https://ojs.unud.ac.id/index.php/linguistika/

DOI: https://doi.org/10.24843/ling.2020.v27.i02.p06

LINGUISTIKA, SEPTEMBER 2020

p-ISSN: 0854-9613 e-ISSN: 2656-6419

Vol. 27 No. 2

Sufiks –m(u) sebagai Pembentuk Verba Deadjektiva

Bahasa Jepang: Kajian Morfologi dan Metabahasa Semantik Alami (MSA)

Luh Made Sri Wahyuni1, Ketut Widya Purnawati2

1Ubud-Bali, Indonesia

2Udayana University, Indonesia

1e-mail: wahyuni.luhade@gmail.com, 2 tuti@unud.ac.id

Abstrak

Penelitian ini berfokus pada analisis proses morfologi dan struktur semantis verba deadjektiva sufiksasi –m(u) dalam bahasa Jepang. Sufiks –m(u) adalah salah satu sufiks pembentuk verba dalam bahasa Jepang. Data dikumpulkan dari artikel koran pada laman asahi.com dan data korpus yang diakses melalui website http://corpora.uni-leipzig.de. Data dikumpulkan menggunakan metode simak disertai teknik catat. Data dianalisis menggunakan metode agih. Teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori kelas semantik adjektiva menurut Morita (2010), teori afiksasi menurut Sugioka dan Ito (2002) dan teori metabahasa semantik alami (MSA) menurut Goddard dan Wierzbica (2014). Berdasarkan hasil analisis, tidak semua adjektiva dapat diimbuhi oleh sufiks –m(u). Makna asali verba deadjektiva sufiksasi –m(u) adalah MERASAKAN. Makna asali MERASAKAN dapat berpolisemi dengan MEMIKIRKAN dan TERJADI.

Kata Kunci: verba deadjektiva, morfologi, struktur semantis

Abstract

This research focuses in analyzing morphological processes and the semantic structure of deadjectival verb suffixation –m(u) in Japanese. Suffix -m(u) is one of the verb-forming suffixes in Japanese. The data was collected from newspaper article from website asahi.com and corpus data from website http://corpora.uni-leipzig.de. The data was collected by observation method and note-taking techniques. The data was analyzed using distribution method. The theory for analyzing the morphological processes is based on semantic class adjective developed by Morita (2010) and affixation theory developed by Sugioka and Ito (2002). Then, the theory for analyzing semantic structure deadjectival verb is Natural Semantic Metalanguage (NSM) theory developed by Goddard and Wierzbicka (2014). The results shows that not all adjectives in Japanese can be affected by the suffix –m(u). Deadjectival verb suffixation –m(u) in Japanese are formed by semantics prime FEEL. The semantic prime of FEEL can be polysemy with semantic prime THINK and HAPPEN.

Keywords: deadjectival verb, morphology, semantic structure

Vol. 27 No. 2

  • 1.    Pendahuluan

Secara morfologi sebagai bahasa aglutinasi, pembentukan kata dalam bahasa Jepang banyak dilakukan dengan penambahan afiks pada akar katanya. Secara umum proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang terjadi melalui prefiksasi dan sufiksasi. Proses pembentukan kata melalui afiksasi yang tidak menghasilkan identitas leksikal baru disebut dengan infleksi. Sementara derivasi adalah kaidah pembentukan kata yang dapat mengubah kategori dan makna kata (Prayogi, 2018:26). Contoh derivasi misalnya verba bisa diderivasi atau dibentuk dari adjektiva. Salah satu sufiks dalam bahasa Jepang yang dapat membentuk verba adalah sufiks –m(u). Sufiks –m(u) dapat membentuk verba deadjektiva. Verba deadjektiva merupakan verba yang berasal dari kelas kata adjektiva yang telah mengalami proses afiksasi, contohnya verba kanashimu berasal dari adjektiva kanashii ‘sedih’.

Adjektiva bahasa Jepang dapat dibagi menjadi dua, yakni adjektiva –i dan adjektiva –na. Adjektiva –i adalah adjektiva yang berakhiran dengan silabel i, sedangkan adjektiva –na berakhiran dengan –na. Adjektiva –i merupakan kata-kata yang asli berasal dari Jepang, sedangkan adjektiva –na banyak yang merupakan serapan dari bahasa China (Kamiya, 2002:11).

Silabel akhir i sebagai penanda adjektiva –i merupakan sebuah morfem infleksional yang bermakna ‘bukan lampau dan positif’. Morfem infleksional i akan berubah sesuai dengan kala dalam kalimat. Berbeda halnya dalam proses derivasional bahwa morfem i tersebut akan hilang dan digantikan dengan morfem derivasional yang sesuai. Sementara itu, adjektiva –na merupakan adjektiva nomina dalam bahasa Jepang yang tidak perlu dilekati oleh morfem –na untuk menyatakan makna katanya. Morfem –na merupakan morfem infleksional yang hanya muncul apabila dalam pemakaiannya adjektiva ini diikuti oleh nomina. Selanjutnya untuk menyatakan kala seperti lampau dan bukan lampau, positif ataupun negatif, adjektiva –na memiliki kemiripan dengan nomina, yaitu menggunakan kopula, sehingga yang berubah

adalah kopulanya. Sejalan dengan hal tersebut maka penelitian ini akan difokuskan pada adjektiva –i karena adjektiva –i memiliki morfem infleksional dan derivasional, sedangkan adjektiva –na hanya memiliki morfem infleksional. Afiks-afiks derivasional dapat mengubah kelas kata, sedangkan afiks infleksional tidak.

Penelitian ini difokuskan pada derivasi adjektiva menjadi verba. Fokus penelitian ini adalah proses morfologi dan struktur semantis berdasarkan teori MSA. Terdapat beberapa alasan penetapan fokus penelitian tersebut. Pertama, pembentukan verba deadjektiva dengan pengimbuhan sufiks –m(u) berlaku terbatas hanya beberapa adjektiva dalam bahasa Jepang. Kedua, makna semantik yang dikandung oleh pengimbuhan sufiks pada derivasional verba harus diperhatikan karena makna yang dihasilkan akan berubah. Ketiga, penelitian verba deadjektiva menggunakan MSA sebagai teori belum pernah dilakukan sehingga menarik untuk dikaji.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan sumber data berupa artikel koran yang diterbitkan pada laman asahi.com dan data korpus yang diakses melalui website http://corpora.uni-leipzig.de. Data yang dikumpulkan menggunakan metode simak disertai dengan teknik dasar catat. Metode simak dipilih karena objek yang diteliti berupa bahasa yang sifatnya teks (Sudaryanto, 2015:205-206). Sumber data sekunder yang digunakan untuk membantu penganalisisan data adalah kamus bahasa Jepang yang diakses melalui website kotobank.jp.

Data yang sudah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan metode agih. Teknik lanjutan yang digunakan yaitu teknik ganti. Teknik ganti digunakan dengan mengganti unsur tertentu dengan unsur lingual lain. Pada penelitian ini, unsur yang diganti adalah silabel terakhir i pada adjektiva digantikan dengan sufiks –m(u), sehingga didapatkan verba deadjektiva yang berterima/produktif digunakan dalam berkomunikasi. Selanjutnya, teknik yang

Vol. 27 No. 2

digunakan untuk menganalisis struktur semantis verba deadjektiva adalah teknik ubah ujud parafrasal. Teknik ubah ujud parafrasal adalah teknik dengan mengubah wujud salah satu atau beberapa unsur satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015:45). Teknik ini digunakan dalam menganalisis struktur semantis verba deadjektiva bahasa Jepang dengan memparafrasekan verba tersebut sesuai dengan 65 butir makna asali dalam teori MSA.

Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah penyajian hasil analisis. Tahap penyajian hasil analisis merupakan suatu tahap penelitian berupa penyusunan laporan dengan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal berupa diagram pohon untuk menunjukkan proses morfologis verba deadjektiva, sedangkan metode informal berupa penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata yang biasa.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Proses morfologis verba deadjektiva dianalisis dengan teori kelas semantik adjektiva yang dikemukakan oleh Morita (2010) dan teori afiksasi yang dikemukakan oleh Sugioka dan Ito (2002). Terjadinya proses derivasional adjektiva ke dalam kelas kata baru tentu akan menghasilkan makna yang berbeda sehingga penelitian ini juga akan menganalisis struktur semantis verba deadjektiva berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Goddard dan Weirzbicka (1996, 2014).

Teori kelas semantik adjektiva yang dikemukakan oleh Morita (2010) menyebutkan bahwa terdapat 22 adjektiva yang tergolong dalam adjektiva tafsiran subjektif (subjective comment). Adjektiva tersebut diantaranya adalah itai ‘sakit’, nemui ‘mengantuk’, yasashii ‘baik hati’, natsukashii ‘rindu’, omoshiroi ‘menarik’, kitanai ‘kotor’, kawaii ‘lucu’, kayui ‘layu’, darui ‘lesu’, ayaui ‘bahaya’, amai ‘manis’, karai ‘pedas’, mezurashii ‘aneh’, hageshii ‘dahsyat’, sabishii ‘sepi’, kanashii ‘sedih’, tanoshii ‘senang’, ureshii ‘senang’, kurushii ‘derita’, dan itoshii ‘cinta’.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan teknik ganti maka didapatkan hanya enam adjektiva yang dapat diderivasi menjadi verba dengan mengganti silabel terakhir i pada adjektiva dengan sufiks –m(u). Keenam adjektiva tersebut adalah adalah kanashii ‘sedih’, kurushii ‘derita, tanoshii ‘senang’, natsukashii ‘rindu’, itoshii ‘cinta’, dan itai ‘sakit’. Verba deadjektiva yang dihasilkan dari proses derivasi adalah verba kanashimu ‘merasa sedih’, kurushimu ‘merasa menderita’, tanoshimu ‘merasa senang/menikmati’, natsukashimu ‘merasa rindu’, itoshimu ‘merasa cinta/suka’, dan itamu ‘merasa sakit’.

  • 3.1    Proses Morfologis Verba Deadjektiva Sufiksasi –m(u)

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, derivasi verba deadjektiva dengan pengimbuhan sufiks –m(u) terbatas hanya beberapa adjektiva yang dapat diimbuhi oleh sufiks –m(u). Dalam pembentukan verba deadjektiva, silabel terakhir i dilesapkan lalu diimbuhkan dengan sufiks –m(u) pada akar kata. Sufiks derivasional penghasil verba adalah sufiks –m, sedangkan –u merupakan morfem infleksional yang berfungsi sebagai penunjuk kala dan aspek kalimat. Lebih jelasnya, berikut ini dipaparkan beberapa kalimat yang mengandung verba deadjektiva untuk dianalisis proses morfologis verba deadjektiva sufiksasi – m(u).

  • (1)    Dō sentā jimu-chō no Nakano Eiji-san (60) wa fukōna jiko o kanashimu.

(www.yomiuri.co.jp, crawled on 11/09/2018) Eiji Nakano (60), direktur pusat itu, bersedih karena musibah kecelakaan.’

  • (2)    Demo sonna ni kanashimanai de hoshii to.

(www.nhk.or.jp, crawled

on 16/09/2018)

‘Tetapi harusnya tidak bersedih seperti itu.’

  • (3)    Sore      wa      Galle      o      hidoku

kanashimasemashita.

(www.tv-tokyo.co.jp, crawled

on 14/09/2018)

Vol. 27 No. 2

‘Itu membuat Galle sangat sedih.’

Kanashimu terbentuk dari pengimbuhan sufiks –m(u) pada adjektiva kanashii. Kanashii terdiri dari dua morfem yaitu morfem bebas kanashi yang disebut dengan gokan (akar kata) dan morfem terikat i yang disebut dengan gobi (akhiran). Sejalan dengan pendapat Kitahara (dalam Sudjianto, 2004:154) bahwa dalam proses derivasional, morfem i tersebut akan hilang dan digantikan dengan morfem derivasional yang sesuai. Dalam pembentukan verba kanashimu, morfem i dilesapkan lalu diimbuhkan dengan sufiks –m(u) pada akar kata adjektiva, sehingga menghasilkan verba turunan kanashimu.

Berdasarkan data (1), (2), dan (3) yang berfungsi sebagai sufiks verbalisasi adalah –m, sedangkan -u merupakan morfem infleksional untuk menunjukkan kala tidak lampau seperti pada data (1). Verba kanashimanai pada data (2) menunjukkan morfem infleksional -u berubah menjadi –anai untuk menunjukkan bentuk negatif dari verba kanashimu. Selanjutnya, data (3) menunjukkan bentuk kausatif dari verba kanashimu yaitu kanashimasemashita yang menunjukkan kala lampau. Kanashimasemashita berasal dari bentuk dasar/kamus kanashimaseru.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan maka derivasi verba deadjektiva dapat digambarkan dalam diagram pohon berikut ini.

  • 3.2 Struktur Semantis Verba Deadjektiva

Sufiksasi -m(u)

Teori metabahasa semantik alami (MSA) bekerja dengan menggunakan perangkat makna asali. Dalam memahami makna suatu leksikon, pembelajar tidak cukup hanya mengetahui makna kamusnya. Setiap leksikon memiliki fitur-fitur pembeda sehingga perlu diuraikan lebih rinci lagi (Citrawati, 2018:64).

Berdasarkan sumber data penelitian dan rujukan klasifikasi makna asali yang terdapat dalam teori metabahasa semantik alami (MSA), makna pengimbuhan sufiks –m(u) pada adjektiva menunjukkan prototipe predikat mental. Predikat mental merupakan predikat yang mengacu pada kognisi dan emosi manusia. Prototipe predikat mental merepresentasikan makna asali THINK ‘MEMIKIRKAN’, KNOW ‘MENGETAHUI’, FEEL ‘MERASAKAN’, WANT ‘MENGNGINKAN’, DON’T WANT ‘TIDAK MENGINGINKAN’, SEE ‘MELIHAT’, dan HEAR ‘MENDENGAR’ (Wierzbicka, 1996:35-37). Prototipe predikat mental yang direpresentasikan oleh verba deadjektiva dengan pengimbuhan sufiks –m(u) adalah MERASAKAN . Makna asali tipe MERASAKAN merepresentasikan makna yang berkaitan dengan emosi atau perasaan seseorang. Perasaan seseorang muncul setelah mengalami sesuatu dan perasaan tersebut tergantung dari apa yang dipikirkannya. Verba deadjektiva dengan sufiksasi –m(u) dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu 1) tipe MERASAKAN sesuatu yang baik, dan 2) tipe MERASAKAN sesuatu yang tidak baik.

Elemen MERASAKAN berkombinasi dengan elemen MEMIKIRKAN, sehingga terbentuk polisemi MERASAKAN/MEMIKIRKAN. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa seseorang yang merasakan suatu emosi/perasaan berarti memiliki pemikiran tertentu terhadap suatu situasi. Situasi tersebut diwakilkan oleh komponen kognitif ‘X memikirkan sesuatu seperti ini’. Selain itu, terdapat juga kombinasi elemen MERASAKAN dengan elemen TERJADI. Polisemi MERASAKAN/TERJADI direpresentasikan oleh

Vol. 27 No. 2

verba itamu. Berikut ini adalah struktur semantis verba deadjektiva sufiksasi –m(u) bahasa Jepang.

Pada data (1), (2), dan (3) makna verba kanashimu merupakan gabungan polisemi MERASAKAN/MEMIKIRKAN. Pola sintaksis yang dihasilkan adalah ‘X merasakan sesuatu’. Makna kamus verba kanashimu adalah merasa sedih dan sakit hati karena hal yang tidak baik terjadi, sehingga makna verba kanashimu berhubungan dengan peristiwa yang tidak sesuai dengan harapan yang terjadi pada masa lalu atau masa kini. Peristiwa tersebut dapat berupa kesulitan, musibah, dan kegagalan, sehingga diformulasikan dengan ‘sesuatu yang buruk telah terjadi pada X’. Selanjutnya, eksplikasi struktur semantis verba kanashimu adalah sebagai berikut. Kanashimu ‘bersedih’ X merasakan sesuatu

X merasakan sesuatu seperti ini:

Sesuatu yang buruk telah terjadi padaku Selama beberapa waktu X berpikir seperti ini: Aku tidak ingin hal ini terjadi.

X merasakan ini karena telah terjadi sesuatu padanya

X merasakan sesuatu seperti ini

  • (4)    Inosuke wa imōto o aisuru ga, amari kurushimu.

(www.tbs.co.jp, crawled on 02/09/2018) ‘Inosuke mencintai adik perempuannya tetapi sangat menderita.’

Makna kamus dari verba kurushimu adalah menderita dan hati terasa pedih (menderita karena cinta, menderita karena pedihnya kehidupan). Makna verba kurushimu merupakan gabungan polisemi MERASAKAN/MEMIKIRKAN. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa seseorang merasakan derita atau pedihnya perasaan berarti memiliki pemikiran bahwa situasi/keadaannya menyakiti dirinya sendiri. Struktur semantis verba kurushimu dapat diparafrasekan sebagai berikut.

Kurushimu ‘menderita’

X merasakan sesuatu

X memikirkan sesuatu seperti ini:

Aku tahu sekarang sesuatu yang tidak baik terjadi padaku

Aku tidak menginginkan hal ini

Aku merasakan sesuatu yang buruk X merasakan sesuatu seperti ini.

  • (5)    Mutsuwan wo nagamenagara onsen wo tanoshimu.

(www.tv-tokyo.co.jp, crawled on 04/09/2018) Menikmati air panas sambil melihat ke Teluk Mutsu.’

Verba tanoshimu merupakan gabungan dari polisemi MERASAKAN/MEMIKIRKAN. Pola sintaksis yang dihasilkan adalah ‘X merasakan sesuatu.’ Makna menikmati pada verba tanoshimu menunjukkan perasaan nyaman dan bahagia. Rasa bahagia muncul ketika seseorang merasakan sesuatu yang baik. Hal ini sejalan dengan makna kamus dari verba tanoshimu adalah merasa senang dan puas melakukan hal yang disukai. Rasa nyaman dan senang dilandasi oleh suatu alasan seperti komponen semantis ‘X merasakan sesuatu karena X memikirkan sesuatu’. Makna verba tanoshimu berhubungan dengan pemikiran seseorang tentang peristiwa yang baik, seperti yang terdapat dalam k omponen semantis ‘sesuatu yang baik terjadi padaku’. Struktur semantis verba tanoshimu dapat dieksplikasi sebagai berikut.

Tanoshimu ‘menikmati’

X merasakan sesuatu

X merasakan sesuatu karena X memikirkan sesuatu seperti ini:

Sesuatu yang baik terjadi padaku Aku menginginkan hal ini terjadi

Ketika aku mengalami hal ini, aku merasakan sesuatu

Karena ini, X merasakan sesuatu X merasakan sesuatu seperti ini

  • (6)    Tagaini kisoiatta hibi o natsukashimu.

(www.kanaloco.jp, crawled on 26/09/2018) Merindukan hari-hari saling bersaing.’

Vol. 27 No. 2

Verba deadjektiva natsukashimu dibentuk dari adjektiva natsukashii. Natsukashii bermakna rindu. Makna kamus verba kanashimu adalah merasa rindu. Verba natsukashimu merupakan gabungan             dari             polisemi

MERASAKAN/MEMIKIRKAN. Pola sintaksis yang dihasilkan adalah ‘X merasakan sesuatu’. Perasaan rindu menunjukkan bahwa seseorang ingin mengalami hal yang pernah dialami sebelumnya. Rasa rindu dilandasi oleh suatu alasan seperti komponen semantis ‘X merasakan sesuatu karena X memikirkan sesuatu’. Pada makna verba natsukashimu dibutuhkan kehadiran elemen makna asali INGIN. Pada saat merindu/bernostalgia seseorang mengambarkan sesuatu dalam pikirannya dan berharap kejadian yang dahulu pernah dialaminya terjadi lagi, sehingga ini dapat diformulasikan menjadi ‘aku ingin sesuatu itu dapat terjadi lagi’.

X merasakan sesuatu

X merasakan sesuatu karena X memikirkan sesuatu seperti ini:

Sesuatu yang baik terjadi padaku

Aku menginginkan hal ini terjadi lagi Karena ini, X merasakan sesuatu X merasakan sesuatu seperti ini

  • (7)    Kou iu ne, omoi wa soko ni aru to yappari itoshimu, ima no jidai wo ikiteiru jibun wo itoshimu tte iu kimochi to kanashii tte iu kimochi wa kasanatte kuru wake desu.

(www.asahi.com) ‘Seperti ini, saya sangat suka berada disana, rasa cinta dan rasa sedih terhadap diri sendiri saat ini tumpang tindih.’

Verba itoshimu merupakan gabungan polisemi MERASAKAN/MEMIKIRKAN, dan pola sintaksis yang dihasilkan adalah ‘X merasakan sesuatu’. Verba itoshimu bertalian dengan peristiwa yang menyenangkan, misalnya ketika seseorang merasa sangat suka dengan sesuatu atau suka berada di suatu tempat. Rasa suka dapat muncul karena suatu alasan, sehingga dapat diformulasikan ‘X merasakan sesuatu karena X memikirkan    sesuatu’.    Verba    itoshimu

menunjukkan makna sangat menyukai dan menyayangi sesuatu, dibutuhkan kehadiran elemen makna asali SANGAT. Hal ini sejalan dengan makna kamus verba itoshimu adalah merasa cinta dan kasih sayang yang mendalam. Struktur semantis verba itoshimu dapat dieksplikasi sebagai berikut.

Itoshimu ‘suka’, ‘cinta’

X merasakan sesuatu

X merasakan sesuatu karena X memikirkan sesuatu seperti ini:

Sesuatu yang baik terjadi telah padaku

Jika aku memikirkan ini, aku merasakan sesuatu yang sangat baik

X merasakan sesuatu seperti ini

  • (8)    Gareki ga butsukatta atama to ude ga itamu.

(www.kahoku.co.jp, crawled on 01/09/2018) ‘Kepala dan tangan saya yang tertimpa puing-puing terasa sakit.’

Makna verba itamu mengandung kombinasi polisemi MERASAKAN/TERJADI. Pola sintaksis yang dihasilkan adalah ‘X merasakan sesuatu’. Seseorang yang sedang sakit merasakan sesuatu yang tidak baik pada tubuhnya, sehingga dapat diformulasikan ‘aku merasa tidak baik pada tubuhku’. Rasa sakit pada tubuh seseorang dilandasi oleh suatu alasan, sehingga dapat diformulasikan ‘aku merasa sakit karena terjadi sesuatu yang buruk pada tubuhku’. Makna sakit yang terdapat pada verba itamu menerangkan komponen ‘sesuatu yang buruk terjadi pada X’. hal ini sejalan dengan makna kamus verba itamu adalah merasakan sakit pada tubuh karena penyakit, cidera, dan lain sebagainya. Struktur semantis verba itamu dapat dieksplikasi sebagai berikut.

Itamu ‘sakit’

X merasakan sesuatu

X merasakan sesuatu karena terjadi sesuatu yang buruk pada X

Sesuatu ini terjadi pada bagian tubuh X (kepala dan tangan)

X tidak menginginkan hal ini terjadi

X merasakan sesuatu seperti ini

Vol. 27 No. 2

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, derivasi verba deadjektiva dengan pengimbuhan sufiks –m(u) terbatas hanya beberapa adjektiva yang dapat diimbuhi oleh sufiks –m(u). Sufiks derivasional verba adalah –m, sedangkan –u merupakan morfem infleksional yang berfungsi sebagai penunjuk kala dan aspek dalam kalimat.

Struktur semantis verba deadjektiva sufiksasi –m(u)   dapat dijabarkan dengan

menggunakan teori MSA yang memiliki konsep makna asali. Makna asali verba deadjektiva sufiksasi –m(u) adalah MERASAKAN. Makna asali MERASAKAN dapat berpolisemi dengan MEMIKIRKAN dan TERJADI. Makna asali MERASAKAN pada verba deadjektiva sufiksasi – m(u) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tipe MERASAKAN sesuatu yang baik dan tipe MERASAKAN sesuatu yang buruk. Tipe MERASAKAN    sesuatu    yang    baik

direpresentasikan oleh verba tanoshimu ‘merasa senang/menikmati’, natsukashimu ‘merasa rindu’, dan itoshimu ‘merasa cinta/suka’, sedangkan tipe MERASAKAN    sesuatu    yang    buruk

direpresentasikan oleh verba kanashimu ‘merasa sedih’, kurushimu ‘merasa menderita’, dan itamu ‘merasa sakit’.

  • 5.    Daftar Pustaka

Citrawati, Dewa Ayu Carma. 2018.”Nomina Berelasi Air yang Dihasilkan Entitas Dalam Bahasa Bali”. Linguistika, Maret 2018 p-ISSN: 0854-9613. Vol. 48 No. 25.

Goddard, C dan Anna W. 2014. Words and Meaning:  Lexical Semantics Across

Domains, Languages, and Culture. Oxford: Oxford University.

Kamiya, Taeko. 2002. The Handbook of Japanese Adjectives and  Adverbs.   Kondansha

International: Tokyo.

Morita, Chigusa. 2010. The Internal Structures of Adjective in Japanese. Tokyo: University of Tokyo

Prayogi, Dini Siamika Tito. 2018.”Perubahan Makna Adjektiva Berimbuhan Sufiks: Kajian Morfosemantiks”. Linguistika, Maret 2018 p-ISSN: 0854-9613. Vol. 48 No. 25.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:  Sanata

Dharma University Press.

Sudjianto, Dahidi Ahmad. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Sugioka, Yoko, dkk. 2002. Derivational Affixation in The Lexicon and Syntax. Boston: CPI Books GmbH

Wierzbicka, A. 1996. Semantics: Prime and Universal. Oxford: Oxford University.

156