E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 6, No. 11, 2017: 5834-5858

ISSN : 2302-8912

VARIABEL PENENTU FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

Ni Komang Uttami Ghita Dewi1 Made Dana 2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini antara lain untuk menganalisis signifikansi pengaruh current ratio, return on assets, debt to equity ratio dan total assets turnover terhadap financial distress perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016.Populasi penelitian ini adalah seluruhperusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesiaperiode 2016 yang berjumlah 144 perusahaan, dengan menggunakan metode purposive sampling di dapatkan sampel sebanyak 90 perusahaan. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian berdasarkan uji t menunjukkan bahwa secara parsial current ratio berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap financial distress, secara parsial return on assets berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.Secara parsial debt to equity ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Secara parsialtotal assets turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Kata kunci: current ratio, return on assets, debt to equity ratio, total assets turnover, financial distress

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the significance of current ratio, return on assets, debt to equity ratio and total assets turnover to financial distress of manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange period 2016.Population of this research is all manufacturing companies in Bursa Efek Indonesiaperiode 2016 which amounted to 144 Company, by using purposive sampling method in get sample as many as 90 companies. Data analysis method used is multiple linear regression. The result of research based on t test shows that partially current ratio has negative and insignificant effect on financial distress, partially return on assets has negative and significant effect to financial distress. Partially debt to equity ratio has a positive and significant effect on financial distress. Partial total assets turnover has a negative and significant effect on financial distress.

Keywords: current ratio, return on assets, debt to equity ratio, total assets turnover, financial distress

PENDAHULUAN

Risiko merupakan kata yang mempunyai konotasi negatif, sesuatu yang tidak disukai, sesuatu yang ingin dihindari. Risiko adalah kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari yang diharapkan. Risiko muncul karena ada kondisi ketidakpastian. Kepastian itu sendiri ada banyak tingkatannya. Pada tingkatan pertama, kondisi kepastian sangat tinggi (tidak ada atau pasti), kedua kepastian obyektif (hasil bisa diidentifikasi dan probabilitas diketahui), ketiga kepastian subyektif (hasil bisa diidentifikasi tetapi probabilitas tidak diketahui) dan keempat sangat tidak pasti. Kepastian bisa tercermin dari fluktuasi pergerakan yang tinggi, semakin tinggi fluktuasi, maka semakin besar tingkat ketidakpastiannya (Hanafi, 2012:02).

Globalisasi dunia membuat perekonomian dunia menjadi lebih erat kaitannya. Kejadian di suatu negara akan lebih cepat mempengaruhi keadaan di negara lain, dengan kondisi seperti itu fluktuasi akan cenderung meningkat (Hanafi, 2012:05). Kondisi ekonomi yang selalu mengalami perubahan mempengaruhi kegiatan dan kinerja perusahaan baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Persaingan perusahaan saat ini semakin ketat dan sengit, di kondisi seperti ini perusahaan dituntut untuk tetap konsisten menjaga kestabilan kinerja, mengembangkan inovasi dan memperluas cakupan usaha sehingga dapat terus bertahan dan mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan (Simamora dan Haerudin, 2014).

Globalisasi di dalam perkembangannya tidak hanya berdampak baik bagi perusahaan tetapi ada pula globalisasi yang berdampak buruk, salah satunya adalah global financial crisis yang terjadi pada tahun 2008 (Hidayat dan Merianto, 2014). Guncangan ekonomi Amerika yang dimulai pada pertengahan tahun 2007 sebagai akibat krisis kredit perumahan bermutu rendah atau yang lebih dikenal dengan kasus subprime

mortgage ternyata berimbas ke krisis sektor finansial yang lebih dalam. Kondisi ini ternyata semakin memburuk, meluas dan berkepanjangan sehingga menyebabkan tumbangnya harga-harga saham hampir di seluruh belahan dunia serta kebangkrutan lembaga keuangan maupun perusahaan baik di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan negara-negara lainnya. Krisis keuangan di Amerika ini pada akhirnya dirasakan pula oleh Indonesia, dampak yang dirasakan Indonesia pada saat itu yaitu menurunnya kinerja neraca pembayaran, tekanan pada nilai rupiah, dan dorongan pada laju inflasi. Krisis ini menyebabkan beberapa perusahaan di delisting dari Bursa Efek Indonesia (Sugema, 2012).

Perusahaan bisa di delisting dari Bursa Efek Indonesia karena perusahaan tersebut berada pada kondisi financial distress atau sedang mengalami kesulitan keuangan (Pranowo, 2010). Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress dimana jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasi negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan melakukan merger (Brahmana, 2007). Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang cenderung mengalami kesulitan likuiditas, dimana ditunjukkan dengan semakin turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Hanifah, 2013).

Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi (Platt and Platt, 2006). Financial distress adalah kegagalan pada perusahaan yang berisiko terhadap operasi di dalam dan di luar suatu perusahaan (Lee et al., 2011). Kesulitan keuangan terjadi atas serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang kurang tepat dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap manajemen serta kurangnya upaya pengawasan kondisi keuangan perusahaan sehingga

dalam penggunaannya kurang sesuai dengan apa yang dibutuhkan (Brigham and Daves, 2003:692). Kesulitan keuangan yang dialami perusahaan disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu ada faktor internal dan juga ada faktor eksternal. Faktor internal diantaranya karena faktor financial yaitu kondisi keuangan perusahaandan faktor non-financial yaitu manajemen atau visi dan misi perusahaan, sedangkan faktor eksternal yaitu keadaan ekonomi suatu negara tersebut atau keadaan ekonomi global (Thobarry, 2009).

Kesalahan di dalam memprediksi ataupun salah mengambil keputusan terhadap kelangsungan operasi suatu perusahaan di masa yang akan datang dapat berakibat fatal, yaitu kehilangan pendapatan atau investasi yang telah ditanamkan pada suatu perusahaan (Mas’ud dan Srengga, 2011). Kondisi keuangan perusahaan perlu di analisis agar tidak sampai terjadi kepailitan, analisis ini tidak hanya penting bagi perusahaan tetapi juga bagi pemegang saham, investor, bank (sebagai pemberi kredit), pemerintah, karyawan, masyarakat dan manajemen (Zhou et al., 2012).Penelitian mengenai kebangkrutan merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress, karena dengan menganalisis kondisi keuangan sejak dini, perusahaan dapat mengantisipasi bahkan memperbaiki sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan (Fitriandini, 2012).

Kebangkrutan, kegagalan maupun financial distress dapat di analisis menggunakan indikator kinerja keuangan perusahaan di dalam memprediksi kondisi perusahaan pada masa yang akan datang (Iramani, 2007). Rasio menggambarkan hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain. Analisa rasio keuangan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik buruknya kondisi atau posisi keuangan suatu perusahaan (Munawir, 2010:64).Hasil analisa laporan keuangan selanjutnya akan digunakan untuk mengambil keputusan bagi manajer, semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan maka semakin baik pula bagi pihak

manajemen, karena dapat melakukan perbaikan dengan adanya pencegahan sejak dini (Yuliastary dan Wirakusuma, 2014). Hal ini diperkuat dengan hasil dari penelitian Altman pada tahun 1968 yang menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat bermanfaat untuk memprediksi kegagalan atau kebangkrutan suatu perusahaan dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 94 persen dan 95 persen benar dalam penelitiannya (Hanifah, 2013).

Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya (Sartono, 2012:114). Rasio likuiditas dalam penelitian ini diproksikan dengan current ratio. Current ratio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo (Wiagustini, 2014:87).Variabel current ratio di pilih dalam penelitian ini untuk menganalisis seberapa besar pengaruh ketersediaan aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban lancarsebagai penentu risikoterjadinya financial distress.Penelitian dari Damayanti dkk. (2017) menunjukkan current ratio memiliki pengaruh negatif terhadap financial distress, karena apabila kondisi perusahaan likuid maka perusahaan mampu untuk membiayai kewajiban jangka pendeknya sehingga terhindar dari kondisi financial distress. Penelitian tersebut didukung hasil penelitian dari Putri dan Merkusiwati (2014), Ellen dan Juniarti (2013), Fitriyah dan Hariyati (2013) dan Atika dkk. (2012).

Kasmir (2012:197) menyatakan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio yang memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan, karena menunjukkan laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan return on total assets (ROA). ROA adalah rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Sartono, 2012:65).Variabel ROA di pilih dalam penelitian ini untuk menganalisis seberapa besar pengaruh tingkat pengembalian atas aktiva perusahaan sebagai penentu risiko terjadinya financial distress.

Andari dan Wiksuana (2017), menyatakan bahwa return on assets berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan, karena semakin tinggi rasio ROA maka semakin rendah kemungkinan terjadinya financial distress. Penjelasan tersebut didukung hasil penelitian dari Kusumawardana dan Aisjah (2013), Arasy dan Harlendro (2013), Hepsari (2015), dan Adi (2014).

Rasio leverage mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang (Kasmir, 2012:113). Rasio leverage dalam penelitian ini di proksikan dengan debt to equity ratio. DER membandingkan hutang jangka panjang dengan modal sendiri untuk mengetahui besarnya penggunaan hutang jangka panjang dibandingkan modal sendiri (Wiagustini, 2013:88). Variabel DER di pilih dalam penelitian ini untuk menganalisis seberapa besar pengaruh total hutang terhadap ekuitas perusahaan sebagi penentu risiko terjadinya financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Ardian dkk. (2017) memberikan hasil bahwa debt equity ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress, sehingga semakin tinggi tingkat hutang perusahaan yang dibiayai oleh modal sendiri, maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya financial distress. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Widati dan Pratama (2015), Al-Khatib and Al-Horani (2012), Ahmad (2013), dan Nella (2010).

