228

HUBUNGAN DEMOGRAFI DENGAN PERILAKU

MENGELUH PELANGGAN TELEPON SELULER
DI KOTA DENPASAR

Ika Candra Dewi1

I Nyoman Nurcaya2

1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected]

2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan demografi yang tediri atas usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler di Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan riset kuantitatif yaitu dengan menggunakan kuesioner terhadap 100 responden. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji independensi kai kuadrat. Ditemukan hasil bahwa usia mempunyai hubungan yang nyata dengan perilaku mengeluh. Selanjutnya, jenis kelamin mempunyai hubungan yang nyata dengan perilaku mengeluh. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang nyata dengan perilaku mengeluh. Tingkat pendapatan mempunyai hubungan yang nyata dengan perilaku mengeluh.

Kata Kunci : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, perilaku mengeluh

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the demographic relationship consists of age, gender, education level, and income level of the behavior complained of cellular phone subscribers in the city of Denpasar. This study uses qualitative research is by using questionnaires to 100 respondents. The data analysis technique used in this study were chi-square test of independence. It was found that age has a real connection with the conduct complained of. Furthermore, gender has a real connection with the conduct complained of. The level of education has a real connection with the conduct complained of. Income levels have a real relationship with the complaining behavior.

Keywords : age, gender, education level, income level, complaining behavior

PENDAHULUAN

Perkembangan industri dan teknologi pada era globalisasi sekarang ini memberikan dampak bagi semua aspek kehidupan termasuk pada dunia usaha.

Semakin banyak dan beragam perusahaan yang muncul menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar pelaku usaha. Beragam perusahaan menawarkan produk yang diharapkan mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhan konsumen. Perusahaan berlomba-lomba mengklaim bahwa produknya adalah produk yang terbaik.

Beragam industri maupun usaha yang muncul salah satu diantaranya adalah industri telekomunikasi yang merupakan bagian dari industri jasa. Telekomunikasi sangat diperlukan bagi masyarakat untuk memudahkan komunikasi dengan orang lain, hal tersebut menyebabkan industri telekomunikasi menjadi salah satu sektor usaha yang produknya sangat dibutuhkan masyarakat lapisan apapun. Peraturan pemerintah nomor 8 tahun 1993 pasal 1 ayat 9 menyatakan bahwa, jasa telekomunikasi adalah jasa yang disediakan oleh badan penyelenggara atau badan lain untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan fasilitas telekomunikasi.

Peran dari telepon seluler yang digunakan sebagai alat komunikasi dianggap sangat penting keberadaannya. Pertumbuhan pelanggan dari telepon seluler atau yang lebih dikenal dengan ponsel/handphone menuju kearah perkembangan yang positif. Melihat semakin banyaknya pengguna telepon seluler di masyarakat, membuat operator seluler bersaing untuk menawarkan produknya. Keberadaan telepon seluler tentu tidak terlepas dari peran yang diberikan oleh operator seluler, berbagai fitur maupun aplikasi di dalam ponsel tidak akan

berguna tanpa adanya layanan yang mendukung.

Semakin meningkatnya kebutuhan sarana telekomunikasi untuk telepon seluler membuat para perusahaan operator seluler semakin memperluas jaringan ke semua kota di Indonesia termasuk di Kota Denpasar. Kota Denpasar adalah ibukota Provinsi Bali yang menjadi pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat perekonomian/bisnis di Provinsi Bali yang menjadikan Kota Denpasar sebagai prioritas utama pemasaran dari produk yang ditawarkan para perusahaan operator seluler di Bali. Sebagian penduduk di Bali terkonsentrasi di Kota Denpasar yang menyebabkan beragamnya tingkat pendidikan, usia, dan tingkat pendapatan pada masyarakatnya.

