JURNAL ARSITEKTUR LANSEKAP

ISSN: 2442-5508

VOL. 8, NO. 2, OKTOBER 2022

Analisis Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan

Rini Fitri1, Olivia Seanders1*, Reza Fauzi1, R L Pangaribowo1

  • 1.    Prodi Arsitektur Lanskap, Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa 1, Jakarta, Indonesia

Abstract

The Analysis Availability of Green Open Space in South Tangerang City. South Tangerang City is one of the cities experiencing rapid development in the Jabodetabek area, the development of South Tangerang City is marked by increased activity and population, which results in pressure on space utilization. This study aims to determine the availability and achievement of 30% green open space in South Tangerang City. The approach used in this study is a quantitative descriptive approach, namely field observations, and field checks. The research objective is all green open spaces in South Tangerang and data analysis using a geographic application system (Geographic Information System - GIS). The results show that the need for green open space in South Tangerang City is not yet available, and there is still a shortage of green open space covering an area of 721 ha. The change in green open space from 2010 to 2020 in South Tangerang City is 1,847 ha. The area of green open space available in South Tangerang City in 2020 based on an area is 4,224 ha. The need for green open space in South Tangerang City based on the area is 4,945 ha

Keywords: an area; green open space; land change; Tangerang Selatan

  • 1.    Pendahuluan

Perubahan pemanfaatan lahan untuk mendirikan gedung di wilayah perkotaan dan meningkatnya permintaan akan lahan tentunya berdampak semakin sempitnya lahan. Penggunaan lahan (Land use) sangat menentukan baseline layanan dari tipe tutupan lahan (land cover) yang sudah ada sehingga sangat berdampak saat pengambilan keputusan yang tepat terhadap infrastruktur hijau (Rottle, 2015). Pertumbuhan penduduk juga akan mempengaruhi Ketersediaan lahan dan keberadaan ruang terbuka hijau di area perkotaan. Pertambahan penduduk perkotaan mendorong terjadinya peningkatan kegiatan kehidupan sosial dan ekonomi di kota sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan (Amiruddin, 2014). Kawasan perkotaan terus berkembang, peran ruang terbuka hijau di kota semakin penting (Chang et al., 2017; Hosaka & Numata, 2016; Palmer,2018). Pembangunan infrastruktur perkotaan di Indonesia menyebabkan masalah semakin kompleks terutama perubahan lahan terbuka menjadi ruang terbangun (Hasriyanti et al., 2020). Ketersediaan ruang terbuka hijau di perkotaan adalah bagian dari tata ruang kawasan perkotaan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan untuk mempertahankan kualitas lingkungan perkotaan berkelanjutan serta tempat aktivitas sosial masyarakat perkotaan. Penataan ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 yaitu proporsi RTH pada wilayah perkotaan minimal 30% dari luas wilayah kota (RTH publik minimal sebesar 20% dan RTH privat 10% dari luas kota). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman penyediaan dan Pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan, luas RTH kota minimum merupakan ukuran minimum untuk menjamin keseimbangan sistem ekologi, hidrologi, ekosistem perkotaan sehingga dapat meningkatkan ketersediaan udara segar dan meningkatkan nilai estetika di wilayah perkotaan. Ruang terbuka hijau merupakan komponen penting bagi lanskap perkotaan untuk ketersediaan jasa ekologi lingkungan dan meningkatkan keanekaragaman hayati (Strohbach et al., 2013). RTH di perkotaan menjadi penting dan perlu dipertahankan dengan struktur alami guna meningkatkan keanekaragaman ekologi yang tinggi (Sandstorm et al., 2006). Ruang terbuka hijau perkotaan adalah elemen kunci dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan kesejahteraan manusia dan menyediakan berbagai kualitas lingkungan lainnya, dan bermanfaat bagi layanan sosial, dan ekonomi (Li, Sutton, Anderson, & Nouri, 2017; Li, Sutton, & Nouri, 2018; Van den Bosch & Nieuwenhuijsen, 2017). Peningkatan permintaan lahan untuk kepentingan perumahan dan ekonomi berdampak akan semakin

berkurangnya ruang-ruang terbuka hijau di perkotaan. Oleh sebab itu, perubahan penggunaan lahan ruang terbuka hijau di perkotaan merupakan bagian dari perkembangan kebutuhan dan kehidupan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan dan pencapaian 30% ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan.

