E-Jurnal Manajemen, Vol. 12, No. 9, 2023:931-953

ISSN : 2302-8912


DOI: https://doi.org/10.24843/EJMUNUD.2023.v12.i09.p03

PENGARUH JAM KERJA, LAMA USAHA, LOKASI USAHA, DAN PENGGUNAAN DIGITAL MARKETING TERHADAP PENDAPATAN

USAHA MIKRO

Komang Ayu Widya Pramesti1 Ni Nyoman Reni Suasih2

1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jam kerja, lama usaha, lokasi usaha dan penggunaan digital marketing terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuisioner sebanyak 99 responden dan menggunakan metode penentuan sampel yaitu teknik accidental sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan jam kerja, lama usaha, lokasi usaha dan penggunaan digital marketing berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Jam kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan sedangkan lama usaha secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang berlokasi di klaster memperoleh rata-rata pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan berlokasi di luar klaster dan pelaku usaha yang menggunakan digital marketing memperoleh rata-rata pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan tidak menggunakan digital marketing.

Kata kunci: Pendapatan; Jam Kerja; Lama Usaha; Lokasi Usaha; Penggunaan Digital marketing

ABSTRACT

This study aims to analyze the effect of working hours, length of business, business location and use of digital marketing on the income of micro-businesses in the fashion sector in Denpasar City. This research was conducted by distributing questionnaires to 99 respondents and using the method of determining the sample, namely the accidental sampling technique. The data analysis technique used in this study is multiple linear regression analysis. The results of this study indicate that simultaneously working hours, length of business, business location and use of digital marketing have a significant effect on the income of micro-businesses in the fashion sector in Denpasar City. Working hours partially have a positive and significant effect on income while length of business partially has a positive and insignificant effect on the income of fashion micro-enterprises in Denpasar City. Micro business actors in the fashion sector in Denpasar City who are located in clusters earn an average income of more than those located outside the cluster and businesses that use digital marketing earn an average income of more than those who do not use digital marketing.

Keywords: Income; Working Hours; Length of Business; Business Location; Use of Digital marketing

PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi perlu dilakukan dan diperhatikan sehingga suatu negara harus terlibat dalam pembangunan ekonomi jika ingin meningkatkan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, masyarakat, pemerintah, dan seluruh pihak lainnya harus mengambil bagian dalam proses tersebut. Apabila dilihat dari sisi pendapatan masyarakat melalui pendapatan nasional, sektor informal memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan ekonomi Indonesia (Putra & Sudibia, 2020). Sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional salah satunya adalah sektor UMKM (Subri, 2018). Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian Indonesia karena dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia maka UMKM berperan untuk penyerapan tenaga kerja dan pendistribusian hasilhasil pembangunan (Hamzah & Agustien, 2019). Skala usaha yang tidak terpisahkan dari UMKM salah satunya adalah Usaha Mikro. Menurut Maharani & Jember (2016), “Usaha Mikro merupakan pihak yang memiliki andil cukup besar dalam pergerakan perekonomian nasional, karena usaha mikro memiliki kontribusi dalam peningkatan pendapatan nasional, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan bagi masyarakat yang memiliki pendapatan rendah”.

Meutia & Ismail (2012) menjelaskan bahwa usaha mikro memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, baik di negara industri maupun negara berkembang. Usaha mikro di negara maju sangat penting bukan hanya karena berkelompok, namun mempekerjakan lebih banyak orang jika dibandingkan dengan industri lain yang lebih besar (tidak seperti di negara berkembang), dan mereka memberi kontribusi lebih besar pada penciptaan atau perluasan Produk Domestik Bruto (PDB) daripada bisnis besar (Tambunan, 2012:1). Perannya yang mampu menampung lebih banyak tenaga kerja dibandingkan sektor lain yang lebih besar, usaha mikro dianggap sebagai industri yang luar biasa. Usaha mikro sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian bangsa, khususnya perekonomian masyarakat setempat dimana penduduk dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sekarang dan di masa depan. Artinya, dalam situasi ini, usaha mikro memainkan peran penting dalam perekonomian.

Salah satu industri yang berkembang pesat dan mendapat penekanan dalam upaya penguatan perekonomian nasional di Indonesia adalah sektor usaha mikro. Usaha mikro memiliki beberapa manfaat, seperti kemampuan untuk berkontribusi dalam mengurangi jumlah pengangguran, yaitu kemampuan untuk menyerap tenaga kerja, menciptakan lapangan kerja, dan juga berfungsi sebagai solusi bisnis bagi masyarakat kecil, kemampuan untuk meningkatkan pendapatan kotor, Produk Domestik (PDB), dan kemampuan untuk bertahan di saat krisis ekonomi (Tambunan, 2012:3). Banyak usaha kreatif di Indonsia yang selalu muncul disetiap tahunnya sehingga mampu menyerap tenaga kerja dan membantu perekonomian daerah. Secara makro pertumbuhan dan peningkatan PDRB dari tahun ke tahun merupakan indikator dari keberhasilan pembangunan daerah yang dapat dikategorikan dalam berbagai sektor ekonomi.

Provinsi Bali adalah salah satu Provinsi dari 38 provinsi yang memiliki

potensi dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Masyarakat asli Bali biasanya sangat kreatif dan inovatif, usaha mikro di Bali dikenal baik oleh wisatawan asing dan lokal. Mengingat masyarakat Bali memiliki kreativitas yang tinggi dan akses yang luas terhadap sumber daya alam lokal, maka pengembangan industri kecil dan usaha kecil di Bali berpotensi untuk berkembang dan dapat membantu prakarsa pembangunan daerah (Budiartha & Trunajaya, 2013). Berdasarkan data BPS Provinsi Bali, PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1.

PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Berlaku

(Milyar Rupiah)

Kabupaten/Kota

PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rupiah)

2019

2020

2021

Jembrana

14.136,70

13.439,11

13.510,13

Tabanan

23.795,93

22.257,58

22.010,14

Badung

62.836,11

49.014,03

44.803,89

Gianyar

28.520,28

25.865,37

25.836,19

Klungkung

9.099,50

84.50,67

8.529,43

Bangli

6.993,64

6.716,21

6.799,14

Karangasem

17.086,88

16.407,77

16.487,62

Buleleng

35.362,32

33.306,17

33.337,29

Denpasar

55.456,04

49,558,96

49.588,38

Provinsi Bali

251.934,10

223.900,89

219.800,03

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2022

Berdasarkan Tabel 1 sebelum pandemi (2019) Kabupaten Badung menjadi penyumbang produk domestik bruto paling banyak di antara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Bali yaitu sebanyak 62.836,11. Namun pada masa pandemi dan pemulihan ekonomi pasca pandemi (2020 dan 2021) Kota Denpasar menjadi penyumbang produk domestik bruto paling tertinggi secara berturut-turut sebanyak 49,558,96 dan 49.588,38 mengalahkan Kabupaten Badung yang hanya menyumbang sebanyak 44.803,89. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa Kota Denpasar memiliki kekuatan ekonomi yang kuat di Provinsi Bali.