Pemain bisnis pada operator seluler bersaing sangat ketat dalam mempertahankan pangsa pasar. Perusahaan harus bisa memahami serta memenuhi karakteristik dan kebutuhan pelanggan atau calon pelanggan agar bisa bertahan dan menjaga posisinya. Hubungan baik dapat dibina apabila konsumen merasa puas dan kembali melakukan pembelanjaan pada perusahaan tersebut. Perusahaan harus mengupayakan sebisa mungkin membuat apa yang dipersepsikan pelanggan sama dengan apa yang dipersepsikan perusahaan agar tercipta kepuasan konsumen (Sudiarta, 2011). Word-of-mouth communication yang bersifat positif akan timbul dari kepuasan yang dirasakan oleh konsumen. Konsumen secara umum merasa tidak puas ketika harapan mereka tidak sesuai dengan keuntungan (Artanti, 2010). Konsumen yang tidak puas tentunya merupakan masalah bagi sebuah perusahaan, ketika suatu produk tidak dapat memuaskan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen, mereka akan mudah beralih ke produk lainnya (Chuzaimah,

2012).

Tingkah laku konsumen dalam menghadapi ketidakpuasan juga beragam, beberapa hanya membiarkan saja dan kemudian berhenti mengonsumsi sebuah produk dan mencari produk lain (Jalilvand, 2012). Selama tahun 2012, YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) mencatat terdapat 620 aduan soal layanan berbagai sektor usaha. Jasa telekomunikasi mencapai 71 aduan sehingga menduduki peringkat tiga pengaduan yang masuk YLKI sepanjang 2012 (YLKI, 2012). Riset yang dilakukan Telkomedia secara online terhadap 120 orang dari berbagai kota dan latar belakang, umumnya mengeluhkan layanan data operator yang lambat dan tidak sesuai dengan kecepatan yang dijanjikan (BRTI, 2013). Nimako (2012) menyatakan bahwa dalam sektor telekomunikasi, konsumen biasanya mengeluh mengenai kualitas jaringan yang buruk. Urutan daftar keluhan jasa telekomunikasi yang dirilis Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sepanjang tahun 2011-2012 terkait operator seluler adalah masalah SMS spam (pemotongan pulsa dan tidak bisa unreg layanan content provider) mencapai 57 persen, dispute (tarif iklan tidak sesuai janji mencapai 21 persen, kualitas layanan (tidak bisa menelepon atau SMS) mencapai 14 persen, penipuan (permintaan transfer atau isi pulsa) mencapai 6 persen dan lainnya 2 persen (BRTI, 2013). Sepanjang tahun 2013 di wilayah Bali, sektor telekomunikasi menempati posisi kedua yang mendapatkan pengaduan tertinggi setelah PLN. Pengaduan konsumen umumnya mengenai layanan yang tak sesuai dengan iklan dan sinyal yang buruk (YLKI Bali, 2014). Tingginya tingkat keluhan pada bidang jasa telekomunikasi mengindikasikan masih banyaknya kekecewaan konsumen

pada perusahaan telekomunikasi, dimana artinya perusahaan tersebut belum mampu memenuhi harapan konsumennya.

Survey pendahuluan yang dilakukan pada 20 pelanggan telepon seluler di kota Denpasar menunjukkan hasil yang menarik. Survey pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa pelanggan yang mengeluh lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak mengeluh. Mengeluh disini diartikan bahwa pelanggan langsung mengeluh kepada operator yang bersangkutan. Berdasarkan usia, pelanggan yang melakukan mengeluh berjumlah sama antara usia ≤25 tahun dan >25 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak mengeluh dibandingkan perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, pelanggan yang berpendidikan tinggi lebih banyak mengeluh. Berdasarkan tingkat pendapatan, pelanggan dengan pendapatan lebih tinggi lebih banyak mengeluh dibandingkan dengan pendapatan yang lebih rendah.

