Studi potensi wisata situs bersejarah di Kabupaten Tulungagung
on
JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP
ISSN: 2442-5508
VOL. 8, NO. 2, OKTOBER 2022
Studi Potensi Wisata Situs Bersejarah di Kabupaten Tulungagung
Anggi Triani¹, Lury Sevita Yusiana¹*, Rochtri Agung Bawono²
-
1. Prodi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Indonesia 80236
-
2. Prodi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Jl. Pulau Nias No. 13, Denpasar, Indonesia 80114
-
*E-mail: lury.yusiana@unud.ac.id
Abstract
Study of Historical Tourism Potential in Tulungagung Regency. Tulungagung Regency is located near Mojokerto Regency which is the center of the Majapahit Kingdom. This makes it a historical heritage with very diverse historical values. There are six historical sites and one historical museum located in the southern mountainous area of Tulungagung Regency. The lack of visits and acts of vandalism by tourists are the problems faced here. Tourist attraction is the potential that drives the presence of tourists to a tourist destination. For this reason, it is necessary to conduct a study on the potential of historical tourism which consists of historical aspects and aspects of tourist attraction of each historical tourism unit, so that it can be used to attract tourist visits and increase awareness of preservation of the historic tourism unit. The stages of this research study are the preparation, inventory, analysis, and synthesis stages. The method of data collection was done through field observations, interviews, and literature studies. The results of this research study the assessment of tourist attractions and the value of the feasibility index. The advice given is a recommendation for a development program for historic tourism units which are considered to be lacking.
Keywords: historical tourism, potential assessment, tourist attraction
Kabupaten Tulungagung memiliki peninggalan bersejarah dengan nilai sejarah yang beragam dari Kerajaan Majapahit. Situs wisata bersejarah tersebut diantaranya adalah Goa Pasir, Candi Sanggrahan, Candi Gayatri, Goa Selomangkleng, Goa Tritis dan Candi Dadi. Museum Wajakensis sebagai pusat dari informasi sejarah di Kabupaten Tulungagung juga berada di kawasan ini. Ketujuh daya tarik wisata bersejarah ini saling berdekatan dan berada pada satu lingkup wilayah yakni Kawasan Pegunungan Selatan. Daya tarik wisata bersejarah ini memiliki nilai sejarah yang dapat diambil untuk dipelajari. Menurut pengelola rata-rata kunjungan wisatawan di salah satu daya tarik wisata bersejarah berkisar antara 50–150 orang per bulannya. Ketidaktahuan mengenai adanya wisata sejarah menjadi penyebab utama minimnya kunjungan. Tindakan vandalism terhadap objek bersejarah juga sering terjadi, hal itu karena tidak adanya pengetahuan masyarakat mengenai makna sejarah yang ada pada objek. Atraksi wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata. Adanya atraksi yang tersedia pada daya tarik wisata mempengaruhi banyaknya wisatawan yang datang (Prasetyo, 2016). Pengembangan pariwisata di Kabupaten Tulungagung selama ini berfokus pada pariwisata alam yang menjadi unggulan seperti Pantai Popoh dan Argo Wilis (Sugara dkk, 2016). Disisi lain ada peninggalan sejarah yang harus diperhatikan agar keberadaannya bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Dinilai dari berbagai permasalahan yang terjadi, maka perlu adanya suatu bentuk kepedulian yang bertujuan mengupayakan agar nilai-nilai sejarah dan potensi yang ada dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Pengembangan lanskap sejarah sebagai tujuan wisata merupakan salah satu bentuk pelestarian dan perlindungan terhadap peninggalan sejarah. Banyak situs wisata bersejarah yang kegiatan kunjungannya dilaksanakan secara terpisah. Cara yang dilakukan untuk menjaga kelestarian situs wisata yaitu melalui identifikasi aspek sejarah serta penilaian komponen daya tarik wisata sebagai dasar penyusunan program wisata di pusat Kota Banda Aceh (Maulidya, 2011). Menurut Cooper (1995) komponen daya tarik wisata utama terdiri dari atraksi, aksesibilitas, amenitas, dan ansialari (4a). Penilaian aspek daya tarik wisata