Salah satu kota yang berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pariwisata di Bali adalah Kota Denpasar. Terdapat beberapa bidang UMKM yaitu UMKM bidang perdagangan, bidang aneka usaha, pertanian, non pertanian (Budiartha & Trunajaya, 2013). Namun pada akhir tahun 2019 muncul wabah Covid-19 yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Bali menjadi negatif. Pertumbuhan yang lambat tersebut disebabkan oleh menurunnya pendapatan secara drastis dari sektor pariwisata di Bali serta penurunan pendapatan para pelaku UMKM secara signifikan (bali.bps.go.id, 2020). Berdasarkan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali tahun 2020 menyatakan bahwa sektor UMKM di Provinsi Bali menerima dampak langsung dari Covid-19 berupa penurunan omset penjualan yang berpengaruh terhadap pendapatan.

Tabel 2.

Jumlah UMKM Provinsi Bali yang Terdampak Covid-19

No.

Kabupaten/Kota

Jumlah (Unit)

1.

Denpasar

4.445

2.

Karangasem

4.338

3.

Klungkung

3.617

4.

Bangli

2.464

5.

Jembrana

1.604

6.

Tabanan

1.011

7.

Badung

509

8.

Gianyar

401

9.

Buleleng

113

Jumlah

18.502

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, 2022

Berdasarkan Tabel 2 UMKM di Provinsi Bali yang terdampak Covid-19 sebanyak 18.502 unit usaha. Kota Denpasar menjadi kabupaten yang memiliki UMKM paling banyak terdampak Covid-19 dibandingkan kabupaten lainnya dengan jumlah sebanyak 4.445 unit usaha. Hal ini berarti pendapatan para pelaku UMKM di Kota Denpasar yang paling mengalami penurunan dibandingkan kabupaten lainnya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih dalam tentang sektor UMKM terutama usaha mikro yang ada di Kota Denpasar. Sebagai daerah dengan penyumbang PDRB tertinggi di Provinsi Bali Kota Denpasar akan berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi (Rahmawati dkk. 2014:2). Oleh karena itu, Kota Denpasar merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian di Bali, maka aktivitas masyarakat akan banyak dilakukan di Kota Denpasar. Banyaknya aktivitas masyarakat yang meningkatkan permintaan akan kebutuhan primer seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal, sehingga usaha bidang fashion adalah salah satu usaha yang menjanjikan untuk dijalankan di Kota Denpasar. Hal tersebut juga sesuai dengan data yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UKM Pemerintah Kota Denpasar, yang mana usaha mikro sektor perdagangan bidang fashion menjadi usaha dengan jumah unit tertinggi kedua setelah bidang kuliner yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3.

Jumlah Usaha Mikro Per Sektor Usaha di Kota Denpasar Tahun 2021

No

Per Sektor Usaha (Usaha Mikro)

Jumlah (Unit)

1.

Kuliner

8.385

2.

Fashion

6.769

3.

Pendidikan

293

4.

Otomotif

2.511

Bersambung…

Lanjutan Tabel 3…

No

Per Sektor Usaha (Usaha Mikro)

Jumlah (Unit)

5.

Agrobisnis

5.883

6.

Teknologi Internet

913

7.

Lainnya

3.306

Total

28.060

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, 2022

Kontribusi usaha mikro terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali sangat besar dan menjadi salah satu sektor unggulan. Usaha mikro sektor perdagangan di Kota Denpasar merupakan sumber pendapatan pemerintah daerah serta dapat memperkuat perekonomian daerah (Marantiani dan Sri Budhi, 2017). Data Dinas Koperasi dan UMKM 2022 menjelaskan bahwa Kota Denpasar mempunyai usaha mikro bidang fashion yang mempunyai jumlah unit usaha tertinggi kedua di Kota Denpasar. Jumlah usaha mikro bidang fashion pada Tabel 3 yaitu 6.769. Agrobinis 5.883 unit, usaha mikro kuliner yaitu 8.385 unit. Artinya pada tiga besar bidang usaha mikro, industri fashion juga termasuk bidang usaha mikro berpotensi dan unggul jika dibandingkan dengan usaha mikro lainnya.

Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah menjelaskan UMKM bidang fashion sebagai bisnis yang bergerak dibidang fashion melingkupi penjualan dan pembuatan pakaian, alas kaki, topi, hingga aksesoris. Fashion pada kehidupan sehari-hari sudah tidak asing dan sudah popular. Fashion dikenal mencakup pakaian atau busana, namun sebenarnya yang dikatakan fashion adalah segala sesuatu yang sedang tren dalam masyarakat (Trisnawati, 2011). Hines & Bruce (2007) mengartikan fashion sebagai media yang signifikan untuk mengomunikasikan status sosial, selera estetika, dan pemikiran seseorang. Pakaian berbasis mode adalah cerminan dari kepribadian seseorang, kepercayaan diri, suasana hati, lingkungan sekitar, dan kedudukan sosial.

Perdagangan industri fashion sudah sangat banyak, khususnya di Kota Denpasar, karena masyarakat sekitar atau warga desa sering membeli pakaian, sendal, sepatu, dan kebutuhan lainnya di Kota Denpasar. Hal ini memberikan peluang bagi lingkungan untuk memulai bisnis di industri fashion, menjadikan perdagangan fashion sebagai salah satu industri paling menjanjikan di Denpasar (Rahmawati, 2014). Distributor, butik, toko fashion, toko pakaian konvensional, toko tas, toko sepatu dan sandal, dan jenis usaha perdagangan lainnya adalah contoh dari jenis usaha perdagangan di industri fashion (Ningrum dkk., 2020:9). Tabel 4 menggambarkan jumlah usaha mikro bidang fashion menurut kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2021.

Tabel 4.

Jumlah Usaha Mikro Bidang Fashion Menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2021

No     Kecamatan

Jumlah Usaha (Unit)

1      Denpasar Selatan

1.266

Bersambung…

Lanjutan Tabel 4…

No    Kecamatan

Jumlah Usaha (Unit)

2     Denpasar Timur

2.901

3      Denpasar Barat

1.689

4      Denpasar Utara

913

Total

6.769

Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, 2022

Denpasar Timur, Denpasar Barat, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan adalah empat kecamatan yang membentuk Kota Denpasar. Berdasarkan Tabel 4, terdapat total 6.769 usaha mikro industri fashion di Kota Denpasar. Kecamatan Denpasar Timur yang memiliki 2.901unit usaha merupakan kecamatan dengan konsentrasi usaha mikro terkait fashion terbesar. Kecamatan Denpasar Utara yang memiliki 913 unit usaha merupakan kecamatan yang paling sedikit memiliki usaha mikro di bidang fashion. Hal ini menunjukkan belum meratanya persebaran usaha mikro di industri fashion di Kota Denpasar. Fenomena yang tejadi yakni penurunan jumlah usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar sebanyak 6.769 unit menurun 1.100 unit dari tahun 2020 yang mencapai 7.869 unit. Hal membuat peneliti tertarik untuk melakukan kajian mengenai usaha mikro khususnya bidang fashion di Kota Denpasar.