Rasio aktivitas menunjukkansejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset untuk memperoleh penjualan (Sartono, 2012:114). Rasio aktivitas dalam penelitian ini menggunakan total assets turnover (TATO). TATO mengukur penggunaan dana pada total aktiva dalam rangka mencapai penjualan (Wiagustini, 2014:89). Variabel TATO di pilih dalam penelitian ini untuk menganalisis seberapa besar pengaruh perputaran total aktiva sebagai penentu risiko terjadinya financial distress. Penelitian yang telah dilakukan oleh Yudiawati dan Indriani (2016) menyebutkan bahwa total asset turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko terjadinya financial distress di suatu

perusahaan, dimana semakin tinggi TATO perusahaan maka semakin rendah risiko perusahaan mengalami financial distress. Pernyataan tersebut didukung hasil penelitian yang dilakukanoleh Sun and Li (2011), Saleh dan Sudiyatno (2013), Hidayat dan Meiranto (2014), dan Jiming and Weiwei (2011).

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress yang di proksikan dengan interest coverage ratio (ICR). ICR merupakan bagian dari rasio leverage, yang mengukur pengaruh adanya modal luar bagi perusahaan (Wiagustini, 2014:88). Variabel ICR di pilih dalam penelitian ini untuk mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami financial distress karena tidak mampu membayar beban bunga.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dimana variabel dependen terdiri dari satu variabel, yaitu financial distress dan variabel independen lebih dari satu yaitu current ratio, return on assets, debt to equity ratio dan total assets turnover. Debt to equity ratio yang tinggi mengindikasikan perusahaan akan mengalami financial distress. Current ratio, return on assets dan total assets turnover yang rendah akan mengindikasikan perusahaan mengalami financial distress. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat atas perubahan dari setiap peningkatan atau penurunan variabel yang akan mempengaruhi variabel terikat.

Perusahaan manufaktur dipilih dalam penelitian ini karena sektor manufaktur merupakan sektor dengan perusahaan terbesar karena aktivitas efeknya yang tinggi serta perusahaan manufaktur merupakan perusahaan terbanyak yang mengalami delisting pada tahun 2015, yaitu sebanyak dua perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat memprediksi kegagalan keuangan atau financial distress perusahaan sejak awal untuk menghindari

kemungkinan terjadinya kebangkrutan atau likuidasi pada perusahaan yang selanjutnya akan mengakibatkan perusahaan didelisting dari Bursa Efek Indonesia.

Rasio lancar (current ratio) mengukur kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya(Triwahyuningtias dan Muharram, 2012). Perusahaan yang mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distressakan semakin kecil (Almilia dan Kristijadi, 2003). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa current ratio memiliki pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perusahaan.

Damayanti dkk. (2017) melakukan penelitian dengan menggunakan analisis regresi linier bergandauntuk menguji pengaruh current ratio terhadap financial distress, hasil penelitian menyatakan bahwa current ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil penelitian yang sama juga di buktikan oleh Putri dan Merkusiwati (2014), Fitriyah dan Hariyati (2013), Ellen dan Juniarti (2013) dan Atika dkk., (2012).Semakin tinggi rasio lancar, maka semakin rendah kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

H1:Current Ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Return on total assetsdigunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.Efektivitas dari penggunaan aset perusahaan akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, sehingga perusahaan akan memperoleh penghematan dan akan memiliki kecukupan dana untuk menjalankan usahanya, dengan adanya kecukupan tersebut maka kemungkinan perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil (Widarjo dan Setiawan, 2009). Return on assetsyang semakin tinggi, makaperusahaan di dalam memanfaatkan

fasilitas perusahaan akan semakin efisien, dengan begitu kinerja perusahaan juga akan meningkat (Mafiroh dan Triyono, 2016).

Hepsari (2015) melakukan penelitian dengan menganalisis pengaruh rasio kinerja keuanganterhadap kondisi financial distressmenggunakan analisis regresi linier berganda, hasil penelitian menyatakan bahwa return on assets berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil penelitian yang sama juga di dapat oleh Arasy dan Harlendro (2013), Kusumawardana dan Aisjah (2013), Andari dan Wiksuana (2017), dan Adi (2014).Semakin tinggi ROA yang dimiliki perusahaan, maka akan semakin kecil peluang perusahaan tersebut terindikasi financial distress (Hidayat dan Meiranto, 2014). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

H2: Return On Assets berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Debt to equity ratio merupakan rasio yang membandingkan total utang dengan total modal sendiri (Mas’ud dan Srengga, 2011). Analisis rasio ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengetahui apakah hutang dapat tertutupi oleh jumlah ekuitas perusahaan, oleh karenanya jumlah ekuitas harus lebih besar dari jumlah hutang. Perusahaan agar bisa melunasi hutang tanpa harus mengorbankan terlalu banyak kepentingan pemilik modal, maka perusahaan tersebut harus memiliki debt to equity ratio yang rendah. Sebaliknya, apabila ternyata perusahaan memiliki debt to equity ratio yang tinggi, atau jumlah hutang lebih besar dari jumlah ekuitas, maka perusahaan tersebut dikhawatirkan akan kesulitan dalam membayar hutang-hutangnya. Hal ini yang dapat memicu terjadinya financial distress(Haq, 2013).

