BENTUK MORFOSEMANTIK DALAM TEKS TRADISI LISAN NYIANG LENGAN PADA MASYARAKAT DAYAK MAANYAN DI KALIMANTAN TENGAH
on
LINGUISTIKA, SEPTEMBER 2018
p-ISSN: 0854-9613
Vol. 49. No. 25
BENTUK MORFOSEMANTIK DALAM TEKS TRADISI LISAN NYIANG LENGAN PADA MASYARAKAT DAYAK MAANYAN DI KALIMANTAN TENGAH
Intan Ayu Puspita¹, I Nyoman Weda Kusuma², I Made Suastika³ Program Magister Ilmu Linguistik
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Jalan Nias No. 13, Denpasar, Bali, Telepon (0361) 250033 ¹Ponsel: 081236778294
¹Email: [email protected] ²Email: [email protected] ³Email: [email protected]
Abstrak—Nyiang Lengan merupakan sebuah tradisi lisan dalam kebudayaan suku Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Barito Timur. Tradisi lisan ini merupakan rangkaian bahasa sastra yang dilantunkan dengan menggunakan bahasa Pangunraun. Penelitian ini menggunakan kajian morfosemantik untuk memahami bentuk morfologis dan maknanya. Nyiang Lengan dikaji karena penulis ingin melestarikan kebudayaan kampung halaman sekaligus memperkenalkan tradisi ini kepada generasi muda agar mereka menyadari pentingnya tradisi lisan ini bagi masyarakat Dayak Maanyan. Sebab, banyak kaum muda Dayak Maanyan yang tidak dapat mendendangkan bahkan mengerti pesan-pesan yang terkandung di dalam Nyiang Lengan.
Penelitian ini berfokus pada afiksasi dan makna di dalam teks Nyiang Lengan. Afiksasi menjadi topik utama untuk menemukan perubahan morfologis dalam teks tradisi lisan tersebut. Kemudian, memahami maknanya juga menjadi hal yang penting agar pesan-pesan di dalamnya dapat tersampaikan.
Kata kunci: morfosemantik, Nyiang Lengan, afiksasi, bentuk, dan makna.
Abstract—Nyiang Lengan is an oral tradition of the Dayak Maanyan tribes in Central Kalimantan, especially in East Barito Regency. This tradition is composed of the literary language which is sung by using Pangunraun language. This research uses a morphosemantic study to understand the morphological form and its significance. Nyiang Lengan is reviewed since the writer would like to preserve the culture of Dayak Maanyan tribes and also introduce this tradition to the younger generation so that they will realize the importance of this oral tradition for the Dayak Maanyan people. It is because many young generations of Dayak Maanyan can not sing it even understand the messages of Nyiang Lengan.
This research focuses on affixation and significance in the text of Nyiang Lengan. Affixation becomes the main topic to find out the morphological changes in the text of the oral tradition. Afterwards, understanding the significance is also important so that the messages of Nyiang Lengan can be delivered.
Keywords: morphosemantic, Nyiang Lengan, affixation, form, and significance.
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan suatu sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga memiliki kaitan dengan keilmuan. Sistem tersebut berarti susunan teratur yang memiliki pola, membentuk suatu keseluruhan yang memiliki makna dan fungsi tertentu. Salah satu syarat berkomunikasi dalam masyarakat adalah adanya persamaan pengertian dan makna. Informasi yang disampaikan harus samasama dipahami dan dimengerti, baik oleh penutur maupun pendengar. Selain memiliki kaitan dengan keilmuan, bahasa juga berhubungan dengan kebudayaan, khususnya tradisi lisan Nyiang Lengan pada suku Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah.
Nyiang Lengan memiliki dua jenis, yakni nelei dan santangis. Nelei merupakan jenis Nyiang Lengan yang dilantunkan dalam acara-acara yang berkaitan dengan kehidupan, seperti pernikahan, upacara adat, atau acara resmi lainnya. Sedangkan, santangis dilantunkan pada saat upacara kematian. Kekhasan bahasa pada tradisi lisan Nyiang Lengan terdapat pada rangkaian bahasanya karena bahasa Pangunraun yang digunakan pada dasarnya tidak dapatkan diterjemahkan
kata per kata. Keahlian menyenandungkan Nyiang Lengan didapatkan dengan cara turun-temurun. Kata-kata dalam Nyiang Lengan ada yang berupa kata monomorfemis dan juga kata polimorfemis. Kata-kata yang termasuk monomorfemis, antara lain: ulah, tajak, dan mangat. Sedangkan, kata-kata yang termasuk polimorfemis, antara lain: ngulah, batajak, dan nyamangaten.