digunakan untuk melihat kesiapan daya tarik wisata untuk menjalankan aktivitas kepariwisataannya. Aspek sejarah terdiri dari cerita sejarah dan periode sejarah yang merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata. Tujuan studi ini adalah mengidentifikasi aspek sejarah dan menganalisis nilai dari komponen daya tarik wisata dari masing-masing daya tarik wisata.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan penyajian hasil secara deskriptif kualitatif. Tahapan penelitian dimulai dari tahap persiapan, inventarisasi data, analisis, dan sintesis. Data yang diidentifikasi berupa data aspek sejarah dan aspek daya tarik wisata. Aspek sejarah terdiri dari cerita sejarah, dan periode sejarah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, menjadi dasar dalam mengidentifikasi aspek sejarah. Analisis aspek sejarah dilakukan dengan pendekatan storinomics. Terdapat beberapa variabel yang diidentifikasi dan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor internal dari suatu tempat wisata. Aspek daya tarik wisata berdasarkan Cooper (1995), yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, amenitas), dan ansialari. Penilaian aspek daya tarik wisata dilakukan melalui metode skoring yang diperoleh dari pengisian kriteria yang diadaptasi dari Putra (2013). Kriteria penilaian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penilaian Aspek Daya Tarik Wisata | |||
Indikator |
Variabel |
Kriteria |
Skor |
Atraksi wisata |
tidak tersedia atraksi wisata Tersedia 1-2 atraksi wisata |
1 2 | |
Tersedia lebih dari 3 atraksi wisata |
3 | ||
Kekuatan atraksi wisata |
Tidak ada wisatawan yang datang 1-50 orang wisatawan yang datang/bulan |
1 2 | |
lebih dari 50 orang wisatawan yang datang/bulan |
3 | ||
Kegiatan wisata di lokasi |
Kegiatan yang bersifat pasif (melihat/ menikmati) Kegiatan bersifat semi aktif (sedikit interaksi) |
1 2 | |
Kegiatan bersifat aktif (berinteraksi sepenuhnya) |
3 | ||
Kualitas |
Keragaman atraksi/ daya tarik |
Memiliki 1 atraksi/ daya tarik wisata |
1 |
Daya Tarik |
Memiliki 1-2 atraksi/ daya tarik wisata |
2 | |
Wisata |
Kondisi fisik daya tarik wisata secara langsung |
Memiliki lebih dari 2 atraksi/ daya tarik wisata Mengalami kerusakan dominan |
3 1 |
Sedikit mengalami kerusakan |
2 | ||
Tidak mengalami kerusakan |
3 | ||
Kebersihan lingkungan daya tarik wisata |
kurang bersih cukup bersih |
1 2 | |
sangat bersih |
3 | ||
Keindahan lingkungan daya tarik wisata |
kurang indah cukup indah |
1 2 | |
sangat indah |
3 | ||
Dukungan pengemba ngan daya tarik |
Pengembangan dan promosi daya tarik wisata |
belum dikembangkan dan belum terpublikasi sudah dikembangkan namun belum terpublikasi |
1 2 |
sudah dikembangkan dan terpublikasi |
3 | ||
Media promosi daya tarik wisata |
melalui media cetak melalui media elektronik |
1 2 | |
wisata |
melalui media cetak dan media elektronik |
3 | |
Waktu tempuh dari terminal terdekat |
Jauh (>60 menit) Agak jauh (30-60 menit) |
1 2 | |
Tidak terlalu jauh (<30 menit) |
3 | ||
Ketersediaan angkutan umum untuk menuju |
Tidak tersedia angkutan umum ke lokasi DTW |
1 | |
Aksesibilit |
lokasi daya tarik wisata |
Tersedia angkutan umum menuju lokasi DTW, |
2 |
as |
nonregular Tersedia angkutan umum menuju lokasi DTW |
3 | |
Kondisi prasarana jalan menuju daya tarik wisata |
Kurang baik Cukup baik |
1 2 | |
Sangat baik |
3 | ||
Ketersediaan fasilitas kebutuhan fisik: |
Tidak tersedia Tersedia 1-2 jenis |
1 2 | |
Fasilitas |
Tersedia lebih dari 2 jenis |
3 | |
Ketersediaan fasilitas kebutuhan sosial |
Tidak tersedia Tersedia 1-2 jenis Tersedia lebih dari 2 jenis |
1 2 3 | |
penunjang daya tarik wisata | |||
Ketersediaan fasilitas pelengkap: |
Tidak tersedia Tersedia 1-2 jenis |
1 2 | |
Tersedia lebih dari 2 jenis |
3 |
Karsudi dkk (2010) menyatakan setelah mendapatkan nilai skor total maka diperoleh indeks kelayakan dalam persen. Fungsi adanya indeks kelayakan adalah untuk mengetahui kelayakan dari masing-masing daya tarik wisata bersejarah. Perhitungan indeks kelayakan dapat dilakukan dengan rumus:
Skor Total yang diperoleh(STot)
Indeks Kelayakan (%) = × 100%
Skor Maksimal (SMa)
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Gambaran Umum
-
Secara topografi, Kabupaten Tulungagung terletak pada ketinggian 85 mdpl. Bagian barat lautnya merupakan daerah pegunungan dan menjadi bagian dari pegunungan Wilis-Liman. Bagian selatan merupakan rangkaian dari Pegunungan Selatan. Kawasan Pegunungan Selatan merupakan pegunungan dengan karakteristik berkapur yang berada di wilayah Kabupaten Tulungagung. Terdapat enam situs daya tarik wisata bersejarah yaitu Candi Dadi, Candi Gayatri, Candi Sanggrahan, Gua Pasir, Gua Selomangleng, dan Gua Tritis. Secara admisitrasi lokasi daya tarik wisata bersejarah berada pada Desa Wajak Kidul, Desa Boyolangu, Desa Junjung, Desa Sanggrahan, dan Desa Tanggung. Mobilitas yang dilalui untuk mencapai daya tarik wisata bersejarah tersebut melewati Desa Pucung Kidul, sehingga desa ini sangat berpengaruh terhadap adanya kegiatan wisata bersejarah ini. Kawasan Pegunungan Selatan yang menjadi lokasi berdirinya dan berpengaruh terhadap situs bersejarah memiliki luasan kurang lebih 19,8km². Peta persebaran daya tarik wisata bersejarah dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peta Persebaran Daya Tarik Wisata Bersejarah di Kawasan Pegunungan Selatan Sumber Peta: Diadopsi dari Google Earth dan Diolah oleh Penulis