Ardian dkk., (2017) melakukan penelitian mengenai pengaruh debt to equity ratio menggunakan analisis regresi linier berganda, hasil penelitian menyebutkan bahwa debt to equity ratioberpengaruh positif dan signifikan terhadapfinancial distress. Hasil

penelitian yang sama juga di buktikan oleh Widati dan Pratama (2015),Al-Khatib and Al-Horani (2012), Nella (2010), dan Ahmad (2013). Debt to equity ratio yang semakin tinggi, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

H3: Debt to Equity Ratioberpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress.

Total assets turnover merupakan variabel yang mengukur aktifitas aktiva, kemampuan perusahaan dalam menghasilkan penjualan melalui aktiva dan mengukur seberapa efisien aktiva tersebut telah dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan. Tingginya perputaran total aktiva, maka semakin efektif total aktiva dalam menghasilkan penjualan (Saleh dan Sudiyatno, 2013).Penelitian Sun and Li (2011), Saleh dan Sudiyatno (2013), Hidayat dan Meiranto (2014), Yudiawati dan Indriani (2016), dan Jiming and Weiwei (2011) menyatakan bahwa bahwa total assets turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

Total Asset Turnover yang tinggi menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Perusahaan yang semakin efektif menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan. Efektifnya perputaran total aktiva akan menunjukkan semakin baik kinerja keuangan yang dicapai oleh perusahaan sehingga kemungkinan terjadinya financial distress akan semakin kecil (Yudiawati dan Indriani, 2016).Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

H4: Total Assets Turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kausalitas atau asosiatif yang merupakan suatu penelitian yang meneliti pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lainnya atau untuk mengetahui hubungan antar variabel (Sugiyono, 2014:36). Penelitian ini dilakukan pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dapat diakses di www.idx.co.id. Data didapatkan dalam bentuk Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan laporan historis lainnya di BEI periode 2016.

Gambar 1. Model Penelitian

Financial distress merupakan tahap terjadinya penurunan kondisi keuangan perusahaan, yang berawal dari kesulitan likuiditas yang dialami perusahaan, dan apabila dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Financial distress pada penelitian ini di proksikan dengan menggunakan Interest Coverage Ratio. ICRmengukur sejauh mana laba operasi dapat mengalami penurunan sebelum perusahaan tidak mampu memenuhi biaya bunga tahunannya. Data kuantitatif perhitungan ini didasarkan pada laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Satuan pengukuran Interest Coverage Ratio adalah dalam kali (x). Secara matematis, interest coverage ratio dapat dihitung menggunakan rumus (Brigham danHouston, 2010:144).

EBIT

Interest Coverage Ratio =          ……………………………․․…․(1)

Beban Bunga

Variabel ini menunjukkan sejauh mana kewajiban lancar ditutupi oleh aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas dalam waktu dekat.Data kuantitatif perhitungan ini didasarkan pada laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Satuan pengukuran Current Ratio adalah dalam persentase (%). Secara matematis, CRdapat dihitung menggunakan rumus (Brigham danHouston, 2010:134).

aset lancar

Current Ratio =            ×100%…………․…………………․․(2)

kewajiban lancar

Variabel ini menunjukkan tingkat pengembalian atas total aset. Data kuantitatif perhitungan ini didasarkan pada laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Satuan pengukuran Return On Assets adalah dalam persentase (%). Secara matematis, ROAdapat dihitung menggunakan rumus (Brigham danHouston, 2010:148).

=


laba bersi

× 100%

total aset


(3)


Variabel ini merupakan indikator struktur modal dan risiko finansial, berupa perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas. Data kuantitatif perhitungan ini didasarkan pada laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Satuan Debt To Equity Ratioadalah dalam persentase (%). Secara matematis, DERdapat dihitung menggunakan rumus (Kasmir, 2012:158).

totalutang

Debt Equity Ratio =          ×100%……………․․………………․(4)

total ekuitas

Variabel ini digunakan untuk mengukur perputaran seluruh aset perusahaan. Data kuantitatif perhitungan ini didasarkan pada laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Satuan pengukuran Total Assets Turnover adalah dalam kali (x). Secara matematis, TATOdapat dihitung menggunakan rumus (Brigham danHouston, 2010:139).

penjualan

Total Assets Turn Over= ……․․……………………………(5) total aset

Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (Sugiyono, 2014: 13). Data kuantitatif pada penelitian ini yaitu laporan keuangan tahunan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Sumber data penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Sumber sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak langsung oleh peneliti, misalnya didapatkan melalui orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2014:193).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang diBursa Efek Indonesia tahun 2016. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2016 adalah sebanyak 144. Metode penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan non probability sampling atau lebih tepatnya metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel yang menggunakan kriteria atau ketentuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis data deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran atau deskripsi mengenai variabel yang diteliti dimana terdiri dari current ratio (X1), return on assets (X2), debt to equity ratio (X3), total assets turnover (X4) dan interest coverage ratio (Y). Adapun informasi yang dapat diperoleh dari analisis statistik deskriptif yaitu terkait dengan jumlah pengamatan, nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean) dan

standar deviasi dari masing-masing variabel. Hasil statistik deskriptif dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1.