Kekhasan bahasa dan berbagai macam bentuk morfologis, baik monomorfemis maupun polimorfemis dari teks tradisi lisan Nyiang Lengan tersebut menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji pada penelitian ini. Morfosemantik menjadi tumpuan utama pada penelitian ini sehingga dapat diketahui berbagai bentuk morfosemantik pada teks tradisi lisan Nyiang Lengan serta fungsi yang dihasilkan oleh proses tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Adapun masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimanakah bentuk
morfosemantik pada teks tradisi lisan Nyiang Lengan di Kalimantan Tengah?
-
2. Bagaimanakah fungsi yang dihasilkan oleh proses
morfosemantik pada teks tradisi lisan Nyiang Lengan tersebut?
LANDASAN TEORI
Morfofonemik secara umum adalah subsistem yang menjadi penghubung antara fonologi dan morfologi. Menurut Chaer (2007:194), morfofonemik atau yang disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi. Peristiwa berubahnya wujud morfemis ini disebut proses morfofonemik. Proses morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan (Arifin, 2007:8). Di dalam morfofonemik terdapat sebuah kajian yang disebut morfosemantik. Morfosemantik adalah makna yang dihasilkan dari proses morfologis. Kajian ini merupakan penggabungan dua subdisiplin ilmu linguistik, yakni morfologi dan semantik. Keduanya menjadikan morfologi sebagai dasar pijakan pengambilan makna semantiknya. Proses morfologisnya dilakukan, baik secara inflektif maupun derivatif. Dalam morfo-semantik selain
mengubah bangunan kata juga berimplikasi pada perubahan makna (Luthfi, 2010:51).
Dalam hal ini, teks Nyiang Lengan dapat dikategorikan sebagai morfosemantik karena ditemukan afiksasi di dalamnya. Afiksasi menurut Samsuri (dalam Suparman, 2008:3-4), adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks. Afiks ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Karena letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks disebut awalan atau prefiks. Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam kata, sedangkan akhiran (sufiks) terletak di akhir kata. Terkait dengan penelitian ini, Nyiang Lengan disajikan dengan mengkaji bentuk morfosemantik, yang terdiri dari proses morfologis dan juga fungsi morfosemantiknya. Proses morfologis ialah afiksasi, meliputi prefiks, infiks, dan sufiks.
Selain teori di atas, ada pula metode yang diterapkan untuk mengkaji penelitian ini. Metode yang digunakan, antara lain metode observasi, deskriptif analitik, kuantitatif, dan kualitatif. Metode observasi digunakan untuk mengamati pelantunan tradisi lisan Nyiang Lengan.
Peneliti terlibat langsung sebagai masyarakat pendukung. Selanjutnya, data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik, yakni menjabarkan data dan dianalisis sesuai teori yang digunakan. Lalu metode kuantitatif digunakan karena penelitian ini menggunakan tabel untuk memudahkan pengelompokkan data. Subana dan Sudrajat (2005: 25) berpendapat bahwa penelitian kuantitatif dilihat dari segi tujuan, penelitian ini dipakai untuk menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, dan untuk menunjukkan hubungan antarvariabel dan adapula yang sifatnya mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendiskripsikan banyak hal. Selain menggunakan tabel, penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif karena penelitian ini juga dikaji dengan menggunakan kata-kata. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi,1993:23). Adapun langkah-langkah yang ditempuh yaitu sebagai berikut.
-
1. Menghubungi salah satu masyarakat Dayak Maanyan.
-
2. Menanyakan pengertian Nyiang Lengan dan meminta untuk melantunkan Nyiang Lengan yang secara umum sering dilantunkan.
-
3. Mencatat informasi yang
diperlukan.
