IMPLEMENTASI STRATEGI KEMITRAAN, DIFERENSIASI, DAN LAYANAN UNTUK MENINGKATAN KINERJA INDUSTRI KULINER DI KOTA DENPASAR
on
E-Jurnal Manajemen Unud, Vol. 4, No. 11, 2015: 3991-4018
ISSN: 2302-8912
IMPLEMENTASI STRATEGI KEMITRAAN, DIFERENSIASI, DAN LAYANAN UNTUK MENINGKATAN KINERJA INDUSTRI KULINER
DI KOTA DENPASAR
Felicia Anggraini (1) I Putu Gde Sukaatmadja (2)
(1)(2)Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali-Indonesia Email: [email protected] / No Telp: 081230351056
ABSTRAK
Setiap industri kuliner memerlukan strategi bersaing yang tepat bagi usahanya untuk dapat memaksimalkan kinerja perusahaannya. Peningkatan kinerja perusahaan bukanlah hal yang mudah, untuk itu perlu diusahakan suatu peningkatan kinerja yang konsisten secara berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh strategi kemitraan, diferensiasi, dan layanan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar. Populasi yang digunakan adalah sejumlah perusahaan kuliner dalam skala mikro dan kecil, berupa tempat makan yang telah terdata dan memiliki ijin pemerintah. Sampel yang diambil sebanyak 102 responden dengan metode non probability sampling, khususnya metode purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masing-masing variabel strategi kemitraan, diferensiasi, dan layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan strategi kemitraan, diferensiasi, dan layanan pada industri kuliner dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Kata Kunci: Strategi Kemitraan, Strategi Diferensiasi, Strategi Layanan, Peningkatan Kinerja
ABSTRACT
Every culinary industry requires the right competitive strategy for their companies to maximize their performance. Improving the performance of the company is not easy, it is necessary to make a consistent performance improvement on a sustainable basis. This research was conducted to know the effect of partnership, differentiation, and service strategies on the culinary industry performance improvement in Denpasar. This research was conducted in Denpasar City. The population used was a number of culinary companies in a micro and small scale, in the form of a restaurant that has been registered and has governmental permits. The sample taken was as many as 102 respondents with nonprobability sampling methods, particularly purposive sampling method. The analysis technique used was multiple linear regressions. The results showed that each variable of partnership, differentiation, and the service strategies had a positive and significant impact on the performance improvement. This indicated that the implementation of the strategy of partnership, differentiation, and services in the culinary industry could improve the performance of the company.
Keywords: Partnership Strategy, Differentiation Strategy, Service Strategy, Performance Improvement
PENDAHULUAN
Indonesia telah bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. MEA ini dibentuk untuk meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan Asean, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi antarnegara Asean. Dampaknya, terjadi aliran bebas bagi barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja antar negara-negara Asean di Indonesia, termasuk Bali sebagai daerah pariwisata unggulan Indonesia. Dalam menghadapi persaingan tersebut, pemerintah Provinsi Bali lebih berfokus untuk meningkatkan Industri Mikro dan Kecil (IMK), karena harus diakui bahwa peranan IMK dalam memacu dan mempercepat pembangunan daerah pada era desentralisasi dan globalisasi dewasa ini semakin nyata dan strategis.
Sebagai gambaran, berdasarkan hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006, Bali hingga kini memiliki usaha yang bergelut di IMK sebanyak 83.052 unit usaha atau 21,92 persen dari total jenis usaha sebanyak 378.798 unit yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di provinsi ini. Jika diklasifikasikan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang ada, maka jumlah industri mikro (dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang) sebanyak 76.553 unit usaha dan jumlah industri kecil (dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang) sebanyak 6.493 unit usaha. Seluruh kegiatan IMK ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 174,9 ribu orang atau sebesar 17,89 persen dari tenaga kerja yang ada di Provinsi Bali ini (BPS Provinsi Bali, 2014).
Jika dilihat pada triwulan terakhir tahun 2013, Pertumbuhan produksi IMK Bali pada quarter-to-quarter (q-to-q) yang terjadi sebesar 1,91 persen, lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan produksi IMK secara nasional yang hanya mencapai
1,58% (Gambar 1), sedangkan dalam periode year-on-year (y-on-y) pertumbuhan
produksi Bali selama triwulan IV tahun 2013 mencapai 16,24%, lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2012 yang hanya 3,55% (Gambar 2).
