

ROA

-0,006

0,006

-0,104

-0,965

0,337

DER

0,000

0,000

-0,084

-0,781

0,437

Sumber: Data diolah, 2019

Analisis statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk

mengetahui arah dan besarnya pengaruh variabel bebas yakni inflasi, ROA, dan DER terhadap variabel terikat yakni harga saham. Hasil perhitungan analisis regresi linier berganda disajikan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Model

Koefisien Regresi

Kesalahan Standar

T

Sig.

(constant)

7,546

1,518

4,970

0,000

Inflasi

0,026

0,431

0,060

0,952

ROA

0,045

0,011

3,985

0,000

DER

0,001

0,001

2,232

0,028

R Square               = 0,153

df                     = 95

F Hitung               = 5,731

Signifikansi F            = 0,001

Sumber: Data diolah, 2019

Berdasarkan Tabel 8, diperoleh nilai signifikansi F sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05). Hal ini berarti variabel inflasi, ROA, dan DER secara simultan berpengaruh pada harga saham.

Berdasarkan Tabel 8. diketahui bahwa nilai R Square sebesar 0,153 yang artinya 15,3 persen perubahan harga saham dipengaruhi oleh variabel inflasi, ROA, dan DER. Sisanya adalah 84,7 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model regresi yang digunakan.

Dari hasil analisis yang telah disajikan pada Tabel 8, maka diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = 7,546 + 0,026X1 + 0,045X2 + 0,001X3

Variabel Inflasi memiliki nilai signifikansi sebesar 0,952 lebih besar dari taraf nyata α = 0,05 (sig. = 0,952 > 0,05) dan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,026. Hal ini menunjukkan bahwa variabel inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Variabel Return on Assets (ROA) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata α = 0,05 (sig. = 0,000 < 0,05) dan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,045. Hal ini menunjukkan bahwa variabel ROA secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham.

Variabel Debt to Equity Ratio (DER) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,028 lebih kecil dari taraf nyata α = 0,05 (sig. = 0,028 < 0,05) dan memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa variabel DER secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham.

Pengujian hipotesis pertama adalah pengaruh inflasi terhadap harga saham. Diperoleh nilai koefisien regresi adalah 0,026 serta nilai signifikansi uji t adalah 0,952 > α = 0,05. Nilai tersebut menjelaskan jika variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 dengan kata lain hipotesis ditolak. Memiliki koefisien regresi sebesar 0,026 menggambarkan

arah hubungan yang positif yang artinya setiap kenaikan satu persen tingkat inflasi, harga saham akan ikut naik sebesar 0,026 rupiah.

Teori yang telah ada menyatakan, Secara relatif inflasi yang meningkat menunjukkan sinyal negatif bagi berbagai pihak di pasar modal (Tandelilin, 2010: 343) Tingginya tingkat inflasi akan memberikan dampak pada meningkatnya biaya produksi perusahaan sehingga perusahaan akan menawarkan saham lebih banyak untuk memperoleh modal. Tingginya tingkat inflasi juga menyebabkan daya beli investor turun yang menyebabkan menurunnya minat investor berinvestasi. Permintaan saham yang menurun berakibat pada menurunnya harga saham perusahaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil tersebut berlawanan dengan teori yang telah ada serta tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Khan dan Khan (2018), Rachmawati (2018), Rossy (2018), serta Ogboghro dan Anuya (2017) yang menemukan hasil, inflasi berpengaruh negatif pada harga saham. Hal tersebut bisa jadi disebabkan karena tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2016-2018 tidak berada pada kategori inflasi tinggi. Dilihat dari hasil statistik deskriptif, rata-rata inflasi pada tahun 2016-2018 sebesar 3,51 persen. Menurut Dewi dan Artini (2016) inflasi di bawah angka 10 persen pasar modal masih dapat menerima hal tersebut, sedangkan inflasi di atas angka 10 persen maka keseimbangan harga pada pasar modal akan terganggu.

Berkaitan dengan penelitian yang sebelumnya, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sutrisno (2017), Ginting dkk. (2016), dan Purnamawati (2015) yang menyatakan inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Pengujian hipotesis kedua yaitu pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap harga saham. Diperoleh nilai koefisien regresi adalah 0,045 serta nilai signifikansi uji t adalah 0,000 < α = 0,05. Nilai tersebut menjelaskan jika variabel ROA berpengaruh positif terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 dengan kata lain hipotesis diterima. Memiliki koefisien regresi sebesar 0,045 menggambarkan arah hubungan yang positif yang artinya setiap kenaikan satu persen tingkat ROA, harga saham akan ikut naik sebesar 0,045 rupiah.