-
4. Mengkategorikan data sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
-
5. Menjabarkan teks Nyiang Lengan.
-
6. Menganalisis teks Nyiang Lengan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dan
pembahasannya akan dibahas pada bab ini. Hasil penelitian berupa tabel bentuk morfosemantik yang terdapat dalam teks tradisi lisan Nyiang Lengan pada suku Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah beserta fungsinya. Tabel tersebut berdasarkan proses morfologi. Hal tersebut disebabkan oleh proses morfologi sebagai langkah awal dalam menganalisis data, kemudian proses pemaknaan dilakukan untuk menemukan fungsi dari bentuk morfosemantik tersebut.
Tabel analisis berikut ini merupakan bentuk morfosemantik yang ditemukan dalam teks tradisi lisan Nyiang
Lengan, beserta fungsinya berdasarkan proses morfologi sebagai berikut.
Tabel Hasil Penelitian
No. |
Bentuk Morfosemantik |
Fungsi Morfo-semantik |
Ket. | |||||
Proses Morfo logis |
Mono |
AL |
Poli |
AG | ||||
Afiksa si | ||||||||
1. |
P r e f i k s |
n g - |
Ampet |
Tah an |
nga mpe t |
men aha n |
membent uk kata kerja aktif |
kata ngampet menyatak an suatu tindakan menahan diri atau perasaan |
2. |
apuap ang |
hara pan |
nga pua pan g |
men gha rap-kan sesu atu |
membent uk kata kerja aktif |
kata ngapuapa ng menyatak an suatu tindakan menghara pkan sesuatu terjadi | ||
3. |
Ulah |
Ker ja |
ngu lah |
me mb uat/ men gerj akan |
membent uk kata kerja aktif |
kata ngulah menyatak an suatu tindakan membuat atau mengerjaka n sesuatu | ||
4. |
b a - |
gantun g |
Let ak |
bag ant ung |
terl etak |
membent uk kata kerja pasif |
kata bagantun g menyatak an aspek perfektif | |
5. |
Tajak |
Tan am |
bat ajak |
men ana m |
membent uk kata kerja aktif |
kata batajak menyatak an suatu tindakan menanam , baik menanam buah maupun sayuran | ||
6. |
S u f i k s |
-l a h |
Kuras a |
pera saa n men yes al |
kur asal ah |
disa yan gka n |
membent uk kata kerja pasif |
menyatak an tindakan atau perbuatan menyesali sesuatu yang terlanjur terjadi |
7. |
a f i k s g a b u n g a n |
m a - a n |
Nyiang |
sen and ung |
man yian gan |
Me nye nan dun gka n |
membent uk kata kerja aktif |
menyatak an suatu tindakan mengerja kan sesuatu dengan menggun akan nada-nada |
8. |
Matir |
sep uh atau tua |
ma mat iran |
ora ng yan g ditu aka n atau sese puh |
membent uk kata benda |
menyatak an suatu benda secara konkret | ||
9. |
p a - a n |
Pisah |
pisa h |
pap isah an |
Per pisa han |
membent uk kata benda |
menyatak an suatu benda secara abstrak | |
10. |
k a - e n |
Jaya |
jaya |
kaja yae n |
keja yaa n atau kem asy hur an |
membent uk kata benda |
menyatak an suatu benda secara abstrak | |
11. |
k a n g - a n |
Kawit |
kait |
kan gka wi-tan |
men gait kan pan cing an |
membent uk kata kerja aktif |
menyatak an suatu cara dalam suatu pekerjaan (memanci ng) | |
12. |
n y - e n |
Manga t |
gata l |
nya manga ten |
mer asa gata l |
membent uk kata kerja aktif |
menyatak an suatu tindakan ketika merasa merasa gatal |
Pendeskripsian bentuk-bentuk morfosemantik beserta fungsinya menjadi pokok dalam pembahasan ini. Bentuk-bentuk morfosemantik tersebut terbentuk dari gabungan proses morfologi serta semantik gramatikal.
A. Bentuk Morfosemantik Berdasarkan Proses Afiksasi
Proses afiksasi adalah proses sebuah kata mengalami pengimbuhan. Proses afiksasi yang ditemukan pada teks Nyiang Lengan berupa prefiksasi, sufiksasi, dan afiks gabungan.
