JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 9, NO. 1, APRIL 2023

Desain Lanskap Taman Dipangga sebagai Taman Sejarah dan Rekreasi berbasis COVID-19

Bartholomew Jordan Hetharia1*, Eduwin Eko Franjaya2

  • 1.    Prodi Arsitektur Lanskap, Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan, Institut Teknologi Sumatera, Indonesia

  • 2.    Lab. Perencanaan dan Desain Lanskap, Prodi Arsitektur Lanskap, Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan, Institut Teknologi Sumatera, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstract

Landscape Design of Taman Dipangga as a Historical and Recreational Park based on COVID-19. Taman Dipangga is a city park with a strategic location and easy access. In the middle of the COVID-19 pandemic crisis, city parks, which are part of open public spaces, should be resilient and adaptive to the current situation. Taman Dipangga, likewise, must adapt to the current situation in terms of design and amenities. As one of the cultural and historical attractions in Bandar Lampung, Taman Dipangga has the potential to become one of the favorite tourist destinations for visitors. This research aims to design Taman Dipangga by highlighting the historical aspects as well as the recreational components that are responsive to COVID-19. This qualitative research was conducted using the survey method, which included observation, interview, and literature review that refers to the design process. This research leads to the use of historical and recreational concepts in Taman Dipangga to optimize the potential of Taman Dipangga by representing it through the Krakatau Monument, the form of design, the division of space and its naming, as well as the selection of vegetation based on the condition of the location on Mount Krakatau and the surrounding area. Taman Dipangga will be more than just a recreation park; it will also be a place for education and a cultural heritage site.

Keywords: covid-19, historical park, landscape design, recreational park

  • 1.     Pendahuluan

Taman kota merupakan lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota (Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 2008). Taman Dipangga merupakan salah satu taman kota di kota Bandar Lampung yang dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi, bersantai, bermain, dan berdagang bagi warga Bandar Lampung. Menurut laporan Statistik Sektoral Kota Bandar Lampung (Lampung, 2021), Taman Dipangga merupakan salah satu objek wisata di Kota Bandar Lampung yang tergolong dalam wisata budaya. Adanya Monumen Krakatau yang bernilai sejarah menjadi daya tarik tersendiri bagi taman ini, dan menjadi alasan mengapa taman ini tergolong dalam wisata budaya. Keberadaan taman kota harus memenuhi aspek fungsi ekologis maupun fungsi sosial bagi para penggunanya. Namun, di masa pandemi COVID-19 ini aspek fungsi kesehatan juga perlu dipertimbangkan.

Sejak kasus COVID-19 pertama kali ditemukan, banyak perubahan dilakukan di masa pandemi COVID-19 atau yang dikenal dengan istilah new normal (WHO, 2020). Keadaan new normal memaksa masyarakat untuk mengurangi kontak serta mobilitas sehari-hari. Dampaknya, kesehatan mental dan imunitas masyarakat dapat terpengaruh sebab kebutuhan sosial dan rekreasi tidak terpenuhi (Slater, Christiana, & Gustat, 2020). Di masa pandemi ini, ruang-ruang terbuka menjadi alternatif rekreasi/wisata bagi masyarakat karena memungkinkan untuk merasakan udara sehat dan sinar matahari dengan tetap memperhatikan social distancing (Jasmin, 2021). Hidup berdampingan dengan COVID-19, mendorong adanya banyak kebiasaan, pola pikir, sistem, serta inovasi baru. Oleh sebab itu, penyesuaian dan peninjauan kembali perlu dilakukan pada ruang-ruang terbuka dari segi desain, aksesibilitas, dan utilitas agar lebih tanggap terhadap COVID-19 dan terciptanya ruang yang aman dan nyaman bagi masyarakat (Honey-Rosés, et al., 2020). Di masa krisis ini, ruang-ruang terbuka harus dioptimalkan menjadi sebuah wadah untuk berbagi informasi yang dapat menghubungkan pengunjung dan tempat yang dikunjunginya (UN-Habitat, 2020). Taman Dipangga sebagai salah satunya harus dapat mengakomodir informasi terkait penerapan protokol kesehatan dan nilai-nilai

sejarah yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merancang Taman Dipangga dengan menonjolkan aspek sejarah di dalamnya dan aspek rekreasi yang tanggap COVID-19.