Gambar 1. Pertumbuhan Produksi IMK Bali dan Nasional Triwulan I-IV Tahun 2013 secara Periode Q-to-Q (dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)
Gambar 2. Pertumbuhan Produksi IMK Bali Triwulan I-IV Tahun 2012 dan
Tahun 2013 secara Periode Y-to-Y (dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2014)
Secara kumulatif, dalam 1 tahun terakhir pertumbuhan produksi IMK di Provinsi Bali juga cukup positif dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni meningkat 18,89% dibandingkan tahun 2012 yang mengalami penurunan sebesar 1,69% (Tabel 1). Terdapat 8 (delapan) kontributor utama yang mengalami pertumbuhan produksi tertinggi di atas 10 persen, yakni: (1) industri pengolahan tembakau sebesar 30 persen; (2) industri kayu, barang dari kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya sebesar 25,71 persen; (3) industri pakaian jadi sebesar 21,02 persen; (4) industri barang galian bukan logam sebesar 20,73 persen; (5) industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki sebesar 18,37 persen; (6) industri kertas dan barang dari kertas sebesar 12,66 persen; (7) industri makanan sebesar 12,30 persen; dan (8) industri pengolahan lainnya sebesar 11,42 persen (BPS Provinsi Bali, 2014)
Tabel 1. Pertumbuhan Produksi IMK Bali Triwulan Tahun 2012-2013 (dalam persen)
Thn |
Periode Q-to-Q |
Periode Y-on-Y |
Kumulatif (Tahunan) | ||||||
Tw I |
Tw II |
Tw III |
Tw IV |
Tw I |
Tw II |
Tw III |
Tw IV | ||
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
(5) |
(6) |
(7) |
(8) |
(9) |
(10) |
2012 |
-4,25 |
-6,61 |
5,61 |
9,66 |
-4,21 |
-8,35 |
2,44 |
3,55 |
-1,69 |
2013 |
2,01 |
5,47 |
6,03 |
1,91 |
10,32 |
24,59 |
25,08 |
16,24 |
18,89 |
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014
Selain sebagai salah satu kontributor utama dalam perkembangan produksi IMK Provinsi Bali, industri makanan (dalam penelitian ini akan disebut sebagai industri kuliner) juga merupakan salah satu dari sembilan sektor yang akan diprioritaskan pemerintah Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 (Kementerian Perindustrian, 2015). Denpasar, sebagai ibu kota Provinsi Bali juga merupakan
pusat dari industri kuliner, yakni dengan total populasi sekitar 11.797 perusahaan
(Tabel 2) (BPS Provinsi Bali, 2006).
Tabel 2. Jumlah Perusahaan Kuliner menurut Provinsi dan Jenis Lokasi
Kabupaten/Kota |
Jenis Lokasi |
Total | |
Permanen |
Tidak Permanen | ||
Jembrana |
1.627 |
1.298 |
2.925 |
Tabanan |
4.096 |
1.659 |
5.755 |
Badung |
5.881 |
2.413 |
8.294 |
Gianyar |
3.347 |
1.593 |
4.940 |
Klungkung |
1.772 |
1.081 |
2.853 |
Bangli |
1.891 |
784 |
2.675 |
Karangasem |
2.974 |
1.576 |
4.550 |
Buleleng |
6.979 |
3.609 |
10.588 |
Denpasar |
6.163 |
5.634 |
11.797 |
Bali |
34.730 |
19.647 |
54.377 |
Sumber: BPS Provinsi Bali, 2006
Banyaknya jumlah industri kuliner di Kota Denpasar dibandingkan dengan daerah-daerah lain memiliki peran strategis untuk menciptakan peluang tenaga kerja, kesejahteraan, dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Namun, sesungguhnya permasalahan industri yang dihadapi cukup beragam. Bila diungkapkan secara spesifik, maka permasalahan utamanya secara umum berkaitan dengan aspek lemahnya pengembangan usaha dan permodalan, diantaranya akses kepada lembaga perbankan, kendala pemasaran, desain, teknologi, dan daya saing (BPS Provinsi Bali, 2014).
Terkait dengan masalah permodalan, sejumlah program telah digelontorkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam memacu dan mendorong kinerja usaha IMK. Salah satunya adalah Program Jaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Bali
Mandara. Program ini merupakan wujud nyata keberpihakan Pemprov Bali pada perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) melalui pemberian jaminan kredit bagi kalangan UMKMK yang mempunyai usaha secara layak dan dibiayai perbankan. Untuk masalah pengembangan atau penguatan usaha, perlu diusahakan suatu peningkatan kinerja yang konsisten secara berkelanjutan. Peningkatan kinerja tersebut tentu tidak terlepas dari formulasi strategi bersaing yang tepat, di mana strategi tersebut efektif untuk digunakan dan sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki oleh industri kuliner.
Penelitian Hajar et al. (2012), Tandiharjo dan Devie (2015) menunjukkan bahwa strategi bersaing berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, artinya semakin sesuai strategi bersaing dirumuskan, maka akan semakin tinggi kinerja perusahaan pada industri kecil. Strategi bersaing menurut Porter (1985) merupakan sebuah posisi bisnis untuk memaksimalkan nilai bagi perusahaan dibanding pesaing dengan mengejar strategi generik, salah satu strateginya yaitu strategi diferensiasi.
Beberapa penelitian terdahulu seperti penelitian Prajogo (2007), Rustamblin et al. (2011), serta Monahan dan Rachman (2011) membuktikan bahwa strategi diferensiasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan pada kinerja. Monahan dan Rahman (2011) melihat diferensiasi sebagai produk dan layanan yang unik, sedangkan Rustamblin et al. (2011) melihatnya sebagai pengembangan produk baru atau produk yang sudah tersedia, pengembangan tenaga penjualan, dan pengenalan produk ke pasar baru. Tetapi di sisi lain, penelitian Hallgren dan Olhager (2009), Sukiwun dan Harjanti (2015), Sharma
(2014), Chandra dan Mustamu (2015) justru membuktikan sebaliknya, di mana strategi diferensiasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Porter (1985) menilai diferensiasi mencapai keunggulan kinerjanya ketika perusahaan memberikan nilai yang berbeda, unik, dan bahkan lebih dari harapan pembeli, dengan harga yang premium.
Adanya perbedaan hasil dalam penelitian-penelitian strategi diferensiasi sebelumnya, di mana sebagian peneliti menemukan bahwa strategi diferensiasi berpengaruh terhadap kinerja, demikian juga strategi diferensiasi saja belum terbukti cukup kuat untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di industri makanan. Dalam industri kuliner, citarasa adalah hal penting yang harus diperhatikan, namun lifestyle masa sekarang, daya beli, serta hubungan dan rencana pemasaran juga penting untuk diperhatikan. Manajemen perusahaan semakin dituntut untuk tidak lagi berorientasi pada perusahaannya saja, melainkan juga untuk dapat berorientasi pada konsumen. Salah satu strategi yang berorientasi pada konsumen dan ramai diperbincangkan belakangan ini adalah strategi kemitraan dan strategi layanan.