Pada teks tradisi lisan Nyiang Lengan, proses prefiksasi yang ditemukan ialah prefiks ng-, yang terdapat pada kata ngampet, ngapuapang, ngulah. Bentuk morfosemantik pada kata ngampet ‘menahan’ yaitu ng- + ampet ‘suatu tindakan menahan diri atau perasaan’. Fungsi yang dihasilkan oleh proses morfosemantik berprefiks ng- adalah membentuk kata kerja aktif. Berdasarkan maknanya, maka prefiks ng- pada kata ngampet berarti ‘melakukan sesuatu’. Prefiks ini sering ditemukan pada teks
Nyiang Lengan yang dilantunkan pada saat pertemuan tokoh adat (nelei).
Kemudian, bentuk morfosemantik pada kata ngapuapang ‘mengharapkan’ ialah ng- + apuapang ‘suatu tindakan mengharapkan sesuatu terjadi’. Fungsi yang dihasilkan dari proses morfosemantik berprefiks ng- adalah membentuk kata kerja aktif. Jika dilihat dari maknanya, maka prefiks ng- pada kata ngapuapang berarti ‘melakukan sesuatu’. Prefiks ng- ini sering kali ditemukan pada teks Nyiang Lengan jenis nelei lainnya, yakni dalam upacara pernikahan.
Selanjutnya, bentuk morfologis pada kata ngulah ‘membuat atau mengerjakan’ yaitu ng- + ulah ‘suatu kegiatan membuat atau mengerjakan sesuatu’. Fungsi yang dihasilkan dari proses morfosemantik berprefiks ng-adalah membentuk kata kerja aktif. Berdasarkan pemaknaannya, prefiks ng-pada kata ngulah berarti ‘mengerjakan sesuatu’. Prefiks ini biasanya muncul pada teks Nyiang Lengan jenis nelei yang dilantunkan pada saat pertemuan tokoh adat.
Proses prefiksasi teks tradisi lisan Nyiang Lengan yang ditemukan selanjutnya ialah prefiks ba-, yang terdapat pada kata
bagantung dan batajak. Bentuk morfosemantik kata bagantung adalah kata dasar gantung ‘letak’ yang digabungkan dengan prefiks ba- menjadi bagantung. Berdasarkan bentuk morfosemantik Nyiang Lengan tersebut, maka prefiks ba-berfungsi membentuk kata kerja pasif, yang menyatakan aspek perfektif. Selanjutnya, kata batajak. Bentuk morfosemantik pada kata ini ialah kata dasar tajak ‘tanam’ yang kemudian digabungkan dengan prefiks ba- menjadi batajak ‘menanam’. Berdasarkan bentuk morfosemantik pada teks Nyiang Lengan ini, prefiks ba- berfungsi membentuk kata kerja aktif yang menyatakan suatu tindakan melakukan penanaman buah, sayur, ataupun bunga. Kata bagantung dan batajak muncul pada Nyiang Lengan jenis nelei, yakni pertemuan tokoh adat pada saat menuturkan sejarah.
Sufiks –lah muncul pada kata kurasalah. Bentuk morfosemantik kata tersebut adalah kurasa ‘perasaan menyesal’ + -lah menjadi kurasalah ‘disayangkan’. Sufiks –lah berfungsi membentuk kata kerja pasif. Makna dari sufiks –lah pada kata kurasalah ialah menyatakan suatu penyesalan karena sesuatu terlanjur terjadi. Pada teks Nyiang
Lengan, kata ini biasanya muncul pada jenis santangis atau upacara kematian.
Afiks gabung ma-an pada bentuk morfosemantik teks Nyiang Lengan ini melekat pada bentuk dasar berupa kata kerja dan kata benda. Bentuk morfosemantiknya yaitu ma- + nyiang + -an menjadi manyiangan
‘menyenandungkan atau menyanyikan’. Berdasarkan bentuk tersebut dapat diketahui bahwa afiks gabung ini memiliki fungsi membentuk kata kerja aktif. Adapun makna dari afiks gabung ini adalah menyatakan suatu tindakan mengerjakan sesuatu menggunakan nada-nada (bernyanyi). Selanjutnya, kata mamatiran. Bentuk morfosemantiknya adalah ma- + matir + -an menjadi mamatiran ‘orang yang dituakan atau sesepuh’. Berdasarkan bentuk tersebut, diketahui bahwa afiks gabung ma-an ini memiliki fungsi membentuk kata benda. Makna dari afiks gabung ini ialah ‘menyatakan suatu benda secara konkret’.