Menciptakan kepuasan konsumen pada layanan awal yang baik di bidang jasa telekomunikasi dirasa masih sulit untuk dilakukan. Masih banyak keluhan dari pelanggan yang belum bisa ditangani dengan baik dan kurang baiknya pelayanan yang diberikan oleh pihak penyedia layanan menyebabkan munculnya mengeluh dari pelanggan. Mengeluh adalah tindakan yang dilakukan oleh konsumen yang muncul dari rasa ketidakpuasannya terhadap pembelian (Suprapti, 2010:289). Perilaku mengeluh akan diperlihatkan oleh pelanggan, baik itu dilakukan dengan mengadu ke pihak penyedia layanan atau pelanggan hanya berdiam diri tidak mengadukan keluhannya ke pihak penyedia layanan akan tetapi

menyebarkan word-o- mouth yang negatif kepada orang lain (Lin, 2010). Blodget

et al. (dalam Chang dan Chun, 2011) menyatakan bahwa beberapa pelanggan yang tidak puas tidak memberikan kesempatan untuk memperbaiki permasalahan tersebut atau karena mereka umumnya enggan mengeluh. Sebagian besar pelanggan yang marah karena merasa tidak puas sering memberitahu kepada sembilan orang lainnya (Utami, 2009:277).

Salah satu perhatian utama dalam literatur perilaku mengeluh adalah untuk menganalisa alasan munculnya suatu respon terhadap ketidakpuasan. Seorang konsumen yang melakukan mengeluh sebenarnya telah membantu dirinya untuk mendapatkan haknya sebagai konsumen. Konsumen yang melakukan mengeluh secara tidak langsung akan melindungi konsumen lainnya dari kekecewaan ataupun bentuk penipuan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan. (Velazques et al., 2009). Mengeluh tidak hanya menguntungkan bagi konsumen, tetapi juga menguntungkan bagi perusahaan. Mengeluh dari konsumen akan membuat sebuah perusahaan mengetahui sumber masalah yang ada.

Mempelajari tingkah laku konsumen tentunya bukan hal yang mudah, karena konsumen adalah manusia yang setiap individunya mempunyai perbedaan tingkah laku, hal tersebut juga berlaku untuk perilaku mengeluh. Mengeluh merupakan salah satu bentuk perilaku konsumen tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor demografi, faktor sosial, faktor kebudayaan dan faktor psikologis. Karakteristik demografi seseorang berhubungan erat dengan perilaku mengeluh (Yoga dan Warmika, 2013). Fox (2008) juga menyatakan bahwa demografi adalah hal yang paling umum dan yang paling tua yang biasa digunakan untuk memprediksi perilaku mengeluh.

Penelitian Phau dan Sari (2004) menunjukkan usia memiliki hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Foedjiwati (2007) menyatakan konsumen usia muda lebih cenderung mengeluh dibandingkan dengan konsumen usia tua. Berbeda dengan hasil penelitian Fox (2008) yang menyatakan konsumen yang lebih tua lebih memungkinkan untuk mengeluh secara terbuka dibandingkan dengan konsumen yang lebih muda, sedangkan hasil penelitian Yoga dan Warmika (2013) menunjukkan usia ≤25 lebih cenderung untuk mengeluh dibandingkan dengan usia ≥25.

H1 : Usia mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler di Kota Denpasar.

Reiboldt (dalam Ngai, 2007) mengindikasi bahwa laki-laki lebih memungkinkan untuk menyampaikan keluhannya dibandingkan dengan perempuan. Yuliati dan Anzola (2009) menyatakan terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan tindakan mengeluh yang menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menyampaikan keluhan dibandingkan perempuan. Berbeda dengan hasil penemuan Fox (2008) dan Hess et al. (2003) yang menyatakan perempuan lebih menginginkan hubungan baik berjangka panjang yang artinya bahwa perempuan lebih memungkinkan untuk mengeluh.

H2 : Jenis kelamin mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler di Kota Denpasar.