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

ICR

90

-162,80

4493,44

103,37

491,17636

CR

90

36,05

1516,46

268,04

232,40505

ROA

90

-24,01

43,17

6,12

9,73305

DER

90

-194,72

826,13

103,43

134,60037

TATO

90

0,07

8,43

1,06

0,93567

Valid N

90

(listwise)

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Variabel financial distress (Y) yang di proksikan denganinterest coverage ratiodari 90 sampel perusahaan manufaktur periode 2016, memiliki nilai terendah (minimum) sebesar -162,80x yang dimiliki oleh PT. Saranacentral Bajatama Tbk (BTON), sedangkan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 4493,44xdimiliki oleh PT. Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).Nilai rata-rata (mean) dari interest coverage ratio adalah 103,37x. Hal ini berarti rata-rata kelipatan bunga dari 90 perusahaan sampel adalah sebesar 103,37x, semakin tinggi kelipatan bunga maka semakin produktif perusahaan di dalam membayar beban bunga. Standar deviasi pada variabel interest coverage ratio sebesar 491,17636, dapat disimpulkan bahwa standar deviasi dari variabel financial distress lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel financial distress dari 90 sampel perusahaan cukup bervariasi.

VariabelCurrent Ratio (X1) dari 90 sampel perusahaan manufaktur periode 2016, memiliki nilai terendah (minimum) sebesar 36,05% yang dimiliki oleh PT. Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk (KBRI), sedangkan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 1516,46% dimiliki oleh PT. Duta Pertiwi Nusantara (DPNS). Variabel current ratio dengan mean sebesar 268,04% memiliki pengertian bahwa rata-rata perusahaan melunasi

kewajiban jangka pendeknya dengan memanfaatkan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan pada perusahaan sampel adalah sebesar 268,04%. Standar deviasi pada variabel current ratio sebesar 232,40505, dapat disimpulkan bahwa standar deviasi dari variabel CR lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-ratanya, hal ini menunjukkan bahwa variasi dari variabel CR dari 90 sampel perusahaan cukup bervariasi.

Variabel return on assets (X2) dari 90 sampel perusahaan manufaktur periode 2016, memiliki nilai terendah (minimum) sebesar -24,01yang dimiliki oleh PT. Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk (DAJK), sedangkan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 43,17 dimiliki oleh PT. Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI). Variabel return on assets dengan mean sebesar 6,12, memiliki pengertian bahwa rata-rata tingkat pengembalian atas total aset perusahaan sampel adalah sebesar 6,12. Standar deviasi pada variabel return on assets sebesar 9,73305, maka dapat disimpulkan bahwa standar deviasi dari variabel ROA lebih rendah di bandingkan dengan nilai rata-ratanya, hal ini menunjukkan bahwa variasi dari variabel ROA dari 90 sampel perusahaan memiliki variasi yang kecil.

Variabel Debt To Equity Ratio(X3) dari 90 sampel perusahaan manufaktur periode 2016, memiliki nilai terendah (minimum) yaitu sebesar -194,72 yang dimiliki oleh PT. Bintang Kharisma (BIMA), sedangkan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 826,13 dimiliki PT. Lippo Enterprises Tbk (LPIN). Variabel debt to equity ratio dengan mean sebesar 103,43, memiliki pengertian bahwa rata-rata tingkat penggunaan hutang jangka panjang di bandingkan modal sendiri perusahaan sampel adalah sebesar 103,43. Standar deviasi pada variabel debt to equity ratio sebesar 134,60037, hal ini menunjukkan bahwa variasi dari variabel DER memiliki sebaranyang sangat sempit, hal ini dikarenakan nilai standar deviasinya lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-ratanya menunjukkan data variabel DERsangat bagus.

Variabel Total Assets Turnover (X4) dari 90 sampel perusahaan manufaktur periode 2016, memiliki nilai terendah (minimum) sebesar 0,07, yang dimiliki oleh PT. Siwani Makmur Tbk (SIMA), sedangkan nilai tertinggi (maksimum) sebesar 8,43, dimiliki PT. Alaska Industrindo Tbk (ALKA). Variabel total assets turnover dengan mean sebesar 1,06 memiliki pengertian bahwa rata-rata penggunaan dana pada total aktiva dalam rangka mencapai penjualan pada perusahaan sampel adalah sebesar 1,06. Standar deviasi pada variabel total assets turnover sebesar 0,93567, maka dapat disimpulkan bahwa standar deviasi dari variabel TATO lebih rendah di bandingkan dengan nilai rata-ratanya, hal ini menunjukkan bahwa variasi dari variabel TATO dari 90 sampel perusahaan memiliki variasi yang kecil.

Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Analisis linier berganda digunakan untuk arah dan besarnya pengaruh CR, ROA, DER dan TATO terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2016. Hasil regresi linier berganda untuk penelitian ini dapat

dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Unstandardized

Standardized

T

Sig.