Afiks gabung pa-an pada teks tradisi lisan Nyiang Lengan ini ditemukan pada kata papisahan yang dasarnya
diserap dari bahasa Indonesia ‘perpisahan’. Belian (penutur Nyiang Lengan) menyerap kata dari bahasa Indonesia dengan ditambahkan afiks gabung ini karena dalam bahasa Pangunraun, kata ‘pisah’ tidak ada sehingga meminjam dari bahasa Indonesia. Kata ini memiliki fungsi sebagai pembentuk kata benda. Makna dari afiks gabung ini adalah menyatakan suatu benda secara abstrak. Bentuk morfosemantik kata papisahan yaitu pa- + pisah + -an.
Afiks gabung ka-en muncul pada kata kajayaen. Bentuk morfosemantik kata tersebut adalah ka- + jaya + -en menjadi kajayaen ‘kejayaan atau kemasyhuran’. Afiks gabung ka-en berfungsi membentuk kata benda. Makna dari afiks gabung ka-en pada kata kejayaen ialah menyatakan suatu benda secara abstrak. Pada teks Nyiang Lengan, kata ini biasanya muncul pada jenis nelei atau pertemuan tokoh adat.
Afiks gabung kang-an pada bentuk morfosemantik teks Nyiang Lengan ini melekat pada bentuk dasar berupa kata kerja. Bentuk morfosemantiknya yaitu kang- + kawit ‘kait’ +
-an menjadi kangkawitan ‘mengaitkan pancingan’. Berdasarkan bentuk tersebut dapat diketahui bahwa afiks gabung ini memiliki fungsi membentuk kata kerja aktif. Makna dari afiks gabung ini adalah menyatakan suatu tindakan mengerjakan sesuatu. Kata ini terdapat pada jenis nelei yang dilaksanakan pada saat pertemuan tokoh adat.
Pada teks tradisi lisan Nyiang Lengan, afiks gabung yang ditemukan ialah ny-en, yang terdapat pada kata nyamangaten. Bentuk morfosemantik pada kata nyamangaten ‘merasa gatal’ yaitu ny-+ mangat ‘gatal’+ -en. Fungsi yang dihasilkan oleh proses morfosemantik afiks gabung ny-en adalah membentuk kata kerja aktif. Berdasarkan maknanya, maka afiks gabung ny-en pada kata nyamangaten berarti menyatakan suatu tindakan ketika merasa gatal. Prefiks ini sering ditemukan pada teks Nyiang Lengan yang dilantunkan pada saat pertemuan tokoh adat yang termasuk dalam Nyiang Lengan jenis nelei.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian morfosemantik
dalam teks tradisi lisan Nyiang Lengan pada suku Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah dapat disimpulkan bahwa afiksasi merupakan bentuk morfosemantik dalam teks Nyiang Lengan yang ditemukan pada penelitian ini, yang terdiri atas prefiksasi, sufiksasi, dan afiks gabungan.
Adapun proses afiksasi pada teks Nyiang Lengan yang telah ditemukan, antara lain: prefiks (ng-, ba-), sufiks (-lah), dan afiks gabungan (ma-an, pa-an, ka-en, kang-an, ny-en). Selan itu, bentuk morfosemantik teks Nyiang Lengan ini memiliki fungsi, yakni afiksasi membentuk verba (aktif dan pasif) dan juga nomina (konkret dan abstrak). Fungsi-fungsi tersebut dapat diketahui setelah terjadinya proses penggabungan antara unsur-unsur pembentuk dengan bentuk dasarnya yang berupa kata-kata dalam teks Nyiang Lengan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2007. Morfologi :Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: PT. Grasindo.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Luthfi, Khabibi Muhammad. 2010.
Menggugat Harakat Al-Qur’an,
Yogyakarta: Madina Press.
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Subana, M. dan Sudrajat. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Suparman, Tatang. 2008. Proses Morfologis dalam Bahasa
Indonesia: Analisis Bahasa Karya Samsuri. Bandung: Universitas
Padjajaran.
II. Pembahasan
146
Discussion and feedback