Pengeluh di Indonesia memiliki tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Phau dan Sari, 2004). Pengeluh sebagian besar dengan kategori

pendidikan menengah keatas (Yuliati dan Anzola, 2009). Yoga dan Warmika

(2013) konsumen dengan pendidikan SMA cenderung untuk tidak mengeluh dibandingkan dengan konsumen dengan pendidikan menengah keatas.

H3 : Tingkat pendidikan mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler di Kota Denpasar.

Ngai (2007) menemukan hubungan signifikan antara tingkat pendidikan responden dan perilaku mengeluh. Konsumen dengan pendapatan lebih rendah lebih memilih untuk melakukan word-of-mouth negatif daripada melakukan keluhan (Dixon dan Roscigno, 2003). Yoga dan Warmika (2013) menemukan hubungan positif signifikan dimana responden berpendapatan >3 juta cenderung melakukan mengeluh dibandingkan dengan responden berpendapatan ≤3 juta.

H4 : Tingkat pendapatan mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler di kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar yang menjadi pusat aktivitas dan perekonomian yang ada di provinsi Bali dan menyebabkan banyaknya perusahaan provider yang memasarkan produknya di Denpasar. Adapun subjek penelitian ini adalah konsumen kota Denpasar yang menggunakan telepon seluler. Objek dari penelitian ini adalah perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler di kota Denpasar.

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari jawaban responden mengisi kuesioner dan data sekunder penelitian ini adalah data jumlah

keluhan dari badan YLKI, YLKI Bali dan BRTI. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh masyarakat Kota Denpasar yang menggunakan produk telepon seluler. Teknik pengambilan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik non probability sampling khususnya teknik purposive sampling. Kriteria yang digunakan yaitu responden minimal berusia 17 tahun dan pernah mengalami kegagalan layanan pada produk jasa telekomunikasi. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.

Data penelitian ini dikumpulkan dengan instrumen berupa kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada responden. Penelitian ini menggunakan teknik analisis uji independensi kai kuadrat. Distribusi Kai-Kuadrat dalam pengujian hipotesis digunakan untuk mengetahui perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi yang diharapkan (Rimbawan, 2013:240-241). Uji independensi bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara demografi dan perilaku mengeluh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik responden penelitian ini dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Tabel 1 berikut menerangkan karakteristik responden berdasarkan usia yang didominasi oleh responden yang berusia 27-36 tahun.

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Umur

Klasifikasi

Jumlah

Orang

Persentase

Usia

17-26

29

29

27-36

33

33

37-46

22

22

>46

16

16

Total

100

100

Sumber: Data Primer, diolah pada Tahun 2014

Tabel 2 menjelaskan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin. Tabel 2 di bawah ini menunjukkan responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada responden yang berjenis kelamin perempuan.

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

Klasifikasi

Jumlah

Orang

Persentase

Jenis Kelamin

Laki-laki

42

42

Perempuan

58

58

Total

100

100

Sumber: Data Primer, diolah pada Tahun 2014

Tabel 3 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dan diperoleh hasil bahwa responden yang memiliki pendidikan SMA/Sederajat paling banyak dan mendominasi seluruh responden.

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Klasifikasi

Jumlah

Orang

Persentase

Tingkat Pendidikan

SD

5

5

SMP/sederajat

21

21

SMA/sederajat

34

34

Diploma

13

13

Pendidikan Sarjana

24

24

Pendidikan Magister

3

3

Total

100

100

Sumber: Data Primer, diolah pada Tahun 2014

Tabel 4 menjelaskan distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan.

Tabel 4 di bawah ini menunjukkan responden yang mempunyai pendapatan Rp

2.000.000 – Rp 3.999.999 mendominasi responden dalam penelitian ini.