Model

Coefficients

Coefficients

B

Std. Error

Beta

1        (Constant)

54.279

6.735

8.060

.000

CR

-.030

.015

-.138

-1.973

.052

ROA

-.537

.234

-.171

-2.295

.024

DER

.271

.028

.891

9.800

.000

TATO

-19.412

5.164

-.359

-3.759

.000

R

0,768

R Square

0,590

F Statistik

30,621

Signifikansi

0,000

Sumber: Data sekunder diolah, 2017

Berdasarkan Tabel 2, diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y = 54,279 - 0,030 X1 - 0,537X2 + 0,271 X3 – 19,412 X4 + e

Persamaan regresi linier berganda tersebut menunjukkan arah masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya, dimana koefisien regresi variabel bebas yang bertanda positif berarti mempunyai pengaruh yang searah terhadap financial distress dan yang bertanda negatif berarti mempunyai pengaruh yang berlawanan terhadap financial distress. Persamaan regresi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

Nilai konstanta sebesar 54,279 artinya apabila variabel bebas dariCR (X1), ROA (X2), DER (X3) dan TATO (X4) tidak memiliki kontribusi (constant) terhadap variabel terikat yaitu financial distress, maka nilai financial distress (Y) adalah sebesar 54,279.

Nilai koefisien regresi Xj sebesar -0,030 artinya bahwa setiap peningkatan CR sebesar 1% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka financial distress (Y) akan mengalami penurunan sebesar 0,030. Koefisien regresi CR bertanda negatif menandakan bahwa CR berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Nilai koefisien regresi ¾ sebesar -0,537 artinya bahwa setiap peningkatan ROA sebesar 1% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka financial distress (Y) akan mengalami penurunan sebesar 0,537. Koefisien regresi ROA bertanda negatif menandakan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Nilai koefisien regresi X3 sebesar 0,271 artinya bahwa setiap peningkatan DER sebesar 1% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka financial distress (Y) akan mengalami kenaikan sebesar 0,271. Koefisien regresi DER bertanda positif menandakan bahwa DER berpengaruh positif terhadap financial distress.

Nilai koefisien regresi ¾ sebesar -19,412 artinya bahwa setiap peningkatan TATO sebesar 1x dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan, maka financial distress (Y) akan mengalami penurunan sebesar 19,412. Koefisien regresi TATO bertanda negatif menandakan bahwa TATO berpengaruh negatif terhadap financial distress.

Pengaruh Current Ratio Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai Sig. t sebesar 0,052 dengan nilai koefisien beta -0,030 dengan nilai Sig. t sebesar 0,052 yang berarti bahwa nilai signifikansi CR lebih besar dari taraf nyata 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa current ratio (CR) secara statistik berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap financial distress. Hal ini disebabkan karena likuiditas dengan currentratio merupakan pengukur likuiditas jangka pendek, sedangkan financial distress merupakan prediksi jangka panjang dan perusahaan pada sampel perusahaan memiliki kemampuan yang tinggi mendanai operasional perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan hutang lancar yang dimilikinya.Tidak signifikannya rasio likuiditas juga bisa saja terjadi karena perusahaan memiliki kewajiban lancar yang rendah dan lebih terkonsentrasi pada kewajiban jangka panjang, sehingga tidak mempengaruhi kondisi perusahaan.

Jumlah aktiva lancar perusahaan tinggiyang berarti lebih besar dari jumlah kewajiban lancarnya, maka akan cukup untuk menutup kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan. Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Brigham dan Houston (2010) menyatakan bahwa jika kewajiban lancar meningkat lebih cepat dibandingkan aktiva lancar maka, rasio lancar akan turun sehingga, kemungkinan terjadinya financial distress akan meningkat. Rasio yang rendah menunjukkan likuiditas jangka pendek yang rendah sedangkan, rasio lancar yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar yang berarti likuiditas tinggi dan risiko rendah. Semakin besar tingkat likuiditas perusahaan, dalam hal ini aktiva lancarnya, memperlihatkan semakin baik kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, sehingga dalam jangka pendek terhindar dari kemungkinan terjadinya financial distress.

Bukti empiris yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Mafiroh dan Triyono (2016), Widarjo dan Setiawan (2009), dan Hanifah dan Purwanto (2013).

Pengaruh Return On Assets Terhadap Financial Disstres

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa pengaruh return on assets terhadap financial distress diperoleh nilai koefisien beta -0,537 dengan nilai signifikansi 0,024 yang berada di bawah taraf nyata yaitu 0,05 sehingga variabel return on assets (ROA) secara statistik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi ROA perusahaan maka semakin rendah risiko perusahaan mengalami financial distress.

ROA yang tinggi menunjukkan perusahaan mampu menggunakan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut, sehingga semakin efektif dan efisien pengelolaan aktiva perusahaan yang akhirnya dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan, dengan begitu perusahaan akan memperoleh penghematan dan memperoleh kecukupan dana untuk menjalankan usahanya sedangkan ROA yang rendah menandakan kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress semakin besar. Jadi, ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress suatu perusahaan.

Bukti empiris hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kusumawardana dan Aisjah (2013), Andari dan Wiksuana (2017), Arasy dan Harlendro (2013), Adi (2014) dan Hepsari (2015)

Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Financial Disstres

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa pengaruh debt to equity ratio terhadap financial distress diperoleh nilai koefisien beta 0,271 dengan nilai signifikansi 0,000 yang berada di bawah taraf nyata yaitu 0,05 sehingga variabel debt to equity ratio (DER) secara statistik berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil ini mempunyai arti bahwa semakin tinggi debt to equity ratio, maka semakin tinggi risiko perusahaan mengalami financial distress.