  • 2.     Metode

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai dari bulan Februari 2022 hingga bulan Mei 2022

di Taman Dipangga yang berlokasi di Jalan Wolter Monginsidi, Talang, Kecamatan Telukbetung Selatan, Kota Bandar Lampung, Lampung. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Tapak (sumber: google earth)

  • 2.2    Alat

Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian ini ialah alat tulis, laptop, kamera handphone, meteran, environment meter, serta perangkat lunak, yaitu AutoCad 2021, SketchUp 2021, Adobe Photoshop 2020, Lumion 9.5, Google Earth, dan Microsoft Word.

  • 2.3    Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui observasi langsung ke tapak, wawancara, dan studi literatur. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan dukungan studi literatur yang sudah dilakukan serta gambar-gambar desain penulis. Tahapan penelitian mengikuti proses desain lanskap, yakni dimulai dari inventarisasi tapak, yaitu pengumpulan data eksisting tapak meliputi data fisik, data biologis, dan data sosial budaya. Kemudian, dilanjutkan dengan tahap analisis dan sintesis dimana data inventaris akan dianalisis lebih dalam menjadi potensi, kendala, dan bahaya beserta dengan solusi-solusinya. Hasil analisis dan sintesis tapak akan mengarahkan pada konsep desain tapak dan dilanjutkan dengan proses pembuatan detail desain (site plan).

  • 3.     Hasil dan Pembahasan

    • 3.1   Gambaran Umum Taman Dipangga

Taman Dipangga didirikan pada tahun 1981 dengan luas ±4850 m2. Pada taman ini, terdapat monumen dengan mercusuar yang dibangun untuk mengenang dahsyatnya letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 silam (Direktoripariwisata, 2019). Pada monumen tersebut juga terdapat relief yang menggambarkan situasi letusan Gunung Krakatau silam. Seiring berjalannya waktu, Taman Dipangga menjadi salah satu destinasi wisata Lampung, khususnya di Kota Bandar Lampung.

Gambar 2. Monumen Krakatau

  • 3.2    Inventarisasi

    • 3.2.1    Data Fisik dan Biologis

Data fisik dan biologis akan mencakup kondisi iklim mikro, topografi, tanah, hidrologi, serta vegetasi di

Taman Dipangga. Kondisi iklim mikro Taman Dipangga secara umum memiliki suhu 30ºC area di dalam taman

dan 30,5ºC untuk area di luar taman. Sedangkan untuk kelembaban udara, ada pada angka 82,5% di dalam area taman dan 80,9% di luar area taman (Choirunnisa, Setiawan, & Masruri, 2017). Pada taman ini, angin berhembus dari arah timur ke arah barat. Topografi pada Taman Dipangga berkontur dengan kemiringan landai sekitar 8-10%. Jenis tanah pada Taman Dipangga merupakan tanah humus. Drainase di Taman Dipangga hanya terdapat pada sisi kanan taman dan merupakan drainase terbuka. Vegetasi eksisting Taman Dipangga terdiri dari delapan jenis pohon berbeda yang meliputi Mangga (Mangifera indica), Lamtoro (Leucaena leucocephala), Palem Raja (Roystonea regia), Trembesi (Samanea saman), Bugenvil (Bougainvillea), Pucuk merah (Syzygium paniculatum), Jambu air (Syzygium aqueum), dan Sawo (Manilkara zapota).

  • 3.2.2    Data Sosial dan Budaya

Letak Taman Dipangga yang berada di depan Markas POLDA Lampung membuat keamanan Taman Dipangga jadi lebih terjamin. Pada hari libur, banyak pengunjung yang datang di pagi hari maupun sore hari, sedangkan pada hari biasa Taman Dipangga hanya ramai di sore hari. Pengunjung banyak datang dari keluarga yang membawa anak-anaknya untuk bermain atau remaja yang ingin bersantai di area taman. Pengunjung Taman Dipangga cukup beragam karena pada taman ini juga menjadi tempat pedagang kaki lima untuk berjualan makanan di sekitar monumen di taman, sehingga pemanfaatannya tidak hanya untuk bermain dan bersantai, namun juga dapat menjadi wisata kuliner bagi para pengunjung. Fasilitas dan utilitas di Taman Dipangga terdapat lampu taman, kursi taman yang tersebar di area taman, dan tempat sampah. Namun, ada banyak kerusakan pada fasilitas dan utilitas sehingga tidak berfungsi secara optimal.

