Pemetaan dan Identifikasi Kegiatan Masyarakat di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Kota Denpasar
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 8, NO. 2, OKTOBER 2022
Pemetaan dan Identifikasi Kegiatan Masyarakat di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik di Kota Denpasar
Anak Agung Ngurah Aritama1*, Ni Made Mitha Mahastuti1
-
1. Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Jalan Raya Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia
-
*E-mail: aaritama@unud.ac.id
Abstract
The Mapping and Identification Community Activities at Public Green Open Spaces in Denpasar City. The existence of public open space in urban areas is a very crucial issue, this is related to the rapid development of the city. The city of Denpasar as the center of urban activity as well as the center of the economy and government in the province of Bali has progressed quite rapidly. This development progress has resulted in a fairly high demand for land which in turn reduces the portion and area of green open space. In this article, we will try to identify and map green open spaces in Denpasar City. In addition to identification, community activities carried out in the city's public green open space will also be seen. This research approach uses quantitative methods, there are two stages in this research. In the first stage, a map search is carried out with the help of a third party. In the next stage, a field survey will be conducted by visiting the object to find out the significance of the activity using the google form instrument. The result is the area of public green open space in Denpasar City which is 18.32% of the area of Denpasar City. Analysis of activities carried out in public green open spaces, as well as preferences for choosing public green open spaces visited by the people of Denpasar City.
Keywords: community activities, green open space, mapping
Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bagian penting pada kawasan binaan baik perkotaan maupun pedesaan. Keberadaan ruang terbuka hijau tidak hanya berfungsi sebagai persyaratan kelengkapan pengembangan lingkungan binaan, akan tetapi keberadaan ruang terbuka hijau memberikan fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan, RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok yang sifatnya terbuka. RTH adalah tempat tumbuhnya tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Departemen PU, 2008) Penyediaan RTH pada lingkungan binaan didasarkan atas berbagai pertimbangan antara lain luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhan fungsi khusus (Sahalessy, Krisantia, & Budiyanti, 2019). Ketiga aspek dalam penyediaan RTH tidak dapat dilepaskan dari komitmen perencana maupun pemerintah dalam pelaksanaannya. Pada kenyataannya keberadaan RTH terutama di lingkungan perkotaan seringkali tidak mendapat porsi yang ideal. Kondisi seperti ini cenderung dapat berpengaruh pada aspek penghuni yakni kesehatan fisik, mental, dan sosial manusia yang berada di lingkungan binaan tersebut (Khotdee, Singhirunnusorn, & Sahachaisaeree, 2012).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat penyediaan dan pemanfaatan RTH dengan luas minimal sebesar 30% dari keseluruhan luas wilayah (Kemenkumham, 2007). Penyediaan 30% RTH tersebut dibagi menjadi RTH publik dan RTH privat dengan proporsi 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat atau menyesuaikan dengan kondisi wilayah (Hastita & Yuslim, 2020). Secara umum bentuk dan jenis RTH pada kawasan perkotaan antara lain boulevard jalan, pekarangan rumah, taman RT/RW, taman kelurahan/desa, taman kecamatan, pemakaman, jalur hijau, taman kota, hutan kota, roof garden, serta daerah-daerah lainnya yang memiliki rona hijau permukaan.
Pemenuhan RTH di Kota Denpasar pada saat ini adalah 36,28% dari seluruh wilayah kota yakni sebesar 4.636,09 Ha, yang terdiri dari RTH publik dan RTH privat. Proporsi jumlah RTH publik sebesar
-
2.341,48 ha atau 18,32% dan jumlah RTH privat di Kota Denpasar yakni 2.294,60 Ha atau 17,96 % dari keseluruhan luas wilayah Kota Denpasar (Kementerian PUPR, 2016). Berdasarkan data tersebut proporsi luasan RTH publik dan RTH privat masih berimbang, sehingga diperlukan penambahan luasan RTH publik. Berdasarkan keseluruhan jumlah RTH yang terdapat di Kota Denpasar, terdapat berbagai macam jenis RTH publik. Jenis RTH publik adalah Taman Hutan Raya Ngurah Rai, sempadan pantai dan sungai, RTHK pertanian, RTHK hutan kota, taman kota, kuburan, jaringan jalan, fasilitas rekreasi dan olahraga, serta jenis lainnya (Sekretariat Daerah Kota Denpasar, 2011).
Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan pemetaan RTH publik eksisting di Kota Denpasar. Pemetaan RTH publik difokuskan pada pemenuhan RTH berupa taman dan fasilitas publik seperti fasilitas rekreasi, olahraga, dan kuburan. Mengingat luas dan lokasi RTH publik tersebut yang tersebar di seluruh wilayah kota, maka pemetaan difokuskan pada RTH yang memiliki signifikansi kegiatan dan aktivitas sosial bagi warga kota. Identifikasi RTH publik akan menggunakan metode interpretasi citra dan visual menggunakan bantuan piranti lunak dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Permasalahannya yakni belum adanya peta sebaran RTH, sehingga urgensi tulisan ini adalah untuk mengetahui kuantitas dan sebaran ruang terbuka hijau publik kota serta kegiatan masyarakat pada RTH publik kota Denpasar. Kedepannya hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk menentukan arah pengembangan Kota Denpasar.
Dalam proses identifikasi dan pemetaan RTH publik eksisting di Kota Denpasar metode yang digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan pertama memakai data sekunder yang didapat dari pihak ketiga dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggunakan citra satelit melalui sistem penginderaan jarak jauh. SIG adalah sistem informasi yang dapat mengelola data spasial dalam bentuk database, sistem informasi berupa sistem komputer yang dapat membangun, menyimpan, mengelola, dan menampilkan referensi dalam bentuk pemetaan (Oktaviani, Nugraha, & Firdaus, 2017). Salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk mengelola SIG adalah Google Earth, aplikasi Google Earth dapat direkomendasikan sebagai data informasi geografis akan tetapi tidak dapat mendeteksi objek berskala mikro (Edwards et al., 2013). Selain data berupa citra satelit, data lainnya yang dapat dijadikan data sekunder adalah peta dasar RTRW ataupun peta kepemilikan lahan dari instansi terkait.
Tahapan kedua adalah dengan mengidentifikasi objek-objek pada citra satelit dengan membandingkan pada peta dasar melalui overlay kedua data tersebut. Pada peta dasar akan nampak informasi berupa batas wilayah (administrasi), jaringan jalan, sungai, dan batas perairan (garis pantai). Selanjutnya akan dilakukan koreksi spasial pada citra satelit dengan menggunakan unsur lokasi, warna, tekstur, pola, bentuk, dan bayangan yang mereferensikan objek ruang terbuka hijau (RTH). Pada citra satelit objek yang mereferensikan RTH dapat diidentifikasi dengan objek berwarna hijau, rona yang ditampilkan pada foto pankromatik yakni objek yang memantulkan spektrum dengan panjang gelombang 0,5 – 0,6 μm (Utoyo, 2009). Sebagai contoh, objek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,5) μm, (0,5 – 0,6) μm, atau (0,6 – 0,7) μm (Anonim, 2016a). Identifikasi lainnya dapat berupa bentuk, ukuran, dan tekstur objek yang terlihat pada citra satelit. Bentuk, ukuran, dan tekstur RTH publik eksisting sangat jelas tampak dari citra satelit. Bentuk dan ukuran RTH menunjukkan bentuk geometris yang jelas, sementara itu tekstur RTH pada lapangan terbuka akan bertekstur halus dengan vegetasi rumput dan tekstur kasar hingga sedang akan terlihat pada pepohonan besar dan medium (Rambler, 2013).
Gambar 1. Citra Satelit untuk Pemetaan RTH (Anonim, 2016a)
Tahapan berikutnya adalah melakukan klarifikasi lapangan dengan mendatangi dan mengamati kondisi objek yang sudah ditetapkan pada tahapan identifikasi sebelumnya. Selanjutnya dilakukan plotting dengan menggambarkan melalui layout denah sederhana bentuk, dimensi, dan luasan objek. Observasi dilakukan pada aktivitas yang dilakukan masyarakat melalui pengamatan dengan instrumen foto serta mendeskripsikan kegiatan suasana yang terekam, sehingga dapat diketahui sejauh mana signifikansi aktivitas pada RTH publik. Selain observasi lapangan juga dilakukan survey menggunakan instrumen google form kepada masyarakat Kota Denpasar untuk mengetahui rumusan masalah kedua yakni pendapat dan kegiatan di RTH publik kota. Survey menggunakan instrumen google form yang disebarkan secara acak kepada seluruh masyarakat Kota Denpasar, didapat 115 responden yang mengisi kuisioner. Kuisioner ini disebarkan kepada responden dari bulan April 2021 hingga bulan Mei 2021. Diharapkan dengan metode penelitian yang beragam dapat ditangkap deskripsi gambaran RTH publik di kota ini.
Munculnya ide tentang kota berkelanjutan merupakan sebuah pemikiran yang berkembang dewasa ini. Pemikiran ini memiliki visi bahwa suatu kota yang berkelanjutan pembangunannya haruslah tidak mengikis atau mengorbankan sumber daya dan aset atas kota tersebut. Kota Hijau adalah suatu kota yang terencana dengan baik, bercirikan ramah lingkungan yang secara efektif mampu memanfaatkan sumber daya alam secara seimbang dalam rangka menjamin keberlanjutan kualitas dan daya dukung sumber daya alamnya. Pemikiran dan inovasi mengenai green technology dapat memberikan keunggulan sebuah kota yang memiliki emisi karbon yang rendah dan ramah lingkungan (Antrobus, 2011). Pemikiran mengenai green technology dapat diwujudkan dalam bentuk perhitungan emisi karbon sebuah kawasan yang diambil dari kegiatan industri dan ekonomi dari lingkungan tersebut.
Selain aspek green technology terdapat delapan elemen dalam program pembangunan Kota Hijau dalam mengimplementasikan konsep tersebut. Elemen-elemen tersebut merupakan inovasi dalam perwujudan RTH perkotaan yang bersinergi antara satu elemen dengan elemen lainnya, delapan elemen tersebut antara lain sebagai berikut: Perencanaan dan perancangan kota yang ramah lingkungan/green planning and design; Ketersediaan ruang terbuka hijau/green open space; Konsumsi energi yang efisien/green energy; Pengelolaan air yang efektif/green water; Pengelolaan sampah ramah lingkungan/ green waste; Bangunan hijau/green building; Penerapan sistem transportasi yang berkelanjutan/green transportation; dan penerapan peran masyarakat sebagai komunitas hijau/green community.
-
3.1. Pemetaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar
Dalam pengendalian pembangunan kota, pemetaan Ruang Terbuka Hijau kota sangat diperlukan. Selain sebagai database pengendalian pembangunan, pemetaan RTH memiliki fungsi untuk melihat kecenderungan pembangunan kota. Salah satu bentuk aplikasi teknologi yang dapat mendukung konsep green cities adalah pemanfaatan citra satelit. Penggunaan citra satelit dalam penelusuran RTH di lingkungan binaan merupakan pemanfaatan teknologi yang sudah sering dilakukan pada kasus identifikasi RTH.
Citra satelit yang sudah didapat kemudian dilakukan pemotongan citra pada wilayah studi. Dalam hal ini pemotongan dilakukan berdasarkan peta dan batas administrasi wilayah adalah peta RTRW Kota Denpasar
2011. Sebelum dilakukan pengolahan data untuk menentukan analisis pemetaan RTH, perlu dilakukan koreksi
geometrik dan koreksi radiometrik. Koreksi geometrik bertujuan agar koordinat pada citra tepat sesuai dengan koordinat pada bumi. Sedangkan koreksi radiometrik bertujuan untuk memperbaiki citra dari gangguan atmosfir sehingga piksel dan kualitas citra terkoreksi semakin bagus (Oktaviani et al., 2017).

Gambar 2. Citra Satelit Kota Denpasar (Anonim, 2016b)
Gambar 3. Peta Sebaran RTH Kota Denpasar (RTRW Denpasar, 2011)
Hasil perekaman citra satelit menunjukkan terdapat beberapa RTH eksisting di kota Denpasar. Warna hijau tua agak kebiruan menunjukkan titik dan area RTH eksisting yang tersebar di seluruh wilayah kota. Untuk memperjelas titik dan area RTH pada peta citra dilakukan editing gambar dengan bantuan perangkat lunak adobe photoshop yang ditunjukkan pada gambar 2. Berikutnya dilakukan perbandingan antara citra satelit pada gambar 2 dengan Peta Sebaran RTH Kota Denpasar pada gambar 3. Terdapat beberapa sebaran RTH di kota Denpasar yang memiliki area yang cukup besar jika dilihat dari citra satelit. RTH dengan luasan besar sebagian besar berupa hutan, mangrove, sawah, serta daerah aliran sungai. Selain itu terdapat juga sebaran RTH dengan luasan sedang pada umumnya berupa lapangan, taman kota, setra/kuburan, dan taman tingkat kecamatan. Selanjutnya terdapat pula RTH dengan luasan yang relatif kecil, pada umumnya RTH privat yang kepemilikannya bersifat pribadi serta taman yang berada di pinggir dan boulevard jalan.
Berdasarkan citra satelit pada gambar 2, di Kecamatan Denpasar Selatan terdapat area hijau cukup luas yakni kawasan Hutan Mangrove yang dimulai dari Mertasari, Suwung, hingga pada perbatasan dengan kabupaten Badung di sekitar Estuary DAM Pemogan. Berikutnya terdapat area persawahan di daerah Penyaringan, Sanur. Selain itu terdapat pula area persawahan di sepanjang Tukad Pancing, Pemogan, dan sebelah selatan jalan Gunung Soputan. Daerah Kecamatan Denpasar Barat terdapat beberapa area hijau yang tidak seluas area hijau di Denpasar Selatan. RTH tersebut diantaranya area persawahan yang berada di sekitar jalan Pura Demak, area persawahan di sekitar jalan Tangkuban Perahu dan Gunung Patas, serta area persawahan di Desa Padangsambian sekitar Jalan Tibung Sari. Daerah lainnya yakni daerah aliran sungai Tukad Badung yang bermuara di daerah Pemogan. Serta terdapat beberapa lapangan terbuka sebagai ruang terbuka publik kota serta kuburan/setra.
Sementara itu di Kecamatan Denpasar Utara keberadaan area hijau sebagian besar didominasi oleh area persawahan, sebagian lainnya berupa daerah aliran sungai. Area persawahan yang berada di sebelah barat jalan HOS Cokroaminoto, jalan Suradipa, lingkungan Subak Sembung di Peguyangan, area persawahan di jalan Cekomaria, kawasan subak Anggabaya. Serta terdapat beberapa ruang terbuka berupa lapangan dan fasilitas publik. Berikutnya di Kecamatan Denpasar Timur area hijau didominasi oleh area persawahan, daerah aliran sungai Ayung, serta ruang terbuka publik. RTH yang berupa area persawahan tersebar di jalan Sekar Jepun, jalan ByPass Ida Bagus Mantra, jalan By pass Ngurah Rai Padanggalak, dan di seputaran jalan Sedap
Malam. Area lainnya berupa ruang publik lapangan Kapten Japa dan ruang terbuka di sepanjang pantai Padanggalak. Selain itu juga terdapat beberapa kuburan/setra yang tersebar di setiap desa dan kelurahan.
Berikutnya pada Tabel 1 menjabarkan identifikasi ruang terbuka hijau publik eksisting di Kota Denpasar berdasarkan jenis RTH, luas, dan persentase RTH terhadap luas keseluruhan luasan ruang kota.
Tabel 1. Identifikasi RTH Publik Eksisting di Kota Denpasar
No |
Jenis RTH |
Luas (Ha) |
Persentase (%) (terhadap luas wilayah kota) |
1 |
Tahura Ngurah Rai |
588,99 |
4,61 |
2 |
Sempadan Pantai |
168,50 |
1,32 |
3 |
Sempadan Sungai |
208,53 |
1,63 |
4 |
RTHK Hutan Kota |
45,08 |
0,35 |
5 |
Fasilitas Rekreasi dan Olahraga |
246,12 |
1,93 |
6 |
Kuburan dan Setra |
35,40 |
0,28 |
7 |
RTHK Pertanian (Sawah Ekowisata) |
781,76 |
6,12 |
8 |
Perkantoran Pemerintahan |
34,01 |
0,27 |
9 |
Fasilitas Pendidikan |
7,76 |
0,06 |
10 |
Fasilitas Kesehatan |
4,98 |
0,04 |
11 |
Fasilitas Peribadatan |
10,22 |
0,08 |
12 |
Estuary DAM |
3,30 |
0,03 |
13 |
Jaringan Jalan |
200,77 |
1,57 |
14 |
Pelabuhan |
5,20 |
0,04 |
15 |
Terminal |
0,87 |
0,01 |
Total |
2.341,48 |
18,32 |
Sumber: Lampiran XVII RTRW Kota Denpasar, 2011
Berdasarkan Tabel 1 di atas sawah ekowisata merupakan jenis RTH yang paling luas di Kota Denpasar yakni 781,76 Ha (6,12 %). Selanjutnya RTH yang merupakan bentang alam yakni Taman Hutan Raya Ngurah Rai, sempadan pantai, sempadan sungai, dan hutan kota memiliki luas total 1.011,01 Ha (7,91 %). Ruang terbuka hijau yang terdapat pada lingkungan binaan yang berupa perkantoran pemerintahan, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan fasilitas peribadatan, kuburan/setra memiliki luasan total sebesar 92,37 Ha (0,73 %). Berikutnya RTH publik yang menjadi satu kesatuan dengan infrastruktur dan fasilitas publik yakni estuary DAM, jaringan jalan, pelabuhan, dan terminal memiliki luas yakni 210,14 Ha (1,65 %). Keberadaan fasilitas rekreasi dan olahraga juga dapat digolongkan sebagai ruang terbuka hijau publik, adanya lapangan olahraga terbuka dan gelanggang olahraga yakni memiliki luas 246,12 Ha (1,93 %).
Sehingga keseluruhan luasan RTH publik di Kota Denpasar adalah 2.341,48 Ha atau dengan persentasi 18,32 % dari keseluruhan luasan kota. Untuk menunjang kebutuhan minimal 30% luasan RTH di ruang kota, maka keberadaan RTH didukung oleh RTH privat sebesar 17,96 %. Dari seluruh luasan ruang terbuka publik sebagian besar luasan RTH tersebut didominasi oleh ruang terbuka yang berupa bentang alam geografis. Keberadaan bentang alam berupa sawah ekowisata, taman hutan raya, sempadan pantai dan sungai menjadi sabuk hijau yang memiliki luasan signifikan dalam penambahan ruang terbuka hijau kota. Bentang alam tersebut menjamin kelangsungan ekosistem serta kehidupan kota melalui ketersediaan air bersih, udara bersih, serta menjadi bagian dari strategi dan manajemen mitigasi bencana perkotaan (Aritama & Dharmadhiatmika, 2019).
-
3.2. Aktivitas Masyarakat di Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Denpasar
Kota merupakan tempat manusia untuk hidup, berinteraksi sesama manusia, berinteraksi dengan mahluk lain selain itu juga berinteraksi dengan elemen-elemen abiotik (Newman & Jennings, 2012). Pertambahan jumlah manusia pada lingkungan perkotaan memunculkan berbagai dinamika dalam aspek keruangan, salah satunya adalah pesatnya pembangunan fisik pada ruang-ruang kota. Sebagai sistem pengendalian pembangunan kota, ruang terbuka hijau publik kota berfungsi strategis dalam membatasi pembangunan berlebihan yang justru merusak lingkungan kota tersebut. Idealnya keberadaan ruang terbuka
hijau harus bebas dari berbagai macam plot lahan terbangun serta intervensi aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Dari seluruh ruang terbuka hijau publik yang disajikan pada Tabel 1 tersebut tidak semua ruang terbuka publik memiliki signifikansi terhadap kegiatan dan aktivitas masyarakat. Dari hasil survey menunjukkan pilihan masyarakat kota Denpasar terhadap keberadaan ruang terbuka hijau publik kota. Selain menunjukkan persepsi keberadaan RTH publik kota, survey ini memberikan gambaran secara umum kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada RTH publik kota.
Gambar 4. Diagram RTH Publik Pilihan Masyarakat Kota Denpasar (Hasil Survey, 2021)
Berdasarkan diagram pada Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat beberapa RTH publik yang menjadi pilihan masyarakat Kota Denpasar untuk beraktivitas. Lapangan Puputan Badung menjadi tempat favorit masyarakat kota Denpasar dengan 20% dari jumlah responden, selanjutnya Lapangan Puputan Margarana Renon dengan 18%, dan Taman Kota Lumintang dengan 14% dari jumlah responden. Berikutnya disusul Lapangan Kompyang Sujana (13%), GOR Ngurah Rai (12%), Lapangan Pegok (11%), Lapangan Poh Gading (5%), Setra Badung (4%), dan Lapangan I Wayan Bulit, Serangan (3%). Pada diagram terlihat bahwa masyarakat cenderung memilih RTH publik yang berupa taman kota untuk beraktivitas dan kegiatan, yakni jika dijumlahkan seluruhnya yakni Lapangan Puputan Badung, Lapangan Puputan Margarana, dan Taman Kota Lumintang mencapai 52% dari keseluruhan pilihan publik masyarakat kota Denpasar.
Gambar 5. Aktivitas Masyarakat di RTH Publik Kota Denpasar (Hasil Survey, 2021)
Berikutnya yang menjadi favorit masyarakat adalah RTH publik yang juga lapangan olahraga, hal ini tentunya berkaitan dengan pilihan kegiatan olah fisik dan kegiatan olahraga masyarakat. Sementara itu pilihan RTH lainnya merupakan ruang terbuka hijau yang berada di sekitar lingkungan rumah responden. Beragamnya pilihan masyarakat terhadap pilihan RTH masyarakat menunjukkan bahwa alternatif pilihan RTH publik cukup banyak, akan tetapi masyarakat lebih cenderung dan dominan untuk memilih Taman Kota sebagai pilihan tempat beraktivitas. Pemilihan taman kota sebagai tempat beraktivitas warga kota tidak terlepas dari akses yang memadai serta luasan taman kota yang menyediakan tempat yang lebih leluasa dalam beraktivitas.
Selain itu juga kepopuleran taman kota sebagai tempat beraktivitas masyarakat kota sekaligus menjadi magnet masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi, yakni pedagang yang menjajakan makanan dan minuman di sekitar taman kota.
Gambar 6. Diagram Aktivitas yang Dilakukan di RTH Publik Denpasar (Hasil Survey, 2021)
Dari hasil pengamatan lapangan terlihat bahwa kecenderungan masyarakat untuk memilih RTH publik yang berupa Taman Kota dikarenakan sebagian besar dilengkapi dengan lintasan jogging. Selain itu Taman Kota memberikan suasana lebih rindang sehingga memberikan pilihan yang lebih baik kepada masyarakat kota Denpasar untuk beraktivitas pada ruang terbuka publik. Penataan taman, lanskap, serta akses sirkulasi yang lebih jelas menyebabkan Taman Kota dipilih oleh masyarakat, terlebih lagi dalam kondisi pandemi Covid-19 diperlukan pengaturan jarak serta pembedaan jalur sirkulasi.
Pada Gambar 6 menunjukkan aktivitas yang biasanya dilakukan oleh masyarakat pada RTH publik di kota Denpasar. Berdasarkan hasil survey, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat pada RTH publik. Kegiatan yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah olahraga (24%), rekreasi (20%), dan belajar (14%). Selain itu terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan masyarakat antara lain: kegiatan kesenian (10%), bertemu teman (9%), mengantar anak (7%), berkumpul dengan komunitas (6%), dan kegiatan adat dan berjualan masing-masing (5%). Dari diagram tersebut terlihat bahwa terdapat beragam kegiatan yang terjadi pada RTH publik.