DER merupakan perbandingan antara total utang dibagi dengan modal perusahaan. Rasio DER menunjukkan seberapa besar modal perusahaan yang dibiayai oleh hutang. Semakin besar kegiatan perusahaan yang dibiayai oleh utang, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya kondisi financial distress, akibat semakin besar kewajiban perusahaan untuk membayar utang tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa DER memiliki pengaruh positif dalam memprediksi financial distress. Secara umum, rata-rata DER perusahaan manufaktur periode 2016 adalah 103,43%. Dari rata-rata ini dapat dikatakan bahwa pendanaan perusahaan sepenuhnya dibiayai dari utang. Dengan tingginya DER maka risiko yang dihadapi perusahaan juga besar terkait dengan biaya tetap, yaitu pokok pinjaman dan biaya bunga. DER yang tinggi mencerminkan jumlah ekuitas yang dimiliki perusahaan tidak mampu menjamin utang yang dimiliki perusahaan, sehingga kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress semakin besar.

Bukti empiris hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Widati dan Pratama (2015), Ardian dkk., (2017), Nella (2010), Al-Khatib dan Al-Horani (2012) dan Ahmad (2013).

Pengaruh Total Assets Turnover Terhadap Financial Disstres

Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa pengaruh total assets turnover terhadap financial distress diperoleh nilai koefisien beta -19,412 dengan nilai signifikansi 0,000 berada di bawah taraf nyata 0,05, sehingga variabel total assets turnover secara statistik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil ini mempunyai arti bahwa semakin tinggi total assets turnover, maka semakin rendah risiko perusahaan mengalami financial distress.

TATO merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aset. Total asset turnover yang tinggi menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam penggunaan aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Semakin efektif perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan, diharapkan dapat memberikan keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan. Hal itu akan menunjukkan semakin baik kinerja keuangan yang dicapai oleh perusahaan sehingga kemungkinan terjadinya financial distress semakin kecil. Rasio TATO yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemenmengevaluasi strategi, pemasarannya, danpengeluaran modalnya. Apabila rasio ini rendah, maka perusahaan tidak menghasilkan volume penjualan yang cukup dibanding dengan investasi dalam aktivanya. Hal ini menunjukkan kinerjayang tidak baik, sehingga dapat mempengaruhi keuangan perusahaan dan memicu terjadinya financial distress. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola hubungan antara rasio total assets turnover dengan financial distress adalah negatif.

Bukti empiris hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sun and Li (2011), Saleh dan Sudiyatno (2013), Hidayat dan Meiranto (2014), Yudiawati dan Indriani (2016), dan Jiming and Weiwei (2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari penelitian ini sesuai dengan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan adalah sebagai berikut. Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa Current Ratio (CR) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa Return On Assets (ROA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa Total Assets Turnover (TATO) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini sesuai dengan simpulan penelitian yang telah diuraikan adalah sebagai berikut. Bagi investor, agar dapat mempertimbangkan variabel kinerja keuangan yaitu ROA, DER dan TATO untuk membantu mengambil keputusan investasi pada saham yang tepat, karena variabel-variabel independen tersebut secara parsial telah terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap financial distress perusahaan.Bagi perusahaan, agar memperhatikan laporan keuangan terutama pada variabel CR, ROA, DER dan TATO yang terbukti memiliki pengaruh terhadap financial distress serta diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar perusahaan terhindar dari financial distress.

REFRENSI

Adi, S. 2014. Analisis Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 20082013. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2(4), 315-326.

Ahmad, G. 2013. Analysis Of Financial Distress In Indonesian Stock Exchange. Review Of Integrative Bussines and Economics Research, 2(2), 521-533.

Al-khatib, H., Al-Horani. 2012. Predicting Financial Distress Of Public Companies Listed In Amman Stock Exchange. European Scientific Journal, 8(15), 1-17.

Almilia, L., Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI), 7(2), 183-210.

Andari, M., Wiksuana. 2017. Rgec Sebagai Determinasi Dalam Menanggulangi Financial Distress Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Manajemen Unud, 6(1), 116-145.

Arasy., Harlendro. 2013. Analisis Current Ratio, Debt To Asset Ratio, Return On Asset, Inventory Turn Over, Dan Sales Growth Untuk Memprediksi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Tektil Dan Garmen Yang Terdaftar Di BEI Periode 20092012). Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, 2(1), 116.

Ardian., Andini., Raharjo. 2017. Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Aktifitas Dan Rasio Profitabilitas Terhadap Financial Distress. Jurnal Ekonomika dan Bisnis,2(1), 1-12.

Atika, D., Handayani. 2012. Pengaruh Beberapa Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Kondisi Financial Distress. Jurnal Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 1(2), 1-15.

Brahmana, R. K. 2007. Identifying Financial Distress Condition in Indonesia Manufacture Industry, Birmingham Business School. Jurnal University of Birmingham United Kingdom, 3(2), 1-19

Brigham, E. F., Phillip R Daves, 2003, Intermediate Financial Manajemen, 8 th edition, New York: Mc Graw-Hill.Inc.