Teori yang telah ada menyatakan, profitabilitas perusahaan meningkat apabila ROA perusahaan meningkat juga, hal tersebut akan menyebabkan profitabilitas yang diterima oleh pemegang saham meningkat (Husnan, 2005: 331). Hal ini akan menarik minat investor untuk berinvestasi. Tingkat ROA tinggi menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan untuk memanajemen aset dengan tepat sehingga mampu memperoleh laba, maka investor berpikir keuntungan yang didapat dari membeli saham perusahaan tersebut akan besar pula, hal tersebut menyebabkan permintaan saham perusahaan akan meningkat menyebabkan harga saham juga meningkat.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa ROA berpengaruh positif pada harga saham. Hasil ini sesuai sekaligus mendukung teori yang telah ada serta sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Monoarfa et al. (2018), Suryawan dan Wirajaya (2017), Mustofa (2016) dan Fauza dan Mustanda (2016) yang menyatakan ROA berpengaruh positif dan signifikan pada harga saham.

Pengujian hipotesis ketiga yaitu pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham. Diperoleh nilai koefisien regresi adalah 0,001 serta nilai signifikansi uji t adalah 0,028 < α = 0,05. Nilai tersebut menjelaskan jika variabel DER berpengaruh positif terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 dengan kata lain hipotesis diterima. Memiliki koefisien regresi sebesar 0,001 menggambarkan arah hubungan yang positif yang artinya setiap kenaikan satu persen tingkat DER, harga saham akan ikut naik sebesar 0,001 rupiah.

Teori yang telah ada menyatakan, jika perusahaan mampu mempertahankan laba dengan penggunaan hutang yang makin besar, hal tersebut berarti bahwa penggunaan hutang tersebut mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dari biayanya, sehingga investor dapat menilai positif penggunaan hutang tersebut (Husnan, 2005: 331). Perusahaan dengan DER yang tinggi, dengan pengelolaan perusahaan yang baik, dapat menghasilkan Earning Before Interest and Taxes (EBIT) yang lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga yang harus dibayar perusahaan. Alasan lain perusahaan memilih hutang yang besar agar bunga hutang besar juga yang berdampak pada beban pajak yang ditanggung menurun. Bagi perusahaan hal tersebut bisa memberikan manfaat atas penggunaan hutang. Perusahaan yang memanajemen hutang secara tepat dapat memberikan pengaruh positif terhadap laba perusahaan. Hal tersebut yang membuat investor percaya dan memilih berinvestasi pada saham perusahaan tersebut. Meningkatnya permintaan saham berdampak pada meningkatnya harga saham.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif terhadap harga saham. Hasil ini sesuai dan mendukung teori yang telah ada serta sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Djoni dan Elizabeth (2019), Suparningsih (2017), Febriyani (2017), Mujati dan Dzulqodah (2016), yang menemukan hasil DER berpengaruh positif dan signifikan pada harga saham.

SIMPULAN

Dari hasil analisis yang telah dijelaskan tersebut, maka didapatkan kesimpulan yakni inflasi tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hal tersebut menjelaskan tingkat inflasi tidak terlalu diperhatilan oleh investor ketika berinvestasi saham, dikarenakan inflasi selama tahun 2016-2018 berada pada tingkat yang rendah sehingga masih dapat diterima investor. Return on Assets (ROA) berpengaruh positif terhadap harga saham. Hal ini berarti ROA yang meningkat, maka harga saham akan ikut meningkat. Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif terhadap harga saham. Hal ini berarti DER yang meningkat, maka harga saham akan ikut meningkat.

Investor perlu untuk memperhatikan variabel ROA dan DER dikarenakan dari hasil penelitian ini ROA dan DER berpengaruh pada perubahan harga saham. Begitu pula bagi perusahaan sebaiknya tetap menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan melalui nilai ROA dan DER untuk menarik minat investor. Hal tersebut agar perusahaan tetap dapat menghimpun dana dari investor untuk dijadikan modal operasional perusahaan. Di sisi lain perusahaan harus tetap memperhatikan tingkat inflasi karena perubahan inflasi secara ekstrim akan dapat menentukan perubahan pada pasar modal.

REFERENSI

Abditama, H. I., & Damayanti, S. M. (2015). The Influence of Company Performance Toward Stock Price of Pt . Xl Axiata Tbk. Journal of Business and Management, 4(4), 510–521.

Ardiana, A. (2016). Investasi Saham (Pertama). Denpasar: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis.