  • 3.3    Analisis dan Sintesis

    • 3.3.1

      Analisis dan Sintesis Ruang dan Vegetasi


      Gambar 3. Peta analisis ruang dan vegetasi


Pembagian ruang di Taman Dipangga belum spesifik dan terlalu umum peruntukkannya (Gambar 3). Area vegetasi yang cukup luas berpotensi untuk dikembangkan dan dibagi peruntukkan menjadi lebih spesifik. Penataan vegetasi eksisting pada Taman Dipangga kurang teratur dan kurang berpola, sehingga perlu ada pola dan penataan penanaman yang lebih teratur. Selain itu, Taman Dipangga juga memerlukan vegetasi pemecah angin atau peredam bising karena letaknya di antara jalan raya yang merupakan sumber kebisingan. Nilai kebisingan pada tapak cukup beragam dalam rentang 59,3 dB – 87,1 dB, hal ini dikarenakan intensitas kendaraan yang melalui jalan raya di sekitar Taman Dipangga berubah-ubah tergantung jam dan hari. Nilai tersebut dapat tergolong kurang nyaman jika mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup yang menetapkan parameter tingkat kebisingan untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau) di angka 50 dB (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1996).

  • 3.3.2    Analisis dan Sintesis Iklim dan Hidrologi

Dengan suhu udara rata-rata pada tapak 30ºC dan tingkat kelembaban rata-rata 82,5% maka didapatkan nilai THI sebesar 29,1. Nilai tersebut termasuk dalam kategori kurang nyaman sebab indeks kenyamanan untuk manusia tidak lebih dari 27 (Laurie, 1990, dalam Zulfa et al, 2022). Oleh karena itu, diperlukan vegetasi lebih untuk mengurangi rasa panas di tapak dengan tetap memerhatikan kerapatan atau jarak penanaman antarvegetasi untuk menjaga angka kelembaban tetap rendah. Sebab kerapatan vegetasi dan suhu permukaan memiliki hubungan yang erat, semakin tinggi kerapatan maka semakin rendah suhu permukaannya (Sukristiyanti & Marganingrum, 2009).

Gambar 4. Peta Analisis Iklim dan Hidrologi

Tapak yang berkontur membuat aliran air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah (Gambar 4), sehingga diperlukan penanaman rumput atau vegetasi dengan akar yang kuat untuk mencegah erosi akibat aliran air di permukaan (run off) yang berlebihan. Saluran drainase perlu dibuat lagi di sisi kiri tapak, agar saluran tidak hanya berada di sisi kanan tapak (Gambar 4). Dengan menggunakan sistem drainase terbuka, perlu dilakukan pengecekan atau pembersihan berkala agar tidak ada daun atau sampah yang menumpuk di drainase.

  • 3.3.3    Analisis dan Sintesis Sirkulasi dan Kontekstual

Gambar 5. Peta Analisis Sirkulasi dan Kontekstual

Lokasi Taman Dipangga yang dikelilingi oleh jalan raya membuat adanya kebisingan yang bersumber dari kendaraan yang berlalu-lalang, sehingga perlu adanya vegetasi pembatas untuk meredam kebisingan serta menjadi pembatas antara taman dan jalan raya untuk keamanan pengunjung. Di samping itu, lokasi tapak yang berada di sekitar jalan raya memudahkan akses bagi para pengunjung, baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun para pejalan kaki. Namun, akses masuk menuju taman belum jelas, terutama bagi para pejalan kaki. Akses masuk bagi para pejalan kaki dapat dibuat lebih jelas dengan mengoptimalkan sirkulasi eksisting di dalam taman hingga di batas tapak, baik sisi kanan maupun sisi kiri tapak (Gambar 5). Selain itu, ketersediaan fasilitas dan utilitas di Taman Dipangga minim dan banyak diantaranya yang mengalami kerusakan, seperti bangku taman, tempat sampah, dan lampu taman. Pemasangan signage di beberapa titik di area Taman Dipangga dapat membantu pengunjung dalam penyampaian informasi terkait nilai sejarah Taman Dipangga serta panduan protokol kesehatan yang berlaku di area taman. Kebersihan dan kehigienisan juga menjadi pertimbangan dengan menyediakan wastafel, tempat sampah, serta toilet mengingat situasi pandemi saat ini dan keberadaan pedagang makanan di area taman. Untuk meminimalisir risiko transmisi virus COVID-19 melalui permukaan-permukaan material di taman, maka pengaplikasian ruang yang luas dengan minimnya fasilitas perlu menjadi pertimbangan (Stevens, Tavares, & Salmon, 2021).

