PENGATURAN PENGGUNAAN GAS AIR MATA PADA PERTANDINGAN OLAHRAGA
on
PENGATURAN PENGGUNAAN GAS AIR MATA
PADA PERTANDINGAN OLAHRAGA
Yesayas Joel Augusto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
DOI: KW.2023.v12.i02.p4
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hukum manakah yang dikedepankan untuk diterapkan terkait penggunaan gas air mata, apakah Hukum Nasional atau Hukum Internasional yang diterbitkan oleh FIFA. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normative mempergunakan bahan-bahan hukum primer dan sekunder dengan mempergunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Setelah dilakukan pengkajian hasil penelitian Pihak Kepolisian memang berwenang menggunakan gas airmata dalam rangka menjalankan fungsinya untuk menjaga ketertiban masyarakat berdasarkan tahapan ancaman dalam Peraturan Kapolri, serta kejadian ini terjadi setelah pertandingan sepak bola selesai, sehingga kejadian ini tidak termasuk ranah dari FIFA untuk mengatur berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan dari FIFA.
Kata Kunci: Hukum Nasional, Hukum Internasional, Gas Airmata, FIFA, Pihak Kepolisian, Peraturan Kapolri
ABSTRACT
This study aims to examine which laws are put forward to be applied regarding the use of tear gas, whether National Laws or International Laws issued by FIFA. This research was conducted using normative legal research methods using primary and secondary legal materials using statutory regulations and facts approaches. After reviewing the results of the research, the Police were of the opinion that using tear gas was in the context of carrying out its function to protect the society based on the threat stages in the Police Chief Regulations, and this incident occurred after the football match was over, so this incident was not included in the realm of FIFA to be regulated based on Laws and Regulations by FIFA.
Keyword: National Law, International Law, Tear Gas, FIFA, Police Officer, Police Chief Regulations
Tragedi Stadion Kanjuruhan, Kota Malang, Jawa Timur, pada tanggal 1 Oktober 2022, sungguh membuat hati rakyat Indonesia berduka. Dengan jumlah korban jiwa sebanyak 131 serta sekitar 300 orang dirawat karena luka-luka, Indonesia sekarang menempati urutan kedua dalam hal kerusuhan pada pertandingan sepak bola dengan angka jumlah korban tertinggi, sementara posisi pertama masih ditempati oleh Tragedi Stadion Nasional di Peru, dengan korban jiwa berjumlah 328 orang serta 500 orang cedera.1
Diawali dari berjalannya pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya, dengan Arema FC sebagai pihak “home”, dan Persebaya sebagai pihak “away”. Suporter dari Arema FC itu sendiri, atau lebih dikenal dengan sebutan Aremania merasa kecewa karena tim yang didukung kalah 2-3 dari Persebaya. Dengan kekecewaan, mereka turun ke lapangan untuk melampiaskan segala kegundahan, dan bertindak anarkis di tengah lapangan untuk mencari para pemain dan ofisial. Polisi lalu menembakkan gas air mata karena para suporter anarkis, Aremania, menyerang petugas kepolisian hingga merusak sejumlah fasilitas stadion2. Para supporter lalu berusaha keluar dari stadion melalui salah satu pintu keluar, dan menyebabkan terjadinya penumpukan, sehingga memakan korban jiwa.
Insiden ini menarik perhatian FIFA untuk bertindak. Pada 6 Oktober 2022, Presiden Joko Widodo mengirim surat kepada Presiden FIFA, Gianni Infantino melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. FIFA lalu memberi balasan dari surat itu pada 7 Oktober 2022, yang berisi:3
-
a. Tidak ada sanksi yang dijatuhkan oleh FIFA kepada Indonesia dan Tim Nasional Sepak Bola Indonesia
-
b. Dibentuknya kolaborasi antara Pemerintahan Indonesia, FIFA, AFC, dan PSSI dengan tujuan membangun standart keamanan stadion untuk seluruh stadion sepak bola di Indonesia, merumuskan protokol dan prosedur keamanan oleh pihak kepolisian agar sesuai dengan standar internasional, membina dalam diskusi antara klub sepak bola Indonesia dan perwakilan para supporter untuk mendapat masukan dan membentuk komitmen Bersama, peninjauan kembali terkait jadwal pertandingan dan menjalankan risk-benefit analysis, serta mengundang para ahli dengan tujuan dalam hal pembinaan.
-
c. Dibangunnya kantor spesial FIFA di Indonesia
Kepolisian mempunyai wewenang dan aturan tersendiri terkait penggunaan gas air mata yang dimana telah diatur dalam Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009, yang dimana dalam Peraturan tersebut, tercantum bahwa penggunaan gas air mata merupakan salah satu wewenang anggota kepolisian RI untuk menggunakan kekuatan dalam menjalankan tugasnya. Dalam penggunaan kekuatan, terdapat 6 tahapan dikategorikan berdasarkan tingkat bahaya yang dihadapi oleh anggota Kepolisian dalam menjalankan tugasnya. Sehingga gas air mata tidak bisa digunakan sembarangan serta harus sesuai dengan kondisi yang diatur oleh peraturan yang berlaku. Namun, dikarenakan ini pertandingan Sepak Bola, sehingga ini merupakan ranah dari asosiasi sepak bola, yaitu FIFA, yang dimana mempunyai aturan tersendiri terkait penggunaan gas air mata.
FIFA, selaku governing body yang membawahi asosiasi sepak bola seluruh dunia, mempunyai aturan sendiri dalam ranah keamanan dalam suatu pertandingan sepak bola, yaitu dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Pada Pasal 19 Huruf B FIFA Stadium Safety and Security Regulations, tercantum bahwa dalam rangka melindungi pemain dan para ofisial, diperlukan untuk menyebarkan petugas dan/atau polisi, dengan beberapa ketentuan bahwa tidak diperbolehkan penggunaan
senjata api dan crowd control gas (gas pengontrol keramaian). Inilah yang menyebabkan terjadinya konflik norma antara berlakunya instrument hukum nasional dan internasional, yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2009 dan FIFA Stadium Safety and Security. Konflik norma sendiri merupakan keadaan dimana terdapat dua atau lebih norma hukum yang saling bertentangan untuk suatu objek pengaturan yang sama4, dalam kasus Kanjuruhan ini yaitu wewenang anggota kepolisian RI untuk menggunakan gas airmata dalam rangka penggunaan kekuatan dalam menjalankan tugasnya, dengan instrumen hukum dari FIFA yang melarang penggunaan gas untuk mengontrol keramaian.
Terkait topik tragedi Kanjuruhan, beberapa jurnal lain juga sudah membahas namun memiliki perbedaan dari jurnal ini, yaitu:
-
a. Rizka Ayu Nur Aisyah, dkk. (2022),5”Analisis Wacana Kritis Pada
Pemberitaan Tragedi Kemanusiaan Di Stadion Kanjuruhan Di Metro TV”. Kesamaan terdapat pada latar belakang dari jurnal, yaitu berdasarkan kasus Kanjuruhan. Namun apabila dilihat dari abstrak nya, tujuan dari penelititan ini adalah mendeskripsikan penggunaan bahasa, wacana teks, dan aspek sosiokultural pada pemberitaan Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan di Metro TV, bukan untuk memahami pengaturan terkait penggunaan gas air mata menurut Hukum positif baik hukum nasional maupun hukum internasional, mengingat bahwa jurnal karya Rizka Ayu Nur Aisyah, dkk. ini bukan merupakan jurnal hukum.
-
b. Kartika Widya Utama, dkk. (2022),6”Tragedi Kanjuruhan dan
Penyalahgunaan Wewenang Dalam Pelaksanaan Prosedur Administrasi Negara”. Didalam jurnal karya Kartika Widya Utama dkk. ini terdapat pembahasan tentang penyalahgunaan wewenang oleh anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia. Sementara hal yang akan dibahas didalam jurnal ini lebih menjurus kepada penjelasan terkait wewenang yang dimiliki anggota kepolisian dalam penggunaan kekuatan pada saat menjalankan tugasnya, serta mengkaji berdasarkan kasus kanjuruhan apakah anggota kepolisian mempunyai wewenang dalam penggunaan kekuatan tertentu yaitu
penggunaan gas airmata, yang dimana bersinggungan dengan peraturan dari FIFA yang melarang penggunaan gas airmata mengingat kejadian
Kanjuruhan terjadi pasca pertandingan sepakbola.
-
1. Bagaimana pengaturan gas airmata pada pertandingan sepak bola menurut Hukum Indonesia dan dari The Federation Internationale de Football Association (FIFA)?
-
2. Pada kasus Kanjuruhan, apakah penggunaan Gas Air Mata pada pertandingan sepakbola sudah sesuai dengan aturan hukum di Indonesia dan peraturan FIFA?
-
1. Memahami pengaturan gas airmata pada pertandingan sepak bola menurut Hukum Indonesia dan dari The Federation Internationale de Football Association (FIFA).
-
2. Mengkaji apakah penggunaan Gas Air Mata pada pertandingan sepakbola sudah sesuai dengan aturan hukum di Indonesia dan peraturan FIFA pada kasus Kanjuruhan.
-
II. Metode Penelitian
Metode penelitian memuat jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber bahan hukum maupun sumber data, Teknik pengumpulan bahan hukum, teknik pengumpulan data, serta metode analisis bahan hukum maupun analisis data. Tulisan yang menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang berarti penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.7 Metode pendekatan yang digunakan diantaranya: statute approach, yang merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan8 terkait, conceptual approach yang merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum yang apabila dipelajari oleh peneliti maka peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.9 Tehnik penelusuran bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif.
Gas air mata merupakan salah satu senjata kimia yang berwujud gas, serta biasanya digunakan untuk menjaga ketertiban massa, namun dapat berdampak pada gangguan penglihatan serta pernapasan. Bentuknya sendiri bisa seperti semprotan, ataupun seperti granat untuk dilempar.
Bagi orang yang terpapar gas airmata, akan mengalami beberapa kemungkinan gejala, baik jangka pendek, maupun panjang, seperti gangguan pada pernapasan, gangguan pada kulit, pencernaan, gangguan pada mata, peredaran darah, atau bahkan kematian, terutama pada kasus yang terpapar tingkat tinggi.10
Gas air mata digunakan sebagai senjata dalam rangka pengendalian kerusuhan. Pihak Kepolisian merupakan penegak hukum yang menggunakan gas air mata sebagai pengendali kerusuhan, sebagai bagian dari tugas nya, serta sudah diatur dalam Undang-Undang yang berlaku (hukum positif). Namun ada juga beberapa masyarakat menggunakan gas air mata untuk perlindungan pribadi.
Pada masa Perang Dunia yang pertama, gas airmata digunakan dalam perang kimia. Namun dikarenakan gas airmata tidak mempunyai efek jangka Panjang dan tidak terlalu melumpuhkan, gas air mata mulai digunakan oleh lembaga penegak hukum sebagai sarana pengendali massa.11
Apabila terpapar gas tersebut, ada berbagai cara untuk setidaknya meredakan gejala. Irigasi atau membilas dengan air merupakan pertolongan pertama apabila terasa seperti terbakar di mata.12 Seluruh bagian tubuh harus dibersihkan supaya tidak ada partikel yang tersisa menempel pada permukaan kulit. Serta jangan lupa mencuci pakaian yang dipakai pada saat terpapar seperti baju, celana, dan alas kaki. Ada juga alternatif untuk menghilangkan cairan semprotan yaitu dengan menggunakan hair dryer atau kipas angin. Disarankan juga untuk menggunakan pasta gigi ataupun soda kue, untuk mencegah zat-zat yang menempel dekat pada alat pernapasan supaya tidak terhirup.13
Adapun payung hukum terkait penggunaan gas air mata yang digunakan sebagai landasan/perlindungan terkait penggunaan nya di masyarakat, yang dinyatakan dalam Pasal 5 Peraturan KAPOLRI Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Dari pasal ini bisa disimpulkan bahwa penggunaan kekuatan terdiri dari 6 tahap, dari penggunaan kekuatan yang berdampak pencegahan sampai penggunaan senjata api guna menghentikan tindak kejahatan. Serta terkait penggunaan gas air mata berada pada tahap 5, yang merupakan pengendalian dengan senjata tumpul dan senjata kimia yang sesuai dengan standart Kepolisian RI.
Dari uraian Pasal 5 diatas diketahui bahwa penggunaan gas air mata oleh kepolisan hanya boleh menggunakan gas air dalam keadaan tertentu saja, apabila kepolisian sudah melakukan tindakan-tindakan satu sampai empat sebagaimana ditentukan dalam tahapan diatas.
Pihak kepolisian dalam penggunaan kekuatan diatur dalam Pasal 7 Peraturan Kapolri No 1 Tahun 2009. Dalam pasal ini dapat disimpulkan bahwa anggota kepolisian dalam penggunaan kekuatannya dalam rangka menjalankan tugas, harus disertai dengan komunikasi verbal terhadap orang-orang terkait di tempat, bisa berupa perintah, bujukan, ataupun peringatan sebagai hal preventif dalam menghentikan pelaku tindak pidana.
Dalam pasal ini pula diatur tentang tahapan penggunaan kekuatan Kepolisian sesuai dengan setiap tingkatan bahaya ancaman yang dihadapi anggota Kepolisian yang bersangkutan. Terdapat 5 tahapan dalam pasal tersebut, dari menggunakan tangan kosong, sampai penggunaan senjata api. Bisa disimpulkan bahwa dalam pasal ini, anggota kepolisian dalam penggunaan kekuatan nya mempunyai tahapan berdasarkan tindakan-tindakan oleh pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat mengancam anggota kepolisian yang bersangkutan. Tindakan-tindakan oleh tersangka tersebut dibagi menjadi tindakan pasif, aktif, agresif, serta agresif yang bersifat segera.
Kepolisian juga mempunyai beberapa batasan untuk menggunakan kekuatan dalam menjalankan tugas kepolisian. Namun disaat yang bersamaan masyarakat memerlukan jaminan terkait keamanan jiwa dan raga serta terhindar dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh siapapun.14
Namun dikarenakan ini merupakan ranah dari persepakbolaan, adapun payung hukum perihal penggunaan gas air mata menurut FIFA, yang terdapat pada Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada bagian b:) No firearms or “crowd control gas” shall be carried or used (Melarang penggunaan senjata api atau gas untuk penertiban kerumunan di stadion).
Maka bisa disimpulkan bahwa memang benar pihak Kepolsian RI mempunyai wewenang dalam penggunaan gas air mata berdasarkan ketentuan yang sudah dibahas sebelumnya, namun berdasarkan ketentuan yang sudah dibahas juga, FIFA, selaku asoiasi induk sepak bola melarang penggunaan gas airmata, atau yang mereka sebut “crowd control gas”.
-
3.2 . Kesesuaian Hukum Indonesia dan Peraturan FIFA terkait penggunaan gas air
Mata Pada Pertandingan Olahraga Berdasarkan Kejadian Kanjuruhan
Sebagaimana diketahui, Polri mempunyai wewenang untuk menggunakan gas airmata dalam rangka pencegahan akan terjadinya tindak pidana. Namun wewenang tersebut bertentangan dengan Regulasi FIFA yang dinyatakan dalam Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Regulations, terkait peristiwa Kanjuruhan. Sebagaimana berdasarkan keterangan Kapolri, menurut artikel Nasional Tempo, para supporter anarkis mulai turun ke tengah lapangan mengincar para pemain dan ofisial, sehingga pihak kepolisian menggunakan kekuatannya untuk menertibkan situasi supaya tidak terjadi kerusuhan yang lebih parah, dan mengamankan para pemain. Serta untuk mencegah semakin banyak penonton yang turun ke lapangan, beberapa personel menembak gas air mata.15
Dilansir dari detiknews, permasalahan terjadi saat setelah pertandingan sudah usai, para penonton kecewa dikarenakan melihat tim yang didukung tidak pernah kalah selama 23 tahun bertanding di kandang sendiri16, sebagaimana keterangan dari konferensi pers di Polres Malang.
Dilansir detikJatim, Minggu (2/10/2022), para supporter mulai memasuki lapangan dikarenakan kekecewaan mereka oleh karena kekalahan tim yang didukung,
lalu bertindak anarkis di lapangan dengan mencari ofisial dan para pemain setelah pertandingan selesai. Dalam rangka menjalankan tugas nya, yaitu menjaga keamanan dengan melakukan pencegahan terhadap kerusuhan yang disebabkan oleh para suporter yang turun ke lapangan serta melindungi para pemain dan ofisial, Pihak Kepolisian lalu menembakkan gas air mata kearah para suporter anarkis tersebut. Aremania, kata Nico selaku Kapolda Jatim, menyerang petugas kepolisian hingga merusak sejumlah fasilitas stadion.17
Berdasarkan lansiran berita diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan gas airmata oleh Pihak Kepolisian RI pada saat itu dikategorikan sebagai situasi darurat atau urgent, karena berpotensi untuk mengakibatkan kericuhan dalam jangkauan yang lebih luas, karena sudah tidak dapat dikendalikan. Berdasarkan lansiran berita diatas pula, permasalahan Hukum yang dapat diambil adalah diperkenankannya oknum kepolisian untuk menggunakan Gas Air Mata dalam keaadan tertentu, yaitu pengendalian kerusuhan, karena berpotensi mengganggu ketenteraman masyarakat. Sedangkan pada peraturan FIFA, yang sudah dibahas sebelumnya, melarang penggunaan gas air mata pada pertandingan sepak bola.
Dalam menjalankan tugasnya untuk menegakkan hukum pidana, wewenang anggota Kepolisian terdapat dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana, serta Pasal 16 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI,18 yang dimana didalam peraturan tersebut, Pihak Kepolisian mempunyai tugas untuk melindungi masyarakat, serta memelihara ketertiban. Maka polisi memiliki wewenang untuk menggunakan kekuatan apabila keadaan sudah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, karena berdasarkan kasus Kanjuruhan, para fans dari Arema sudah mulai anarkis. Sehingga berdasarkan tahapan penggunaan kekuatan, Pihak Kepolisian mempunyai wewenang untuk menggunakan gas air mata.
Anggota kepolisian dalam menjalankan seluruh tugas nya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah Etika Profesi dalam Kepolisian, hal ini tekait dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 kewajiban menjunjung tinggi HAM. Didalam profesi kepolisian, terdapat etika yang merupakan batasan-batasan atau peraturan dalam segala aspek saat menjalankan tugas kepolisian untuk menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang terlibat dalam profesi di kepolisian tersebut.19
Dalam hal kasus Kanjuruhan apabila dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang oleh Oknum Kepolisian, maka pertanggungjawaban polisi terhadap penyalahgunaan kekuatan, dalam hal ini penggunaan gas airmata dalam menjalankan tugasya adalah penyelesaiannya melalui Sidang kode etik kepolisian, serta apabila penyalahgunaan yang terjadi terdapat pada ranah administrasi, maka oknum dari kepolisian yang bersangkutan akan diproses melalui sidang kode etik. Sanksi yang bisa dikenakan juga beragam, seperti pemecatan baik secara hormat maupun tidak, serta Pendidikan ulang prodesi. Apabila seorang anggota Kepolisian menyalahgunakan gas airmata sehingga
menyebabkan luka pada seseorang, atau bahkan menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, akan di proses dalam peradilan pidana, dan dapat dijatuhi sanksi berupa pidana pokok dan tambahan.20
Mengenai peraturan FIFA yang mengatur tentang pelarangan pemakaian “crowd control gas”, aturan tersebut berlaku pada “Field of Play”, yang dimana merupakan area dijalankan nya pertandingan. Sesuai dengan Pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security Regulations, mengatur bahwa “In order to protect the players and officials as well as maintain public order, it may be necessary to deploy stewards and/or police around the perimeter of the field of play (Dalam rangka melindungi para pemain dan para official, dan juga menjaga keamanan publik, perlu adanya para petugas dan/atau polisi di sekeliling perimeter field of play). Field of Play itu sendiri, diatur dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations, yang dimana merupakan permukaan untuk bermain yang dimana mematuhi aturan permainannya, dan merupakan tempat dimana pertandingan dijalankan di area stadium, termasuk semua area dibelakang garis gawang dan garis sentuh.
Sehingga aturan ini sudah tidak berlaku lagi karena berdasarkan kajian diatas, peristiwa pelemparan gas air mata oleh Pihak Kepolisian adalah pada saat kerusuhan yang terjadi setelah pertandingan selesai, yang dimana membuat area stadion bukanlah merupakan “Field of Play”, karena sedang tidak ada pertandingan yang berlangsung.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
-
4. Kesimpulan
Gas airmata merupakan salah satu alat yang dipakai oleh pihak kepolisian, dalam rangka penggunaan kekuatan untuk menertibkan keadaan sesuai dengan tahap-tahap ancaman yang tertera pada Undang-Undang terkait. Namun dalam ranah sepakbola, penggunaan gas airmata dilarang dalam instrument hukum FIFA pada pertandingan sepak bola. Namun dalam kasus Kanjuruhan ini, Pihak kepolisian berwenang menggunakan wewenang penggunaan gas air mata, karena dalam keadaan yang membahayakan masyarakat, serta aturan FIFA terkait pelarangan gas airmata tidak berlaku, karena kerusuhan berlangsung setelah pertandingan selesai, bukan pada saat dijalankannya pertandingan sepak bola.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji. 2003. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Marzuki, Peter Mahmud. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Kencana.
JURNAL
Ayu Nur Aisyah, Rizka, dkk. “Analisis Wacana Kritis Pada Pemberitaan Tragedi Kemanusiaan Di Stadion Kanjuruhan Di Metro TV”. Alinea 2 No.3 (2022): 420432.
Nurfaqih Irfani. “Asas Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior: Pemaknaan, Problematika, dan Penggunaanya dalam Penalaran dan Argumentasi Hukum”. Jurnal Legislasi Indonesia 16 No. 3 (2020): 3015-325.
Rothenberg, C., Achanta, S., Svendsen, E. R., Jordt, S. E. (Agustus 2016). Laskin, J. D., ed. "Tear gas: an epidemiological and mechanistic reassessment". Annals of the New York Academy of Sciences 1378 No. 1 (2022): 96-107.
Schep, L. J., Slaughter, R. J., McBride, D. I.. "Riot control agents: the tear gases CN, CS and OC-a medical review". Journal of the Royal Army Medical Corps 161 No. 2 (2015): 94– 99.
Widya Utama, Kartika, dkk. “Tragedi Kanjuruhan dan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Pelaksanaan Prosedur Administrasi Negara.” Masalah-Masalah Hukum 51, No. 4 (2022): 414-421.
SKRIPSI
Manalu, Petrus Kanisius Noven. 2014. Skripsi: Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Rangka Meningkatkan Profesionalitas Kinerjanya. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta
Sinaga, Majin Harianto. (2020). Skripsi: Pertanggungjawaban Polisi Terkait
Penyalahgunaan Senjata Kimia Berupa Gas Air Mata Dalam Menjalankan Tugas Kepolisian. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
Situmorang, Lundu Harapan. (2016). “Fungsi Kode Etik Kepolisian Dalam Mencegah Penyalahgunaan Wewenang Sebagai Aparat Penegak Hukum”. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
ARTIKEL ONLINE
Colaboradores. 2017. Prof USB Mónica Kräuter, Cómo reaccionar ante las bombas lacrimógenas. Tururutururu (26 Mei).
https://web.archive.org/web/20190728115412/http://tururutururu.com/prof -usb-monica-krauter-como-reaccionar-ante-las-bombas-lacrimogenas/
Detik News. 2022. Tragedi Stadion Kanjuruhan: Kronologi, Penyebab dan Korban. DW. https://www.dw.com/id/kerusuhan-kanjuruhan/a-63310801
Lukman, Edward. 2022. Tragedi Kanjuruhan. Surat Pembaca (2 Oktober).
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/10/12/tragedi-kanjuruhan-2.
Saputra, Eka Yudha. 2022. Kronologi Tragedi Kanjuruhan Malang yang Dipaparkan Kapolri. Tempo.co. (6 Oktober).
https://nasional.tempo.co/read/1642553/kronologi-tragedi-kanjuruhan-malang-yang-dipaparkan-kapolri?page_num=2
Tim detikNews-detikSulsel. 2022. Jokowi Pastikan Indonesia Tak Akan Disanksi FIFA karena Tragedi Kanjuruhan. detikSulsel (Oktober 20)
https://www.detik.com/sulsel/sepakbola/d-6335998/jokowi-pastikan-indonesia-tak-akan-disanksi-fifa-karena-tragedi-kanjuruhan
Wahyuni, Willa. 2022. Aturan Penggunaan Gas Air Mata oleh Kepolisian.
Hukumonline.com. (3 Oktober).
https://www.hukumonline.com/berita/a/aturan-penggunaan-gas-air-mata-oleh-kepolisian-lt633a5df23a816/
Wibawana, Widhia Arum. 2022. Apa Kegunaan Gas Air Mata Sebenarnya? Kini Disorot di Tragedi Kanjuruhan. detikNews, (3 Oktober).
https://news.detik.com/berita/d-6326291/apa-kegunaan-gas-air-mata-sebenarnya-kini-disorot-di-tragedi-
kanjuruhan#:~:text=Gas%20air%20mata%20ini%20digunakan%20sebagai%20se njata%20pengendali%20kerusuhan.&text=Kegunaan%20gas%20air%20mata%2 0sebagai,umum%20adalah%20untuk%20perlindungan%20pribadi.
Wibawana, Widhia Arum. 2022. Tragedi Kanjuruhan: Kronologi, Penyebab dan Jumlah Korban. detikNews, (2 Oktober). https://news.detik.com/berita/d-6324274/tragedi-kanjuruhan-kronologi-penyebab-dan-jumlah-korban
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
UUD NRI 1945
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
FIFA Stadium Safety and Security Regulations
Jurnal Kertha Wicara Vol 12 No 02 Tahun 2023, hlm. 113-122
Discussion and feedback