Brigham, E. F., Houston. 2010. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Terjemahan Ali Akbar Yulianto, Buku 1, Edisi 11, Penerbit Salemba Empat.

Damayanti, Y., Sinarwati. 2017. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Komite Audit Dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Prediksi Financial Distress. Jurnal Akutansi, 7(1), 1-12.

Ellen., Juniarti. 2013. Penerapan Good Corporate Governance, Dampaknya Terhadap Prediksi Financial Distress Pada Sektor Aneka Industri Dan Barang Konsumsi. Journal Business Accounting Review, 1(2), 1-15.

Fitriandini. 2012. Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Menggunakan Support Vector Machine (SVM). Skripsi. UIN SUSKA Riau.

Fitriyah., Hariyati. 2013. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property dan Real Estate. Jurnal Ilmu Manajemen. 1(3), 760-773

Hanafi, Mamduh. 2012. Manajemen Risiko.Edisi Ketiga. STIM YKPN: Yogyakarta

Hanafi, M., H. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. STIE YKPN: Yogyakarta.

Hanifah, O. E. 2013. Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Financial Distress Indicators Terhadap Kondisi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas, 1(4), 25-53.

Hepsari. 2015.PengaruhGood Corporate Governance Indeks Dan Financial Distress Terhadap Kinerja Perusahaan. JOM FEKOM, 2(1), 1-15.

Haq, Syahidull. 2013. Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universitas Syiah Kuala, 2(1), 1-17.

Hidayat., Meiranto. 2014. Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Jurnal Of Accounting Universitas Diponegoro, 3(3), 1-11.

Jiming, L., Weiwei. 2011. An Empirical Study on the Corporate Financial Distress Prediction Based on Logistic Model: Evidence from China’s Manufacturing Industry. International Journal of Digital Content Technology and Its Applications, 5(1), 368-379.

Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali pers.

Lee, S., Yoon., Kyung. 2011. Moderating Effect Of Capital Intensity On The Relationship Between Leverage And Financial Distress In The U.S. Restaurant Industry. International Journal of Hospitality Management, 30(1), 429-438.

Mafiroh., Triyono. 2016. Pengaruh Kinerja Keuangan dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Financial Distress. Jurnal Akutansi dan Keuangan. 1(1), 46-53.

Mas’ud, 2011. Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi. 2(3), 139-154

Munawir, S. 2010. Analisis Informasi Keuangan. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.

Nella, R. 2010. Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Financial Distress Perusahaan Wholesale and Retail Trade yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Journal of Accounting, 3(2), 1-14.

Platt., Platt. 2006. Understanding Differences Between Financial Distress and Bankruptcy. Review of Applied Economies. 2(2), 141-157.

Pranowo, Koes. 2010. Analisis Corporate Financial Distress Perusahaan Publik. Student Journal, 8(1), 1-12.

Saleh., Sudiyatno. 2013. Pengaruh Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Probabilitas Kebangkrutan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, 2 (1), 82 – 91.

Sartono, Agus. 2012. Manajemen Keuangan Teori dan Apikasi. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE.

Simamora, M., Haerudin. 2014. Pengaruh Likuiditas, Solvabilitas, Dan Profitabilitas Untuk Mengetahui Kondisi Keuangan Yang Berdampak Terhadap Prediksi Financial Distress Pada Pt Bakrie & Brothers, Tbk Dan Anak Perusahaan. Jurnal Ekonomi.2(1), 1-16.

Sugema, Imam. 2012. Krisis Keuangan Global Tahun 2008-2009 dan Implikasinya Pada Perekonomian Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 17(3), 145-152.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Bandung:Alfabeta.

Sun., Li. 2011. Dynamic Financial Distress Prediction Using Instance Selection For The Disposal Of Concept Drift. Journal Expert Systems with Applications, 38(1), 2566– 2576

Thobarry, Achmad. 2009. Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Suku Bunga, Laju Inflasi Dan Pertumbuhan GDP Terhadap Indeks Harga Saham Sektor Properti (Kajian Empiris Pada Bursa Efek Indonesia Periode Pengamatan Tahun 2000-2008). Tesis. Universitas Diponegoro.

Triwahyuning., Muharram. 2012. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas Dan Leverage Terhadap Terjadinya Kondisi Financial Distress. Jurnal Diponegoro Bussines Review, 1(1), 1-14.

Wiagustini. 2014. Manajemen Keuangan. Denpasar: Udayana University Press.

Widarjo., Setiawan. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11(2), 107-119.

Widati., Pratama. 2015. Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Dan Return on Equity, Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress. Jurnal Universitas Stikubank, 4(2), 1-14.

Yudiawati., Indriani. 2016. Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt To Total Asset Ratio, Total Asset Turnover, Dan Sales Growth Ratio Terhadap Kondisi Financial Distress. Jurnal Ekonomi Universitas Diponegoro 5(2), 1-16.

Zhou., K.L., Jerome Yen. 2012. Empirical Models Based On Features Ranking Techniques For Corporate Financial Distress Prediction. Journal Computers and Mathematics with Application, 6(4), 2484-2496.

5858