  • 3.4    Konsep

    • 3.4.1    Konsep Dasar

Sebagai Taman Kota yang memiliki nilai sejarah di dalamnya, Taman Dipangga harus menunjukkan nilai sejarah tersebut tanpa melupakan fungsi dari taman itu sendiri (Rito & Idam, 2019). Konsep dasar yang diaplikasikan pada Taman Dipangga ini ialah ‘HISTOREA PARK’ yang merupakan singkatan dari ‘Historical and Recreational Park’ atau ‘Taman Sejarah dan Rekreasi’. Sejarah dan rekreasi menjadi konsep dasar taman ini dikarenakan nilai sejarahnya yang ada pada monumen di taman dan dikarenakan letaknya yang berada di

tengah kota dengan pemanfaatan yang beragam, seperti berdagang, bersantai, bermain, dan lain-lain. Dengan konsep tersebut, harapannya Taman Dipangga dapat menjadi tempat dimana pengunjung dapat melepas penatnya, meningkatkan interaksi sosial, teredukasi mengenai peristiwa sejarah, serta terciptanya ruang untuk berdagang bagi para UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah).

  • 3.4.2    Konsep desain

Gambar 6. Transformasi Bentuk Area Gunung Anak Krakatau

Konsep desain Taman Dipangga akan menggambarkan letak/kondisi Gunung Anak Krakatau saat ini (Gambar 6). Taman Dipangga yang berbentuk segitiga dan berkontur menggambarkan bentuk gunung pada umumnya.        Berdasarkan transformasi bentuk pada gambar 6, Gunung Anak Krakatau akan

digambarkan dengan Monumen Krakatau yang terletak di area atas tapak di tengah taman. Sedangkan untuk ketiga pulau di sekitar Gunung Anak Krakatau, yakni Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Rakata akan dijadikan area dengan peruntukkan yang berbeda satu dengan lainnya. Ketiga pulau tersebut juga akan digambarkan dengan gundukan rumput yang ada di setiap zona dengan bentuk yang menyerupai bentuk pulau aslinya.

  • 3.4.3    Konsep Pengembangan

Konsep pengembangan merupakan tahapan lanjutan dari hasil analisis dan sintesis yang sudah mengandung ide/gagasan desain pada tapak. Konsep pengembangan terdiri dari konsep ruang dan fasilitas, konsep vegetasi, dan konsep sirkulasi yang akan menjadi blockplan ketika seluruh konsep tersebut digabungkan sebelum menjadi site plan (Hasibuan et al, 2020) 3.4.3.1 Konsep Ruang dan Fasilitas

Gambar 7. Pembagian ruang

Mengacu pada pembahasan analisis ruang, Taman Dipangga akan dibagi menjadi beberapa ruang yang lebih spesifik peruntukkannya, yaitu area parkir, area panjang, area sertung, area monumen, area rakata, dan area plaza. Berikut hubungan ruang, aktivitas, dan fasilitas (Tabel 1).