Asmirantho, E., & Somantri, O. K. (2017). The Effect of Financial Performance on Stock Price At Pharmaceutical Sub-Sector Company Listed in Indonesia Stock Exchange. JIAFE (Jurnal Ilmiah Akuntansi Fakultas Ekonomi), 3(2), 94–107. https://doi.org/10.34204/jiafe.v3i2.778

Astutik, E. D., Surachman, S., & Djazuli, A. (2014). The effect of fundamental and technical variables on stock price (Study on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange). Journal of Economics, Business, and Accountancy |         Ventura,         17(3),         345–352.

https://doi.org/10.14414/jebav.v17i3.356

Ayudya, R., Suwandari, A., & Hartadi, R. (2017). The Impacts of Fundamental and Macroeconomic Factors on the Stock Price of Oil Palm Plantation Companies in Indonesia Stock Exchange (IDX). Journal of Economics, Business & Accountancy Ventura,     20(2),     141–148.

https://doi.org/10.14414/jebav.v20i2.847

Darmadji, T., & Fakhrudin, H. M. (2012). Pasar Modal di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Dewi, A. D. I. R., & Artini, L. G. S. (2016). Pengaruh Suku Bunga SBI, Inflasi, Dan Fundamental Perusahaan Terhadap Harga Saham Indeks LQ-45 Di BEI. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 5(4), 2484–2510.

Djazuli, A. (2017). The Relevance of Leverage , Profitability , Market Performance , and Macroeconomic to Stock Price. Ekonomi Bisnis, 22(2), 112–122.

Djoni, R. J., & Elizabeth, S. M. (2019). Pengaruh Return on Assets (ROA), Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio (CR), dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Singapore Exchange (SGX) Periode 2014-2017. Eprints STMIK GI MDP & MDP Business Scholl, 1–13.

Egam, G. E. Y., Ilat, V., & Pangerapan, S. (2017). Pengaruh Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Earning per Share (EPS) Terhadap Harga Saham Perusahaan yang Tergabung Dalam

Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2013-2015. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 5(1), 105–114.

Epaphra, M., & Salema, E. (2018). The Impact Of Macroeconomic Variables On Stock Prices In Tanzania. Journal of Economics Library, 5(1), 12–41.

Fauza, M., & Mustanda, I. (2016). Pengaruh Profitabilitas, Earning per Share (EPS) dan Dividend Payout Ratio (DPR) Terhadap Harga Saham. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 5(12), 8015–8045.

Febriyani, R. M. (2017). Pengaruh Return On Assets, Debt to Equity Ratio dan Deviden Payout Ratio Terhadap Harga Saham. Jurnal Universitas PGRI Yogyakarta, 1–11.

Ginting, M. R. M., Topowijono, & Sulasmiyati, S. (2016). Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar dan Inflasi Terhadap Harga Saham (Studi Pada Subsektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas Brawijaya, 35(2), 77–85.

Gursida, H. (2017). The Influence of Fundamental and Macroeconomic Analysis on Stock Price. Jurnal Terapan Manajemen Dan Bisnis, 3(2), 222–234.

Herawati, A., & Putra, A. S. (2018). The Influence of Fundamental Analysis on Stock Price: The Case of Food and Beverage Insdustries. European Research Studies Journal, 21(3), 316–326.

Husnan, S, & Pudjiastuti, E. (2012). Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YPKN.

Husnan, Suad. (2005). Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekutritas. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Jumria. (2017). Pengaruh Faktor Fundamental Ekonomi Makro Terhadap Harga Saham Perbankan Di Indonesia. Jurnal Assets, 7(2), 245–259.

Khan, J., & Khan, I. (2018). The Impact of Macroeconomic Variables on Stock Prices: A Case Study of Karachi Stock Exchange. Business and Economics Journal, 09(03), 2014–2015. https://doi.org/10.4172/2151-6219.1000365

Mahmood, I., Nazir, Fi., Junid, M., & Javed, H. Z. (2015). Stock Prices And Inflation : A Case Study Of Pakistan. Journal of Asian Business Strategy, 4(12), 217–223.

Manoppo, C. P. (2015). The Influence of ROA, ROE, ROS, And EPS On Stock Price. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 3(4), 691–

697.

Monoarfa, R., Haming, M., Nurpadila, & Rahman, Z. (2018). The Role of the Company ’s Value in the Mediate Influence the Structure of Capital , Return on Assets and Return on Equity Against the Share Price. International Journal of Research and Review, 3(5), 444–455.