Strategi kemitraan merupakan strategi yang dapat mengatasi tekanan persaingan dalam suatu industri, diperlukan perusahaan untuk lingkungan bisnis global, di mana sebuah perusahaan perlu memiliki jaringan yang luas dengan pemain-pemain bisnis lainnya (Yasa, 2010). Implementasi strategi kemitraan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja perusahaan (Yasa, 2010; Yousnelly et al., 2013; Yasa et al., 2013; Teck, 2012). Strategi kemitraan tersebut lebih menekankan pada hubungan dengan konsumen, di mana semakin
meningkatnya hubungan kemitraan dengan konsumen, semakin meningkat juga kinerja dalam suatu perusahaan.
Selain menciptakan keunikan melalui strategi diferensiasi dan menjalin hubungan melalui strategi kemitraan, strategi yang tak kalah pentingnya adalah strategi layanan. Dalam penelitian Kaliappen dan Hilman (2014) menemukan bahwa semakin efektifnya strategi diferensiasi dan layanan diterapkan, perusahaan semakin mampu menciptakan keunggulan kompetitif terutama mampu memenuhi keinginan konsumen. Strategi layanan merupakan sebuah strategi jangka panjang yang berpusat pada proses dan sumber daya perusahaan dalam pemberian nilai tambah bagi konsumen (Laihonen et al., 2014).
Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pengaruh strategi kemitraan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar; 2) Untuk mengetahui pengaruh strategi diferensiasi terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar; 3) Untuk mengetahui pengaruh strategi layanan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajer puncak industri kuliner di Kota Denpasar dalam mengambil keputusan dan menentukan strategi yang tepat bagi usahanya, sehingga dapat meningkatkan kinerja industri di era bersaing yang kuat saat ini. Selain itu, diharapkan mampu membantu pemerintah untuk mengatasi kendala dalam pengembangan dan penguatan IMK kuliner di Kota Denpasar.
Strategi kemitraan telah sejak lama diperbincangkan, namun hingga saat ini belum terdapat literatur yang secara serentak memaparkan definisinya dengan
pasti. Beberapa peneliti terdahulu (Hayness dan Allen, 2001; Yasa, 2010; Lee, 2011; Wongsansukchaeron et al., 2013; Yasa et al., 2013; Yousnelly et al., 2013) memiliki penafsiran tersendiri mengenai konsep kemitraan. Kemitraan adalah sebuah proses, kepercayaan (Hayness dan Allen, 2001), hubungan, komunikasi, pembagian nilai, empati, dan imbalan (Wongsansukchareon et al., 2013). Yasa (2010) mendefinisikan kemitraan dengan adanya kerjasama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Gentry (1996) dalam Yasa et al. (2013) memandang kemitraan sebagai komitmen, fokus terhadap peningkatan berkelanjutan, pandangan jangka panjang, pembagian informasi, pembagian risiko, dan imbalan. Strategi kemitraan pada dasarnya berfokus pada hubungan antara dua orang atau lebih dengan maksud untuk mencapai tujuan bisnis tertentu dengan memaksimalkan keefektifan sumberdaya dari setiap partisipan.
Potensi yang saling menguntungkan dari kemitraan secara ekstensif menggambarkan pada suatu keadaan efisiensi, karena perusahaan yang bekerja menggunakan kemitraan memperoleh jaringan lebih luas yang dapat saling menggabungkan sumber daya dan keahlian (Lee, 2011). Kemitraan mampu memberikan manfaat, yaitu menguatkan posisi usaha, memberikan harga yang lebih baik, meningkatkan produksi, mengembangkan produk, menjamin kontinuitas bahan baku, dan memperoleh keuntungan dari hasil penjualan (Yousnelly et al., 2013). Warner (2004), Porter dan Kramer (2002) dalam Lee (2011) berpendapat bahwa manfaat spesifik dari penerapan kemitraan pada suatu
bisnis, yaitu memperoleh keunggulan kompetitif; membangun kepercayaan di masyarakat; mengelola persepsi eksternal dengan meningkatkan reputasi publik; meningkatkan daya tarik untuk calon karyawan; dan mempererat hubungan dengan stakeholders.
Strategi diferensiasi merupakan salah satu strategi bersaing yang dicetuskan oleh Porter (1985), di mana dengan strategi diferensiasi, sebuah perusahaan mencari sebuah keunikan yang merupakan sebuah dimensi untuk memberi nilai yang besar bagi konsumen. Diferensiasi adalah penawaran produk atau layanan yang terbaik, berbeda, dan unik kepada konsumen (Kaliappen dan Hilman, 2014), serta dapat memberikan nilai terbaik bagi konsumen jika dibandingkan dengan kompetitor (Wongsansukchaeron et al., 2013). Chandra dan Mustamu (2015) mendefinisikan diferensiasi produk sebagai identifikasi merk dan kesetiaan pelanggan yang dimiliki oleh perusahaan.