Tabel 1. Hubungan antar Ruang, Aktivitas, dan Fasilitas&Utilitas

Zona

Ruang

Aktivitas

Fasilitas & Utilitas

1)

Zona Pasif

Area Parkir

Aktivitas berupa parkir kendaraan, akses keluar-masuk taman untuk kendaraan dan pedestrian

Lampu jalan, toilet, parkir mobil, parkir motor

2)

Zona

Sejarah

Area Monumen

Area yang menjadi focal point dan terdapat Monumen Krakatau dengan aktivitas seperti bersantai, berfoto-foto, melihat relief pada monumen dan membaca signage

Monumen Krakatau, signage, kolam, lampu taman

3)

Zona

Rekreasi

Area Plaza

Area Sertung

Area Panjang

Area Rakata

Aktivitas berupa berdagang makanan, makan, bersantai, mencuci tangan, akses keluar-masuk bagi pedestrian

Aktivitas berupa bersantai, berkumpul, bermain, beristirahat, piknik, bercengkerama, makan

Aktivitas berupa bersantai, berkumpul, bermain, beristirahat, piknik, bercengkerama, makan

Aktivitas berupa berkumpul, bersantai, bermain, beristirahat, bercengkerama, makan, dan pertunjukan musik, tarian, atau budaya.

Lapak UMKM, bangku taman, wastafel, tempat sampah, bollard, lampu taman, ramp

Community lawn, signage, gundukan rumput, lampu taman, tempat sampah

Community lawn, signage, gundukan rumput, lampu taman, tempat sampah

Amphitheater, stage, signage, gundukan rumput, bangku taman, lampu taman, tempat sampah

  • 3.4.3.2    Konsep Vegetasi

Konsep vegetasi pada tapak mengacu pada vegetasi eksisting di Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Rakata dengan tetap mempertimbangkan hasil analisis vegetasi serta fungsi dan estetika. Vegetasi eksisting tersebut di antaranya ialah cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang terdapat pada Pulau Sertung, ketapang (Terminalia cattapa) yang terdapat pada Pulau Panjang dan Pulau Rakata, dan alang-alang (Imperata cylindrica) yang terdapat di Gunung Anak Krakatau (Teruo Higashi et al, 1987). Vegetasi-vegetasi tersebut kemudian disesuaikan kembali dengan keadaan dan kebutuhan pada tapak sesuai dengan hasil analisis dan sintesis. Berikut merupakan data pemilihan vegetasi pada tapak (Tabel 2).

Gambar 8. Konsep Vegetasi (sumber: dokumen pribadi)

Tabel 2. Data Pemilihan Vegetasi

No    Klasifikasi          Tanaman

  • 1      Vegetasi naungan     Kamboja (Plumeria rubra), Cemara sumatera (Casuarina

sumatrana), Ketapang (Terminalia cattapa), Ketapang Kencana (Terminalia mantaly), Pinus (Pinus merkusii)

2

Vegetasi peredam

Bugenvil   (Bougainvillea   sp.),   Cemara   sumatera,

bising

(Casuarina sumatrana), Pinus (Pinus merkusii)

3

Vegetasi pemecah

Pinus (Pinus merkusii), Bugenvil (Bougainvillea sp.),

angin

Cemara Sumatra (Casuarina sumatrana), Ketapang kencana (Terminalia mantaly), Ketapang (Terminalia cattapa)

4

Vegetasi beraroma

Lavender (Plectranthus sp.)

5

Vegetasi penyangga

Bugenvil  (Bougainvillea  sp.), Alang-alang (Imperata

cylindrica), Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

  • 3.4.3.3    Konsep Sirkulasi

Konsep sirkulasi pada tapak terdiri dari dua jenis, yaitu sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki (Gambar 9). Sirkulasi kendaraan menjadi akses keluar-masuk kendaraan di Taman Dipangga yang menghubungkan jalan raya di sisi kiri dan kanan taman. Sirkulasi pejalan kaki dibuat seinklusif, seoptimal, dan seefektif mungkin agar area-area yang ada di tapak terhubung sehingga mudah diakses bagi para pengunjung yang bahkan merupakan penyandang disabilitas.

Gambar 9. Konsep Sirkulasi (sumber: dokumen pribadi)

  • 3.5    Rencana Tapak

Rencana tapak atau site plan Taman Dipangga: HISTOREA PARK dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Site plan Taman Dipangga: HISTOREA PARK

  • 3.6    Gambaran Ilustrasi atau Perspektif

    • 3.6.1    Area Monumen Krakatau

Selain cerita sejarah yang ada di Monumen Krakatau, monumen ini juga menggambarkan keberadaan Gunung Anak Krakatau yang dikelilingi Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan Pulau Rakata. Di sekitar Monumen terdapat kolam yang menggambarkan letak Gunung Krakatau yang ada di tengah-tengah laut. Kolam di sekitar monumen akan dilengkapi dengan pancuran air sehingga menyerupai letusan gunung. Kolam akan berfungsi sebagai penurun suhu di area tersebut dan berfungsi untuk memberikan rasa tenang dan rileks pada pengunjung dari suara gemercik air.