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tulungagung (Diolah oleh Penulis)
Berikut adalah hasil inventarisasi yang diperoleh:
-
a. Candi Dadi
Candi Dadi terletak di Dukuh Mojo, Desa Wajak Kidul, Kecamatan Boyolangu. Bangunan utama candi berdiri di atas batu yang tidak memiliki tangga naik dan pintu masuk dan merupakan candi tunggal tanpa memiliki hiasan maupun arca. Candi Dadi diduga digunakan sebagai tempat pengasingan tokoh penting kerajaan untuk menghindari kekacauan yang timbul dan sedang terjadi pada abad 14-15 M, periode Kerajaan Majapahit. Lain cerita Candi Dadi diperkirakan sebagai tempat pembakaran jenazah tokoh penguasa waktu itu, dengan diperkuat oleh tradisi agama Hindu bahwasannya tempat yang tinggi dianggap suci. b. Candi Gayatri
Candi Gayatri terletak di Dukuh Dadapan, Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu. Bangunan Candi Gayatri merupakan kompleks percandian yang terdiri dari tiga unit bangunan. Candi Gayatri memiliki bangunan candi yang menghadap ke barat, dan termasuk dalam candi langgam jawa timuran. Bangunan utama candi
terdapat arca wanita Buddha dan beberapa umpak yang cukup besar. Posisi arca adalah duduk di atas padmasana berhiaskan daun teratai. Bangunan kedua berada di sebelah selatan bangunan induk. Bangunan ketiga dari Candi Gayatri berada di sebelah utara dari bangunan induk. Candi Gayatri diduga menjadi tempat penyimpanan abu dari Sri Rajapatni Gayatri, yang diwujudkan sebagai Dhyani Budha Wairacana.
-
c. Candi Sanggrahan
Candi sanggrahan terletak di Dukuh Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Candi Sanggrahan terbagi menjadi tiga buah bangunan, yakni bangunan induk dan dua buah sisa bangunan kecil yang sudah tidak utuh lagi. Pintu Candi Sanggrahan menghadap ke arah barat, dan saat ini kondisinya sudah runtuh tanpa pintu penampil. Candi Sanggrahan memiliki bangunan candi yang menghadap ke barat, dan termasuk dalam candi langgam jawa timuran. Candi Sanggrahan diduga memiliki sifat keagamaan agama Siwa-Buddha karena ditemukannya arca-arca Buddha. Berdasarkan cerita rakyat setempat, Candi Sanggrahan digunakan sebagai tempat pembakaran mayat bangsawan pada Masa Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Sebelumnya Candi Sanggrahan diduga digunakan sebagai tempat peristirahatan rombongan pembawa jenazah seorang ratu dari Majapahit yakni Sri Gayatri. Jenazah Sri Rajapatni Gayatri dibawa dari Kerajaan Majapahit untuk menjalani upacara pembakaran di sekitar Boyolangu, tepatnya di area Candi Gayatri (hasil wawancara dengan Haryadi).
-
d. Goa Pasir
Goa Pasir terletak di Dukuh Pasir, Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol. Berdasarkan wawancara dengan Haryadi, bangunan Goa Pasir berada pada tebing batu yang menempel pada bukit. Bangunan lain di kawasan situs wisata Goa Pasir adalah batu relief, batu gunung, dan goa kotak. Ditemukannya berbagai arca dan relief pada batu diperkirakan bahwa Goa Pasir berasal dari sekitar abad 10 M. Goa Pasir diduga sebagai tempat pelarian Sri Rajapatni Gayatri. Ia mendatangi Tulungagung dengan menaiki perahu yang saat, dibuktikan dengan adanya relief yang bergambarkan dua orang yang sedang menaiki perahu. Goa Pasir mempunyai sejarah Sri Rajapatni Gayatri yang mendapat wangsit “Tan Hana Mangrwa” yang ditemukan di lokasi pertapaannya yang mendasari munculnya Kitab Sotasoma.
-
e. Goa Selomangleng
Goa Selomangleng terletak pada Dukuh Sanggrahan Kidul, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu. Kawasan Goa Selomangleng memiliki dua buah mulut goa yang menghadap ke barat dan utara. Kesamaan relief yang terdapat di Goa Selomangleng dengan yang dijumpai di daerah Petirtaan Jalatunda, di duga bahwa situs tersebut dibuat dan digunakan pada abad 10 M (Kempers, 1959). Goa Selomangleng memiliki relief yang menceritakan episode dalam Kakawin Arjunawiwaha. Kisah ketika Dewa Indra menugaskan para bidadari menggoda Arjuna yang sedang bertapa di Gunung Indrakila.
-
f. Goa Tritis
Goa Tritis terletak pada Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat. Goa Tritis memiliki mulut goa menghadap Utara, dengan pagar keliling dan satu pintu masuk menghadap Utara, yang tersusun dari susunan batu-bata. Bentuk pagar keliling di area depan bagian goa dilengkapi dengan pilar padureksa di bagian sudut serta bentuk pagar bata yang dibangun pada periode akhir perkembangan kebudayaan Hindu-Buddha dan masa awal Kerajaan Islam di Jawa. Prasasti yang ditemukan pada pahatan arca berbunyi “in saka 1091” menunjukan data masa pemerintahan Raja Sri Ayyeswara dari Kerajaan Kediri. Struktur batu-bata yang dipakai menyerupai batu-bata kuno yang dipakai pada bangunan kuno di Trowulan. Hal ini disimpulkan bahwa Goa Tritis dibangun pada Masa Kerajaan Kediri, namun mulai sering digunakan dan berkembang pada Masa Akhir Kerajaan Majapahit (hasil wawancara dengan Haryadi).
-
g. Museum Wajakensis
Museum Wajakensis berada di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu. Penamaan Wajakensis didasarkan pada pertimbangan bahwa di daerah Tulungagung Selatan terkenal berkat temuan fosil Wajak satu dan Wajak dua yang kemudian dikenal sebagai Homo wajakensis (Manusia Purba dari Wajak). Museum Wajakensis menampung sekitar 247 koleksi. Museum Wajakensis menyediakan informasi mengenai lokasi situs-situs bersejarah yang ada di Tulungagung seperti Candi Sanggrahan, Candi Gayatri, Candi Dadi, Goa Pasir, Goa Selomangleng, Goa Tritis dan situs-situs lainnya yang ada di Kabupaten Tulungagung.
-
a. Atraksi (atraction)
Atraksi wisata yang terdapat di daya tarik wisata bersejarah diantaranya bangunan candi dan goa, cerita sejarah, pertunjukan seni, dan jalur pendakian. Pertunjukan seni pada beberapa situs yakni Situs Candi Sanggrahan sebagai tempat pelaksanaan “Upacara Nyadran”, Candi Gayatri sebagai tempat pertunjukan seni “Bhineka Tunggal Ika”, dan Museum Wajakensis sebagai tempat berbagai pertunjukan seperti “Reog Gendang”. Beberapa daya tarik wisata bersejarah memiliki area rekreasi sebagai penunjang kegiatan wisata sejarah. Daya tarik wisata bersejarah yang memiliki area rekreasi yakni adalah Candi Gayatri dengan Nangkula Park, Candi Dadi dengan Gunung Cilik Park, dan Goa Selomangleng dengan Taman Selo Green.
-
b. Aksesibilitas (accessibility)
Daya tarik wisata bersejarah yang ada di Kawasan Pegunungan Selatan memiliki jarak berkisar 2-10 km dari pusat kota. Kondisi jalan yang harus ditempuh adalah perjalanan darat dengan kondisi jalan beraspal. Beberapa daya tarik wisata bersejarah yang berada di puncak pegunungan dapat diakses dengan perjalanan setapak. Belum ada transportasi umum yang memfasilitasi perjalanan wisata di kawasan ini.
-
c. Amenitas (amenity)
Daya tarik wisata bersejarah disini memiliki beragam fasilitas wisata yang tersedia diantaranya pusat informasi, area parkir, pos jaga, toilet, tempat ibadah, rumah makan, tempat pertunjukan dan penginapan. d. Pelayanan Tambahan (ancillary)
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memiliki kendali dalam pengelolaan benda cagar budaya yang ada di Kabupaten Tulungagung, yang di atur dalam perda Kabupaten Tulungagung nomor 15 tahun 2011. Beberapa fasilitas pendukung yang terdapat di sekitar daya tarik wisata bersejarah diantaranya adalah fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Puskesdes, swalayan, bank dan ATM.
Berdasarkan hasil inventarisasi analisis aspek sejarahnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Analisis Aspek Sejarah
Unit |
Abad |
Periode |
Agama |
Fungsi Situs | |
Dahulu |
Sekarang | ||||
Candi Dadi |
14-15 M |
Majapahit |
Hindu |
Tempat pengabuan jenazah |
Simbol wisata religius. |
Candi Gayatri |
14 M |
Majapahit |
Buddha |
Pedharmaan Sri Rajapatni Gayatri |
Simbol pengingat tokoh besar dari Kerajaan Majapahit. |
Goa Pasir |
10-14 M |
Kediri-Majapahit |
Hindu-Buddha |
Tempat pertapaan Sri Rajapatni Gayatri |
Tempat pertapaan |
Candi Sanggrahan |
14 M |
Majapahit |
Buddha |
Tempat peristirahatan rombongan pembawa jenazah Sri Rajapatni Gayatri. |
Tempat peribadatan agama Buddha (Vihara) |
Goa Selomangleng |
10 M |
Kediri-Majapahit |
Hindu |
Tempat pertapaan para Rsi. |
Tempat pertapaan |
Goa Tritis |
12-15 M |
Kediri-Majapahit |
Hindu-Buddha |
Tempat pertapaan dan persembunyian para Wali. |
Tempat pertapaan |
Museum Wajakensis |
Tahun 1996 |
- |
- |
Tempat menyimpan peninggalan sejarah dan tempat informasi benda cagar budaya |
Tempat menyimpan peninggalan sejarah dan pengamatan benda cagar budaya |
Keterkaitan antar daya tarik wisata bersejarah yang ada di Kawasan Pegunungan Selatan adalah:
-
1. Keterkaitan periode tahun pembuatan, ditemukan, atau digunakannya situs sejarah (Mencakup semua daya tarik wisata yang ada).
-
2. Latarbelakang daya tarik wisata bercorak Budhha (Candi Gayatri, Candi Sanggrahan, Goa Pasir, dan Goa Tritis).
-
3. Latarbelakang daya tarik wisata bercorak Hindu (Candi Dadi, Goa Selomangleng, Goa Pasir, dan Goa Tritis).
-
4. Perjalanan Sri Rajapatni Gayatri di Kabupaten Tulungagung (Goa Pasir, Candi Sanggrahan, dan Candi Gayatri).
Latar belakang keagamaan dari daya tarik wisata di Kawasan Pegunungan Selatan memiliki karakter yang berbeda. Daya tarik wisata bersejarah yang latar belakangnya beragama Hindu lokasinya berada pada lereng hingga puncak pegunungan. Bangunan bersejarah tersebut adalah Candi Dadi, Goa Pasir, Goa
Selomangleng, dan Goa Tritis. Daya tarik wisata bersejarah dengan latar belakang keagamaan Budhha lokasinya berada pada kaki pegunungan. Daya tarik wisata bersejarah tersebut adalah Candi Gayatri dan Candi Sanggrahan. Latarbelakang mengenai cerita sejarah dan periode sejarah dari daya tarik wisata bersejarah di Kawasan Pegunungan Selatan saling berkaitan. Kaitan antar latarbelakang berpotensi untuk disusun menjadi cerita berkelanjutan (storinomics) yang dapat digunakan sebagai atraksi wisata untuk meningkatkan daya tarik wisatawan. Tujuan dari storinomics adalah untuk membuat suatu daya tarik wisata menjadi semakin menarik dan membuat calon wisatawan penasaran (Bakti, 2019).
Daya tarik wisata bersejarah yang berada di Kawasan Pegunungan Selatan adalah Candi Dadi, Candi Gayatri, Goa Pasir, Candi Sanggrahan, Goa Selomangleng, Goa Tritis dan Museum Wajakensis. Daya tarik wisata bersejarah tersebut berpotensi untuk diakomodasikan sebagai program paket wisata, karena lokasinya berada dalam satu lingkup kawasan. Hal itu memudahkan wisatawan untuk melakukan kegiatan wisata. Seperti halnya studi kasus yang dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh. Beberapa wisata sejarah berada dalam satu lingkup kawasan, yang dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan adalah melalui pengakomodasian berbagai daya tarik wisata bersejarah dalam program paket wisata (Maulidya, 2011). Berdasarkan observasi yang telah dilakukan aspek daya tarik wisata dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Daya Tarik Wisata | ||||||||||||||||||
Komponen Penilaian | ||||||||||||||||||
Unit Wisata Bersejarah |
a |
I b |
c |
d |
e |
II f |
g |
h |
III i |
j |
IV k |
l |
m |
V n |
o |
Total |
Kategori |
Indeks Kelayakan |
Candi Dadi |
3 |
2 |
1 |
3 |
3 |
2 |
2 |
3 |
3 |
1 |
1 |
2 |
2 |
1 |
1 |
30 |
Sedang |
66,6% |
Candi Gayatri |
3 |
2 |
1 |
3 |
2 |
2 |
2 |
3 |
3 |
3 |
1 |
2 |
2 |
2 |
3 |
34 |
Sedang |
75,5% |
Candi Sanggrahan |
3 |
2 |
1 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
1 |
2 |
3 |
2 |
3 |
38 |
Tinggi |
84,4% |
Goa Pasir |
3 |
2 |
2 |
3 |
1 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
1 |
1 |
2 |
2 |
3 |
34 |
Sedang |
75,5% |
Goa Selomangleng |
3 |
2 |
2 |
2 |
3 |
2 |
2 |
3 |
3 |
3 |
1 |
3 |
3 |
2 |
2 |
36 |
Tinggi |
80% |
Goa Tritis |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
1 |
1 |
2 |
2 |
2 |
36 |
Tinggi |
80% |
Museum Wajakensis |
3 |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
42 |
Tinggi |
93,3% |
(Keterangan: Rendah: 15 ≤ n ≤ 25; Sedang: 26 ≤ n ≤ 35; Tinggi: 36 ≤ n ≤ 45. I : Kualitas Daya Tarik wisata, II : Kondisi Daya Tarik Wisata, III : Dukungan pengembangan daya tarik wisata, IV : Aksesibilitas, V : Fasilitas penunjang daya tarik wisata. a : Atraksi wisata, b : Kekuatan atraksi wisata, c : Kegiatan wisata di lokasi, d : Keragaman atraksi/ daya tarik, e : Kondisi fisik daya tarik wisata secara langsung, f : Kebersihan lingkungan daya tarik wisata, g : Keindahan lingkungan daya tarik wisata, h : Pengembangan dan promosi daya tarik wisata, i : Media promosi daya tarik wisata, j : Waktu tempuh dari terminal terdekat, k : Ketersediaan angkutan umum untuk menuju lokasi daya tarik wisata, l : Kondisi prasarana jalan menuju daya tarik wisata, m : Ketersediaan fasilitas kebutuhan fisik, n : Ketersediaan fasilitas kebutuhan sosial, dan o : Ketersediaan fasilitas pelengkap
Indeks kelayakan dari masing-masing daya tarik wisata bersejarah memperoleh presentase 75,5%-93,3%. Karsudi dkk (2010) menyatakan bahwasanya presentase >66,6% artinya kawasan wisata tersebut layak dikembangkan, dengan kriteria suatu kawasan wisata yang memiliki potensi, sarana dan prasarana yang tinggi berdasarkan parameter yang telah ditetapkan serta didukung oleh aksesibilitas yang memadai. Berikut adalah hasil analisis mengenai komponen penilaian terhadap daya tarik wisata bersejarah: a. Kualitas Daya Tarik Wisata
Kualitas daya tarik wisata terdiri dari kriteria atraksi wisata, kekuatan atraksi wisata dan kegiatan wisata di masing-masing DTW. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan semua DTW di nilai mampu menarik wisatawan, karena memiliki atraksi. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Candi Dadi, Candi Gayatri, Candi Sanggrahan, Goa Pasir dan Goa Selomangleng bersifat semi aktif yakni dapat sedikit berinteraksi dengan objek bersejarah. Kegiatan wisata di Goa Tritis dan Museum Wajakensis dapat dilakukan secara aktif artinya, dapat melakukan interaksi dengan objek bersejarah secara langsung. Atraksi wisata di Candi Dadi, Candi
Gayatri, Candi Sanggrahan, Goa Pasir, dan Goa Tritis tersedia lebih dari tiga jenis atraksi. Atraksi wisata di Goa Selomangleng dan Museum Wajakensis tersedia dua jenis atraksi.
-
b. Kondisi Daya Tarik Wisata
Kondisi daya tarik wisata terdiri dari kriteria kondisi fisik daya tarik wisata secara langsung, kebersihan lingkungan daya tarik wisata, dan keindahan lingkungan daya tarik wisata. Kondisi fisik Candi Dadi, Candi Sanggrahan, Goa Selomangleng, Goa Tritis dan Museum Wajakensis tidak mengalami kerusakan. Kondisi fisik Candi Gayatri mengalami kerusakan yakni pada arca Prajnaparamita yang kondisi kepalanya hilang. Kondisi fisik Goa Pasir mengalami kerusakan dominan pada bagian arca-arca yang berlokasi di kawasan pintu masuk. Masing-masing DTW memperoleh penilaian kondisi lingkungan cukup bersih dan sangat bersih. Keindahan pada lingkungan sekitar DTW memperoleh penlaian yang cukup bersih dan sangat bersih.
-
c. Dukungan Pengembangan Daya Tarik Wisata
Dukungan pengembangan daya tarik wisata terdiri dari kriteria pengembangan dan promosi daya tarik wisata, dan media promosi daya tarik wisata. Pengembangan masing-masing DTW saat ini sudah dikembangkan dan dipromosikan melalui media cetak dan media elektronik oleh pemerintah setempat. d. Aksesibilitas
Aksesibilitas terbagi menjadi dua kriteria yakni ketersediaan angkutan umum untuk menuju lokasi daya tarik wisata, dan kondisi prasarana jalan menuju daya tarik wisata. Fasilitas kendaraan umum untuk menuju lokasi saat ini belum tersedia di semua daya tarik wisata. Perjalanan beberapa daya tarik wisata kurang dari 30 menit, yakni pada Candi Gayatri, Candi Sanggrahan, Goa Pasir, Goa Selomangleng dan Museum Wajakensis. Perjalanan menuju Candi Dadi dan Goa Tritis membutuhkan waktu kurang lebih satu jam. e. Fasilitas Penunjang Daya Tarik Wisata
Fasilitas penunjang daya tarik wisata terbagi menjadi tiga kriteria yakni ketersediaan fasilitas kebutuhan fisik, fasilitas kebutuhan sosial, dan fasilitas pelengkap. Rata-rata ketersediaan fasilitas fisik, sosial, dan pelengkap di masing-masing daya tarik wisata terdiri dari dua sampai lebih dari tiga fasilitas. Candi Dadi merupakan satu-satunya daya tarik wisata yang tidak memiliki fasilitas sosial dan pelengkap.