Mujati, Y., & Dzulqodah, M. (2016). Pengaruh Earning Per Share dan Price Earning Ratio Terhadap Debt to Equity Ratio dan Harga Saham pada Perusahaan Sektor Makanan dan Minuman di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EKSIS, 11(1), 102–123.

Munira, M., Merawati, E. E., & Astuti, S. B. (2018). Pengaruh ROA dan ROE Terhadap Harga Saham Perusahaan Kertas di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Dinamika           Manajemen,           4(3),           191–205.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Mussalamah, A. D. M., & Isa, M. (2015). Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt To Equity Ratio (DER) Dan Return On Equity (ROE) Terhadap Harga Saham (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2011). Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta, 19(2), 189–195.

Mustofa, G. (2016). Pengaruh Returnon Equity (ROE) Dan Return on Asset (ROA) Terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012 Stock Price of Companies Manufacturing Food and Beverage Sector. Jurnal Pofita Edisi 3, 1–11.

Ogboghro, V. I., & Anuya, D. E. (2017). The Impart of Inflation and Exchange Rates on Stock Prices in Nigeria. Account and Financial Management Journal, 2(6), 748–757. https://doi.org/10.18535/afmj/v2i6.01

Pratama, C. A., Azizah, D. F., & Nurlaily, F. (2019). Pengaruh Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Current Ratio (CR) dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Harga Saham (Studi pada Perusahaan Jakarta Islamic Index yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2014-2017). Jurnal Administrasi Bisnis, 66(1), 10–17.

Purnamawati, I. G. A. (2015). The Influence of Corporate Characteristic and Fundamental Macroeconomy Factor of Automotive Company Stock Price on Indonesia Stock Exchange. International Journal of Business, Economics and Law, 6(1), 55–62.

Rachmawati, Y. (2018). Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di LQ45 Bursa Efek Indonesia.

Jurnal Media Akuntansi, 1(1), 66–79.

Ramadhani, F. H. (2017). Pengaruh Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Dan Net Profit Margin (NPM) Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2015. Jurnal Profita, 5(8), 1–13.

Riyanto, B. (2011). Dasar-Dasar Pembelajaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE.

Rossy, T. N. (2018). Pengaruh Nilai Tukar (Kurs) Rupiah dan Tingkat Inflasi Terhadap Harga Saham pada Sub-sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI). JOM FISIP, 5(1), 1–15.

Sepang, V. V., Johnson, P. S., & Sihombing, S. (2015). Pengaruh Pertumbuhan Laba dan Inflasi Terhadap Harga Saham Perusahaan Asuransi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013. Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi, 19(2), 59–69.

Silva, N. L. C. (2016). Effect Of Inflation On Stock Prices: Evidence From Sri Lanka. International Journal of Scientific & Engineering Research, 7(4), 1278–1279.

Sitorus, T., & Elinarty, S. (2017). The Influence of Liquidity and Profitability Toward the Growth of Stock Price Mediated by the Dividen Paid Out (Case in Banks Listed in Indonesia Stock Exchange). Journal of Economics, Business & Accountancy Ventura,     19(3),     377–392.

https://doi.org/10.14414/jebav.v19i3.582

Suparningsih, B. (2017). Effect of Debt to Equity Ratio (DER), Price Earnings Ratio (PER), Net Profit Margin (NPM), Return on Investment (ROI), Earning per Share (EPS), in Influence Exchange Rates and Indonesian Interest Rates (SBI) Share Price in Textile and Garment Industry Ind. International Journal of Multidisciplinary Research and Development 58 International Journal of Multidisciplinary Research and Development Www.Allsubjectjournal.Com, 4(11), 58–62.

Suryawan, G. D. I., & Wirajaya, A. G. I. (2017). Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio dan Return On Assets Pada Harga Saham. Jurnal Akuntansi Universitas            Udayana,            21(2),            1317–1345.

https://doi.org/https://doi.org/10.24843/EJA.2017.v21.i02.p17

Sutrisno, B. (2017). The Impact of Macroeconomic Variables on Sectoral Indices in Indonesia. Etikonomi,          16(1),          71–80.

https://doi.org/10.15408/etk.v16i1.4323

Tandelilin, E. (2010). Portofolio Dan Investasi: Teori Dan Aplikasi (Pertama). Yogyakarta: Kanisius.

Utami, M. R., & Darmawan, A. (2019). Effect of DER , ROA , ROE , EPS and MVA on Stock Prices in Sharia Indonesian Stock Index. Journal Of Applaied Accounting and Taxation, 4(1), 15–22.

Wiagustini, N. L. P. (2014). Manajemen Keuangan. Denpasar: Udayana University Press.

987