Gambar 11. Perspektif Area Monumen

  • 3.6.2    Area Plaza

Area plaza merupakan area yang berada di tengah-tengah tapak yang juga merupakan penghubung keempat area lain di Taman Dipangga. Area plaza juga menjadi akses keluar dan masuk bagi para pengguna, khususnya para pejalan kaki. Area ini akan menjadi tempat bagi para pedagang kaki lima untuk berjualan makanan dan dapat dibeli oleh para pengunjung yang kemudian dapat dinikmati di seluruh area di Taman Dipangga. Untuk menjamin kehigienisan dan kebersihan, pada area ini terdapat wastafel dan tempat sampah

Gambar 12. Perspektif Area Plaza

  • 3.6.3    Area Sertung dan Area Panjang

Gambar 13. Perspektif Area Sertung (kiri), Area Panjang (kanan)

Area sertung dan area panjang terletak di sebelah kiri dan kanan area monumen. Kedua area ini akan menjadi tempat untuk berpiknik dimana pengunjung dapat bersantai, berkumpul, bermain, dll. Dengan adanya hamparan rumput pada dua area ini, aktivitas piknik dapat menjadi lebih optimal dengan ruang yang luas

sehingga tetap memungkinkan adanya social distancing dengan sirkulasi udara yang baik. Area ini memiliki gundukan rumput masing-masing yang menggambarkan kedua pulau, baik Pulau Sertung maupun Pulau Panjang. Selain itu, gundukan rumput tersebut juga berperan sebagai pembatas yang juga dapat memberikan kesan privasi bagi para pengguna yang sedang berpiknik karena letak kedua area yang langsung bersebelahan dengan jalan raya. Perbedaan kedua area ini terletak pada vegetasi yang digunakan yang disesuaikan dengan vegetasi yang terdapat pada pulau masing-masing, yaitu cemara sumatera untuk area sertung dan ketapang untuk area panjang.

  • 3.6.4    Area Rakata

Gambar 14. Perspektif Area Rakata

Area rakata merupakan area terluas pada tapak. Pada area ini terdapat amphitheater dan stage sebagai sarana rekreasi dan bersantai bagi pengguna. Keberadaan amphitheater dan stage memungkinkan untuk adanya pertunjukan budaya ataupun pertunjukan tarian dan musik, sehingga para pengunjung dapat terhibur dengan pertunjukan sambil bersantai, beristirahat, atau menikmati makanan di area plaza. Pada area ini juga terdapat gundukan rumput yang menggambarkan Pulau Rakata. Amphitheater di area rakata cukup luas sehingga memungkinkan pengunjung untuk tetap menerapkan social distancing pada area ini.