Berdasarkan data inventarisasi Kawasan Pegunungan Selatan memiliki potensi wisata sejarah disertai dengan daya tarik wisata pendukung sebagai pelengkapnya. Beberapa daya tarik wisata yang memiliki daya tarik wisata pendukung yakni Candi Dadi dengan Gunung Cilik Park, Candi Gayatri dengan Nangkula Park, dan Goa Selomangleng dengan Taman Selo Green (Gambar2.).
Gambar 2. Daya Tarik Wisata Pendukung Sumber: Dokumentasi Pribadi
-
Adapun analisis dan sintesis mengenai fasilitas wisata dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Analisis dan Sintesis Fasilitas Wisata
Fasilitas Penunjang Wisata
Analisis
Sintesis
Potensi
Kendala
Pemanfaatan Potensi
Pemecahan Kendala
Gerbang
Terdapat beberapa gerbang masuk wisata sejarah yang menjadi pembatas area.
• Belum tersedia gerbang yang menandakan masuk kawasan wisata sejarah
• Mempertahankan gerbang yang sudah ada pada DTW dan melakukan renovasi atau pengecatan, serta
-
• Menambahkan gerbang pada DTW yang belum terdapat gerbang
-
• Merencanakan gerbang utama masuk dalam DTW di pegunungan selatan.
Area parkir
Sebagian DTW sudah terdapat area parkir
-
• Beberapa DTW belum memiliki area parkir.
-
• Beberapa area parkir dari DTW belum sesuai dengan standar pembuatan.
• Mempertahankan luas dan lokasi setiap area parkir dari situs wisata yang telah memiliki area parkir sebelumnya.
-
• Merencanakan pembangunan area parkir untuk DTW yang belum memiliki.
-
• Merencanakan kapasitas tampung kendaraan
-
• Memberlakukan perbedaan area parkir.
Pos jaga
Sebagian DTW sudah terdapat pos jaga.
-
• Beberapa DTW belum memiliki pos jaga.
-
• Pos jaga yang ada bangunananya sempit dan kurang terawat.
• Mempertahankan pos jaga yang sudah ada dan melakukan renovasi.
• Merencanakan pemberian pos jaga pada situs wisata yang belum memiliki dengan memperhatikan posisi, jumlah, dan luas bangunan.
Toilet
Beberapa DTW telah memiliki toilet yang dipisahkan antara toilet pria dan wanita
-
• DTW yang ada di pegunungan belum memiliki toilet
-
• Beberapa toilet tidak tersedia cukup air.
• Mempertahankan toilet yang sudah ada pada situs wisata
-
• Merencanakan pembangunan toilet pada DTW yang belum memiliki
-
• Memperhatikan kesediaan air.
Tempat ibadah
Beberapa DTW memiliki tempat ibadah yang berada di satu kawasan dan diluar kawasan.
• Beberapa DTW yang lokasinya di pegunungan belum terdapat tempat ibadah.
• Mempertahankan keberadaan tempat ibadah dan bekerjasama dengan tempat ibadah diluar kawasan.
• Merencanakan pembangunan sarana peribadahan pada situs wisata yang belum memiliki tempat ibadah.
Rumah makan, toko souvenir, penginapan
Rumah makan, toko souvenir, dan penginapan, persewaan tenda terdapat di ruang pelayanan
-
• Mempertahankan keberadaan rumah makan, toko souvenir, dan tempat penginapan
-
Tempat pertunjukan
Tempat pertunjukan tersedia pada beberapa DTW.
-
• Memberikan perhatian dan perawatan terhadap tempat pertunjukan.
-
Akomodasi
Askesibilitas berupa jalan beraspal sampai dengan area parkir masing-masing DTW
• Belum tersedianya angkutan umum menuju masing-masing DTW
• Meningkatkan pelayanan sistem transportasi sehingga mampu mendukung adanya DTW
• Pengadaan angkutan umum yang khas menuju ruang-ruang wisata utama untuk memudahkan transisi wisatawan.