  • 2.     Metode

    2.1.    Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Kota Tangerang Selatan, secara geografis letak Kota Tangerang Selatan berada diantara 6º39’ - 6º47’ Lintang Selatan dan 106º14’ - 106º22’ Bujur Timur dengan luas wilayah 16.485 ha. Sedangkan secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan yaitu Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara dan Setu. Adapun peta lokasi penelitian seperti dusajikan pada Gambar 1. Waktu Penelitian ini telah dilakukan sejak bulan Desember 2020 sampai bulan Februari 2021. Objek penelitian adalah seluruh ruang terbuka hijau yang ada di Kota Tangerang Selatan.

Gambar 1 Lokasi Penelitian (sumber : Analisis Peneliti, 2021)

  • 2.2.    Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa informasi tentang biofisik wilayah Kota Tangerang Selatan yang diperoleh berdasarkan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi: (1) peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), (2) batas administrasi (3) peta RTRW skala 1 : 50.000, (3) peta penggunaan lahan 2010 dan 2020 skala 1:50.000 hasil interpretasi citra Landsat 8, (4) peta topografi 1 : 50.000, (5) peta klasifikasi tanah skala 1:50.000, (6) data statistik tahun 2020 Kota Tangerang Selatan dalam angka. Sumber data sekunder diperoleh dari instansi terkait yakni Badan Informasi Geospasial, BAPPEDA Kota Tangerang, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang. Teknik pengumpulan data menggunakan metode servei bertujuan untuk memperoleh fakta-fakta yang terjadi di lokasi penelitian meliputi kondisi eksisting ruang terbuka hijau, perubahan ruang terbuka hijau dan keterangan aktual yang berkenaan dengan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan. Jenis data, kategori data, format data dan sumber data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis data, kategori data, format data dan sumber data

No

Jenis Data

Kategori Data

Format Data

Sumber Data

1.

Peta RBI

Spasial

Softcopy shapefile (.shp)

Badan Informasi Geospasial

2.

Peta batas administrasi

Spasial

Softcopy shapefile (.shp)

BappedaLitbang Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung dan Kota Bogor,

3.

Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK)

Spasial

Softcopy shapefile (.shp)

Bappeda Kota Tangerang

4.

Peta Topografi Tanah

Spasial

Softcopy shapefile (.shp)

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP)

7.

Peta Klasifikasi Tanah

Spasial

Softcopy shapefile (.shp)

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP)

8.

Citra Landsat 8

Spasial

Softcopy (.tiff)

LAPAN/USGS

9.

Citra DEM SRTM

Spasial

Softcopy (.tiff)

http://srtm.csi.cgiar.org

10.

Data Statistik

Spasial

Softcopy (.tiff)

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang

  • 2.3.    Metode Analisis Data

Analisis data penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif yakni observasi lapangan, ground check lapang dan dokumentasi untuk melihat keberadaan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan. Teknik analisis citra satelit landsat 8 yang digunakan dalam penelitian ini dengan metode interpretasi visual (on screen digitazion). Interpretasi visual citra satelit merupakan kegiatan mengkaji citra yang bertujuan mengidentifikasi tutupan lahan (land cover) yang tergambar didalam citra (Purwadhi., 2001). Unsur-unsur interpretasi citra satelit landsat 8 yang diamati adalah tekstur, pola, bentuk, warna, ukuran, bayangan dan asoiasi. Interpretasi visual ini dapat dilakukan sebelum ground chek ke lapangan sehingga peneliti mendapatkan gambaran mengenai kondisi area dan titik lokasi objek penelitian penelitian. Proses on screen digitizing ini menggunakan peta digital untuk didigitasi dan peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan dalam bentuk Softcopy shapefile (.shp) sebagai data mentah dengan memilih beberapa poligon dengan luas tertentu menurut kelompok land cover tersebut. Analisis data untuk ruang terbuka hijau dengan menggunakan aplikasi sistem informasi geografis (SIG) Software ArcGIS 10.8 dengan beberapa tools diantaranya : clip, erase, update, dan eliminate yang dibutuhkan dalam klasifikasi ruang terbuka hijau. Ketersediaan dan kecukupan ruang terbuka hijau dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

K =L x


30

100


Keterangan :

K = Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau

L = Luas Wilayah

Kecukupan ruang terbuka hijau terhadap jumlah penduduk dihitung dengan persamaan berikut :

RTH pi = Pi x k

Keterangan :

k = nilai ketentuan luas RTH per penduduk Pi = Jumlah penduduk pada wilayah i.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan

Luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 adalah sebesar 6.070 Ha, sedangkan luas ruang terbuka hijau pada tahun 2020 sebesar 4.224 Ha. Lahan ruang terbuka hijau paling luas pada tahun 2010 di kota Tangerang Selatan terletak di kecamatan Serpong yakni luas ruang terbuka hijaunya sebesar 1.489 ha (24,53%), dikuti kecamatan Pondok Aren seluas 938 ha (15,45%), kecamatan pamulang seluas 902 ha (14,85%), kecamatan Setu selaus 867 ha (14, 28%), kecamatan Ciputat seluas 811 ha (13, 36%), kecamatan seluas Serpong Utara 630 ha (10,38%), dan luas lahan ruang terbuka hijau terkecil di Kota Tangerang Selatan adalah terdapat di kecamatan Ciputat Timur yaitu sebesar 434 ha (7,15%). Perubahan lahan di Kota Tangerang Selatan dengan memanfaatkan lahan untuk pengembangan pemukiman, industri serta pusat perekonomian lainnya. Kondisi ini terjadi karena letak Kota Tangerang Selatan yang strategis dan berbatasan dengan Ibu Kota Negara Jakarta. Menurut Latief et al., (2021) perubahan atau pengurangan ruang terbuka hijau terjadi selain akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, konversi lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun dan pemanfaatan lahan kosong yang kemudian berubah menjadi tempat tinggal, tempat usaha serta infrastruktur publik.

Kota Tangerang Selatan juga dilalui jalan penghubung antar wilayah dan sangat strategis di kawasan Jabodetabek. Pemerintah Kota Tangerang Selatan berupaya menciptakan kota layak huni yang berwawasan lingkungan, meningkatkan ruang terbuka hijau dan meningkatkan rasio per satuan luas wilayah ber HPL/HGB. Lahan ruang terbuka hijau pada tahun 2020 mengalami penurunan secara signifikan paling luas terdapat di kecamatan Serpong menjadi 835 ha (19,77%), diikuti kecamatan Pamulang seluas 743 ha (17,59%), kecamatan Setu seluas 319 ha (17,02%), kecamatan Pondok Aren seluas 678 ha(16,05%), kecamatan Ciputat seluas 590 ha (13,97%), kecamatan Serpong Utara seluas 399 ha (9,45%) dan luas ruang terbuka hijau paling kecil terdapat di kecamatan Ciputat Timur sebesar 260 ha (6,15%). Luas ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan mengalami penurunan karena pembangunan terus berkembang di setiap kecamatan di Kota Tangerang Selatan dan pertambahan jumlah penduduk. Pengurangan ruang terbuka hijau diakibatkan oleh kepadatan penduduk otomatis akan membutuhkan perluasan bangunan (Khasanah & Priyatmono, 2018). Perubahan ruang terbuka hijau pada tahun 2010 sampai tahun 2020, berdasarkan analisis data per kecamatan di Kota Tangerang Selatan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2 Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang Selatan

No

Kecamatan

Luas RTH Th 2010

Luas RTH Th 2020

Ha

%

Ha

%

1

Ciputat

811

13,36

590

13,97

2

Ciputat Timur

434

7,15

260

6,15

3

Pamulang

902

14,85

743

17,59

4

Pondok Aren

938

15,45

678

16,05

5

Serpong

1.489

24,53

835

19,77

6

Serpong Utara

630

10,38

399

9,45

7

Setu

867

14,28

719

17,02

Jumlah

6.071

100

4.224

100

Sumber: analisis, 2021

Hasil pengolahan citra tahun 2010 dan citra tahun 2020 di Kota Tangerang Selatan, maka dapat dilihat sebaran ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan. Peta sebaran ruang terbuka hijau tersebut terlihat jelas penurunan ruang terbuka hijau pada setiap kecamatan di Kota Tangerang Selatan selama 10 tahun terakhir yaitu periode 2010 sampai 2020. Kecamatan Serpong mengalami perubahan ruang terbuka hijau sangat signifikan dan Kecamatan Ciputat Timur terjadi perubahan ruang terbuka hijau yang sangat lambat. Kecenderungan Serpong memiliki laju penurunan RTH paling tinggi disebabkan meningkatnya jumlah penduduk, alih fungsi ruang terbuka hijau menjadi kawasan bisnis, permukiman dan industri. Kecamatan Ciputat Timur mengalami penurunan ruang terbuka hijau rendah karena kawasan ini perkembangan wilayah belum terlalu pesat sehingga laju pertumbuhan sarana dan prasarana tidak terlalu berkembang. Perubahan Ruang Terbuka Hijau berkorelasi positif dengan jumlah fasilitas ekonomi, jarak ke

fasilitas pendidikan, jarak ke pusat kota serta luas lahan kosong, sedangkan yang berkorelasi negatif jumlah fasilitas pendidikan, jumlah fasilitas sosial (Setyan, et al., 2017). Adapun sebaran ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan disajikan pada Gambar 3 berikut :

Grafik 2. Perbandingan luas RTH Tahun 2010 dan Tahun. 2020

Gambar 3 Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau (sumber : Analisis Peneliti, 2021)

  • 3.2.    Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Luas Wilayah di Kota Tangerang Selatan

Luas ruang terbuka hijau menurut undang-undang Tata Ruang Nomor 26 tahun 2007 ketersediaan ruang terbuka hijau harus memiliki 30% dari luas wilayah. Tujuan melihat ruang terbuka hijau harus berdasarkan luas wilayah agar ruang terbuka hijau tersebut memenuhi standar perkotaan menurut undang-undang tata ruang tersebut. Luas ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah di Kota Tangerang Selatan hasil perhitungan dan analisis citra tahun 2020 mengalami penurunan. Hasil perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah di Kota Tangerang Selatan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah

Kebutuhan RTH

Kondisi Existing Tahun (2020)

Kekurangan Total

4.945 ha

4.224 ha

721 ha

Sumber : Hasil analisis Data tahun 2021

Hasil perhitungan kebutuhan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan luas wilayah pada tahun 2020 adalah sebesar 4.954 ha sedangkan kondisi luas ruang terbuka hijau exsisting pada tahun 2020 hanya mencapai 4.224 ha. Ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan masih mengalami kekurangan sebesar 721 ha. Oleh sebab itu, upaya yang mesti dilakukan untuk agar tercapai persyaratan 30% ruang terbuka hijau adalah perencanaan dan kerjasama dengan berbagai pihak, institusi, antar pemangku kebijakan, peningkatan partisipasi masyarakat, menguatkan regulasi secara konsisten dan berkelanjutan. Menurut Adawiyah et al., (2021) untuk mecapai luas ruang terbuka hijau agar sesuai dengan syarat 30% adalah mengurangi pemukiman penduduk horizontal karena membutuhkan lahan banyak, membangun pemukiman secara vertikal sehingga sekitar pemukiman dapat ditanami pepohonan atau taman. Ruang terbuka hijau ini sebagai ruang publik yang digunakan untuk tempat berinteraksi sosial sehingga keberadaan ruang terbuka hijau ini mutlak diperlukan dalam perencanaan tata ruang wilayah. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat perubahan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada grafik yang disajikan pada gambar 4.

Gambar 4 Grafik luas kebutuhan ruang terbuka hijau

Grafik diatas terlihat jelas terlihat kekurangan luas ruang terbuka hijau yang terjadi di Kota Tangerang Selatan yakni mengalami kekurangan luas ruang terbuka hijau sebesar 721 ha. Luas ruang terbuka hijau ideal harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah agar dapat memberikan kenyamanan bagi warga di perkotaan.

  • 3.3.    Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 menetapkan tentang ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Kota tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk 1.279.052 pada Tahun 2020. Kecamatan Pamulang merupakan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk cukup tinggi yaitu sebesar 293.560 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 10.946 jiwa/km2. Kecamatan Setu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit jumlahnya yaitu sebesar 79.432 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 5.367 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk memiliki nilai posisif walaupun bersifat fluktuatif, nilai positifnya dari laju pertumbuhan kepadatan penduduk yaitu kepadatan penduduk akan selalu meningkat setiap tahunnya tetapi laju pertumbuhan penduduk berbeda-beda (Setyani et al., 2017). Adapun data jumlah dan kepadatan penduduk di Kota Tangerang Selatan per kecamatan disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan Per Kecamatan

Kecamatan

Penduduk (ribu)

Kepadatan Penduduk per Km2

Setu

79.432

5.367

Serpong

145.654

6.059

Pamulang

293.560

10.946

Ciputat

200.960

10.934

Ciputat Timur

159.933

10.365

Pondok Aren

272.428

9.117

Serpong Utara

127.085

7.124

Jumlah

1.279.052

8.690

Sumber : BPS Kota Tangerang, 2021

Kebutuhan ruang terbuka hijau dari hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan yang dibutuhkan adalah 25.581.040 m2 atau 2.558,104 ha. Kebutuhan ruang terbuka hijau secara umum terlihat di Kota Tangerang Selatan tidak mencukupi baik secara penduduk maupun luas wilayah. Jika jumlah penduduk semakin meningkat maka akan meningkat pula luas lahan terbangun (Setyani et al., 2017). Tabel 5 menyajikan perbandingan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan.

Tabel 5 Perbandingan Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah penduduk

Kebutuhan RTH

Kondisi

Existing

Kekurangan Total

2.558,104 ha

4.224 ha

1.665,896 ha

Sumber : Hasil analisis Data tahun 2020

Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan berdasarkan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan adalah sebesar 2.558,104 ha, sedangkan luas ruang terbuka hijau pada tahun 2020 hanya tersedia sebesar 4.224 ha. Kota Tangerang Selatan masih mengalami kekurangan luas ruang terbuka hijau sebesar -1.665,896 ha, jika dibandingkan dengan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan. Adapun tingkat perubahan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat pada grafik yang disajikan pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5 Grafik luas ruang terbuka hijau berdasarkan Jumlah Penduduk

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan kekurangan yang terjadi di Kota Tangerang Selatan terhadap luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan. Adapun hasil perhitungan luas ruang terbuka hijau masih mengalami kekurangan luas ruang terbuka hijau sebesar 1.665,896 ha. Setiap rumah sebaiknya menanam satu pohon untuk menambah ruang terbuka hijau dan pemerintah juga perlu merelokasi beberapa area pemukiman padat penduduk untuk dijadikan ruang terbuka hijau publik (Arsandrie & Widayanti, 2018). Hasil observasi di lapangan juga menunjukkan jumlah taman publik dan hutan kota masih sangat kurang sehingga ruang terbuka hijau publik perlu di tambahkan agar memenuhi standar keyamanan bagi penduduk Kota Tangerang Selatan.

  • 4.    Simpulan

Luas ruang terbuka hijau yang tersedia pada tahun 2020 di Kota Tangerang Selatan berdasarkan luas wilayah adalah sebesar 4.224 ha. Kebutuhan luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan luas wilayah adalah seluas 4.945 ha. Kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Tangerang Selatan belum tersedia dan masih mengalami kekurangan sebesar 721 ha sedangkan jika dihitung dengan perbandingan jumlah penduduk maka masih kekurangan 1.665,896 ha. Hasil analisis ruang terbuka hijau yang diperoleh dalam penelitian ini menjadi kontribusi bagi wilayah Kota Tangerang Selatan dalam membuat kebijakan dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah Kota Tangerang Selatan. Strategi yang dapat direkomendasikan untuk mencapai ketersediaan ruang terbuka hijau sebesar 30% adalah penguatan pada aspek kelembagaan, dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memaksimalkan penggunaan lahan terlantar dan membentuk satuan tugas pengelolaan ruang terbuka hijau

publik di setiap kelurahan untuk melakukan pembebasan lahan yang seharusnya menjadi lahan ruang terbuka hijau,

  • 5.    Daftar Pustaka

Adawiyah, F.R., Osly, P.J., Tinumbia, N. (2021). Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dikota Administrasi Jakarta Pusat. Jurnal Artesis.1(2):132-138.

Amiruddin, A. (2014). Pengaruh Keberadaan Universitas Haluoleo Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kawasan Andonuohu Kota Kendari. Jurnal Wilayah dan Lingkungan, 2(1):73-88.

Arsandrie, Y., Widayanti, E. (2018). Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo Berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Dan Kebutuhan O2. Sinektika Jurnal Arsitektur. 15(2):93-98.

Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2020. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka 2020. Available online at: www. Kota Kota Tangerang Selatan.bps.go.id (diakses 22 April 2021).

Chang, J., Qu, Z., Xu, R., Pan, K., Xu, B., Min, Y., ... Ge, Y. (2017). Assessing the ecosystemservices provided by urban green spaces along urban center-edge gradients. Scientific Reports, 7, 11226.

Hasriyanti, N., Zulestari, A. & Ruslan, I. (2020). Perubahan Pemanfaatan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhi terhadap Permukiman di Koridor Ambawang. Tataloka, 22(1):94-106. https://doi.org/10.14710/tataloka.22.1.94-107.

Hosaka, T., & Numata, S. (2016). Spatiotemporal dynamics of urban green spaces and human–wildlife conflicts in Tokyo. Scientific Reports, 6, 30911.

Latief ,R., Hidayat, Y.T., Yahya, I. Analisis Perubahan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Mandai Kabupaten Maros. Journal of Urban Planning Studies.   2(1):43-54.

https://ejournalfakultasteknikunibos.id/index.php/jups/article/view/101/68.

Li, F., Sutton, P. C., Anderson, S. J., & Nouri, H. (2017). Planning green space in Adelaide city: Enlightenment from green space system planning of Fuzhou city (2015–2020). Australian Planner, 54, 126–133.

Li, F., Sutton, P., & Nouri, H. (2018). Planning green space for climate change adaptation and mitigation: A review of green space in the central city of Beijing. Urban and Regional Planning, 3:55–63.

Palmer, L. (2018). Urban agriculture growth in US cities. Nature Sustainability, 1:5–7.

Purwadhi FSH . 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Grasindo.

Khasanah, R. A., Priyatmono, A. F. 2018. Studi Kecenderungan Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Kampung Mangkunegaran Surakarta. Sinektika. 15(1):34-39.

Rottle, N. D. (2015). Developing a Regional Open Space Strategy (ROSS) for Central Puget Sound, Washington State, USA. ELSEVIER,          62(2015):133–138.

https://doi.org/10.1016/j.envsci.2016.02.016.

Sandstorm UG, Angelstam P, Mikusinski G. (2006). Ecological diversity of birds in relation to the structure of urban green space. Landscape and Urban Planning, 77:39–53.

Setyan. W., Sitorus, S.R.P., Panuju, D.R.( 2017). Analisis Ruang Terbuka Hijau Dan Kecukupannya Di Kota Depok. Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1):121-127.

Strohbach MW, Lerman SB, Warren PS. (2013). Are small greening areas enhancing bird diversity? Insights from community-driven greening projects in Boston. Landscape and Urban Planning, 114:69-79.

Departemen Pekerjaan Umum. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID). Departemen Pekerjaan Umum.

Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Sekretariat NegaraRepublik Indonesia.

Van den Bosch, M., & Nieuwenhuijsen, M. (2017). No time to lose – Green the cities now. Environment International, 99:343–350.

126 | jurnal arsitektur lansekap

http://ojs.unud.ac.id/index.php/lanskap