  • 4.    Simpulan

Selama ini Taman Dipangga hanya dianggap sebagai tempat rekreasi bagi para pengunjung yang datang, padahal Taman Dipangga juga menyimpan nilai sejarah di dalamnya. Konsep HISTOREA PARK yang berarti penggabungan nilai sejarah dan nilai rekreasi akan menonjolkan nilai sejarah pada taman dengan tetap memastikan adanya aspek rekreasi di dalamnya. Pengaplikasian konsep sejarah ada pada Monumen Krakatau, bentuk desain tapak, pembagian area dan penamaannya yang sesuai dengan letak dan nama Gunung Krakatau dan pulau-pulau di sekitarnya, serta pemilihan vegetasi yang juga disesuaikan dengan vegetasi eksisting yang ada pada pulau tersebut. Sedangkan untuk aspek rekreasi bisa dirasakan dengan aktivitas piknik di area sertung dan panjang, kuliner pedagang kaki lima di area plaza, atau menyaksikan penampilan live music/tarian dari amphitheater di area rakata. Penggabungan aspek sejarah maupun rekreasi diimplementasikan secara optimal pada setiap area dengan menyediakan signage yang memuat cerita sejarah dan penjelasan filosofi desain bentuk Taman Dipangga yang terinspirasi dari letak Gunung Krakatau. Melalui hal tersebut, nilai sejarah dapat terepresentasikan dengan baik, sehingga dapat timbul keingintahuan dan kesadaran akan peristiwa sejarah bagi para pengunjung. Konsep desain pada tapak juga dibuat untuk tanggap COVID-19 dengan pembagian ruang dan penyediaan fasilitas yang dapat menunjang kebersihan, kehigienisan, serta social distancing. Pengaplikasian ruang yang luas dengan minimnya fasilitas dan utilitas dilakukan guna untuk menghindari potensi kontak pengunjung dengan permukaan-permukaan material yang berisiko tinggi terhadap transmisi virus COVID-19. Oleh karena itu, ruang luas tersebut diarahkan untuk menjadi halaman rumput dan amphitheater agar interaksi sosial dapat tercipta secara optimal. Sebab pada hakikatnya, sebuah taman atau ruang terbuka merupakan tempat berkumpul, bersosialisasi, dan berinteraksi. Dengan desain ini, Taman Dipangga akan menjadi taman beridentitas yang juga dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk berkunjung ke ruang terbuka dengan aman di masa pandemi maupun saat pascapandemi.

  • 5.     Daftar Pustaka

Choirunnisa, B., Setiawan, A., & Masruri, N. W. (2017). Tingkat Kenyamanan di Berbagai Taman Kota di Bandar Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 5(3), 48-57.

Direktoripariwisata. (2019). Taman Dipangga - Direktori Pariwisata. Retrieved June 1, 2022, from Direktori Pariwisata: https://direktoripariwisata.id/unit/6550

Higashi, T., Miyauchi, N., Shinagawa, A., Rachman, M., & Sule, A. (1987). Forest Vegetation and the Nutritional Status of Soils on the Krakatau Islands, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition, 33(1), 137-142.

Honey-Rosés, J., Anguelovski, I., Bohigas, J., Chireh, V., Daher, C., Konijnendijk, . . . V, E. (2020). The impact of COVID19 on public space: An early review of the emerging questions–design, perceptions and inequities. Cities & Health, 1-17.

Jasmin, Q. (2021). PERAN RUANG PUBLIK DI ERA PANDEMI COVID-19 (KASUS STUDI : TAMAN KOTA DR. MURJANI, KOTA BANJARBARU). AGORA: Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah Arsitektur Usakti, 80-88.

Lampung, D. K. (2021). Statistik Sektoral Kota Bandar Lampung. Lampung, Indonesia.

Menteri Negara Lingkungan Hidup. (1996). Baku Tingkat Kebisingan. KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Jakarta.

Menteri Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. (2008). Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum.

Rito, B. A., & Idam, N. C. (2019). Landscape Design Approach in Heritage Context Case study: Emmahaven Port Coal Storage Facilities Sawahlunto City, West Sumatra. Journal of Architectural Research and Design Studies, 3, 51-61.

Setiawan, A., Alikodra, H. S., Gunawan, A., & Darneadi, D. (2006). KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN BURUNG DI BEBERAPA AREAL HUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG. Jurnal Manajemen Hutan Tropika, XII, 1-13.

Slater, S. J., Christiana, R. W., & Gustat, J. (2020). Recommendations for Keeping Parks and Green Space Accessible for Mental and Physical Health During COVID-19 and Other Pandemics. PREVENTING CHRONIC DISEASE, 17.

Stevens, N. J., Tavares, S. G., & Salmon, P. M. (2021). The adaptive capacity of public space under COVID19: Exploring urban design interventions through a sociotechnical systems approach. Hum. Factors Man, 31, 333-348.

Sukristiyanti, & Marganingrum, D. (2009). Pendeteksian Kerapatan Vegetasi dan Suhu Permukaan. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 19(1), 15-24.

UN-Habitat. (2020). UN-Habitat Guidance on COVID-19 and Public Space.

WHO.           (2020).           Risk           Assessment.           Retrieved           from

https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331773/WHO-2019-nCoV-Adjusting_PH_measures-2020.1-eng.pdf

JAL | 110

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap