PADUAN ELEMEN WARNA SA*B* PADA ANALISA URIN DIPSTICK DARI CITRA HASIL KAMERA SMARTPHONE DENGAN JARINGAN BACKPROPAGATION
on
LONTAR KOMPUTER VOL. 5, NO. 1,APRIL 2014
ISSN: 2088-1541
Paduan Elemen Warna Sa*b* pada Analisa Urin Dipstick dari Citra Hasil Kamera Smartphone dengan Jaringan Backpropagation
Tri Adhi Wijaya1, Hari Ginardi2, Wijayanti Nurul Khotimah3
1, 2, 3Jurusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Analisa urin dipstick telah lama digunakan sebagai acuan dasar tingkat kesehatan seseorang. Penganalisaan pada urin dipstick secara umum masih dilakukan dengan cara manual, yakni dengan membandingkan warna pada dipstick dengan chart warna standard. Metode ini sangat bergantung pada tingkat interpretasi pembacaan warna.Penggunaan kamera smartphone dapat menjadi solusi alternatif dalam pembacaan hasil dari urin dipstick.Penganalisaan dilakukan terhadap citra urin dipstick yang diambil dari kamera smartphone.Citra yang dihasilkan menempati ruang warna RGB.Namun, ruang warna ini tidak merepresentasikan nilai respon penglihatan manusia.Disamping itu, warna-warna dalam ruang warna RGB tidak dapat dibandingkan. Oleh karenanya perlu pengubahan ruang warna dari RGB menjadi ruang warna baru agar pengukuran terhadap kedekatan warna antara urine dipstick dan urine color chart dapat dilakukan. Dalam penelitian ini diajukan paduan elemen warna Sa*b* pada analisa urin dipstick dari citra hasil kamera smartphone dengan Jaringan Backpropagation. Paduan elemen warna Sa*b* merupakan gabungan dari ruang warna HSV dan La*b*. Jaringan Backpropagation digunakan untuk mendapatkan nilai paling optimal pada tiap-tiap unit nilai Sa*b*. Dari hasil ujicoba yang dilakukan terhadap paduan elemen warna Sa*b* pada analisa urin dipstick dari citra hasil kamera smartphone dengan Jaringan Backpropagation terbukti menghasilkan tingkat akurasi penganalisaan kemiripan warna yang lebih baik daripada ruang warna La*b* optimized dan HSV yakni sebesar 92 persen.
Kata Kunci: transformasi, RGB, Sa*b*, Jaringan Backpropagation.
Abstract
Urine dipstick analysis has long been used as basic reference of man health. Generally, dipstick urine analysis is still done manually, ie by comparing the color on the dipstick with standard color chart. This method depends on the interpretation of the color readings. Smartphone camera can become an alternative solution for analyzing urine dipstick. Analyzing process conducted on images that taken from the smartphone camera. The resulting image use RGB color space. Unfortunately, this color space does not represent the value of human visual response. Additionally, the colors in RGB color space can not be compared. Therefore, it's necessary to transform the RGB color space into a new appropriate color space in order to measure the proximity of color between urine dipstick color and urine color chart. In this research, color element combination Sa*b* on urine dipstick analysis from image produced by smartphone camera using backpropagation network is proposed. Sa*b* is a color elements combination from HSV and La*b* color space. Backpropagation networks are used to obtain the optimal value of each unit in the Sa*b* values. From the results of several tests conducted on color element combination Sa*b* on urine dipstick analysis from image produced by smartphone camera using backpropagation network proved to produce color similarity analysis accuracy better than a La*b* optimized color space and the HSV color space by 92 percent.
Keywords: transformation, RGB, Sa*b*, backpropagation networks.
Saat ini, metode pemeriksaan yang paling umum dilakukan terhadap kandungan-kandungan kimia yang terdapat pada urin adalah dengan menggunakan urin dipstick.Tes dengan menggunakan dipstick mudah untuk dilakukan, memberikan hasil yang cepat, dan membutuhkan biaya yang relatif murah (Whiting, 2006).
Dengan menggunakan metode sederhana ini, kandungan-kandungan kimia dalam urin yang umum dianalisa diantaranya adalah kandungan darah, protein, glukosa, leukocyte esterase, nitrit, dan β-HCG. Beberapa kandungan lain juga dianalisa namun jarang dilakukan adalah kandungan ketones, urobilinogen, bilirubin, specific gravity, dan pH (Barrat, 2007).
Pemeriksaan dilakukan dengan mencelupkan dipstick kedalam urin pasien. Dalam hitungan puluhan detik, warna-warna pada urin dipstickakan muncul yang menandakan kandungan kimia pada urin tersebut. Dengan menggunakan mata telanjang, warna-warna yang muncul kemudian dibandingkan dengan chart warna urin.Kedekatan pada warna tertentu menandakan kandungan-kandungan kimia yang terdapat pada urin.
Penggunaan mata telanjang untuk membaca warna yang muncul pada dipstick menyebabkan banyak terjadi kesalahan penganalisaan.Kesalahan terjadi karena teknik yang digunakan salah, kesalahan pembacaan hasil warna, atau kesalahan perekaman data (Tighe, 1999).
Oleh karena itu, penganalisaan dengan menggunakan mesin pembaca dipstick banyak diperkenalkan untuk menggantikan metode pembacaan secara manual.Salah satu mesin pembaca yang cukup terkenal adalah Clintek-50 (Bayer, Newbury UK; now Siemens Medical Solutions Diagnostics GmbH (Dx)).Dari penelitian yang dilakukan oleh Tighe, Clintek-50 secara signifikan mengurangi nilai dari error dan gross error pada analisa urin dipstick (Tighe, 1999).
Menurut salah satu situs jual beli online, blockscientificstore.com, harga Clintek-50 adalah $495.00 (blockscientificstore.com, 2013).Harga ini relatif mahal bagi kalangan individu.Kegunaannya yang hanya untuk menganalisa urin dipstick menjadikan alat ini kurang begitu diminati.
Smartphone dapat menjadi salah satu alternatif alat pembaca urin dipstick.Pembacaan urin dipstick dilakukan dengan memanfaatkan kamera pada smartphone yang pada saat ini sudah memiliki resolusi yang tinggi. Kamera jenis ini dapat menghasilkan citra dengan kerapatan piksel yang tinggi sehingga baik untuk digunakan dalam proses pengolahan citra digital. Disamping kamera, berbagai fitur dan tools yang disematkan pada smartphone, membuat perangkat ini begitu populer akhir-akhir ini.
Pada umumnya, file citra yang dihasilkan oleh kamera smartphone berekstensi JPEG dan ditempatkan pada ruang warna RGB (Red, Green, Blue). Ruang warna ini cocok digunakan pada monitor VGA, namun tidak merepresentasikan nilai respon penglihatan manusia (CIE, 1978). Disamping itu, warna tidak dapat dibandingkan jika menggunakan ruang warna RGB (Tam dkk, 2012).Oleh karena itu, transformasi ruang warna RGB mutlak diperlukan.Dua ruang warna yang cukup populer untuk digunakan sebagai ruang warna perbandingan adalah La*b* dan HSV (Tam dkk, 2012).
Ruang warna yang digunakan pada computerized colorimeter dan spectrophotometer adalah La*b*. Kedua perangkat selama bertahun-tahun dijual secara komersial dan terbukti dapat memberikan hasil penganalisaan yang stabil namun tidak berkolerasi dengan akurasi yang tinggi (Johnston, 1989).Ruang warna La*b*, yang diperkenalkan pada tahun 1976, didasarkan pada color receptors pada mata manusia (CIE, 1978).
Ruang warna HSV (Hue, Saturation, Value) merupakan ruang warna yang populer digunakan pada bidang kedokteran gigi (Sproull, 1973).Pada ruang warna HSV, intensity (luminance) dipisahkan dari color information (chromaticity) (Sural dkk, 2002).Pemisahan ini sering
digunakan dalam visi komputer karena berbagai alasan, diantaranya pengujian ketahanan terhadap perubahan pencahayaan atau penghilangan bayangan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tam dkk (Tam dkk, 2012), ruang warna La*b* digabungkan dengan ruang warna HSV dan menghasilkan paduan elemen warna Sa*b*. Paduan elemen warna ini digunakan untuk mencocokkan warna yang memiliki bayangan pada proses pencocokan warna gigi dan terbukti dapat meningkatkan nilai akurasi pencocokan. Namun demikian, paduan elemen ini belum teruji untuk domain penelitian lain dan tidak terdapat penjelasa detail mengenai alasan paduan elemen Sa*b* dapat menghasilkan akurasi pencocokan warna.
Guna meningkatkan nilai akurasi transformasi ruang warna, berbagai cara dilakukan. Leon dkk (Leon dkk, 2006) melakukan penelitian terhadap transformasi ruang warna RGB ke La*b* dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya linear, quadratic, gamma, direct, dan Jaringan Syaraf Tiruan.Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kesalahan transformasi terkecil dihasilkan ketika menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan.
Peningkatan nilai akurasi transformasi ruang warna RGB ke Sa*b* belum pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini, diajukan paduan elemen warna Sa*b* yang dioptimasi dengan Jaringan Backpropagation pada analisa urin dipstick dari citra hasil kamera
Gambar 1.Penciptaan warna tiga dimensi solid (Korifi, 2013)
smartphone.
Analisa terhadap kandungan urin merupakan salah satu tes klinis yang paling sering dilakukan pada dunia pediatri.Hal ini didasari pada kemudahan pengumpulan urin dan kesederhanaan prosedur tes yang harus dilakukan (Whiting, 2006).
Tes urin dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa gangguan kesehatan.Deteksi ini dilakukan dengan menganalisa kandungan kimia yang terdapat pada urin.Beberapa kandungan kimia yang umum dianalisa adalah kandungan darah, protein, glukosa, leukocyte esterase, nitrit, dan β-HCG. Beberapa kandungan lain juga dianalisa namun jarang dilakukan adalah kandungan ketones, urobilinogen, bilirubin, specific gravity, dan pH (Barrat, 2007).
Penggunaan mata telanjang untuk membaca warna yang muncul pada dipstick menyebabkan banyak terjadi kesalahan penganalisaan.Kesalahan terjadi karena teknik yang digunakan salah, kesalahan pembacaan hasil warna, atau kesalahan perekaman data (Tighe, 1999).
RGB merupakan ruang warna digital yang paling umum digunakan. Ruang warna ini merupakan ruang warna standard yang digunakan pada input devices seperti scanner dan kamera digital maupun output devices seperti monitor. RGB (Red, Green, Blue) yang disebut juga dengan ruang warna true color adalah representasi warna yang disimpan dalam matriks dengan ukuran M x N x 3 yang mendefinisikan kanal-kanal warna, yaitu merah, hijau dan biru untuk setiap piksel. Penggabungan tersebut bergantung pada nilai-nilai true color, dimana tiap warna memiliki nilai 256 (8 bit atau 1 byte).Gambar 1 memperlihatkan konsep warna RGB.Warna yang dideskripsikan dalam RGB adalah pemetaan yang mengacu pada panjang gelombang dari RGB.Pemetaan menghasilkan nuansa warna untuk masing-masing R, G dan B yang nilai diskritnya adalah 256 dengan indeks 0-255 (Pascale, D., 2003).
Kebanyakan kamera digital, termasuk kamera digital yang disematkan pada smartphone, menghasilkan dokumen citra dengan menggunakan ruang warna RGB. Ruang warna RGB juga cocok digunakan pada monitor VGA, namun ruang warna ini tidak merepresentasikan nilai respon penglihatan manusia (CIE, 1978). Oleh karena itu, transformasi ruang warna sangat diperlukan dalam proses pengolahan citra digital.
Notasi dari warna menurut persepsi mata manusia didasarkan pada tiga kriteria, yakni hue (bayangan), lightness (brightness/kecerahan), dan saturation (intensitas).Ketiga unsur ini adalah tiga atribut warna dan dapat disatukan untuk menciptakan warna tiga dimensi solid seperti terlihat pada Gambar 1 (Korifi, 2013).
Pada pembentukan tiga dimensi solid, hue menempati tepi luar, lightness terus bertambah atau berkurang sepanjang sumbu vertikal dan nilai saturation bervariasi sesuai dengan titik pusat.Skala nilai diciptakan untuk menentukan kriteria ini.Banyak metode telah dikembangkan untuk mengukur warna dan memungkinkan penskalaan nilai ini dengan lebih mudah dan presisi (Korifi, 2013).Dua ruang warna yang cukup populer untuk digunakan sebagai ruang warna perbandingan adalah HSV dan La*b* (Tam dkk, 2012).
Pada bidang kedokteran gigi, ruang warna HSV (Hue, Saturation, Value) merupakan ruang warna yang biasa digunakan dalam proses penganalisaan warna gigi (Sproull, 1973). HSV merupakan salah satu ruang warna yang sesuai dengan persepsi manusia (Cardani, 2001).Terdapat dua alasan utama ruang warna HSV lebih baik daripada RGB.Alasan pertama adalah penyajian ruang warna HSV dapat lebih dimengerti oleh persepsi manusia.Alasan kedua adalah ruang warna HSV dapat digunakan dalam pencocokan dan perbandingan warna.
Transformasi dari RGB ke HSV didefinisikan dengan persamaan-persamaan berikut (Tam dkk, 2012):
(θ jika B ≤G
(1)
(2)
(3)
(4)
(360 -0 jika B > G'
(1 - ^ jika M> 0
10 jika M = 0
V = —'
255'
Dimana
0 = COS 1
( (1∕2)(R+G) + (R-B) 'l
I [(R-G)2 + (R-B)(G-B)]1∕2J'
M = mαx{R, G,B}, m = min{R,G,B}
(5)
(6)
Salah satu organisasi internasional yang cukup peduli dengan hal-hal yang berkaitan dengan pengekspresian warna-warna numerik adalah CIE (Comission Internationale de l'Eclairage/International Commission on Illumination).CIE merekomendasikan sebuah kombinasi illuminasi/pengamatan dan ruang warna tertentu (La*b*) yang bertujuan pada standardisasi definisi warna dan memberikan perbedaan warna lebih seragam dalam kaitannya dengan perbedaan visual.Ruang warna ini dirancang pada tahun 1976 (Korifi dkk, 2013).
Pada ruang warna La*b*, seperti terlihat pada Gambar 2.8, L menunjukkan nilai lightness, nilainya berkisar antara nilai 0 (hitam) hingga 100 (putih).a* dan b* adalah koordinat kromatisitas. a* dan b* menunjukkan arah warna, yakni +a* adalah koordinat merah, -a* adalah koordinat hijau, +b* adalah koordinat kuning dan -b* adalah koordinat biru. Pusat dari ruang warna ini adalah akromatis, ketika nilai a* dan b* meningkat dan titik bergerak keluar dari pusat maka nilai saturation warna meningkat.
Tahap transformasi dari nilai RGB ke nilai La*b* dengan menggunakan metode direct model dibagi menjadi dua tahap utama, yakni transformasi dari RGB ke XYZ dan transformasi dari XYZ menjadi La*b*. Tahap transformasi dari RGB ke XYZ mengikuti persamaan berikut (CIE, 1978):
0=1
0,412453
0,212671
0,019334
0,357580
0,715160
0,119193
0,180423
0,072169
0,950227
I ×s
(7)
Tahap transformasi dari XYZ menjadi La*b* mengikuti persamaan-persamaan berikut:
rw
dimana:
f () P√Q q> 0,008856
(7,787q +16/116 q ≤ 0,008856
Xw, Ywdan Zwmerupakan referensi standard untuk tristimulus nilai putih dari iluminasi D55
standard CIE, yang didefinisikan oleh x = 0,3324 dan y = 0.3474 pada koordinat kromatis CIE.
Berbagai pendekatan komputasional diterbitkan untuk mentransformasi unit-unit RGB menjadi La*b* dengan menggunakan model mutlak dengan parameter-parameter yang telah dikenal (Mendoza & Aguilera, 2004; Paschos, 2001; Segnini et al., 1999). Namun, parameter-parameter tersebut bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain karena RGB adalah ruang warna nonabsolut, yaitu pengukuran warna RGB tergantung pada faktor-faktor eksternal (sensitivitas sensor dari kamera, pencahayaan, dll) (Leon dkk, 2006). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Illie (Illie & Welch, 2005), kebanyakan kamera (bahkan dari jenis yang sama) tidak menunjukkan respon yang konsisten. Hal ini berarti bahwa transformasi dari RGB ke La*b* tidak dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan persamaan standard, seperti konversi dari sentimeter ke inchi (Leon dkk, 2006).
Paduan elemen warna Sa*b* merupakan ruang warna hasil kombinasi dari ruang warna HSV dan La*b*. Paduan elemen warna ini diperkenalkan oleh Tam dkk pada Tahun 2012 pada penelitian mengenai pencocokan warna gigi pada citra gigi yang dihasilkan dengan menggunakan kamera digital dengan standard chart warna gigi pada proses pembuatan gigi palsu. Pada penelitiannya, dilakukan beberapa percobaan mengenai berbagai kombinasi elemen warna yang dihasilkan oleh ruang warna HSV dan La*b* guna menghasilkan pencocokan warna gigi yang paling baik.
Dari penelitan tersebut, paduan elemen warna Sa*b* menghasilkan tingkat akurasi pencocokan warna gigi paling baik dibandingkan dengan paduan-paduan elemen warna lainnya. Kontribusi utama dari penelitian yang dilakukan oleh Tam dkk.adalah mewujudkan penerapan kamera digital pada pencocokan warna gigi.
Gambar 2. Arsitektur Jaringan Backpropagation yang digunakan dalam penelitian
Namun demikian, Tam dkk.belum mampu menjelaskan secara rinci alasan-alasan peningkatan tingkat akurasi pencocokan warna gigi ini. Disamping itu, metode pengukuran kemiripan warna gigi dengan standard chart dengan warna gigi menggunakan paduan elemen warna Sa*b* juga tidak dijelaskan secara gamblang dan rinci.
Neural Networks (Artificial Neural Networks atau Jaringan Saraf Tiruan) merupakan sudah metode softcomputing atau data mining yang banyak digunakan untuk melakukan pengklasifikasian dan prediksi.Salah satu metode paling populer dalam Jaringan Syaraf Tiruan adalah Jaringan Backpropagation.Jaringan Backpropagation merupakan jaringan perceptron multilapisan atau multilayer perceptrons tetapi dengan algoritma pembelajaran yang berbeda.Jaringan Backpropagation dibuat karena perceptron mempunyai kelemahan, yakni sebagian besar masalah tidak memberikan klasifikasi yang konvergen secara linier, bahkan perceptron terkadang tidak mampu memecahkan masalah-masalah yang sederhana, seperti operasi XOR.Perceptron tidak mampu memecahkan masalah tersebut karena masalah tersebut tidak terpisah secara linier.
Jaringan syaraf tiruan (neural networks) dapat lebih efektif jika input dari jaringan dan data output sebelumnya telah dinormalisasi. Sebelum pelatihan, proses normalisasi data dibutuhkan agar nilai-nilai input selalu terletak pada kisaran tertentu. Hal ini dilakukan untuk rentang [0…1] sesuai dengan:
χi Xmin
Xi _ --1 mm , (12)
xmax xmin
Dimana secara berurutan xi, xmin, xmax, adalah nilai asli, nilai minimum dan nilai maksimum dari variabel input yang akan dinormalisasi.
Seperti terlihat pada Gambar 2, lapisan input Jaringan Backpropagation yang digunakan pada penelitian ini menggunakan satu neuron untuk tiap nilai warna RGB. Jaringan Backpropagation yang digunakan menggunakan dua lapisan tersembunyi yang masing-masing terdiri dari 10 dan 5 neuron.Dari Jaringan Backpropagation ini, dihasilkan satu output yakni unit nilai L, a* atau b*.Selama masa training pada Jaringan Backpropagation digunakan metode early stopping agar perilaku kesalahan dapat diamati dan dapat dihentikan secara optimal.
Langkah-langkah penelitian secara umum disajikan pada Gambar 3. Sistem yang disimulasikan terdiri dari lima bagian utama, yakni image preprocessing, color feature extraction, transformasi ruang warna dari RGB ke HSV, transformasi dan optimasi ruang warna RGB ke La*b* dan pembentukan paduan elemen warna Sa*b*.
Pada langkah image preprocessing, untuk tiap citra dipstick yang diambil, dilakukan proses cropping secara manual tepat pada bagian warna hasil emulsi urin dengan kandungan kimia yang terdapat pada dipstick untuk mewakili nilai pada bagian tersebut. Proses ini bertujuan untuk memfokuskan penganalisaan dan meminimalisir timbulnya noise yang dapat mengganggu proses penganalisaan. Ukuran dari daerah yang di-crop disesuaikan dengan ukuran region warna yang muncul pada dipstick.Citra diambil dari kamera smartphone dengan resolusi 8 megapixels yang kemudian diinputkan ke sistem yang dibangun menggunakan MATLAB R2010a.Setelah langkah ini, langkah-langkah selanjutnya dilakukan secara otomatis oleh sistem.
Setelah dilakukan proses segmentasi yang dilakukan dengan caracropping, langkah preprocessing selanjutnya adalah penghilangan bayangan pada citra. Seperti pada umumnya citra yang diambil dari kamera digital, citra dipstick urine juga memuat bayangan sebagai akibat dari over reflection sebagai akibat penggunaan flashlight atau perbedaan pencahayaan.Bayangan dihilangkan dengan prosedur thresholding. Pada proses ini, citra diubah terlebih dahulu menjadi citra grayscale. Nilai threshold telah ditentukan sebelumnya yakni 230. Nilai pixel pada citra asli yang mempunyai level gray lebih besar dari nilai threshold, menggambarkan intensitas yang tinggi dari region tertentu yang dapat tidak mencerminkan nilai warna citra asli. Nilai-nilai over reflection ini tidak diikutkan dalam perhitungan selanjutnya.
Gambar 3. Arsitektur Jaringan Backpropagation yang digunakan dalam penelitian
Langkah preprocessing selanjutnya adalah pembagian citra menjadi blok-blok region.Citra dibagi menjadi sejumlah m x n region.Region-region ini digunakan untuk menghitung distribusi warna dari citra.Pada penelitian ini, nilai m adalah 5 dan n adalah 2.
Kamera smartphoneakan menghasilkan citra dengan ruang warna RGB. Ruang warna ini kemudian ditransformasi menjadi ruang warna HSV dan La*b* pada proses ekstrasi fitur warna. Persamaan yang digunakan untuk transformasi dari ruang warna RGB ke HSV telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Sedangkan untuk transformasi dari ruang warna RGB ke HSV yang dioptimasi digunakan metode Jaringan Backpropagation.Fitur-fitur dari ruang warna di-ekstrak dari seluruh blok-blok region dan kemudian dievaluasi.Pengukuran statistik (nilai rata-rata) dihitung pada setiap blok-blok region untuk merepresentasikan statistik warna dari citra tersebut.
Setelah seluruh fitur warna telah di-ekstrak, proses selanjutnya adalah penggabungan ruang warna HSV dan La*b* menjadi paduan elemen warna Sa*b*. Nilai S diambil dari nilai S pada ruang warna HSV.Nilai a*b* diambil dari ruang warna La*b*. Ruang warna inilah yang kemudian digunakan dalam proses pengukuran kedekatan warna antara urine dipstick dengan urine color chart.
Terdapat dua uji coba yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu uji terhadap keakurasian transformasi RGB ke La*b* dan uji terhadap akurasi pengukuran kedekatan warna menggunakan paduan elemen warna Sa*b* dengan menggunakan citra ground truth.
Pengujian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan nilai transformasi unit-unit warna RGB menjadi unit-unit warna La*b* citra standard chart yang direkam dengan menggunakan kamera smartphone dengan menggunakan metode direct model dan Jaringan Backpropagation.Hasil dari masing-masing metode dibandingkan dengan unit-unit nilai La*b* yang dihitung dari citra digital standard chart menggunakan direct model.Perbandingan tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan Euclidean Distance untuk tiap-tiap unit warna La*b* yang terbentuk. Skenario ujicoba ini dilakukan dengan terlebih membagi citra digital standard chart menjadi 5x2 blok region. Tiap-tiap blok region yang menempati ruang warna RGB ditransformasi menjadi unit-unit warna La*b* menggunakan direct model.
Pembagian citra menjadi 5x2 blok region juga dilakukan pada citra standard chart yang direkam dengan menggunakan kamera smartphone.Blok-blok region citra ini kemudian ditransformasi menjadi unit-unit warna La*b* menggunakan direct model dan Jaringan Backpropagation.Tiap unit warna La*b* ini dibandingkan dengan blok-blok region unit warna La*b* citra digital standard chart dengan menggunakan persamaan Euclidean Distance.Hasil penjumlahan dari tiap-tiap unit warna kemudian dirata-rata.
Skenario ujicoba ini menggunakan enam citra kelas glukosa yang berasal dari citra standard chart. Sehingga akan digunakan sebanyak 60 buah citra.
Pengujian ini bertujuan untuk mengukur keakurasian pengukuran kedekatan warna menggunakan paduan elemen warna Sa*b* yang dioptimasi dengan Jaringan Backpropagation. Citra yang digunakan dalam ujicoba ini adalah citra standard chart.
Skenario ujicoba ini dilakukan dengan terlebih membagi citra digital standard chart yang berjumlah enam buah menjadi 5x2 blok region. Tiap-tiap blok region yang menempati ruang warna RGB ditransformasi menjadi unit-unit warna Sa*b* menggunakan direct model. Nilai unit warna Sa*b* ini yang digunakan sebagai unit warna acuan.
Citra standard chart kemudian dicetak dan direkam dengan menggunakan kamera smartphone dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Citra hasil perekaman dengan kamera smartphone ini kemudian dibagi menjadi 5x2 blok region. Tiap-tiap blok region ditransformasi menjadi unit-unit nilai Sa*b* yang dioptimasi dengan Jaringan Backpropagation.
Tabel 1.Nilai rata-rata jarak transformasi RGB ke La*b* dengan Direct Model dan JaringanBackpropagation
Model Transformasi |
L |
a* |
b* |
Direct Model |
14.19 |
10.31 |
18.94 |
Jaringan Backpropagation |
0.61 |
0.71 |
1.48 |
Dari hasil transformasi tersebut, tiap-tiap unit nilai Sa*b* pada blok-blok region dibandingkan dengan unit-unit nilai Sa*b* acuan. Jumlah blok region yang paling dekat dengan chart kelas tertentu diambil sebagai hasil analisa. Nilai akurasi didapatkan dari jumlah analisa yang benar dibagi dengan jumlah citra yang diuji. Pada akhirnya, nilai akurasi penggunaan paduan elemen warna Sa*b* dibandingkan dengan nilai akurasi analisa dari ruang warna La*b* dan HSV.
Pada skenario ini, citra diambil dengan menggunakan kamera smartphone pada 10 lingkungan yang berbeda. Sehingga akan digunakan sejumlah 60 buah citra.
Gambar 4. Contoh Dataset: (a) Citra digital standard chart (b) Citra standard chart yang direkam dengan menggunakan kamera smartphone
Skenario ujicoba pertama bertujuan untuk mengukur kemampuan nilai transformasi unit-unit warna RGB menjadi unit-unit warna La*b* citra standard chart yang direkam dengan menggunakan kamera smartphone dengan menggunakan metode direct model dan Jaringan Backpropagation.Ujicoba dilakukan dengan menggunakan enam citra kelas kandungan glukosa dalam urin dimana tiap citra dibagi menjadi 5x2 blok region sehingga dihasilkan 60 nilai unit ruang warna La*b* pada tiap-tiap model yang digunakan.
Gambar 4 memperlihatkan contoh citra yang digunakan sebagai dataset pada ujicoba.Secara berurutan dari atas ke bawah, citra (b) merupakan hasil perekaman dengan menggunakan kamera smartphone dari citra (a).Dari dataset ini secara kasat mata terlihat bahwa warna citra mengalami perubahan.Hal ini merupakan akibat dari ketidaksamaan lingkungan perekaman citra dan sensitivitas lensa kamera yang digunakan.
Tabel 1 memperlihatkan nilai rata-rata jarak transformasi unit-unit warna RGB menjadi unit-unit warna La*b* citra standard chart yang direkam dengan menggunakan kamera smartphone dengan menggunakan metodedirect model dan Jaringan Backpropagationdengan unit-unit warna La*b* citra digital standard chart menggunakandirect model.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa transformasi unit-unit warna RGB menjadi unit-unit warna La*b* dengan menggunakan Jaringan Backpropagation lebih unggul daripada metodeDirect Model.Hal ini disebabkan penggunaan kamerasmartphone akan mempengaruhi nilai-nilai unit warna RGB yang didapat. Citra yang direkam dengan menggunakan kamera smartphone akan berubah nilai-nilai unit warna RGB nya sebagai akibat dari perubahan intensitas cahaya lingkungan dan tingkat sensitivitas lensa kamera yang kurang baik.
Dengan berubahnya nilai-nilai unit warna RGB, secara otomatis nilai unit-unit warna La*b* yang dihasilkan dengan menggunakan metode Direct Model juga akan berubah. Metode Direct Model menggunakan persamaan standard yang tidak mengakomodir tingkat perubahan pencahayaan dan tingkat sensitivitas kamera. Layaknya perubahan inchi ke centi, metode Direct Model akan mengeluarkan output sesuai dengan persamaan yang ada berdasarkan nilai-nilai yang diinputkan.
Tabel 2. Nilai akurasi analisa kemiripan warna (dalam persen)
La*b* Optimized |
HSV |
Sa*b* optimized | |
Nilaiakurasi |
50 |
83 |
92 |
Pada penggunaan metode Jaringan Backpropagation, persamaan-persamaan (dalam hal ini nilai-nilai bobot dan bias pada neuron-neuron) dihasilkan dari proses training yang dilakukan berdasarkan nilai-nilai input dan nilai-nilai target. Pada metode Jaringan Backpropagation, jaringan akan terus dilatih hingga mendapatkan nilai error minimum atau iterasi maksimum. Oleh karena itu, Jaringan Backpropagation memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan dengan baik dibandingkan dengan metode Direct Model.
Pada skenario ujicoba kedua, dilakukan pengukuran terhadap keakurasian penentuan kedekatan warna menggunakan paduan elemen warna Sa*b* yang dioptimasi dengan Jaringan Backpropagation. Akurasi ditentukan berdasarkan jumlah analisa yang benar dibagi dengan jumlah citra yang diuji. Kemudian nilai akurasi penggunaan paduan elemen warna Sa*b* dibandingkan dengan nilai akurasi analisa dari ruang warna La*b* optimized dan HSV. Ujicoba dilakukan terhadap 60 citra yang dihasilkan dari 10 kali perekaman citra dengan kondisi pencahayaan yang berbeda.
Dari Tabel 2 terlihat bahwa nilai akurasi analisa pada penggunaan paduan elemen warna Sa*b* yang dioptimasi dengan jaringan Backpropagationlebih unggul daripada penggunaan ruang warna La*b* yang dioptimasi dengan Jaringan Backpropagation dan ruang warna HSVyakni sebesar 92 persen. Penggunaan unit nilai S pada paduan elemen warna Sa*b* optimized menjadi salah satu faktor penentu tingkat akurasi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan ruang warna HSVyang menghasilkan nilai akurasi yang cukup baik, yakni mencapai 83 persen.
Pada penelitian ini, nilai S yang berarti saturation memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai akurasi penganalisaan kemiripan warna citra standard chart.Nilai unit L pada ruang warna La*b* optimized pada penelitian ini ternyata tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap hasil analisa. Hal ini dapat terlihat dari nilai akurasi yang cukup kecil yakni sebesar 50 persen. Namun apabila nilai-nilai unit a*b* pada ruang warna La*b* optimized digabungkan dengan nilai-nilai unit warna S pada HSV akan meningkatkan tingkat akurasi penganalisaan kemiripan warna.
Nilai saturation dari warna ditentukan oleh kombinasi intensitas cahaya dan berapa banyak intensitas tersebut didistribusikan ke seluruh spektrum dari panjang gelombang yang berbeda.Nilai saturation mencerminkan kekuatan warna pada sebuah citra. Jika sebuah citra intensitas warna yang tinggi, maka dapat dipastikan nilai saturation-nya juga akan tinggi. Untuk warna-warna pastel (abu-abu, violet, dsb.), nilai saturation cenderung kecil.Hal ini juga berlaku pada citra standard chart yang dihasilkan oleh kamera smartphone.
Pada ruang warna HSV, nilai saturation akan bergerak dari intensitas warna rendah ke intensitas warna tinggi. Nilai saturation merepresentasikan komponen warna pada ruang warna HSV.Nilai warna pada sebuah citra sangat dipengaruhi oleh nilai saturation.Apabila dilakukan pengukuran kemiripan warna, elemen warna ini yang mempunyai pengaruh sangat tinggi dibandingkan dengan elemen H atau elemen L. Jika perubahan dilakukan pada kedua elemen warna tersebut, warna asli dari citra akan memudar bahkan jika perubahan dilakukan secara drastis, warna asli citra akan hilang.
Begitu pula dengan nilai a* dan b* yang merupakan representasi dari nilai-nilai asli warna yang terdapat pada citra.Nilai a* dan b* tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh intensitas cahaya lingkungan perekaman data.Pada ruang warna La*b*, intensitas cahaya diwakili oleh nilai elemen L.
Faktor tidak dipengaruhi oleh intensitas cahaya inilah yang membuat tingkat akurasi penganalisaan kemiripan warna citra standard chart dengan menggunakan paduan elemen warna Sa*b* optimized lebih baik daripada kedua metode lainnya. Nilai a* dan b* merupakan cerminan dari nilai warna citra sebenarnya. Ditambah dengan elemen S, akurasi pengukuran kemiripan warna akan semakin tinggi.
Paduan elemen Sa*b* belum dapat dikatakan sebuah ruang warna baru. Hal ini disebabkan kesaling-bergantungan nilai S dan nilai a*b*.Jika nilai S diubah, maka nilai a* dan b* juga ikut berubah.Namun jika nilai a* dan b* diubah, nilai S belum tentu berubah, terutama untuk warna-warna yang memiliki intensitas tinggi. Pada chromaticity diagram warna-warna ini berada pada daerah terluar dari diagram. Semakin mendekati warna putih, berada di daerah persimpangan antara garis a* dan b* pada chromaticity diagram, nilai saturation akan turun hingga bernilai nol tepat pada persimpangan garis a* dan b*.
Kesaling-bergantungan ini pula yang menyebabkan kegagalan untuk memodelkan elemen-elemen Sa*b* pada sebuah bidang tiga dimensi. Ruang warna tiap-tiap elemen Sa*b* tidak dapat digambarkan secara pasti pada sumbu-sumbu XYZ.
Hal inilah yang menyebabkan kurang tepatnya penggunaan metode Euclidean Distance pada pengukuran kemiripan warna dengan menggunakan paduan elemen warna Sa*b*. Elemen S tidak berada pada dimensi yang sama dengan a* dan b*.
Pengoptimasian paduan elemen warna Sa*b* juga memegang peranan penting dalam peningkatan hasil akurasi penganalisaan kemiripan warna citra standard chart. Dengan pengoptimasian ini, nilai-nilai unit a* dan b* menjadi lebih mendekati nilai sebenarnya sehingga jarak antara nilai a* dan b* citra acuan dan citra hasil perekaman dengan kamera smartphone menjadi lebih kecil. Apabila optimasi ini tidak dilakukan, akurasi hasil pengukuran kemiripan warna akan bernilai rendah seperti sudah diperlihatkan pada ujicoba yang pertama.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa paduan elemen warna Sa*b* pada analisa urin dipstick dari citra hasil kamera smartphone dengan Jaringan Backpropagation terbukti menghasilkan tingkat akurasi penganalisaan kemiripan warna yang lebih baik daripada ruang warna La*b* optimized dan HSV yakni sebesar 92 persen. Paduan elemen warna Sa*b* merupakan kombinasi elemen warna yang memiliki pengaruh paling kuat dalam pengukuran kedekatan warna.
Daftar Pustaka
-
[1] Cardani, D.,“Adventures in HSV space”, Vision and Image Sciences Laboratory
Department of Electrical Engineering Technion - Institute of Technology 32000 Haifa Israel, 2001.
-
[2] CIE (Commission Internationale de l’Eclairage), “Recommendations on uniform color spaces, color difference equations, psychometric color terms”, Supplement No.2 to CIE publication No.15 (E.-1.3.1) 1971/(TC-1.3), Bureau Central de la CIE, 4 Av. du Recteur Poincare´, 75782 Paris Cedex 16, Paris, France, 1978.
-
[3] http://www.blockscientificstore.com/Clinitek-50-p/clinitek-50.htm[diakses: 5 Maret 2013].
-
[4] Johnston, WM. Kao, EC, “Assessment of appearance match by visual observation and
clinical colorimetry”. Journal of Dental Research; 68:819–22, 1989.
-
[5] Korifi, R. Dreau, LY. Antinelli, JF. Valls, R. Dupuy, N.,“CIELa*b* color space predictive
models for colorimetry devices – Analysis of perfume quality”, Laboratoire LISA, EA 4672 Equipe METICA, Case 451, Aix-Marseille Universite´, 13397 Marseille Cedex 20, France, 2013.
-
[6] Leon, K. Mery, D. Pedreschi, F. Leon, J.,“Color measurement in La*b* units from RGB digital images”, Universidad de Santiago de Chile (USACH), Avenida Ecuador 3659, Santiago, Chile, 2006.
-
[7] Mendoza, F., & Aguilera, J. M.,“Application of image analysis for classification of ripening bananas”, Journal of Food Science, 69, 471–477, 2004.
-
[8] Pascale, D.,“A Review of RGB Color Spaces”,The BabelColor Company, 5700 Hector
Desloges, Montreal (Quebec), Canada H1T 3Z6, 2003.
-
[9] Paschos, G.,“Perceptually uniform color spaces for color texture analysis: an empirical
evaluation”, IEEE Transactions on Image Processing, 10(6), 932–937, 2001.
-
[10] Segnini, S., Dejmek, P., & Oste, R.,“A low cost video technique for colour measurement of potato chips”, Food Science and Technology-Lebensmittel-Wissenschaft und
Technologie, 32 (4), 216–222, 1999.
-
[11] Sproull, RC.,“Color matching in dentistry.”, Journal of Prosthetic Dentistry, 29 (Pt 1): 416– 24, 1973.
-
[12] Sural, S., Qian, G., Pramanik, S., “Segmentation and Histogram Generation Using The HSV Color Space for Image Retrieval”, Dept. of Computer Science and Engineering, 3115 Engineering Building, Michigan State University, East Lansing, MI 48824, USA.
-
[13] Tam, W.K., Lee, H.J., “Dental shade matching using a digital camera. Department of Medical Informatics”, Tzu Chi University, No. 701, Sec. 3, Jhongyang Rd., Hualien City, Hualien County 97004, Taiwan, ROC, 2012.
-
[14] Tighe, P., “Laboratory-based quality assurance programme for near-patient urine dipstick testing”, 1990–1997: development, management and results. Br. J. Biomed. Sci. 56, 6– 15, 1999.
-
[15] Whiting, P. Westwood, M. Bojke, L. dkk., “Clinical effectiveness and cost-effectiveness of tests for the diagnosis and investigation of urinary tract infection in children: a systematic review and economic model”, Health Technol Assess; 10. iii-iv, xi-xiii, 1-154, 2006.
415
Discussion and feedback