Diferensiasi di dalam konsep pemasaran sering dikenal dengan diferensiasi bauran pemasaran. Diferensiasi bauran pemasaran merupakan proses untuk membuat bauran pemasaran perusahaan menjadi unik dan berbeda dari produk atau layanan pesaing lain dalam menyasar pasar yang sama. Diferensiasi ini mencakup 5P dari pemasaran, yaitu produk (product), tempat (place), harga (price), promosi (promotion), dan orang (people) (Rustamblin et al., 2013; Tandiharjo dan Devie, 2015; Chandra dan Mustamu, 2015; Wongsansukchaeron et al., 2013 ; Kaliappen dan Hilman, 2014; Prajogo, 2007; Entenmann, 2007). Melakukan diferensiasi pada bauran pemasaran perusahaan dapat menciptakan keunggulan jangka pendek dan jangka panjang perusahaan serta merek
perusahaan. Perusahaan dapat memperoleh bisnis dari kualitas, lokasi, dan harga, namun untuk menjaganya dibutuhkan promosi dan layanan. (Entenmann, 2007).
Dewasa ini konsumen mulai banyak menuntut kualitas tinggi dan kenyamanan sebagai bagian penting dari layanan (Chou et al., 2014). Layanan pelanggan yang unggul adalah salah satu karakteristik dari tingginya kinerja suatu bisnis. Oleh karena itu, seperti yang disebutkan dalam literatur pemasaran, suatu perusahaan harus membuat dan memelihara iklim layanan agar secara efektif karyawan di dalam perusahaan dapat memberikan pelayanan yang prima.
Strategi layanan adalah serangkaian kegiatan pelayanan pemasaran yang meningkatkan keuntungan perusahaan (Lovelock dan Wirtz, 2007 dalam Kyuho et al., 2013). Strategi layanan yang berhasil dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, di mana pesaing tidak dapat meniru dengan mudah (Bharadwaj et al., 1993 dalam Kyuho et al., 2013). Konsep pelayanan menggabungkan kapasitas layanan yang tersedia, saluran service delivery, serta proses dan metode yang tersedia untuk memberikan layanan kepada pelanggan (Tyagi dan Piccotti, 2012).
Topik utama dari sebuah strategi layanan adalah kualitas layanan yang merupakan sebuah penentu penting bagi kinerja bisnis perusahaan, sama halnya dengan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Kualitas layanan adalah sebuah attitude dari layanan yang diberikan oleh perusahaan, dihasilkan melalui perbandingan antara ekspektasi dengan kinerja. Kualitas layanan merupakan representasi dari kumpulan elemen diskrit layanan yang paling baik, seperti reliabilitas, ketanggapan, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi,
kredibilitas, keamanan, pemahaman, dan elemen-elemen lain yang terlihat dari kualitas layanan (Carrillat et al., 2007).
Konsep dari kualitas layanan sebenarnya mengacu pada konsumen, dimana ekspektasi atau harapan mereka mampu terpenuhi oleh perusahaan (Parasuraman et al., 1985 dalam Bandyopadhyay, 2015). Servqual (Service Quality) merupakan salah satu alat ukur dari kualitas layanan yang banyak digunakan selama ini. Servqual mencakup banyak instrumen yang dapat melihat kesenjangan antara harapan dan persepsi konsumen untuk dapat melihat kualitas layanan perusahaan (Carrillat et al., 2007; Durvasula et al., 2011; Rauch et al., 2015; Bandyopadhyay, 2015). Mengacu pada Parasuraman et al. (1985) dalam Bandyopadhyay (2015), Servqual dapat dikategorikan dalam konteks variasi layanan, dimana pengukuran kualitas layanannya digunakan lima dimensi universal, yaitu tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.
Servqual yang digunakan antara satu industri dapat berbeda dengan industri lain, karena relevansi dari skala dimensinya bergantung pada penelitian yang dilakukan (Bitner, 1992; Lovelock, 1983; Silvestro et al., 1992 dalam Bandyopadhyay, 2015).
Untuk meningkatkan kinerja industri, dibutuhkan manajemen kinerja yang baik. Manajemen kinerja menurut Chen (2011) adalah inti dari keseluruhan sistem perusahaan, yakni sebuah proses di mana manajer dan karyawan mencapai konsensus pada tanggung jawab, tujuan, dan bagaimana dapat mencapai kesuksesan. Kinerja industri hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan
menggambarkan kondisi empirik industri dari berbagai ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian kinerja.
Tujuan penilaian kinerja menurut Chen (2011) adalah untuk memotivasi personel mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik, serta program dan anggaran organisasi. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya serta untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya, serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Banyak peneliti telah menggunakan penilaian subjektif maupun objektif dalam menilai kinerja perusahaan. Rustamblin (2011) menilainya dari ukuran subjektif, yang meliputi tindakan subjektif pemenuhan tujuan dan kinerja generik relatif yang berupa return of asset (ROA), return of sales (ROS), return of equity (ROE), pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pendapatan, perubahan pangsa pasar, current ratio, dan posisi pesaing. Tang et al. (2007) dan Hajar (2011) menilainya dari ukuran objektif, yaitu keuntungan, pertumbuhan penjualan, dan aset. Anisah et al. (2011) menilainya dari produktivitas usaha dan tenaga kerja.
Kinerja suatu perusahaan luas cakupannya, meliputi kinerja operasional, kinerja pemasaran, kinerja keuangan, dan kinerja sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan (Yasa et al., 2013). Banyak faktor yang juga berperan memengaruhi kinerja, diantaranya adalah faktor keuangan, sumber daya manusia,
pemasaran, teknologi, dan shareholders (Eniola, 2014). Selain itu, Yasa (2010) dalam penelitiannya pada Bank Pengkreditan Rakyat (BPR), melihat pengaruh konsep CAMEL pada kinerja perusahaan, yakni modal (Capital), kualitas aset (Asset quality), manajemen (Management), pendapatan (Earning), dan likuiditas (Liquidity).