Gambar 7. Setra Badung, RTH Publik dengan Fungsi Adat (Hasil Survey, 2021)
Sebagian besar kegiatan yang dilakukan merupakan aktivitas melepas lelah selepas beraktivitas bagi masyarakat kota. Kegiatan olahraga dianggap sebagai kegiatan melepas lelah bukan sebagai olahraga fisik. Hal ini karena berdasarkan hasil observasi lapangan sebagian besar aktivitas olahraga yang dilakukan berupa olahraga ringan berupa jogging, pemanasan ringan dan lain-lain. Kegiatan lainnya berupa kegiatan sosial yakni bertemu dengan teman, berkumpul dengan komunitas, kegiatan kesenian, dan mengantar anak. Aktivitas-aktivitas tersebut ditunjang oleh fasilitas yang terdapat pada RTH publik. Salah satu fasilitas yang disediakan
berupa stage, areal duduk, ruang berkumpul yang orientasi memusat. Sejumlah RTH publik di kota Denpasar telah menyediakan fasilitas-fasilitas serupa dengan karakteristik yang kurang lebih sama.
Ruang terbuka hijau publik kota memiliki berbagai fungsi strategis, selain berfungsi secara ekologis, RTH juga memiliki fungsi terhadap aktivitas masyarakat perkotaan. Berdasarkan hasil penelusuran data terdapat 2.341,48 Ha luasan RTH publik di Kota Denpasar atau dengan persentasi 18,32 % dari keseluruhan luas wilayah Kota Denpasar. Hasil survey menunjukkan bahwa taman kota merupakan RTH yang menjadi favorit masyarakat kota dalam beraktivitas. Aktivitas yang dilakukan sebagian besar adalah berolahraga, rekreasi, belajar, serta kegiatan-kegiatan lainnya dengan intensitas yang berbeda-beda. Sementara itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Prajnawrdhi (2020) faktor keasrian dan kerindangan menjadi preferensi utama masyarakat dalam memilih RTH yang akan dikunjungi. Faktor lainnya berupa fasilitas, keamanan, dekat dengan rumah tinggal, dan faktor-faktor lainnya.
Antrobus, D. (2011). Smart Green Cities: from Modernization to Resilience? Urban Research Practice, 4(2):207-214.
Aritama, A. A. N., & Dharmadhiatmika, I. M. A. (2019). Penanganan Bencana Pohon Tumbang dalam Konteks Manajemen Perkotaan di Kabupaten Badung. Jurnal Manajemen Aset Infrastruktur, 3(1):33-42.
Departemen Pekerjaan Umum. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta
Edwards, N., Hooper, P., Trapp, G. S., Bull, F., Boruff, B., & Giles-Corti, B. J. A. G. (2013). Development of a Public Open Space Desktop Auditing Tool (POSDAT). A Remote Sensing Approach, 38:22-30.
Hastita, D. H., & Yuslim, S. (2020). Kajian Fungsi Sosial-Budaya Ruang Terbuka Hijau Publik Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan. Jurnal Arsitektur Lansekap, 6: 272-278.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.(2016). Manual Kegiatan Program Pengembangan Kota Hijau. Jakarta.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2016). Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) 2016 Kota Denpasar. Denpasar.
Khotdee, M., Singhirunnusorn, W., & Sahachaisaeree, N. (2012). Effects of Green Open Space on Social Health and Behaviour of Urban Residents: A Case Study of Communities in Bangkok. Procedia-Social Behavioral Sciences, 36:449-455.
Newman, P., & Jennings, I. (2012). Cities as Sustainable Ecosystems: Principles and Practices. Island Press, Washington.
Oktaviani, A. R., Nugraha, A. L., & Firdaus, H. S. (2017). Analisis Penentuan Lahan Kritis dengan Metode Fuzzy Logic Berbasis Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Kabupaten Semarang). Jurnal Geodesi Undip, 6(4):332-341.
Prajnawrdhi, T. A. (2020). KUALITAS RUANG TERBUKA HIJAU KOTA UNTUK MEWUJUDKAN DENPASAR KOTA SEHAT. Paper presented at the Seminar Nasional Komunitas dan Kota Berkelanjutan.
Rambler, M. B. (2013). Global Ecology: Towards a Science of the Biosphere. Elsevier, Massachusetts.
Sahalessy, A., Krisantia, I., & Budiyanti, R. B. 2019. Evaluasi Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau Publik
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 di Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Paper presented at the Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan Kota Berkelanjutan.
Sekretariat Daerah Kota Denpasar. (2011). Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031.Denpasar.
Utoyo, B. (2009). Geografi: Membuka Cakrawala Dunia. PT Grafindo Media Pratama, Jakarta.
118 | jurnal arsitektur lansekap
Discussion and feedback