Usaha mikro di Kota Denpasar yang dianggap sebagai pilar ekonomi nasional dari segi kuantitas belum diimbangi dengan peningkatan kualitas yang memadai. Kesejahteraan pelaku usaha mikro dapat diukur dari pendapatannya. Namun, adanya pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan jumlah usaha mikro dan penjualan karena menurunnya permintaan, sehingga pelaku usaha mikro bidang fashion juga mengalami penurunaan pendapatan. Selain itu, perkembangan teknologi semakin harinya menjadi semakin canggih, sehingga usaha mikro, kecil, dan menengah menghadapi banyak tantangan serta menghadapi resiko yang lebih tinggi (Gnyawali & Park, 2009). Usaha mikro harus mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan saat ini yang serba digital dan online. Penggunaan teknologi mampu memperluas jangkauan pasar sehingga dapat meningkatkan penjualan serta pendapatan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah juga akan meningkat (Ningrum & Ayuningsasi, 2020).

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini terkait dengan adanya pendapatan yang tidak merata di antara pemilik bisnis di industri fashion yang menghambat bisnis yang mereka jalankan sehingga sulit untuk tumbuh secara efektif dan efisien. Peningkatan produktivitas sangat dibutuhkan guna mendorong peningkatan daya saing usaha mikro untuk bisa berkompetensi. Memanfaatkan penggunaan digital marketing merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya saing. Penelitian ini perlu dilakukan karena kajiannya diperlukan untuk memberikan gambaran umum kepada pengusaha di industri fashion tentang bagaimana bertahan dalam menghadapi persaingan yang ketat dan meningkatkan keuntungan. Tingginya persaingan di pasar bebas membuat usaha mikro harus mampu menghadapi tantangan dengan memperbaiki faktor-faktor yang menjadi pengaruh bagi usaha mikro seperti jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan penggunaan digital marketing.

Setiap kegiatan atau usaha yang dilakukan pada dasarnya semuanya bertujuan untuk memperoleh hasil atau pendapatan. Pendapatan diartikan sebagai hal, baik berupa fisik maupun non fisik yang diterima oleh seorang individu yang bekerja (Firdaus & Abdullah, 2012). Setiap pelaku usaha mikro mendapatkan jumlah uang yang berbeda. Meningkatnya aktivitas komersial telah meningkatkan persaingan di antara pemilik usaha mikro untuk memperebutkan pelanggan (Kurniawan, 2016). Alat pemenuh kebutuhan adalah pendapatan. Meningkatkan pendapatan dengan mengadopsi kebijakan tentang daya saing perusahaan adalah

salah satu cara untuk mengatasi hal ini (Woo, 2010). Pemilik usaha mikro akan menggunakan berbagai strategi untuk menjangkau konsumen dalam upaya meningkatkan pendapatan mereka. Strategi ini dapat berupa strategi elektronik atau strategi tradisional.

Adanya eksternalitas positif di antara pengecer menyebabkan aglomerasi menguntungkan. Misalnya, saat pelanggan memasuki toko sepatu, mereka juga dapat mengunjungi toko pakaian terdekat, dan sebaliknya. Eksternalitas semacam itu, mungkin tidak dapat bermanfaat pada jenis perusahaan lain misalnya pelanggan pada toko sepatu atau pakaian tidak mempunyai banyak alasan lain untuk mengunjungi toko lainnya seperti toko pipa, tokok mainan, dan sebaliknya (Brueckner, 2011). Hasil penelitian Sandhika (2012) menerangkan bahwa aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi berkorelasi positif, sehingga jika aglomerasi meningkat, maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat sehingga kegiatan ekonomi meningkat. Agustina (2019) menyatakan bahwa asosiasi usaha dari sektor industri yang sama dan berbeda memiliki basis di wilayah yang sama akan memiliki efek rambatan yang menguntungkan dan cukup besar terhadap produktivitas perusahaan. Apabila jarak georgrafisnya semakin jauh, pengaruh tersebut akan semakin berkurang, hal ini menunjukkan bahwa aglomerasi dapat meningkatkan produktivitas bisnis dan karenanya meningkatkan penjualan.

Pusaha mikro pada era digital saat ini akan membutuhkan teknologi informasi yang tepat untuk bisa tumbuh berkembang dan bersaing di era digital saat ini. Pemasaran telah dipengaruhi oleh penggunaan teknologi digital di semua aspek kehidupan manusia. Pemasaran berbasis digital digunakan untuk mendatangkan pelanggan baru, mempromosikan perusahaan, mempertahankan yang sudah ada, dan meningkatkan penjualan, yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan. Pembeli dapat mengakses semua informasi produk dan menyelesaikan transaksi secara online, sedangkan penjual dapat memantau dan memenuhi kebutuhan dan keinginan calon pelanggan tanpa memandang waktu dan tempat (Purwana et al., (2017).

Menganalisis pengaruh secara simultan lama usaha, jam kerja, penggunaan digital marketing, dan lokasi usaha terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar merupakan tujuan dari dilakukannya penelitian ini, selain itu juga untuk Menganalisis pengaruh secara parsial lama usaha, jam kerja, penggunaan digital marketing, dan lokasi usaha terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar Kerangka konseptual pengaruh jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan penggunaan digital marketing terhadap usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yaitu sebagai berikut.

Gambar 1. Kerangka Konseptual Pengaruh Jam Kerja, Lama Usaha, Lokasi Usaha, dan Penggunaan Digital Marketing Terhadap Pendapatan Usaha Mikro Bidang Fashion di Kota Denpasar

Jam kerja merupakan bagian paling umum yang harus ada pada suatu usaha. Semakin lama jam kerja yang digunakan seseorang untuk bekerja, maka semakin tinggi pula produktivitasnya kemudian selanjutnya akan meningkatkan pendapatan (Rohmantul, 2015). Dalam penelitian IMP & Maghfira (2018) menyatakan bahwa jam kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan, ini berarti bahwa semakin besar jam kerja semakin besar pendapatan usaha yang dijalankan. Ajeng & Bagus (2013) dan Kusumawardani (2014) menyatakan bahwa jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan, ini berarti bahwa semakin tinggi jam kerja yang dicurahkan dalam kegiatan berdagang maka semakin tinggi pula kesempatan memperoleh pendapatan besar.

Lama usaha merupakan lamanya pedagang berkarya pada usaha perdagangan yang sedang di jalani saat ini (Asmie, 2008). Lama usaha dapat mempengaruhi tingkat pendapatan, lama seorang pelaku bisnis menekuni bidang usahanya     akan     mempengaruhi     produktivitasnya     (kemampuan

profesionalnya/keahliannya), sehingga dapat menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih kecil daripada hasil penjualan. Semakin lama menekuni bidang usaha perdagangan akan makin meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen (Rinjaya, 2020). Dalam penelitian Marfuah & Hartiyah (2019) menyatakan bahwa lama usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha, dan dalam penelitian Wulandari & Darsana (2017) menyatakan bahwa secara parsial lama usaha berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan ini berarti semakin lama usaha yang dijalankan maka semakin meningkatkan pendapatan usaha. Semakin lama usaha yang dijalankan maka semakin banyak memiliki relasi bisnis dan pelanggan yang bisa menyebabkan pendapatan diperoleh juga bertambah.

Lokasi usaha adalah tempat terbaik yang dipilih oleh pelaku usaha dalam rangka mendapatkan pendapatan yang di harapkan dengan mempertimbangkan kemudahan akses, kesesuaian segmentasi konsumen dan fasilitas untuk mengembangkan usaha (Aji & Listyaningrum, 2021). Secara umum lokasi usaha adalah suatu tempat dimana usaha atau perusahaan melakukan kegiatan fisik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustina & Fahmi (2019) menyatakan bahwa perusahaan menerima dampak spillover produktivitas yang positif dan signifikan dari berkumpulnya perusahaan dari sektor industri yang sama, maupun dari sektor industri lain yang berada di wilayah yang sama. Namun semakin jauh

jarak geografisnya, pengaruh tersebut semakin kecil membuktikan bahwa aglomerasi dapat meningkatkan produktivitas perusahaan, sehingga meningkatkan penjualan. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi et al. (2019) juga menyatakan lokasi usaha dengan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan. Lokasi usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan karena dengan tempat yang strategis, lahan parkir yang luas, tempat yang mudah diakses dan tempat usaha yang dekat dengan keramaian maka konsumen akan tertarik untuk datang, maka dengan hal itu lokasi usaha berpengaruh terhadap pendapatan UMKM.

Digital marketing adalah kegiatan promosi dan pencarian pasar melalui media digital secara online dengan memanfaatkan berbagai sarana misalnya jejaring sosial (Mustika, 2019). Digital marketing akan berpengaruh terhadap pendapatan karena Pemanfaatan dan Implementasi teknologi digital dalam melakukan digital marketing bertujuan untuk memperoleh konsumen, membangun preferensi pelaku usaha mikro, promosi merek, memelihara konsumen, serta meningkatkan penjualan yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan pelaku usaha mikro itu sendiri (Suprayogi & Razak, 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramida et al. (2022) menyatakan bahwa digital marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan UMKM di Kabupaten Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, ini menunjukkan penggunaan digital marketing dapat memperluas jangkauan konsumen dan memudahkan konsumen untuk menjangkau pelaku UMKM. Semakin tinggi digital marketing maka semakin tinggi pendapatan UMKM, sebaliknya semakin rendah digital marketing maka semakin rendah pendapatan UMKM. Selain itu, Putri & Arif (2023) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa digital marketing dan inovasi produk berpengaruh positif terhadap pendapatan.

Berdasarkan pokok permasalahan yang diuraikan maka dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

H1: Jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan penggunaan digital marketing berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar.

H2:   Jam kerja dan lama usaha berpengaruh positif secara parsial terhadap

pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar.

H3: Pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang lokasi usahanya berlokasi diklaster memperoleh rata-rata pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan yang berlokasi diluar klaster.

H4:  Pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang menggunakan

digital marketing memperoleh rata-rata pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak menggunakan digital marketing.

METODE PENELITIAN

Pengaruh jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan penggunaan pemasaran digital terhadap pendapatan usaha mikro bidang fesyen di Kota Denpasar dikaji dengan menggunakan pendekatan asosiatif. Pemilihan Kota Denpasar sebagai lokasi penelitian ini dilakukan berdasarkan banyaknya peluang pasar (pembeli) kota tersebut dan keberadaan usaha mikro di bidang fashion yang memiliki jumlah unit terbanyak kedua setelah industri makanan yaitu 6.769 unit. Pendekatan accidental

sampling, yang memungkinkan peneliti untuk memilih responden yang pertama kali ditemui atau yang berhasil ditemui, serta orang yang mereka yakini akan menjadi sumber data yang baik, digunakan untuk pengambilan sampel. Berdasarkan rumus Slovin nilai kritis e yang digunakan sebesar 10 persen, dengan jumlah populasi sebesar 6.769 unit dan didapatkan hasil jumlah sampel yang diambil sebanyak 99 sampel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan penggunaan pemasaran digital terhadap pendapatan usaha mikro di industri fashion Kota Denpasar. Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis tujuan dari penelitian ini yakni analisis statistik deskriptif, analisis regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji F, dan uji t. Dalam melakukan analisis data akan diolah dengan program SPSS. Persamaan secara sistematis sebagai berikut:

Y= a + βγXι + β2X2 + βJD + β4D2 + εi...........................(1)

Keterangan:

Y     : Pendapatan

α      : Konstanta

X_1   : Jam Kerja

X_2  : Lama Usaha

D_1   : Lokasi Usaha

D_2   : Penggunaan digital marketing

β_1,β_2,β_(3,) β_4: Koefisien regresi

ε_i    : Tingkat kesalahan (gangguan) stokastik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek penelitian ini yaitu pemilik usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yaitu sebanyak 99 responden. Kelompok responden berdasarkan jenis kelamin ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 5.

Jenis Kelamin Responden

No.

Jenis Kelamin Responden

Jumlah Responden

Frekuensi

Persentase %

1

Laki-laki

44

44.44

2

Perempuan

55

55.56

Total

99

100

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan jumlah responden pelaku usaha mikro bidang fashion dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang atau 44,44 persen, sedangkan resonden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 55 orang atau 55,56 persen. Pelaku usaha mikro bidang fashion yang berjenis perempuan lebih mendominasi dibandingkan laki – laki, karena usaha perdagangan bidang fashion seperti usaha butik mayoritas dikelola oleh perempuan. Jumlah pelaku usaha mikro bidang fashion berjenis kelamin laki-laki tidak berbeda jauh dengan perempuan,

dimana umumnya usaha distro dikelola oleh laki-laki.

Tabel 6.

Umur Responden

No.

Umur Responden

Jumlah Responden

Frekuensi

Persentase %

1

20-24 tahun

25

25.25

2

25-29 tahun

34

34.34

3

30-34 tahun

15

15.15

4

35-39 tahun

4

4.04

5

40-44 tahun

10

10.10

6

45-49 tahun

4

4.04

7

50-54 tahun

4

4.04

8

55-59 tahun

2

2.02

9

60 tahun

1

1.01

Total

99

100

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Berdasarkan Tabel 6, mayoritas pelaku usaha mikro di sektor fesyen Kota Denpasar berusia antara 25 hingga 29 tahun. Generasi muda, khususnya yang berusia antara 25 hingga 29 tahun, mayoritas mengelola usaha mikro di industri fashion di Kota Denpasar. Hal ini dikarenakan generasi muda lebih mengetahui dan tertarik dengan kemajuan industri fashion. Selain itu, karena kebutuhan untuk mengikuti fashion yang berubah dengan cepat, generasi muda yang berada di usia produktif memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengkonsumsi produk fashion.

Berkenaan dengan tingkah laku, tingkah laku dan sikap seseorang, pendidikan diyakini sangat memberikan pengaruh, dan ini berkaitan pendapatan seseorang. Tabel 7 mencantumkan responden berdasarkan kelompok berdasarkan jenjang pendidikan. Tabel 7 menunjukkan bahwa jenjang pendidikan yang paling dominan pada responden adalah jenjang SMA. Salah satu faktor yang sangat penting dalam memulai bisnis adalah pendidikan. Karena pendidikan memberikan pengetahuan, maka seseorang yang berpendidikan akan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapatnya sesuai dengan bahasa yang akan digunakan. Mayoritas masyarakat yang berkecimpung di industri mikro fashion Kota Denpasar telah mempelajari pendidikan tingkat SMA dan perguruan tinggi, sehingga dapat mendukung perkembangan kegiatan usaha mikro bidang fashion.

Tabel 7.

Tingkat Pendidikan Responden

No.

Tingkat Pendidikan

Jumlah Responden

Frekuensi

Persentase %

1

Tidak Tamat SD

1

1.01

2

SD

6

8.08

3

SMP

11

11.11

4

SMA

45

34.34

5

Perguruan Tinggi

34

45.45

Total

99

100

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden yaitu pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 45 orang atau 45,45 persen. Responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu sebanyak 34 orang atau 34,34 persen. Memiliki pendidikan yang baik sangat penting untuk menjalankan bisnis. Karena pendidikan meningkatkan pengetahuan, individu yang berpendidikan tinggi akan membuat keputusan dengan perhatian dan pertimbangan yang lebih besar untuk tahapan-tahapan yang terlibat. Di Kota Denpasar, usaha mikro industri fesyen biasanya memiliki pendidikan tinggi dan sekolah menengah, yang memungkinkan mereka untuk mendukung pertumbuhan kegiatan perusahaan fesyen mereka dengan landasan pendidikan ini.

Tabel 8.

Status Usaha Berdasarkan Jenis Usaha

No.

Jenis Usaha

Jumlah Usaha

Frekuensi

Persentase

1

Dagang

69

69.69

2

Produksi

4

4.04

3

Dagang dan Produksi

26

26.26

Total

99

100

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Pada Tabel 8 menggambarkan jenis usaha responden bidang fashion. Untuk jenis usaha dagang sebanyak 69 usaha atau 69,69. Usaha mikro bidang fashion dengan jenis usaha dagang saja lebih banyak dibandingkan usaha mikro bidang fashion dengan jenis usaha produksi saja dan jenis usaha dagang dan produksi. Karena usaha dagang lebih mudah untuk dijalankan serta keterbatasan pengetahuan dan modal menjadi alasan pelaku usaha untuk tidak melakukan produksi.

Tabel 9.

Jenis Produk Usaha

No.

Jenis Produk

Jumlah Usaha

Frekuensi

Persentase

1

Pakaian

42

42.42

2

Alas kaki

14

14.14

3

Tas

10

10.10

4

Aksesoris

12

12.12

5

Pakaian dan Alas kaki

6

6.06

6

Pakaian dan Tas

4

4.04

7

Pakaian, Alas kaki, dan Tas

11

11.11

Total

99

100

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Tabel 9 menunjukkan jenis produk usaha responden bidang fashion. Untuk jenis produk pakaian sebanyak 42 usaha atau 42,42 persen, alas kaki sebanyak 14 usaha atau 14,14 persen, tas sebanyak 10 usaha atau 10,10 persen, dan aksesoris sebanyak 12 usaha atau 12,12 persen. Adapun usaha mikro yang menjual jenis

produk campuran seperti pakaian dan alas kaki sebanyak 6 usaha atau 6,06 persen, pakaian dan tas sebanyak 4 usaha atau 4,04 persen, dan pakaian, tas dan alas kaki sebanyak 11 usaha atau 11,11 persen. Usaha mikro bidang fashion dengan jenis produk pakaian lebih banyak dibandingkan usaha mikro bidang fashion dengan jenis produk alas kaki, tas, dan aksesoris.

Tabel 10.

Status Responden

No.

Status Responden

Jumlah Responden

Frekuensi

Presentase

1

Pemilik Usaha

46

46.46

2

Pengelola Usaha

15

15.15

3

Karyawan

38

38.38

Total

99

100

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Tabel 10 menunjukkan status kepemilikan usaha responden usaha bidang fashion dengan status pemilik sebanyak 46 orang atau 46,46 persen, responden dengan status pengelola usaha sebanyak 15 orang atau 15,15 persen sedangkan responden dengan status karyawan biasa sebanyak 38 orang atau 38,38 persen. Usaha mikro bidang fashion dengan status pemilik cukup banyak dibandingkan usaha mikro bidang fashion dengan status pengelola dan karyawan. Karena pemilik usaha lebih mengetahui tentang informasi usahanya.

Analisis regresi linier berganda dimanfaatkan penggunaannya untuk menguji hipotesis. Uji asumsi klasik merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi untuk teknik analisis regresi linier berganda. Uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas membentuk uji asumsi klasik.

Tabel 11.

Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N

99

Normal Parametersa,b                    Mean

.0000000

Std. Deviation

23.26968217

Most Extreme Differences                Absolute

.076

Positive

.043

Negative

-.076

Test Statistic

.076

Asymp. Sig. (2-tailed)

.182c

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

c. Lilliefors Significance Correction.

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Kolmogorov-Smirnov test pada pengujian normalitas mendapat nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0,182 berada di atas level of significant 5 persen (0,05), artinya berdistribusi normal sehingga model layak untuk dianalisis lebih lanjut.

Tabel 12.

Hasil Uji Multikolinearitas

Unstandardized   Standardized                   Collinearity

Coefficients      Coefficients                        Statistics

Model

B

Std. Error

Beta

t

Sig.

Tolerance

VIF

1     (Constant)

6.084

10.232

.595

.554

Jam Kerja

.799

.165

.379

4.848

.000

.815

1.226

Lama Usaha

.192

.361

.038

.533

.595

.991

1.009

Lokasi Usaha

14.807

5.186

.214

2.855

.005

.888

1.126

Digital

26.000

5.301

.382

4.905

.000

.822

1.217

marketing

  • a. Dependent Variable: Pendapatan Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Model tidak mengandung gejala multikolinearitas karena dilihat dari Tabel 12 setiap variabel independen memiliki nilai tolerance di atas 10 persen (0,1) dan nilai VIF dibawah 10.

Tabel 13.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Unstandardized

Coefficients

B       Std. Error

Standardized

Coefficients

Beta

t

Sig.

1       (Constant)

13.800         6.084

2.268

.026

Jam Kerja

.021           .098

.024

.214

.831

Lama Usaha

.093           .215

.044

.433

.666

Lokasi Usaha

4.443         3.084

.156

1.441

.153

Digital marketing

-.169         3.152

-.006

-.054

.957

  • a. Dependent Variable: ABS_RES Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Berdasarkan Tabel 13 menunjukan bahwa nilai sig. dari masing-masing variabel independen adalah di atas 0,05. Hal ini menunjukan bahwa seluruh variabel independen bebas dari heteroskedasitas.

Tabel 14.

Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda

Model

Unstandardized      Standardized

Coefficients           Coefficients

B        Std. Error       Beta          t        Sig.

1

(Constant)                6.084        10.232                      .595       .554

Jam Kerja

.799

.165

.379

4.848

.000

Lama Usaha

.192

.361

.038

.533

.595

Lokasi Usaha

14.807

5.186

.214

2.855

.005

Digital marketing

26.000

5.301

.382

4.905

.000

a. Dependent Variable: Pendapatan

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Tabel 14 menampilkan hasil analisis, sehingga didapat persamaan model regresi sebagai berikut.

Y    = 6,084 + 0,799 X1 + 0,192 X2 + 14,807 D1 + 26,000 D2

SE = (10,232) (0,165) (0,361) (5,186) (5.301)

Thitung = (0,595) (4,848) (0,533) (2,855) (4,905)

Sig.t = (0,554) (0,000) (0,595) (0,005) (0,000)

R2 = 0,533

Fhitung = 26,772

Sig F = (0,000)

Hasil uji linier berganda menunjukkan hasil mengenai pengaruh simultan jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan digital marketing terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh Fhitung sebesar 26,772 sehingga Fhitung 26,772 > Ftabel 2,47 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal tersebut bermakna bahwa jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan digital marketing berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Temuan tersebut selaras dengan koefisien determinasi (R2) 0,533 yang bermakna 53,30 persen variasi dari pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar dijelaskan oleh jam kerja, lama usaha, lokasi usaha, dan digital marketing sedangkan 46,7 persen sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukan ke dalam model.

Gambar 2. Daerah penerimaan dan penolakan H0 dengan Uji F

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Hasil uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel jam kerja, lama beroperasi, lokasi usaha, dan penggunaan digital marketing terhadap pendapatan usaha mikro sektor fashion Kota Denpasar secara parsial.

Gambar 3. Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel Jam Kerja Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Nilai t hitung yang didapat setelah melakukan analisis dengan SPSS yaitu thitung variabel jam kerja sebesar 4,848. Secara parsial variabel jam kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Nilai t hitung 4,848 > ttabel 1,661 atau nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan nilai koefisien sebesar 0,799 artinya bila jam kerja meningkat sebesar 1 jam maka menyebabkan pendapatan meningkat sebesar 0,799 rupiah dengan asumsi variabel lain yaitu lama usaha, lokasi usaha dan digital marketing konstan. Hasil analisis menunjukkan bahwa jam kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Hasil ini diartikan jika semakin lama jam kerja maka akan semakin banyak produksi yang dihasilkan tenaga kerja sehingga pendapatan yang diperoleh akan meningkat.

Temuan penelitian ini dikuatkan oleh penelitian Aridin yang mengutip penelitian Ma'aruufa (2017:39) yang menemukan bahwa hari kerja yang panjang meningkatkan output karyawan, yang meningkatkan pendapatan. Jam kerja pada dasarnya adalah jumlah waktu yang dicurahkan seseorang untuk melakukan aktivitas terkait pekerjaan, yang biasanya dinyatakan dalam jam. Dia percaya bahwa semakin lama seseorang bekerja, semakin produktif pekerjaannya karena semakin pendek jam kerjanya ketika selesai, semakin sedikit waktu yang mereka butuhkan untuk bekerja (Nugraha & Marhaeni, 2012:101). Busyro et al. (2016:9) menjelaskan bahwa jam kerja seseorang dapat mempengaruhi produktivitas dan efisiensinya dalam bekerja karena menurut pandangannya, jam kerja adalah waktu yang disisihkan untuk penggunaan peralatan atau untuk melapor kepada karyawan. bekerja. Maheswara (2016) menemukan hasil bahwa jam kerja berdampak positif terhadap pendapatan UKM di industri perdagangan. Semakin banyak waktu yang diinvestasikan pemilik bisnis dalam perdagangan, semakin baik prospek mereka menghasilkan uang.

0  0,533    1,661

Gambar 4. Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel Lama Usaha

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Nilai thitung untuk variabel lama usaha sebesar 0,533 yang diapat dari analisis data menggunakan SPSS. Variabel lama usaha secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar karena thitung 0,533 < ttabel 1,661 atau nilai signifikansi 0,595 > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Koefisien 0,192 yang artinya bila lama usaha meningkat 1 tahun maka tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa lama usaha memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Lama usaha tidak berpengaruh signifikan karena pelaku usaha yang belum lama membuka usahanya belum mempunyai banyak pengalaman tetapi mereka tentunya mempunyai strategi dan pengetahuan tentang hal-hal dalam berusaha seperti selera konsumen yang diperoleh dari mengikuti pelatihan-pelatihan dan mengamati lingkungan sekitar. Selain itu pelaku usaha yang baru berusaha cenderung lebih menerima perubahan atau tren sehingga lama tidaknya pelaku usaha menjalankan usahanya belum tentu dapat meningkatkan pendapatannya.

Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azara (2019). Lama usaha ternyata berpengaruh tidak signifikan terhadap besarnya pendapatan usaha mikro. Hal ini disebabkan lamanya responden berbisnis tidak selalu berarti peningkatan laba usaha UMKM di era informasi yang mudah diakses.

Gambar 5. Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel Lokasi Usaha

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Nilai thitung untuk variabel lokasi usaha sebesar 2,855 berdasarkan analisis data menggunakan SPSS. Nilai t hitung 2,855 > t tabel 1,661 atau nilai signifikansi 0,005 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1, diterima. Hal ini bermakna bahwa pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang berada diklaster mendapat

pendapatan yang besar dibandingkan yang berada di luar klaster. Koefisien bernilai 14,807 bermakna bahwa bila lokasi usaha mikro di dalam klaster maka tingkat pendapatannnya sebesar 14,807 rupiah lebih tinggi dibandingkan lokasi usaha yang diluar klaster dengan asumsi variabel lain yaitu jam kerja, lama usaha dan digital marketing konstan.

Usaha mikro bidang fashion di Denpasar yang ada di klaster mendapat rata-rata pendapatan lebih banyak apabila dibandingkan dengan di luar klaster. Pemilik usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang berlokasi di klaster (Jl. Waturenggong, Jl. Wr. Supratman, Jl. Hasanuddin, Jl. Ahmad Yani) sebanyak 60 orang. Pemilik usaha tersebut meliputi pemilik usaha yang berlokasi diklaster Jl. Waturenggong dengan jumlah 15 orang. Pemilik usaha mikro bidang fashion berlokasi diklaster Jl. Wr. Supratman dengan jumlah 8 orang, Pemilik usaha mikro bidang fashion yang berlokasi diklaster Jl. Hasanuddin dengan jumlah 26 orang. Pemilik usaha mikro bidang fashion yang berlokasi diklaster Jl. Ahmad Yani dengan jumlah 11 orang. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sandhika & Mulyo (2012) dan Agustina & Fahmi (2019) menyatakan bahwa asosiasi usaha dari sektor industri yang sama maupun dari sektor industri lain yang terletak di wilayah yang sama memiliki efek rambatan yang menguntungkan dan cukup besar terhadap produktivitas perusahaan. Aglomerasi dapat mendorong produktivitas usaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan, meskipun pengaruhnya semakin kecil jika suatu daerah semakin jauh dari pusat.

Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat permasalahan lokasi usaha yang dirasakan oleh usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Hasil observasi dan wawancara terdapat alasan responden mengambil lokasi di klaster dan juga di luar klaster adalah karena lokasi usaha yang berada di klaster sudah memiliki brand image sebagai kawasan berkumpulnya usaha bidang fashion dan letaknya strategis sehingga konsumen bisa memilih berbelanja dari satu toko ke toko lainnya tetapi produk-produk yang mereka jual cenderung sama sehingga pelaku usaha mikro disarankan perlunya differensiasi produk seperti membuat produk yang unik agar konsumen bisa membedakan antar toko satu dengan lainnya. Sementara itu, lokasi usaha yang berada di luar klaster belum banyak diketahui oleh orang sehingga pelaku usaha mikro disarankan memerlukan lebih banyak promosi dengan memanfaatkan digital marketing supaya dikenal oleh banyak orang.

Daerah Penerimaan H0


Daerah Penolakan H0


0


1,661


4,905


Gambar 6. Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel Penggunaan Digital marketing

Sumber: Data Primer Diolah, 2023

Pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang menggunakan digital marketing memperoleh pendapatan lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan digital marketing. Hasil ini terlihat dari thitung 4,905 > ttabel 1,661 atau nilai signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1, diterima. Nilai koefisien 26,000 yang artinya bila menggunakan digital marketing tingkat pendapatannnya sebesar 26,000 rupiah lebih tinggi dibandingkan yang tidak menggunakan digital marketing dengan asumsi variabel lain yaitu jam kerja, lama usaha dan lokasi usaha konstan. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang memanfaatkan digital marketing memperoleh rata-rata pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak menggunakan digital marketing. Dalam penelitian ini pemilik usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang menggunakan digital marketing yaitu sebanyak 55 orang. Pemilik usaha tersebut meliputi pemilik usaha yang berlokasi diklaster (Jl. Waturenggong, Jl. Wr. Supratman, Jl. Hasanuddin, JI. Ahmad Yani) dengan jumlah 42 orang. Serta pemilik usaha yang berlokasi diluar klaster Jl. Waturenggong, diluar klaster Jl. Wr. Supratman, diluar kaster Jl. Hasanuddin, diluar kaster JI. Ahmad Yani dengan jumlah 13 orang. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan yang dilakukan oleh Ramida et al. (2022) menyatakan bahwa digital marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan UMKM di Kabupaten Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, ini menunjukkan penggunaan digital marketing dapat memperluas jangkauan konsumen dan memudahkan konsumen untuk menjangkau pelaku UMKM.

Indikasi permasalahan penggunaan digital marketing yang dialami oleh usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar ditemukan berdasarkan hasil penelitian, hasil observasi, dan wawancara. Alasan responden karena beberapa bagian toko yang tidak memanfaatkan digital marketing karena berasumsi bahwa konsumen dapat melihat apa yang diinginkan melalui toko fisik. Selain itu, banyak toko tidak memanfaatkan digital marketing karena ketidakpahaman terhadap teknologi dan informasi pemasarn produk di internet. Pelaku usaha harus memaksimalkan penggunaan digital marketing dalam untuk promosi dan pemasaran produk di tengah perkembangan teknologi informasi. Pemerintah Kota Denpasar juga telah menyediakan web bagi pelaku UMKM akan tetapi masih banyak yang belum mengetahui web tersebut.

Implikasi dari hasil penelitian ini yakni jam kerja memiliki pengaruh signifikan pada pendapatan usaha mikro yang dimana semakin tinggi jam kerja yang digunakan maka dapat meningkatkan pendapatan (Mahayuni & Widanata, 2021). Hal ini mengandung implikasi bahwa jam kerja memiliki hubungan terhadap pendapatan, karena jika jam kerja bertambah maka pendapatan akan meningkat karena jam kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas pegawai, dan hal tersebut akan menimbulkan peningkatan pada pendapatan.

Lamanya sebuah usaha dapat memberikan pengalaman dalam menjalankan suatu usaha, yang mana pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang terhadap perilaku (Sukirno, (1994). Pelaku usaha mikro dapat mendapatkan informasi tentang usahanya dengan cara mengikuti pelatihan pelatihan dan pembinaan dari dinas terkait mengenai usaha yang dijalankan. Dari sini dapat diambil ilmu yang bisa digunakan oleh pelaku usaha mikro untuk diterapkan dalam

usahanya sehingga dengan bertambahnya wawasan yang dimiliki pelaku usaha mikro bisa meningkatkan jumlah pendapatan dari usahanya. Penelitian ini sejalan dengan Khaeruddin (2020) menyatakan bahwa variabel lama usaha tidak berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan.

Hasil penelitian memberikan hasil bahwa pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang berlokasi diklaster memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan yang berlokasi diluar klaster. Hal ini mengandung implikasi bahwa lokasi usaha berhubungan dengan pendapatan, dimana jika lokasi usaha bidang fashion berkumpulnya pada wilayah yang sama maka pendapatannya akan meningkat. Karena konsumen lebih memilih berbelanja secara langsung ke toko sebab sudah mengetahui bahwa di Jl. Waturenggong, Jl. Wr. Supratman, Jl. Hasanuddin, JI. Ahmad Yani sebagai kawasan berkumpulnya usaha bidang fashion dan letaknya usahanya strategis maka lebih memudahkan konsumen menjangkau dan berbelanja dari toko satu ke toko lainnya serta pelaku usaha juga sudah memanfaatkan teknologi sehingga penjualan semakin meningkat yang menyebabkan peningkatan pada pendapatan ketimbang harus berbelanja toko diluar klaster yang mengharuskan konsumen pindah toko satu ke toko lain dengan jarak yang cukup jauh akan menyebabkan konsumen malas mencari parkir dan turun ke toko untuk berbelanja, karena lokasi usaha di luar klaster penjualan di toko fisik sedikit agar konsumen lebih mengetahui toko-toko mereka maka diperlukan banyak promosi online.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang menggunakan digital marketing memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan digital marketing. Hal ini mengandung implikasi bahwa penggunaan digital marketing berhubungan dengan pendapatan, dimana jika usaha perdagangan bidang fashion menggunakan digital marketing maka pendapatan akan meningkat. Keberadaan digital marketing pada dasarnya menawarkan sejumlah keuntungan kepada pembeli dan penjual, termasuk kapasitas untuk menyediakan layanan sepanjang waktu, berbicara langsung dengan pelanggan, memenuhi kebutuhan mereka, membina hubungan dengan mereka, dan bertukar informasi. Namun, dari pengamatan dan wawancara terlihat bahwa masih banyak pemilik bisnis industri fashion yang tidak menerapkan digital marketing. Ini terjadi sebagai akibat dari preferensi pemilik bisnis untuk penjualan fisik, kurangnya minat dalam melakukan bisnis online, dan ketidakmampuan untuk menggunakan teknologi digital secara efektif.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil analisis dan pembahasan maka dapat beberapa simpulan yaitu jam kerja, lama usaha, lokasi usaha dan penggunaan digital marketing secara simultan berpengaruh terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Jam kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan sedangkan lama usaha secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar. Pelaku usaha mikro bidang fashion di Kota Denpasar yang berlokasi di klaster memperoleh rata-rata pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan berlokasi di luar klaster dan pelaku usaha yang menggunakan digital marketing memperoleh rata-rata

pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan tidak menggunakan digital marketing.

Berdasarkan analisis dan kesimpulan yang dipaparkan, maka peneliti mengajukan beberapa saran bagi usaha mikro bidang fashion sebaiknya pelaku usaha bidang fashion yang berada di luar klaster agar berfokus melakukan pemasaran produk melalui media digital marketing sedangkan usaha yang berada di dalam klaster agar melakukan differensiasi produk atau produk yang unik sehingga dapat bersaing di klaster. Pemerintahan disarankan menginformasikan kepada masyarakat bahwa sudah ada web bagi usaha mikro, mengingat masih banyaknya para pelaku usaha mikro yang masih belum mengenal adanya web, serta memberikan pelatihan bagi usaha mikro untuk lebih mengenal digital marketing melalui internet.

REFERENSI

Agung, I. A. A. M. A., dan Widanta, B. P. (2021). Pengaruh Modal, Teknologi Informasi, dan Jam Kerja Terhadap Pendapatan UMKM Sektor Perdagangan di Denpasar Timur. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 10 (10), hal. 829-838

Agustina, dan Fahmi, A. (2019). Pengaruh Aglomerasi Dan Hubungan Vertikal Industri Terhadap Produktivitas Industri di Indonesia. Jurnal Manajemen Industri dan Logistik, 3 (1), hal. 23-42.

Azara, A. T. (2019). Analisis Pengaruh Modal Usaha, Lama Usaha, dan Jenis Usaha Terhadap Laba Usaha Mustahik (Studi Pada UMKM Binaan BAZNAS Kota Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, Universitas Brawijaya, 7(2), hal. 113.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2022). PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2010 (Milyar Rupiah), 2020-2022.

Brueckner, Jan K. (2011). Lectures on Urban Economics. England: The MIT Press.

Budiartha, I. K. A dan Trunajaya, I. G. (2013). Analisis Skala Ekonomis pada Industri Batu Bata di Desa Tulikup, Gianyar, Bali. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 6 (1), hal. 55 – 61.

Busyro, N., Putri, Y. E., dan Eprillison, V. (2016). Pengaruh Modal, Tenaga kerja, Jam Kerja dan Jumlah Produksi terhadap Pendapatan di UD. Warga Teknik Nagari Air Bangis, Kecamatan Sungai Beremas. Tesis. STKIP PGRI Sumatera Barat.

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Banten. 2021. Deskripsi UMKM Usaha Bidang Fashion.

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Denpasar. 2022. Rekapitulasi Data UMKM Per Sektor Usaha Tahun 2021.

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kota Denpasar. 2021. Jumlah Usaha Mikro Bidang Fashion Menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2021.

Firdaus, A. dan Abdullah, W. (2012). Akuntansi Biaya. Edisi 3. Salemba Empat: Jakarta.

Gnyawali, D. R., & Park, B. (2009). Co-opetition and technological innovation in small and medium-sized enterprises: A multilevel conceptual model. Journal of Small Business Management, 47(3), 308–330.

Hamzah, L. M., dan Agustien, D. (2019). Pengaruh Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Terhadap Pendapatan Nasional Pada Sektor UMKM di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan (JEP), 8 (2), hal. 127-135.

Khaeruddin, G. N., Nawawi, K., dan Devi, A. (2020). Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pendapatan UMKM di Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Desa Bantar Jaya Bogor). Jurnal Ilmu-ilmu Sosial, 5(4), hal. 86–101.

Kurniawan, J. (2016). Dilema Pendidikan dan Pendapatan di Kabupaten Grobogan. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 9 (1), hal. 59 - 67.

Ma’rufaa, L. R. (2017). Pengaruh Modal Usaha, Tenaga Kerja, Jam Kerja dan Lama Usaha Terhadap Pendapatan Usaha Counter Pulsa di Kecamatan Gresik (Studi Pada Counter Pulsa Yang Terdaftar di PT. Multi Media Selular Cabang Gresik). Hal. 1-70.

Maharani, N. M. D. dan Jember, I. M. (2016). Pengaruh Modal Sendiri dan Lokasi Usaha terhadap Pendapatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Tabanan (Modal Pinjaman sebagai Variabel Intervening). Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 9(2), hal. 142-150.

Mahayuni, I. A. A., dan Widanata, A. B. P. (2021). Pengaruh modal, teknologi informasi, dan jam kerja terhadap pendapatan umkm sektor perdagangan di Denpasar Timur. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 10(10), hal. 829-838.

Marantiani, D. N. dan Sri Budhi, M. K. (2017). Pengaruh Penggunaan ECommerce, Jumlah Pelanggan dan Modal Usaha Terhadap Pendapatan Pelaku UKM di Kota Denpasar. E-Jurnal EP Unud, 6(10), hal. 2013-2042.

Meutia dan Ismail, T. (2012). The Development of Entrepreneurial Social Competence and Business Network to Improve Competitive Advantage and Business Performance of Small Medium Sized Enterprises: A Case Study of Batik Industry in Indonesia. Procedia - Social and Behavioral Sciences, International Congress on Interdisciplinary Business and Social Sciences 2012 (ICIBSoS 2012), pp. 46–51.

Mustika, M. (2019). Penerapan Teknologi Digital Marketing Untuk Meningkatkan Strategi Pemasaran Snack Tiwul. JSAI (Journal Scientific and Applied Informatics), 2(2), hal. 165–171.

Marfuah, S. T. dan Hartiyah, S. (2019). Pengaruh Modal Sendiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Teknologi, Lama Usaha dan Lokasi Usaha Terhadap Pendapatan Usaha (Studi Kasus pada UMKM di Kabupaten Wonosobo). Journal of Economic, Business and Engineering (JEBE), 1(1), pp. 183–195.

Ningrum, G. A. P. D. V., Ayuningsasi, A. A. K., dan Wenagama, I. W. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Bidang Fashion di Kota Denpasar. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9(1), hal. 147-176.

Purwana E. S. D., Rahmi, dan Aditiya, S. (2017). Pemanfaatan Digital marketing

Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Di Kelurahan Malaka Sari, Duren Sawit. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Madani, 1(1), hal. 14-15.

Putra, I., dan Sudibia, I. (2020). Pengaruh Modal, Lama Usaha, Teknologi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja dan Pendapatan UMKM di Denpasar Utara. E-Jurnal EP Unud, 9(10), hal. 2209 – 2238.

Rahmawati, A. Fajarwati, dan Fauziah. (2014). Statistika, Teori dan Praktek. Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Edisi Dua). Yogyakarta.

Ramida, Mustari, Dinar, M., Supatminingsih, T., dan Nurdiana. (2022). Pengaruh Pemasaran Digital Terhadap Peningkatan Pendapatan UMKM di Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar. Journal of Economic Education and Entrepreneurship Studies, 3(1), hal. 310-326.

Sandhika, A dan Mulyo, H. (2012). Analisis Pengaruh Aglomerasi, Tenaga Kerja, Jumlah Penduduk, Dan Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kendal. E-Journal Undip, 1 (1), hal. 1-6.

Setiaji, K., dan Fatuniah, A. L. (2018). Pengaruh Modal, Lama Usaha, dan Lokasi Terhadap Pendapatan Pedagang Pasar Pasca Relokasi. Jurnal Pendidikan Ekonomi & Bisnis Universitas Negeri Semarang, 6(1), hal. 1-14.

Syahputra, A., Ervina, E., dan Melisa, M. (2020). Pengaruh Modal Usaha, Lokasi Usaha, Lokasi Pemasaran dan Kualitas Produk terhadap Pendapatan UMKM. Journal of Management and Bussines (JOMB), 4(1), hal. 183-198.

Subri, M. (2017). Ekonomi Sumber Days  Manusia: Dalam Perspektif

Pembangunan. Depok: Rajawali Pers.

Sukirno, S. (1994). Pengantar Ekonomi Makro. PT. Raja Grasindo Perseda. Jakarta.

Tambunan, T. (2012). Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia Isu-Isu Penting. Jakarta: LP3ES.

Trisnawati, T. Y. (2011). Fashion sebagai Bentuk Ekspresi Diri dalam Komunikasi. The Messenger. 3 (1), hal. 36-47.

953