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan

Klasifikasi

Jumlah

Orang

Persentase

Tingkat Pendapatan

< 2.000.000

28

28

2.000.000 – 3.999.999

41

41

4.000.000 – 5.999.999

19

19

≥ 6.000.000

12

12

Total

100

100

Sumber: Data Primer, diolah pada Tahun 2014

Hasil uji hipotesis hubungan usia dengan perilaku mengeluh pelanggan

telepon seluler terlihat pada tabel 5 berikut ini

Tabel 5 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Usia dengan Perilaku Mengeluh Pelanggan Telepon Seluler

Chi-Square Tests

Value

df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square

8.075a

3

.044

Likelihood Ratio

8.097

3

.044

Linear-by-Linear Association

6.607

1

.010

N of Valid Cases

100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.56.

Sumber: Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 5 diperoleh nilai Chi-Square 8.075 dengan taraf nyata sebesar 0,044. Nilai taraf nyata sebesar 0,044 < 0,05 menunjukkan bahwa usia mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis pertama dan didukung oleh hasil penelitian dari Fox (2008) yang menyatakan bahwa usia memiliki hubungan nyata dengan perilaku keluhan, Phau dan Sari (2004) yang menyatakan bahwa usia berhubungan nyata dengan perilaku keluhan dimana usia muda lebih cenderung untuk mengeluh, serta Yoga

dan Warmika (2013) yang menyatakan bahwa usia berhubungan nyata dengan perilaku keluhan.

Hasil uji hipotesis hubungan jenis kelamin dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler terlihat pada tabel 6 berikut ini

Tabel 6 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Mengeluh Pelanggan Telepon Seluler

Chi-Square Tests

Value

df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square

7.801b

1

.005

Continuity Correctiona

6.693

1

.010

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

7.838

1

.005

.007

.005

Linear-by-Linear Association

7.723

1

.005

N of Valid Cases

100

a. Computed only for a 2x2 table

b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.

22.

Sumber: Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 6 diperoleh nilai Chi-Square 7.801 dengan taraf nyata sebesar 0,005. Nilai taraf nyata sebesar 0,005 < 0,05 menunjukkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kedua dan didukung oleh Yuliati dan Anzola (2009) dimana jenis kelamin berhubungan nyata dengan perilaku mengeluh, dan laki-laki lebih cenderung untuk mengeluh, Ruslan (2013) menyatakan terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin dengan perilaku mengeluh, Sousa (2009) yang juga menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan nyata dengan perilaku

mengeluh.

Hasil uji hipotesis hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku mengeluh

pelanggan telepon seluler terlihat pada tabel 7 berikut ini

Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Mengeluh Pelanggan Telepon Seluler

Chi-Square Tests

Value

df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square

10.067a

4

.039

Likelihood Ratio

10.112

4

.039

Linear-by-Linear Association

5.904

1

.015

N of Valid Cases

100

a. 2 cells (20.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.64.

Sumber: Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 7 diperoleh nilai Chi-Square 10,067 dengan taraf nyata sebesar 0,039. Nilai taraf nyata sebesar 0,039 < 0,05 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berhubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis ketiga dan didukung oleh penelitian Phau dan Sari (2004) dimana pengeluh cenderung memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, Yuliati dan Anzola (2009) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluh terbesar berada pada pelanggan dengan latar belakang pendidikan tinggi, Yoga dan Warmika (2013) dimana responden dengan pendidikan SMA lebih cenderung untuk tidak mengomplain dibandingkan dengan responden dengan pendidikan tinggi.

Hasil uji hipotesis hubungan tingkat pendapatan dengan perilaku mengeluh pelanggan telepon seluler terlihat pada tabel 8 berikut ini

Tabel 8 Hasil Uji Hipotesis Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Mengeluh Pelanggan Telepon Seluler

Chi-Square Tests

Value

df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square

9.181a

3

.027

Likelihood Ratio

9.772

3

.021

Linear-by-Linear Association

.438

1

.508

N of Valid Cases

100

a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.92.

