MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERTANAHAN
on
MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN
Kadek Dinda Maharani Sedana Putri, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: maharanidinda022@gmail.com
Cokorda Dalem Dahana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: cok_dahana@unud.ac.id
DOI: KW.2022.v11.i10.p3
ABSTRAK
Tujuan dari pada penelitian yang dilaksanakan yaitu guna mengetahui bagaimana kekuatan hukum mediasi menjadi bagian alternatif menyelesaikan sengketa pertanahan dan mengetahui faktor apa saja yang mengakibatkan para pihak yang bersengketa menentukan pilihan penyelesaian sengketa pertanahan lewat mediasi. Untuk penelitian yang dilaksanakan metode yang dipakai yaitu jenis penelitian yuridis normatif. Adapun sifat penelitian yang dilaksanakan adalah deskriptif analisis, dengan menggunakan sumber data primer yang diambil menggunakan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian diketahui bahwa mediasi yang terkandung pada UU No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif bisa dipakai sebagai upaya penyelesaian sengketa pertanahan dengan 3 tahapan proses mediasi. Sengketa yang sudah terselesaikan lewat mediasi, selanjutnya ditindak atas dasar kesepakatan bersama dan dibuatkan akta perdamaian oleh BPN selaku mediator. Kemudian penyelesaian melalui mediasi memiliki kekuatan hukum berdasarkan Pasal 1858 Ayat (1) dan (2) KUHPerdata dan Pasal 130 Ayat (2) HIR yang mengungkap kepastian hukum bahwasannya akta perdamaian serupa dengan putusan hakim (Pengadilan) yang mengikat dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kemudian faktor yang menyebabkan para pihak mengambil mediasi dalam menyelesaikan sengketa pertanahan dikarenakan biaya yang relatif murah dan hemat waktu karena penyelesaiannya terbilang cepat dan pasti dibandingkan melalui proses litigasi. Kerahasiannya terjamin, dikarenakan mediasi diselenggarakan tertutup dengan makna tidak semuanya orang dapat menghadiri ataupun menyaksikan selaras perkara di Pengadilan, yang dimana seluruh orang dapat melihat proses yang terjadi sebab sifat yang berbuka untuk umum.
Kata Kunci: Mediasi, Normatif, Primer, Tanah.
ABSTRACT
The purpose of this study is to find out how the legal power of mediation is as an alternative to land dispute solve and to find out the factors that cause the disputing parties to choose land dispute resolution through mediation. The method used in this study was study juridical normative. As for the nature research conducted is descriptive analysis, using primary data sources taken using library research. The results of the study found that regulated mediation in Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and completion Dispute Alternative could used as effort solution dispute land with 3 stages of mediation process. Disputes that have solved through mediation, next be prosecuted based on deal together and made deed peace by BPN as a mediator. Then solution through mediation have strength law based on Article 1858 Paragraphs (1) and (2) of the Civil Code and Article 130 Paragraph (2) HIR which provides certainty law that deed peace similar with binding judge 's decision and have strength law fixed. Then the factor that cause the parties to choose mediation in resolving land disputes are because the costs are relatively cheap and save time because the resolution is fast and definite compared to the litigation process. Confidentiality is guaranteed, because the mediation is carried out in a closed manner, meaning that not everyone can attend or witness such a case in the Court, where everyone can witness the process because it is open to the public.
Keywords: Mediation, Normative, Primary, Soil.
Tanah termasuk suatu sumber kehidupan untuk semua mahluk hidup. Kebutuhan individu yang semakin meningkat akan tanah, dipergunakan untuk pemukiman maupun sebagai sumber mata pencaharian dalam bidang pertambangan, pertanian, perekonomian, ataupun di bidang perikanan sebagai sumber penghidupan. Ketergantungan manusia yang demikian besar pada tanah yang tidak seimbang dengan tanah yang tersedia, menyebabkan konsekuensi terhadap keterkaitan antar manusia dengan obyek tanah, serta kaitan tanah dengan tanah. Melalui kesadaran makna penting tanah untuk kehidupan manusia, menandakan seberapa penting penataan dan pengaturan terhadap sektor pertanahan supaya bisa diarahkan demi mencapai kesejahteraan dan kemakmuran serta kedamaian untuk rakyat Indonesia secara menyeluruh. Dengan demikian hukum keagrarian di Indonesia sudah ada pada UU Nomor 5 Tahun 1960 mengenai “Pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ataupun yang populer dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)”.
Ketersedian tanah dengan jumlah terbatas tidak setara dengan kebutuhan manusia pada saat ini mengakibatkan timbulnya konflik pertanahan. Sengketa pertanahan ialah masalah yang banyak muncul senada dengan petambahan penduduk, pembangunan yang terus berkembang, akses beragam pihak yang makin luas guna mendapat tanah sebagai persediaan modal untuk beragam kepentingan. Luas dan jumlah tanah yang tak seimbang dengan keperluan penggunaan yang makin naik mengakibatkan tanah meempunyai makna krusial, oleh karenanya terlibatnya negara lewat aparatnya pada susunan hukum pertanahan tergolong sesuatu yang mutlak1.
Permasalahan bidang pertanahan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Kenyataan ini menyebabkan masalah di bidang pertanahan. Diantara wujud masalah yang banyak terjadi yaitu tumpeng tindih lahan ataupun dinamakan sertifikat ganda. Beragam upaya dilaksanakan agar ditemukan solusi guna menangani permasalahan ini. Ada banyak upaya yang bisa dijalankan seluruh pihak yang bersengketa agar didapat jalan keluar ataupun solusi atas sengketa pada pertanahan. Untuk pihak yang berperkara bisa memutuskan dalam mengambil jalur non litigasi dan/ ataupun litigasi. Jalur litigasi yang melewati Lembaga peradilan yakni PTUN dan Peradilan Umum. Sementara jalur non litigasi bisa dijalankan dengan negoisasi, rekonsilisasi, mediasi, dan arbitrase.
Mediasi adalah proses menyelesaikan konflik pada dua pihak ataupun lebih lewat mufakat ataupun perundingan dibantu pihak netral (pihak ketiga) yang tidak berwenang mengambil keputusan.2 Diantara alternatif guna mengatasi sengketa pada pertanahan lewat mediasi, yang difasilitasi oleh kantor pertanahan. Kedudukan yang sama diberikan oleh mediasi dan upaya guna menentukan hasil akhir atas perundungan yang diraih berdasar kesepakatan bersama dengan tidak ada paksaan ataupun tekanan dari beragam pihak.3
Merujuk apa yang tercantum pada Pasal 23 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 10 Tahun 2006 mengenai Badan Pertanahan Nasional menjelaskan pada BPN khususnya Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa, serta Konflik menjalankan guna penyelenggaraan altenatif pemecahan permasalahan, konflik dan sengketa pertanahan lewat fasilitasi, mediasi, dsb. Ketentuan Pasal 23 e Perpres RI No. 10 Tahun 2006 menampilkan kebijakan pemerintah memakai mediasi sebagai langkah menyelesaikan sengketa pertanahan. Sebelum diterbitkan Perpres RI Nomor 10 Tahun 2006, secara mendasar musyawarah mufakat termasuk langkah menyelesaikan sengketa pertanahan.
Penyelesaian lewat mediasi ini bertujuan disamping masalah konflik pertanahan bisa terlesaikan, dikatakan mediasi lebih efektif dalam menangani masalah pembiayaan litigasi yang besar, perkara yang ditunda terlampau lama dan litigasi yang tidak efisien, waktu yang ringkas, dengan sebuah syarat ketentuan bahwa para pihak dalam sengketa pertanahan bisa menyepakati dengan perasaan adil.4 Disamping mediasi bergantung pada kemampuan mediator, berhasil tidaknya mediasi ini menyesuaikan dua belah pihak yang terkait disamping paham terkait subtansi yang dipermasalahkan, terdapat harapan juga paham berkenaan mediasi sebagai bagian alternatif demi menyelesaikan kasus pertanahan5. Mekanisme penyelenggaraan mediasi termasuk bagian alternatif menyelesaikan sengketa tanah yang penyelenggaraan didalamnya butuh dioptimalkan supaya mempunyai kepastian hukum dan lebih efisien.
Mediasi berdasar hukum Islam dinamakan sulhu, diungkap pada Al-Qur’an Q.S. al-Hujurat; 9, pemahannya diperoleh lewat ijtihad (tafsir) memakai metode qiyas. Masyarakat sangatlah aktif dalam memanfaatkan mediasi, sebab sebagai wujud kesepakatan perdamaian, kebaikan para pihak serta kekeluargaan.6 Pihak-pihak yang terlibat konflik pertanahan memakai mediasi sebagai bagian alternatif demi menyelesaikan konflik, sehingga persaudaraan tetap terjaga dan terbentuk serta tidak terdapat pihak yang merasa kehilangan atau merugi.7 Jenis sengketa yang terselesaikan lewat mediasi mencakup alas hak palsu, sertifikat palsu, sengketa batas, serobotan tanah, jual berulang, sengketa waris, salah ukur, sertifikat ganda, tumpang tindih, salah letak, Ayat Jurnal Penyesuaian (AJP) palsu dan penyeleggaraan putusan. Alasan dipilihnya proses mediasi oleh masyarakat guna menyelesaikan sengketa pertanahan pada proses penyelenggaraan mediasi ini yakni lebih mudah, cepat dan biaya lebih ringan, dan yang terpenting tidak perlu melibatkan pertengkaran didalamnya dan ada kejelasan saat putusan akhir.8
Proses menyelesaikan sengketa tanah lewat mediasi mencakup sejumlah tahapan dan proses mediasi ini mencakup sejumlah proses yakni pra mediasi, pemilihan prosedur mediasi, pengumpulan serta analisis informasi dari motif permasalahannya,
penyusunan rencana mediasi dan pembangunan kerjasama dan kepercayaan di antara para pihak. Terkait penyelenggaraan mediasi memuat kelemahan. Kekuatan putusan media yang mengikat dianggap sebagai kelemahan mediasi itu sendiri.9 Menteri Agraria Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 tahun 2020 mengenai Penyelesaian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Butuh pengembangan mediasi pertanahan sebab termasuk cara menyelesaikan perselisihan kasus pertanahan lewat musyawarah/perundingan agar diperolehnya kata sepakat dari dua belah pihak serta bantuan oleh Mediator dari Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Akan tetapi pada kebijakan ini belum memberikan kejelasan mengenai panduan pengoperasian serta arahan teknis sehingga lebih konkrit. Demi membuat peningkatan kapabilitas dan kapasitas para Mediator butuh terus dilaksanakan pendidikan dan pelatihan Mediator supaya lebih profesional saat penanganan dan penyelesaian beragam kasus pertanahan.10
Berdasarkan latar belakang tersebut diketahui bahwasannya diperlukan adanya kajian lebih lanjut terkait dengan penggunaan metode mediasi dalam penyelesaian masalah, utamanya sengketa tanah. Materi ini peneliti anggap menarik karena tingkat kasus sengketa tanah yang cukup tinggi, dan tingkat keberhasilan penggunaan metode mediasi yang terbilang tingkat keberhasilannya belum jelas. State of the art dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh Asmawati dengan judul “Mediasi Salah Satu Cara Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan”. Perbedaan pada penelitian sebelumnya yaitu terdapat faktor yang menjadikan para pihak memilih mediasi dalam penyelesaian sengketa pertanahan. Dengan demikian, penelitian ini memiliki orisinalitas sebagai bahan perbandingan dari penelitian sebelumnya. Oleh kerena itu penulis berupaya mengangkat permasalahan dengan judul "Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan”.
-
a. Bagaimana kekuatan hukum mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa pertanahan?
-
b. Faktor apa saja yang menyebabkan para pihak yang bersengketa memilih penyelesaian melalui mediasi?
Harapan dari pada penelitian ini yakni guna mengetahui bagaimana kekuatan hukum mediasi sebagai bagian menyelesaikan sengketa pertanahan dan mengetahui faktor apa saja yang mengakibatkan pihak-pihak yang terlibat sengketa memutuskan penyelesaian sengketa pertanahan lewat mediasi.
Metodelogi penelitian yang dipakai berjenis yuridis normatif. Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder dengan menjabarkan doktrin dan asas-asas untuk ilmu hukum yang kemudian data terkait diperoleh berdasar proses melaksanakan kajian peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan pustaka dan
literature hukum lainnya. Penelitian ini pun fokus akan kajian terhadap asas-asas hukum yang menjadi hal mendasar sebagai sebuah pedoman hukum. Jenis pendekatan dilakukan secara kualitatif dengan mengedepankan prinsi-prinsip hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan syarat proseduralnya (mekanisme).
Penelitian yang dilaksanakan bersifat deskriptif analisis yang memberikan gambaran ataupun pemaparan agar diperoleh deskripsi lengkap mengenai kondisi hukum yang diberlakukan di wilayah tertentu. Menganalisis faktor yang mengakibatkan para pihak memutuskan atau mengambil dalam penyelesaian sengketa tanah lewat mediasi serta menganalisis bagaimana kekuatan hukum mediasi menjadi alternatif menyelesaikan sengketa pada pertanahan. Bahan hukum primer berwujud Peraturan Perundang-Undangan yang ada serta bahan hukum sekunder yang diperoleh berasal dari bahan kepustakaan, berupa jurnal, buku, karya tulis, pandangan ahli, dan internet yang digunakan untuk melengkapi data primer. Pengolahan analisis data secara sistematis dilaksanakan analisis deskriptif kualitatif yakni menelaah dan meneliti data-data yang ada untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Lewat analisa bahan-bahan hukum yang sudah didapat lewat Teknik argumentasi, Teknik deskripsi, dan Teknik evaluasi.11
Pengertian sengketa berdasar KBBI yaitu beragam hal yang mengakibatkan pertengkaran, perbedaan pendapat, pertikaian, pembantahan, perselisihan. Berkaiatan dengan definisi sengketa pertanahan bisa terlihat berdasar dua bentuk definisi yakni berdasar ahli hukum dan definisi oleh peraturan perundang-undangan. Berdasar paparan ahli hukum yakni Rusmadi Murad mengenai sengketa hak atas tanah, yakni munvulnya konflik hukum yaitu berawal sejak adanya laporan sebuah pihak (badan ataupun orang) yang memuat tuntuan dan keberatan hak atas tanah, termasuk atas prioritas, status tanah, atau kepemilikann yang diharapkan dapat diselesaikan secara administrasif menyesuaikan dengan ketetapan peraturan yang sudah berlaku.12
Berdasar paparan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 1 tahun 1999 mengenai Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan Pasal 1 Angka 1 yakni Sengketa Tanah yaitu berbedanya pandangan terkait, keabsahan sebuah hak, pendaftaran serta pemberian hak tanah, mencakup peralihannya disertakan bukti hak didalamnya, diantara pihak yang terkait dengan institusi di lingkungan BPN sengketa yang ada antara perorangan pada masyarakat termasuk secara kelembagaan ataupun pribadi.
Berdasar definisi sengketa pertanahan ditemukan 2 istilah yang terkait yakni konflik pertanahan dan sengketa pertanahan. Merujuk Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 mengenai Pengelolaan dan penanganan Kasus Pertanahan membedakan definisi keduanya pada Pasal 1 Angka 2 diungkap “Sengketa pertanahan yang dikatakan sebagai perselisihan pertanahan antar badan hukum, perseorangan, ataupun institut yang tidak berimbas luas secara sosio politis. Sementara sengketa tanah yang
singkatannya konflik yakni perselisihan yang timbul dari kelompok, perseorangan, organisasi, badan hukum, ataupun lembaga dengan cenderung ataupun secara sosiopolitis telah mempunyai dampak luas”. 13
Objek sengketa tanah mencakup tanah millik perseorangan ataupun badan hukum, tanah aset negaara ataupun pemda, ulayat dan tanah adat, tanah negara, tanah perkebunan, tanah eks hak nasional, serta kepemilikan lainnya. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya sengketa dan konflik pada pertanahan salah satunya dikarenakan keterbatasan sumber manusia, kebijakan satu peta yang belum optimal, kelangkaan pada tanah, belum begitu tertib dalam penyelenggaraan administrasi pada kantor pertanahan. Menurut peneliti, berkembangnya pembangunan bisa melahirkan benturan kepentingan yang bisa memicu adanya sengketa.14
Penyelesaian sengketa pertanahan bisa diselesaikan lewat dua jalur yakni;
Sengketa pertanahan diselesaikan lewat jalur litigasi bisa dilaksanakan pada Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Peradilan Umum atas dasar Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2004 mengenai perubahan atas Pasal 2 UU No. 2 Tahun 1986 yaitu bagian pelaku kekuasaan kehakiman kepada rakyat yang mencari keadilan secara umum. Peradilan umum mempunyai kewenangan mempertimbangkan terhadap perkara dan lingkup perdata dan pidana.
Sengketa yang diselesaikan lewat jalur non litigasi yakni Negoisasi, Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase:
-
a) Negoisasi, yang berarti perundungan dan orang yang melakukan negoisasi disebut negoisator. Negoisasi atau perundingan dilaksanakan oleh kedua belah pihak yang saling terlibat pada perselisihan dalam melaksanakan pembicaraan demi meraih kesepakatan bersama yang saling memberi keuntungan seluruh pihak lewat upaya saling terbuka dan cara kooperatif.15
-
b) Konsilisasi sebagai usaha menyelesaikan sengketa lewat cara mengikutsertakan pihak ketiga yang meiliki wewenang dalam memaksa para pihak agar menjalankan dan mematuhi sesuatu yang diputuskan oleh pihak ketiga itu.
-
c) Mediasi ialah usaha menuntaskan sengketa pihak terlibat dengan mencapai kesepakatan bersama lewat mediator yang sifatnya objektif dan tidak memunculkan simpulan ataupun kepastian untuk para pihak, namun menjadi penunjang fasiliator agar terlaksana dialog antar belah pihak secara jujur, serta mengutarakan opini demi menggapai mufakat.
-
d) Arbitrase, yakni menyelesaikan sebuah perselisihan oleh seseorang ataupun sejumlah orang arbiter yang bersamaan ditunjuk oleh pihak yang bersangkut perkara tanpa penyelesaian lewat pengadilan. Sedangkan definisi arbitrase berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 yakni
“Upaya dalam menyelesaikan sebuah perkara perdata di luar peradilan umum yang berpijak pada perjanjian arbitrare diciptakan oleh belah pihak terkait secara tertulis”
-
3.2 Faktor yang Menyebabkan Para Pihak Bersengketa memilih Mediasi dalam Menyelesaikan Sengketa Pertanahan
-
a. Pengertian Mediasi
Mediasi termasuk bagian metode menyelesaikan sengketa non litigasi ataupun diluar pengadilan dan harapannya bisa diselesaikan secara efisien, efektif dan cepat. Berdasar paparan16 Mediasi ialah sebuah proses menyelesaikan sengketa dari kedua pihak ataupun lebih lewat cara mufakat ataupun perundingan dibantu pihak netral yang tidak memegang kewenangan mengambil keputusan. Secara mendasar penyelesaian sengketa lewat mediasi ialah proses menyelesaikan sengketa atas dasar perundingan dan persepakatan yang mengikutsertakan pihak ketiga yang dinamakan mediator. Fungsi mediator yaitu menjadi fasilitator yang sifatnya netral pada mediasi ini mediator tidak memiliki hak dalam mengambil keputusan sengketa itu. Mediator sekadar memberi bantuan pada pihak sengketa lewat pemberian solusi yang bisa menjadi pembuka pikiran para pihak untuk menyelesaikan sengketa. Mediasi mempunyai tujuan guna meraih kesepakatan yang bisa disetujui para pihak yang terlibat sengketa agar segera berakhir.
Menurut Joni Emirzon menjelaskan tahapan pada mediasi yakni17 :
-
1) Mengambil keputusan;
-
2) Tawar–menawar memecahkan permasalahan;
-
3) Saling membagi dan mengumpulkan informasi;
-
4) Pembentukan forum
Sesudah penetapan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 mengenai Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, kemudian disebut Keputusan Kepala BPN Nomor 34 Tahun 2007 tidak diberlakukannya kembali. Pasal 27 ayat (1) Perkaban 3 Tahun 2011 menjabarkan tahap penyelesaiann sengketa pertanahan, yang mana diantara tahap penanganan ini yakni dilaksanakannya gelar kasus. Jika diurutkan acara Gelar Kaasus merujuk Pasal 34 ayat 6 mencakup awalan, pejabaran kasus, gagasan serta perbincangan, terakhir simpulan serta penutupan
Penerapan melalui mediasi dalam menyelesaikan sengketa tanah sudah implementasikan oleh Badan Pertanahan Nasional, atas dasar Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 mengenai penyelengaraan Penindakan serta Pengkajian Kasus Pada Pertanahan. Pemakaian upaya mediasi guna menyelesaikan sengketa pertanahan yang sudah diselenggarakan oleh BPN sudah sukses menangani sebuah sengketa pertanahan yang diusulkan oleh seluruh pihak yang bersangkutan. Karenanya, bisa dimaknai kesepakatan mediasi sebagai kesepakatan yang sudah dirah kedua belah pihak yang terkait dibantu mediator.
Para pihak yang dibantu mediator berkewajiban melaksanakan perumusan kata sepakat secara tertulis pada Kesepakatan Perdamaian yang ditanda tangani oleh pihak yang bersangkutan serta mediator. Kemudian mediator berkewajiban melaksanakan
kepastian bahwa kesepakatan perdamaian tidak mengandung ketentuan yang berlawanan dengan kesusilaan dan hukum,serta membuat kerugian pihak ketiga ataupun tidak bisa dijalankan. Jika sebuah kesepakatan dicapai maka selaku mediator, pihak BPN bisa membuat akta perdamaian epada dua belah pihak yang terlibat sengketa supaya bisa diketahui kedudukan akta perdamaian yang telah tercantum pada Pasal 130 Ayat 2 HIR yang menyatakan "Bila perdamaian bisa dicapai, kemudian pada persidangan dibuat sebuah surat atau akta mengenai demikian, yang di atasnya ke 2 belah pihak diperintahkan untuk menaati kesepakatan yang sudah dicapai, surat yang berkekuatan serta hendak diwujudkan sebagai putusan biasa" yang berarti kekuatan aturan suatu akta perdamaian bisa menjadi kuat jika terdapat pembentukan suatu keputusan yang memuat suatu akta perdamaian, dibuat oleh dua belahh pihak lewat sebuah kesepakatan yang mencangkup suatu perikatan dibuat di hadapan mediator.
Berdasarkan Pasal 1858 Ayat (1) dan (2) KUHPerdata dan Pasal 130 Ayat (2) HIR yang mana pasal ini menjamin kepasatian hukum bahwasannya akta perdamaian yang mirip seperti putusan hakim (Pengadilan) yang bersifat mengikat serta berkekuatan hukum tetap (res judicata).18 Senada degan Pasal 1858 Ayat (1) dan (2) KUHPerdata dan Pasal 130 HIR/Pasal 154 Ayat (2) dan (3) yang mengandung perjanjian dan perdamaian, menjelaskan kekuatan hukum yang terkandung pada akta perdamaian yakni:
-
a. Akta perdamaian hasil dari mediasi mengantongi kekuatan eksekutorial, sebab pada keputusan damai ini mengandung makna sumpah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Seluruh putusan ataupun akta yang diputuskan didalamnya mengandung irah, maka digolongkan pada akta otentik yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
-
b. Akta perdamaian mengantongi kekuatan bukti ideal, yang maknanya jika akta perdamaian ini menjadi pembuktian, karenanya tidak diperlukan pembuktian lainnya untuk mendukung. Sebab akta perdamaian setara dengan akta otentik yang dibuat pejabat umum lewat putusan perdamaian serta diciptakan dengan terencana agar bisa digunakan serta dijadikan sebagai alat bukti.
-
c. Putusan perdamaian berkekuatan yang setara dengan putusan hakim (pengadilan) di tingkatan akhir, oleh karenanya berkekuatan hukum tetap, serta putusan ini tidak bisa diajukan upaya hukum kasasi ataupun banding. Oleh itu, akta perdamaian ditegaskan dalam putusan perdamain yang sudah dibacaakan di depan persidangann olih majelis hakim sudah mempunyai kepastian hukum yang sama dengan putusan biasa yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Akta perdamaian yang sudah mendapat persetujuan dan tanda tangan dari seluruh pihak yang terlibat sengketa maka wajib dilaksanakan pendaftaran di Pengadilan Negeri pada tenggang waktunya 30 hari semenjak mediasi ini ditandatangani dan disepakati. Jika keduanya yang terlibat sengketa sudah bertanda tangan maka mediator selaku pihak BPN bisa memberi arah pihak yang bersengketa demi pengesahan akta perdamain ke Pengadilan Negeri di depan hakim agar menyerahkan kekuatan hukum dibanding akta perdamaiaan itu. Apabila nantinya ada sengketa pertanahan dari seluruh pihak itu, hal itu tidak bisa kembali terselesaikan secara nonlitigasi ataupun litigasi karena kedua belah pihak sudah mempunyai akta perdamaian yang sudah mendapat kesepakatan di depan meditor (BPN) dan sudah ada pengesahan di depan hakim di Pengadilan Negeri.
Diantara alternatif dalam menyelesaikan sengketa pertanahan yakni lewat upaya mediasi. Sebagai penyelesaian sengketa mediasi dilaksanakan dengan cara yang khas. Dikarenakan proses didalamnya yang relatif sederhana, memerlukan waktu yang singkat dan biaya yang hemat, dikarenakan tidak memerlukan biaya untuk menyewa banyak penasehat hukum. Proses penyelesaian sengketa lewat mediasi sifatnya sederhana dan berfokus pada musyawarah antar pihak yang bersangkutan oleh karenanya hasil yang didapat memberi keuntungan untuk para pihak yang terlibat sengketa.
Mediasi dengan kekuatan hukumnya adalah forum menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan dengan musyawarah melalui prosedur yang sederhana akan tetapi hasil mediasi sifatnya final menjadi pengikat para pihak secara hukum. Dikarenakan hasil atas mediasi dicatat pada akta perdamaian, kemudian juga di daftarkan di Pengadilan. Selain itu penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi bersifat adil melalui musyawarah dan dilakukan secara fleksibel. Karena keputusan telah disepakati oleh dua belah pihak bersengketa menggunakan bantuan mediator yang bersifat objektif serta tak memihak satu sama lain. Karenanya penyelesaian yang sifatnya adil bisa diterima lebih mudah oleh para pihak yang turut serta sengketa dan dilibatkan secara aktif dalam penyelesian sengketanya.
Selain itu faktor internal yang bersumber dari para pihak mempengaruhi keberhasilan dari pelaksanaan mediasi. Ssebab keberhasilan mediasi hanya bisa menemui keberhasilan pihak yang bersengketa memiliki niat yang serupa agar menempuh jalan damai. Mediasi pun memunculkan penyelesaian sengketa yang setara bagi para pihak, oleh karenanya tidak membawa kerugian pihak yang terllibat sengketa.
Mediasi yang termuat pada UU No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif bisa dipakai sebagai upaya menyelesaikan sengketa pertanahan dengan 3 tahap proses mediasi. Sengketa yang sudah terlesesaikan lewat mediasi, selanjutnya ditindak atas dasar kesepakatan bersama dan dibuatkan akta perdamaian oleh BPN selaku mediator. Kemudian penyelesaian melalui mediasi memiliki kekuatan hukum berdasarkan Pasal 1858 Ayat (1) dan (2) KUHPerdata dan Pasal 130 Ayat (2) HIR yang mengungkap kepastian hukum bahwasannya akta perdamaian serupa akan putuskan hakim (Pengadilan) yang mengikat serta mempunyai kekuatan hukum tetap. Sejumlah faktor yang mengakibatkan para pihak memutuskan mediasi untuk penyelesaikan sengketa tanah dikarenakan biaya yang relatif murah dan mempersingkat waktu karena penyelesaiannya yang cepat dan pasti dibandingkan melalui proses litigasi. Kerahasiannya terjamin, dikarenakan mediasi diselengagrakan tertutup artinya tidak banyak orang mampu hadir ataupun menyaksikan misalnya berperkara di Pengadilan, yang mana seluruh orang dapat melihat proses yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aprilia Tri Wahyuni, “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta,” (2013)
M. Yahya Harapah, S.H., “Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika,” (Jakarta, 2015)
H. Zainuddin Ali, M.A., “Metodologi Penelitian Hukum,” (Sinar Grafika: Jakarta, 2016) Rusmadi Murad, “Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah,” (Bandung: Alumni, 1999)
Thalib Hambali(2012), “Sangsi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan,” (Penerbit Kencana Prenada Media, Jakarta)
Jurnal
Asmawati. “Mediasi Salah Satu Cara Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan.” Jurnal Ilmu Hukum (2015).
Hikmah, N. Minin, D. Isnaini. “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan (Analisis Putusan Nomor. 52/PDT.G/2015/PN.RAP).” ARBITER: Jurnal Ilmiah Magister Hukum, 1(2), (2019), 196-204.
Islamiyati. Rofiq, A. Setyowati, R. Hendrawati, D. Musyafah, A.A. “Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam dan Implementasinya di Masyarakat.” Jurnal Hukum Ekonomi Islam, Vol. 2, No.1 , P-ISSN : 2622-0822, E-ISSN : 2614-0004, (2018), 15- 31.
Karomi, D. “Implementasi Mediasi dalam Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta).” Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2015).
Mahuli, J.I. Sianturi, P. “Sosialisasi Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Dibidang Pertanahan di Kelurahan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang” Journal Liaison Academia and Society (J-LAS), Volume: 2, no.2, e-ISSN 2798-0871, p-ISSN 2798-1061, (2022), 114- 122.
Nansi, W.S. “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan Di Indonesia.” Jurnal Pemberdayaan Hukum, Volume 2, Nomor 1, (2012), 48- 55.
Priyanto, Sudibyanung dkk. Praktik Kebijakan Program Strategis Nasional, Kendala dan Peluang”. STPN Press, Yogyakarta, 2020).
Rosy, K.O. Mangku, D.G.S. Yuliartini, N.P.R. “Peran Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Adat Setra Karang Rupit Di Pengadilan Negeri Singaraja Kelas 1B.” Ganesha Low Review, Volume 2, Issue 2, P-ISSN: 2656-9744, E-ISSN: 2684-9038, (2020), 155- 166.
Saputro, B, “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa/Konflik Pertanahan Mediation As An Alternatif For Resolving Land Dispute/Conflicts” Harmeneutika, Vol. 6, No, 1, (2022).
Saputro, B. “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa/Konflik Pertanahan Mediation As An Alternative For Resolving Land Dispute/Conflicts.” Hermeneutika, VOL. 6, NO. 1, p-ISSN 2337-6368, e-ISSN 2615-4439, (2022), 165- 176.
Widiastri, A dkk. “Efektivitas Mediasi Yang Dilakukan Oleh Badan Pertanahan Nasional” Universitas Singaperbangsa Karawang, Vol. XVI Nomor 2, (2021).
Winky Hita Paramartha, I Made, Dan Pemayun, C.A. “Kekuatan Hukum Mediasi Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan.” (Program Kekhususan : Peradilan, Fakultas Hukum Universitas Udayana).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara 2951)
Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional.
Peraturan Kepala BPN RI No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan
Penanganan Kasus Pertanahan.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 10 Tahun 2022, hlm. 1675-1685
Discussion and feedback