Signboard
Tersedia beberapa papan pendanda dan penunjuk arah menuju masing-masing DTW
• Papan penanda dan petunjuk arah hanya tersedia pada area yang mendekati kawasan DTW
• Memertahankan papan penanda dan papan petunjuk arah yang telah ada saat ini
• Menambahkan papan penanda dan papan penujuk arah pada setiap jalur yang dilewati untuk menuju masing-masing DTW
-
Adapun analisis dan sintesis mengenai fasilitas wisata yang tersedia pada masing-masing daya tarik wisata yaitu mempertahankan fasilitas yang sudah ada sebelumnya seperti pusat informasi, area parkir, pos jaga, toilet, tempat ibadah, rumah makan, tempat pertunjukan dan penginapan. Merencanakan penambahan fasilitas gerbang pada unit wisata bersejarah yang sebelumnya belum ada gerbang dan perencanaan gerbang utama memasuki kawasan wisata bersejarah. Fasilitas yang direncanakan selanjutnya adalah penyewaan tenda, penambahan signboard, pengadaan angkutan umum, dan pengadaan fasilitas yang belum tersedia sebelumnya. Ilustrasi beberapa fasilitas dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Ilustrasi Fasilitas
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Program pengembangan daya tarik wisata berdasarkan hal-hal yang dinilai masih kurang sehingga diharapkan mampu memberikan nilai lebih untuk daya tarik wisata sejarah. Program pengembangan menyasar kepada daya tarik wisata bersejarah yang hasil analisis daya tarik wisatanya berada pada kategori sedang, yakni Goa Pasir, Candi Gayatri, dan Candi Dadi. Program pengembangan dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Program Pengembangan Daya Tarik Wisata
DTW |
Atraksi Wisata |
Program pengembangan |
Goa Pasir |
|
|
Candi Gayatri |
|
|
Candi Dadi |
|
|
Kabupaten Tulungagung memiliki beberapa daya tarik wisata bersejarah yang tersebar di Kawasan Pegunungan Selatan. Daya tarik wisata bersejarah tersebut adalah Candi Dadi, Candi Gayatri, Candi Sanggrahan, Goa Pasir, Goa Selomangleng, Goa Tritis, dan Museum Wajakensis. Berdasarkan analisis aspek sejarah, daya tarik wisata bersejarah yang berada di Kawasan Pegunungan Selatan Kabupaten Tulungagung memiliki periode sejarah dan cerita sejarah yang saling berkaitan. Keenam daya tarik wisata bersejarah diketemukan pada periode Kerajaan Kediri-Kerajaan Majapahit. Daya tarik wisata bersejarah tersebut merupakan peninggalan bercorak keagamaan Hindu dan Buddha. Keterkaitan lain yang diduga terjadi didaya tarik wisata bersejarah adalah cerita mengenai perjalanan Sri Rajapatni Gayatri di Kabupaten Tulungagung.
Hasil analisis daya tarik wisata dengan komponen penilaian kualitas daya tarik wisata, kondisi daya tarik wisata, dukungan pengembangan daya tarik wisata, aksesibilitas, serta fasilitas penunjang rata-rata memperoleh nilai indeks kelayakan sedang hingga tinggi. Artinya kawasan wisata tersebut layak dikembangkan, dengan kriteria suatu kawasan wisata yang memiliki potensi, sarana dan prasarana yang tinggi berdasarkan parameter yang telah ditetapkan serta didukung oleh aksesibilitas yang memadai. Program pengembangan yang disarankan adalah penyediaan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan wisatawan dan perkembangan teknologi informasi saat ini serta tetap melibatkan partisipasi masyarakat setempat,
menonjolkan produk kerajinan tangan dan kuliner khas daerah setempat, menampilkan atraksi budaya yang biasa dilakukan pada situs-situs wisata untuk menarik kunjungan wisatawan, dan penyediaan fasilitas penyewaan tenda dan peralatan berkemah
Bakti, I., Sumartias, S., Damayanti, T., & Nugraha, R. (2018). Pelatihan Storytelling dalam Membangun Ekonomi Kreatif Bidang Pariwisata di Desa Cintaratu Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 1(1):25–31. https://doi.org/10.32663/abdihaz.v1i2.955
Cooper, Fketcher, J., Gilbert, D., & Wanhill, S. (1995). Tourism, Principles and Prantice. London: Logman. https://books.google.co.id.
Google Inc. (2016). Google Maps: Peta Lokasi Pegunungan Selatan. http://maps.google.com/ (Diakses 10 Oktober 2020 pukul. 13.35 wib)
Kabupaten Tulungagung. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Cagar Budaya. Sekretariat Kabupaten. Tulungagung.
https://doi.org/10.36563/publiciana.v13i1.200
Karsudi, Soekmadi, R., & Kartodiharjo, H. (2010). PROVINSI PAPUA (Ecotourism Development Strategy in the District Yapen Islands, Papua Province). Media Konservasi, 15(2):80–87.
https://doi.org/10.29244/medkon.15.2.%25p.
Kempers, A.J. B. (1959). Ancient Indonesian Art. 1 Amsterdam: C.P.J. Van Der Peet,. Teksbook. https://books.google.co.id.
Maulidya. S. (2011). Scientific research in Downtown Banda Aceh, Aceh, Indonesia (Issue Desember) [Bogor Agricultural Institute]. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/54035
Prasetyo, A. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Wisatawan Dalam Berkunjung Ke Obyek Wisata Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Sosialitas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sosiologi-Antropologi, 6(2). https://doi.org/10.24843/ejmunud.2019.v08.i05.p08.
Putra, A.S., Sugiarta, A.A.G., & Yusiana L.S. (2013). “Perencanaan Jalur Interpretasi Wisata Warisan Sejarah Budaya Di Pusat Kota Denpasar.” E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology) 2(2):116–25. http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT.
Republik Indonesia. (2010). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Benda Cagar Budaya (BCB). Departemen Dalam Negeri. Jakarta. https://doi.org/10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v6i1.100
Sugara, B., Suwardi, & Bhudianto, W. (2016). Analisis Rencana Strategis Pengembangan Pariwisata Kabupaten Tulungagung. Transformasi, II(29):156–159.
http://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Transformasi/article/view/1742.
70 | jurnal arsitektur lansekap
Discussion and feedback