Berdasarkan atas kajian teori dan beberapa temuan hasil penelitian sebelumnya, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut.
H1 : Strategi kemitraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara strategi kemitraan dengan peningkatan kinerja perusahaan. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian, seperti penelitian Priadana dan Guntur (2010), Yasa (2010), Rahman (2011), Teck (2012), Yasa et al. (2013). Pada studi UMKM, Rahman (2011) mengatakan bahwa kemitraan usaha mampu memberikan manfaat yang besar bagi usaha UMKM. Implementasi strategi kemitraan yang intensif dengan konsumen dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Yasa, 2010; Yasa et al., 2013). Yasa et al. (2013) pada studi UMKM berpendapat bahwa UMKM di Bali perlu bekerja sama dengan konsumen dengan cara membangun sebuah kontak yang rutin, menyediakan dan berbagi informasi akan produk baru. Priadana dan Guntur (2010) yang meneliti kelompok usaha bersama juga memaparkan bahwa strategi kemitraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan kelompok usaha bersama.
H2 : Strategi diferensiasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner.
Diferensiasi secara parsial memiliki hubungan signifikan dengan variabel kinerja perusahaan, di mana indikator yang paling berpengaruh adalah pengembangan pada produk baru atau produk yang tersedia, penekanan pada pengembangan tenaga penjualan, dan tingkat pengenalan produk baru ke pasar (Rustamblin et al., 2011). Senada dengan penelitian itu, hasil penelitian Anisah et al. (2013) pada Industri Kecil Menengah juga menyatakan bahwa penerapan strategi diferensiasi dapat meningkatkan kinerja dan keunggulan bersaing IKM, di mana indikator yang dominan yaitu inovasi pengembangan produk. Inovasi yang terus menerus terhadap produk sangat memegang peranan yang penting dalam menentukan keunikan produk.
Wongsansukchaeron et al. (2013) menemukan bahwa strategi diferensiasi dan fokus berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifnya kinerja perusahaan. Monahan dan Rahman (2011) menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan di wilayah Amerika Serikat Timur menggunakan keunikan sebagai strategi kompetitifnya. Hasil penelitian Kaliappen dan Hilman (2014) yang dilakukan pada hotel, menyatakan bahwa diferensiasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Disamping itu, Kaliappen dan Hilman (2014) merekomendasikan manajer untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara mengkombinasikan strategi bisnisnya (strategi diferensiasi) dan strategi fungsionalnya (inovasi layanan) pada model bisnisnya. Hal itu dikarenakan
penerapan strategi diferensiasi dengan mengkombinasikan inovasi layanan menghasilkan dampak yang sangat baik pada kinerja.
H3 : Strategi layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner.
Strategi layanan pada dasarnya adalah tentang pemberian nilai lebih pada konsumen, di mana nilai tersebut melampaui keinginan dan ekspektasi konsumen. Semakin unggul layanan yang diberikan pada konsumen, semakin unggul kinerja suatu perusahaan. Pada studi di UKM, Tang et al. (2007) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh antara kualitas layanan dan availabilitas pada kinerja UKM. Laihonen et al. (2014) berpendapat bahwa proses layanan berpengaruh positif pada kinerja perusahaan, di mana nilai konsumen dibentuk dari keseluruhan kualitas layanan yang berasal dari beberapa proses layanan yang berbeda dengan kompetitor. Implementasi kinerja perusahaan yang berbasis layanan dapat menciptakan sebuah situasi saling menguntungkan bagi semua pihak, memberikan keuntungan yang lebih besar pada investasi, meningkatkan kepuasan, retensi, dan loyalitas pelanggan (Kumar dan Markeset, 2007).
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat digambarkan melalui kerangka berpikir berikut ini.
Gambar 1. Skema Kerangka Penelitian
Sumber: Berbagai Pendapat dan Publikasi, Dikembangkan untuk Publikasi
METODE PENELITIAN
Penelitian ini difokuskan untuk meneliti industri kuliner dalam skala mikro dan kecil, yang telah terdata dan memiliki ijin pemerintah, serta memiliki tenaga kerja kurang dari 20 orang di Kota Denpasar. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 11.797 perusahaan kuliner (Badan Pusat Statistik Kota Denpasar, 2006). Populasi yang digunakan adalah sejumlah perusahaan kuliner dalam skala mikro dan kecil, berupa tempat makan yang telah terdata dan memiliki ijin pemerintah. Ukuran sampel yang diambil sebanyak 102 responden dengan metode non probability sampling, khususnya metode purposive sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan penyebaran kuesioner berdasarkan skala Likert 5 poin untuk mengukur 17 indikator. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji normalitas dengan menggunakan SPSS diketahui bahwa nilai Asimp.sig (2-tailed) adalah 0,993 yang lebih besar dari level of significant (α=0,05), ini berarti data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
Hasil uji multikolinieritas untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas juga menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0,10 (10%) dan VIF kurang dari 10.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas (Tolerance dan VIF)
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Strategi Kemitraan (X1) |
0,750 |
1,334 |
Strategi Diferensiasi (X2) |
0,693 |
1,443 |
Strategi Layanan (X3) |
0,718 |
1,393 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian
Pengujian heteroskedastisitas dengan uji Glejser menunjukkan bahwa signifikasi t dari hasil regresi nilai absolute residual lebih dari α=0,05 terhadap absolute residual secara parsial. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa ragam (varians) untuk variabel bebas adalah homogen atau sama (tidak terdapat heteroskedastisitas).
Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel |
t |
Signifikasi |
Strategi Kemitraan (X1) |
0,318 |
0,751 |
Strategi Diferensiasi (X2) |
-0,570 |
0,570 |
Strategi Layanan (X3) |
-1,599 |
0,113 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian
Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel Terikat Variabel Bebas Koefisien
a ara e eas oe s en t-Hitung Sig. Regresi | |
Y |
X1 0,332 4,780 0,000 X2 0,222 3,078 0,003 X3 0,448 6,312 0,000 |
Constanta |
= 1,805E-15 |
R Square |
= 0,646 Signifikasi = 0,000 |
Adj. R Square = 0,635
Sumber: Hasil Pengolahan Data Penelitian
Berdasarkan Tabel 5., diketahui persamaan regresi dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
Y = 1,805E-15 + 0,332X1 + 0,222X2 + 0,448X3
Keterangan:
X1 = Strategi Kemitraan
X2 = Strategi Diferensiasi
X3 = Strategi Layanan
Y = Peningkatan Kinerja
Selanjutnya, dari model regresi yang diperoleh tersebut dapat
diimplikasikan sebagai berikut: 1) βo = 1,805E-15, menunjukkan bahwa jika tidak ada pengaruh dari strategi kemitraan, strategi diferensiasi, dan strategi layanan
(X1, X2, dan X3 = 0), maka kinerja diprediksikan akan mengalami peningkatan yang relatif sangat kecil; 2) β1 = +0,332, menunjukkan bahwa strategi kemitraan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota
Denpasar. Artinya, adanya peningkatan strategi kemitraan dapat memengaruhi terjadinya peningkatan kinerja, dengan asumsi variabel strategi diferensiasi dan strategi layanan adalah tetap (X2 dan X3 = 0) atau Cateris Paribus; 3) β2 = +0,222, menunjukkan bahwa strategi diferensiasi berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar. Artinya, adanya peningkatan strategi diferensiasi dapat memengaruhi terjadinya peningkatan kinerja, dengan asumsi variabel strategi kemitraan dan strategi layanan adalah tetap (X1 dan X3 = 0) atau Cateris Paribus; 4) β3 = +0,448, menunjukkan bahwa strategi layanan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar. Artinya, adanya peningkatan strategi layanan dapat memengaruhi terjadinya peningkatan kinerja, dengan asumsi variabel strategi kemitraan dan strategi diferensiasi adalah tetap (X1 dan X2 = 0) atau Cateris Paribus; 5) R2 = 0,646, yang berarti bahwa sebesar 64,6 persen strategi kemitraan, strategi diferensiasi, dan strategi layanan memengaruhi peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar, sedangkan sisanya 35,4 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model.
Berdasarkan Tabel 5. diketahui nilai signifikasi F dalam penelitian ini sebesar 0,000 sehingga hipotesis diterima karena nilai signifikasi F lebih kecil dari nilai signifikasi yang diharapkan, yaitu <5% atau <0,05. Jadi, dapat dijelaskan bahwa ada pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel strategi kemitraan, strategi diferensiasi, dan strategi layanan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar. Dengan kata lain, model regresi yang dihasilkan layak dipergunakan untuk melakukan prediksi di masa mendatang.
Tabel 6. Hasil Uji t
Variabel |
Unstandardized | |||
Coefficients Beta |
t Hitung |
Sig. |
Keterangan | |
Strategi Kemitraan (X1) |
0.332 |
4.780 |
0.000 |
Signifikan |
Strategi Diferensiasi (X2) |
0.222 |
3.078 |
0.003 |
Signifikan |
Strategi Layanan (X3) |
0.448 |
6.312 |
0.000 |
Signifikan |
Sumber: Lampiran 10 |
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 6. diatas, dapat diketahui bahwa variabel strategi kemitraan, strategi diferensiasi, dan strategi layanan masing-masing menunjukkan nilai signifikansi yang berturut-turut sebesar 0.000, 0.003, dan 0.000 (Sig.<0.05). Maka dapat dijelaskan bahwa strategi kemitraan, strategi diferensiasi, dan strategi layanan mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar.
Pengaruh Strategi Kemitraan terhadap Peningkatan Kinerja Industri Kuliner di Kota Denpasar
Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa nilai signifikasi uji t sebesar 0,000, yakni kurang dari 0,05. Ini berarti hipotesis pertama diterima, yakni strategi kemitraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja. Koefisien regresi β1 sebesar 0,332 menunjukkan bahwa meningkatnya strategi kemitraan maka akan meningkatkan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Priadana dan Guntur (2010), Yasa (2010), Rahman (2011), Teck (2012), dan Yasa et al. (2013). Pada studi UMKM, Rahman (2011) menyatakan bahwa kemitraan usaha mampu memberikan manfaat yang besar bagi usaha UMKM. Yasa (2010)
dan Yasa et al. (2013) menyatakan bahwa implementasi strategi kemitraan yang intensif dengan konsumen dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Priadana dan Guntur (2010) yang meneliti kelompok usaha bersama juga memaparkan bahwa strategi kemitraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan kelompok usaha bersama.
Pengaruh Strategi Diferensiasi terhadap Peningkatan Kinerja Industri Kuliner di Kota Denpasar
Berdasarkan Tabel 6. diketahui bahwa nilai signifikasi uji t sebesar 0,003, yakni kurang dari 0,05. Ini berarti hipotesis kedua diterima, yakni strategi diferensiasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja. Koefisien regresi β2 sebesar 0,222 menunjukkan bahwa meningkatnya strategi diferensiasi maka akan meningkatkan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, di mana dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rustamblin (2011), Anisah et al. (2013), Wongsansukchaeron et al. (2013), dan Kaliappen dan Hilman (2014) yang membuktikan bahwa strategi diferensiasi secara parsial memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap variabel kinerja perusahaan.