Sumber: Data diolah, 2014

Berdasarkan tabel 7 diperoleh nilai Chi-Square 9.181 dengan taraf nyata sebesar 0,027. Nilai taraf nyata sebesar 0,027 < 0,05 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis keempat dan didukung oleh Fox (2008) dimana pelanggan dengan pendapatan lebih tinggi lebih memilih untuk menyampaikan keluhan dibandingkan dengan pelanggan dengan tingkat pendapatan lebih rendah, Yoga dan Warmika (2013) dimana responden dengan pendapatan >3 juta lebih cenderung untuk mengeluh dibandingkan dengan responden berpendapatan ≤3 juta.

Implikasi yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adalah pertama, mengeluh sangat bermanfaat baik bagi perusahaan ataupun konsumen, tetapi kebanyakan pelanggan telepon seluler di kota Denpasar masih acuh dan skeptis mengenai perihal mengeluh. Kedua, Pelanggan telepon seluler di kota Denpasar yang sering melakukan keluhan adalah pelanggan dengan usia muda, jenis kelamin laki-laki, mempunyai tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan yang tidak melakukan keluhan. Ketiga, malas masih menjadi pilihan utama pelanggan tidak melakukan

keluhan disusul oleh word-of-mouth negatif. Ini artinya banyak pelanggan telepon seluler di kota Denpasar yang tidak loyal terhadap merk atau perusahaan yang digunakan jasanya. Keempat, perbaikan koneksi masih menjadi hal utama yang harus ditingkatkan oleh penyedia jasa operator telepon seluler.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini. Pertama, usia mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Pelanggan dengan usia muda lebih cenderung untuk melakukan mengeluh dibandingkan dengan usia yang lebih tua. Kedua, jenis kelamin mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Laki-laki lebih cenderung untuk mengeluh dibandingkan dengan perempuan. Ketiga, tingkat pendidikan mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Pelanggan dengan latar belakang pendidikan lebih tinggi lebih cenderung untuk mengeluh dibandingkan dengan pelanggan dengan latar belakang pendidikan lebih rendah. Keempat, tingkat pendapatan mempunyai hubungan nyata dengan perilaku mengeluh. Pelanggan dengan tingkat pendapatan lebih tinggi lebih cenderung untuk mengeluh dibandingkan dengan pelanggan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dan pelanggan telepon seluler di kota Denpasar masih banyak yang enggan melakukan keluhan meskipun mereka merasakan kegagalan layanan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa saran yang dapat diberikan. Pertama penyedia jasa operator telepon seluler harus lebih meningkatkan kualitas produknya, terutama pada jaringan koneksi. Kedua,

penyedia jasa operator harus transparan dalam memberikan promo-promo dan memberikan pemberitahuan mengenai adanya perubahan tarif. Ketiga, perusahaan bisa lebih kreatif dalam menjaring keluhan dengan berbagai cara, seperti memberikan reward poin untuk pelanggan yang melakukan keluhan, menelepon langsung ke pelanggan yang berhenti menggunakan layanan tertentu, perusahaan juga bisa menggunakan sistem SMS forward untuk menindaklanjuti berbagai bentuk SMS penipuan.

REFERENSI

Artanti, Yessy. Lestari Ningsih. 2010. Pengaruh penanganan keluhan nasabah PT. Bank Mualamat Indonesia dengan kepuasan nasabah sebagai variabel perantara. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. 14(2) hal: 44-74.

BRTI, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. 2013. www.brti.co.id.

Chang, Chiao-Chen.Yang-Chien Chun. 2011. Comparing consumer complaint responses to online and offline environment. Internet Research. 21(2) pp: 124-137.

Chuzaimah. Moech Nazir. 2012. Analisis perbedaan etnis jawa-cina (tionghoa) dalam complaint consumer behavior and intention terhadap jasa pelayanan rumah sakit di Surakarta. BENEFIT Jurnal Manajemen dan Bisnis. 16(1) pp: 34-46.

Dixon, Marc. Vincent J. Roscigno.2003. Status networks, and social movement participation: the case of striking workers.American Journal of Sociology. 18 pp: 1292-1327.

Foedjiwati. Hatane Semuel. 2007. Pengaruh sikap, persepsi nilai dan persepsi peluang keberhasilan terhadap niat menyampaikan keluhan (studi kasus pada perusahaan asuransi AIG Lippo Surabaya). Jurnal Manajemen Pemasaran. 2(1) hal: 43-58.

Fox, Gavin L. 2008. Getting good complaining without bad complaining.Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction And Complaining Behaviour. 21 pp: 21-40.

Hess, Ronald L. Shankar Ganesan Jr. Noreen M. Klein. 2003. Service failure and recovery: the impact of relationship factors on customer satisfaction. Journal of Consumer Satisfaction, Dissatisfaction and Complaining Behaviour. 14 pp: 74-87.

Jalilvand, Mohammad Reza. Neda Samiei. 2012. The impact of electronic word-of-mouth on a tourism destination choice. Internet Research. 22(5) pp: 591612.

Lin, Long-Yi.Ching-Yun Lu. 2010. The influence of corporate image, relationship marketing and trust on purchase intention: the moderating effects of word-of-mouth. Tourism Review. 66(3) pp:16-34.

Ngai, Eric W.T. Vincent C.S. Heung. Y.H. Wong. Heung.Fanny K.Y. Chan. 2007. Consumer complaint behaviour of asians and non-asians about hotel services an empirical analysis. European Journal of Marketing. 41(11/12) pp: 1375-1391.

Nimako, Simon Gyass. 2012. Consumer dissatisfaction and complaining response towards mobile telephony services. The African Journal of Information System. 4(3) pp: 84-99.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1993. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Jakarta. http://www.radioprsnii.com/prssninew/internallink/legal/pp%20893%20peny elenggaraan%20telekomunikasi.html. Diunduh tanggal 30, bulan Mei, tahun 2013.

Phau, Ian. Puspita Riana Sari. 2004. Enganging in complaint behaviour. Journal of Marketing Intelligance & Planning. 22(4) pp. 497-426.

Rimbawan, Nyoman Dayuh. 2013. Statistik Inferensial untuk Ekonomi dan Bisnis. Denpasar: Udayana University Press.

Ruslan, Chandra. 2013. Studi deskriptif perilaku keluhan dan motif mengeluh pelanggan restoran di hotel X Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2(1) hal: 1-10.

Sudiarta, I Nyoman. 2011. Strategi pemasaran: mengintegrasikan konsep pemasaran pariwisata, gaya hidup konsumen dan manajemen destinasi pariwisata menuju kualitas pengalaman berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Manajemen & Akuntansi STIE Triatma Mulya. 16(2) hal: 54-67.

Suprapti, Ni Wayan Sri. 2010. Perilaku Konsumen. Denpasar: Udayana University Press.

Sousa, Rui. Christopher A. Voss. 2009. The effect on service failures and recovery on customer loyalty in e-services.International Journal of Operations and Production Management. 29(8) pp: 834-864.

Utami, Christina Whidya. 2009. Manajemen Ritel: Strategi & Implementasi Ritel Modern Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

Velazquez, Beatriz Moliner. Gil Saura.Maria’a Fuentes Blasco Irene.Contri’ Gloria Berenguer. 2009. Causes for complaining behaviour intentions: the moderator effect of previous customer experience of the restaurant. Journal of Service Marketing.24(7). pp. 532-545.

YLKI, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2012. www.ylki.co.id.

Yuliati, Lilik Noor. Yuza Anzola. 2009. Tingkat kepuasan konsumen terhadap tanggapan perusahaan pascatindakan mengeluh melalui media cetak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2(2) pp: 186-192.

Yoga, I Made Sedana. Gede Ketut Warmika. 2013. Hubungan karakteristik demografi dengan perilaku keluhan konsumen. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana. 2(9) pp: 1106-1124.