Pengaruh Strategi Layanan terhadap Peningkatan Kinerja Industri Kuliner di Kota Denpasar
Berdasarkan Tabel 6., diketahui bahwa nilai signifikasi uji t sebesar 0,000, yakni kurang dari 0,05. Ini berarti hipotesis ketiga diterima, yakni strategi layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja. Koefisien regresi
β3 sebesar 0,448 menunjukkan bahwa meningkatnya strategi layanan maka akan meningkatkan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tang et al. (2007), Laihonen et al. (2014), Kumar dan Markeset (2007). Laihonen et al. (2014) berpendapat bahwa proses layanan berpengaruh positif pada kinerja perusahaan, di mana nilai konsumen dibentuk dari keseluruhan kualitas layanan yang berasal dari beberapa proses layanan yang berbeda dengan kompetitor. Kumar dan Markeset (2007) menyatakan bahwa implementasi kinerja perusahaan yang berbasis layanan dapat menciptakan sebuah situasi saling menguntungkan bagi semua pihak, memberikan keuntungan yang lebih besar pada investasi, meningkatkan kepuasan, retensi, dan loyalitas pelanggan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik simpulan bahwa variabel strategi kemitraan, diferensiasi, dan layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar. Selain itu, variabel strategi layanan merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap peningkatan kinerja industri kuliner di Kota Denpasar.
Saran yang dapat diberikan kepada manajer puncak industri kuliner di Kota Denpasar untuk mempertahankan kebijakan menyangkut variabel kemitraan yaitu perusahaan diharapkan dapat memiliki database konsumen secara lengkap guna memelihara loyalitas konsumen dalam jangka panjang. Pada variabel strategi
diferensiasi, perusahaan hendaknya membuka cabang usaha di tempat strategis lain sehingga pendapatan yang maksimal dapat diperoleh. Pada variabel strategi layanan, perusahaan diharapkan untuk memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan bagi karyawan dalam melayani konsumen agar layanan lebih mudah diukur.
REFERENSI
Anisah, Hastin Umi.; Salim, Ubud.; Sudarma, Made; dan Djumahir. 2011. Peran Budaya Banjar dalam Meningkatkan Kinerja dan Keunggulan Bersaing melalui Kewirausahaan Islami dan Strategi (Studi pada Industri Kecil dan Menengah Batu Mulia/Permata di Martapura Kalimantan Selatan). Jurnal Aplikasi Manajemen, 9(3), pp: 931-942.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2006. Potret Dunia Usaha Provinsi Bali 2006. Denpasar
. 2014. Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Bali Triwulan IV Tahun 2013. Denpasar.
. 2014. Denpasar dalam Angka in Figure 2014. Denpasar.
Brandyopadhyay, Nirmalya. 2015. Classification of Service Quality Attributes Using Kano’s Model: a Study in the Context of the Indian Banking Sector. International Journal of Bank Marketing, 33(4), pp: _
Carrillat, Francois A.; Jaramillo, Fernando; and Mulki, Jay P. 2007. The Validity of the SERVQUAL and SERFPERF Scales. International Journal of Service Industry Management, 18(5), pp: 472-490.
Chandra, Daniel Samantha Bayu dan Mustamu, R.H. 2015. Analisis Strategi Bersaing pada Perusahaan Kotak Karton Gelombang Menggunakan Porter’s Five Forces Analysis. Agora, 3(1), pp: 686-690.
Chen, Dong. 2011. Research on Performance Management of Chinese SME. International Journal of Business and Management, 6(4), pp: 263-265.
Chou, Cheng-Kai.; Wu, Po-Hsuan; and Huang, Ching-Yuan. 2014. Sevice Climate, Service Convenience, Service Quality and Behavioral Intentions in Chain Store Restaurant. International Journal of Organizational Innovation, 7(1), pp: 161-170.
Demoranville, Carol W.; Bienstock, Carol G; and Judson, Kim. 2008. Using Question Order for Predictive Service Quality Measures. Journal of Service Marketing, 22(3), pp: 255-262.
Dinas Koperasi Usaka Mikro, Kecil, dan Menengah Provinsi Bali. 2014. Buku Data Informasi KUKM Provinsi Bali Tahun 2013. Denpasar
Durvasula, Srinivas.; Lysonski, Steven; and Madhavi, A.D. 2011. Beyond Service Attributes: do Personal Values Matter? Journal of Service Marketing, 25(1), pp: 33-46.
Entenmann, Blair. 2007. Differentiate Your Product or Service. http://www.mktghelp.com. Diunduh 29 Mei 2015.
Hadiyati, Ernani. 2014. Service Quality and Performance of Public Sector: Study on Immigration Office in Indonesia. Canadian Center of Science and Education, 6(6), pp: 104-117.
Hajar, Ibnu.; Idrus, M.S.; Salim, Ubud; dan Solimun. 2012. Pengaruh Kemampuan Manajerial dan Lingkungan Industri terhadap Kemampuan Organisasi, Strategi Bersaing, dan Kinerja Perusahaan (Studi pada Industri Kecil Meubel Kayu di Sulawesi Tenggara). Jurnal Aplikasi Manajemen, 10(2), pp: 291-302.
Hallgren, Mattias and Olhager, Jan. 2009. Lean and Agile Manufacturing: External and Internal Drivers and Performance Outcomes. International Journal of Operations and Production Management, 29(10), pp: 976-999.
Haynes, Peter and Allen, Michael. 2001. Partnership as Union Strategy: a Preliminary Evaluation. Employee Relations, 23(2), pp: 164-187.
Kaliappen, Narentheren and Hilman, Haim. 2014. Does Service Innovation Act as a Mediator in Differentiation Strategy and Organizational Performance Nexus? An Empirical Study. Asian Sosial Science, 10(11), pp: 123-131.
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. 2015. Sembilan Sektor Jadi Prioritas Hadapi MEA.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/5653/Sembilan-Sektor-Jadi-Prioritas-Hadapi-MEA. Diakses 29 Mei 2015.
Kumar, Rajesh and Markeset, Tore. 2007. Development of Performance‐Based Service Strategies for the Oil and Gas Industry: a Case Study. Journal of Business & Industrial Marketing, 22(4), pp: 272-280
Kyuho, Lee.; Madanoglu, Melih; and Jae-Youn Ko. 2013. Developing a Competitive International Service Strategy: a Case of International Joint Venture in the Global Service Strategy. The Journal of Service Marketing, 27(3), pp: 245-255.
Laihonen, Harri.; Jääskeläinen, Aki; and Pekkola, Sanna. 2014. Measuring Performance of a Service System – from Organizations to Customer-Perceived Performance. Measuring Business Excellence, 18(3), pp: 73-86.
Lee, Louise. 2011. Business-community Partnership: Understanding the Nature of Partnership. Corporate Governance: The International Journal of Business in Society, 11(1), pp: 29-40.
Monahan, Michael and Rahman, Shakil. 2011. Porter’s Generic Competitive Strategies: How Appalachian Business Use Them to Compete. Competition Forum, 9 (1), pp: 26-37.
Porter, Michael E. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance. New York: The Free Press.
Prajogo, Daniel I. 2007. The Relationship Between Competitive Strategies and Product Quality. Journal of Industrial Management and Data Systems, 107(1), pp: 69-83.
Priadana, Moh. Sidik.dan Guntur, Effendi M. 2010. Analisis Faktor Penentu Keberhasilan serta Dampak dari Kelompok Usaha Bersama di Jawa Barat. Trikonomika, 9(2), pp: 78-86.
Rachman, Zainuddin. 2011. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Pelatihan dan Kemitraan (Studi pada Industri Meubel di Sulawesi Selatan). Jurnal Aplikasi Manajemen, 9(2), pp: 465-473.
Rauch, Dennis A.; Collins, Michael Dwain.; Nale, Robert D; and Barr, Peter B. 2015. Measuring Service Quality in Mid-scale Hotels. International Journal of Contemporary Hospital Management, 27(1), pp: 87-106.
Rustamblin, Daly.; Thoyib, Armanu; dan Zain, Djumilah. 2013. Pengaruh Strategi Generik Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada Bank Umum). Jurnal Aplikasi Manajemen, 11(1), pp: 115-121.
Sharma, Bishnu. 2004. Marketing Strategy, Contextual Factors and Performance an Investigation of Their Relationship. Marketing Intelligence and Planning, 22(2), pp: 128-143.
Sukiwun, Deviana dan Harjanti, Dhyah. 2015. Formulasi Strategi Bersaing PT. Mandiri Tangguh Laksana. Agora, 3(1), pp: 605-614.
Tandiharjo, Alan Hartanto dan Devie. 2015. Pengaruh Competitor Accounting sebagai Strategic Management Accounting Techniques terhadap Competitive Advantage dan Organization Performance. Business Accounting Review, 3(1), pp: 168-179.
Tang, Yiming.; Wang, Paul; and Zhang, Yuli. 2007. Marketing and Business Performance of Construction SMEs in China. Journal of Business and Industrial Marketing, 22(1), pp: 118-125.
Teck, Pua Eng. 2012. Entrepreneurial Market Orientation Relationship to Performance Malaysian SME’s Perspective. Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability, 8(1), pp: 3-47.
Tyagi, Rajesh. and Piccotti, Jen. 2012. A Service Framework. Quality Progress, 45(10), pp: 40-45.
Waal, Andre de.; Goedegebuure, Robert; and Hinfelaar, Eveline. 2015. Developing a Scale for Measuring High Performance Partnerships. Journal of Strategy and Management, 8(1), pp: 87-108.
Wongsansukchareon, Jedsada.; Trimetsoontom, Jirasek; and Fongsuwan, Wanmo. 2013. A Structural Equation Modelling Development of Relationship Marketing Orientation and Business Strategies Affecting Banking Performance Effectiveness. International Journal of Arts and Science, 6(2), pp: 579-593.
Yasa, Ni Nyoman Kerti. 2010. Peran Partnership Strategy Untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Studi Pada Bank Pengkreditan Rakyat Di Provinsi Bali). Ekuitas, 14(3), pp: 305-329.
Yasa, Ni Nyoman Kerti.; Sukaatmadja, Putu Gede.; Jawas, Abdullah.; Budhi, Made Kembar Sri; and Marhaeni, A.A.I. 2013. SME Performance Improvement and Its Effect on the Poverty Reduction in Bali. International Journal of Business and Management Invention, 2(4), pp: 01-12.
Yousnelly, Putu.; Pandjaitan, Nora H; dan Purwanto, Budi. 2013. Kelayakan dan Strategi Pengembangan Kemitraan KUB Petani Lidah Buaya di Kecamatan Beji Depok. Manajemen IKM, 8(2), pp: 123-134.
4018
Discussion and feedback