PRIVATISASI SEMPADAN PANTAI OLEH PENYEDIA AKOMODASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM

AGRARIA

Alvian Cahyatama Putra, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email : [email protected]

DOI: KW.2022.v11.i11.p3

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai akibat hukum dari tindakan privatisasi sempandan pantai khususnya pantai sanur oleh penyedia jasa akomodasi pariwisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitain ini menunjukkan bahwa tindakan privatisasi sempandan pantai khususnya di sanur oleh Pemkot Denpasar diatur dalam UU Pengelolaan wilayah pesisir pantai dan Perda 8/2011 mengenai RTRW, dan mengenai akibat hukum yang timbul karena adanya privatisasi diatur dalam UU Pengelolaan wilayah pesisir pantai khusunya Pasal 35 dan Pasal 73.

Kata Kunci: Privatisasi, Sempadan Pantai, Sanur

ABSTRACT

This study aims to identify and analyze the legal consequences of privatization of coastal areas, especially Sanur Beach, by tourism accommodation service providers. The method used in this study is a normative legal method with a statutory and conceptual approach. The results of this study indicate that the privatization of the coastal area, especially in Sanur, by the City Government of Denpasar is regulated in the Law on Coastal Area Management and Regional Regulation 8/2011 regarding RTRW, and regarding the legal consequences arising from privatization, it is regulated in the Law on Management of Coastal Areas, especially Articles 35 and Article 73.

Keyword: Privatization, Beach Border, Sanur

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa kepulauan dengan tentunya sumber daya alam yang sangat tinggi / melimpah, dengan banyaknya sumber daya alam tentunya akan menimbulkan keunikan atau karaktersiktik yang berbeda-beda dari setiap pulaunya, sehingga memang sumber daya alam tersebut sebagai sebuah kebutuhan untuk masyakarat perkembangnnya juga menjadi sumber daya tarik wisata, dalam hal ini salah satu pulau yang memiliki ketertarikan wisata yang tinggi yaitu Pulau Bali. Bali merupakan sebuah pulau yang menjadi salah satu tempat wisata yang cukup terkenal di mancanegara, menjadi tujuan destinasi bukan merupakan hal yang tidak mendasar dikarenakan Bali adalah salah satu pulau yang memang terdapat keindahan alam, dan juga wisata budaya yang menarik perhatian

dunia, sehingga dalam kurun waktu tertentu terdapat beberapa majalah yang membahas terkait pesona dari Pulau Dewata Bali, selain untuk berwisata, liburan beberapa orang juga datang ke Bali untuk melakukan perjanjalan bisnis.1 Dengan beberapa hal yang diminati oleh banyak wisatawan Bali dalam kurun waktu tertentu Bali menjadi daerah Pariwisata yang unggul diantara yang lainnya, menurut “A.J.Burkat berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Pariwisata ialah perpindahan orang-orang dari satu tempat ke tempat lainnya untuk melakukan suatu kegiatan.”2 Selain itu, menurut ahli lain itu Kodhyat memberikan definisi pariwisata yaitu perjalanan yang dilakukan seseorang atau kelompok ke suatu tempat tujuan dengan maksud mencari kebahagiaan dengan lingkungan.”3 Berdasarkan pendapat dari ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pariwisata ialah kegiatan yang dilakukan orangorang ke tempat tertentu untuk mencari kebahagiaan.

Pariwisata yang berkembang disuatu daerah tentu akan menimbulkan beberapa dampak terhadap lingkungan tersebut, jika memang dilihat dengan seksama ada hal positif yang dihasilkan dengan adanya perkembangan suatu pariwisata yaitu dapat menyumbang devisa negara tidak dapat dipungkiri pariwisata merupakan salah satu penyumbang devisa atau pendapatan negara diambil dari pajak-pajak yang diperoleh sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, selain itu pariwisata yang maju menciptakan lapangan kerja, dalam hal ini dikatakan menciptakan lapangan pekerjaaan yaitu banyak dibutuhkan tenaga-tenaga dalam membantu mengelola tempat wisata, mengarahkan wisatawan, bahkan tenaga untuk mempersiapkan makanan hingga tempat beristirahat para wisatawan tentunya menggunakan tenaga kerja, selain itu juga hal ini akan mempengaruhi SDM dalam daerah tersebut agar lebih mau berkembang, belajar dengan melihat potensi yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Terdapat dampak yang positif tentu diikuti oleh beberapa dampak negatif terhadap pariwisata yaitu yang paling mendasar adalah kelestarian sebuah lingkungan wisata, dalam hal ini orang-orang melakukan wisata adalah untuk mengetaui hingga merasakan objek wisata, karena orang-orang disini bukan hanya perorangan maupun bisa berkelompok-berkelompok ini akan cenderung untuk merusak objek dari tempat wisata tersebut atau lingkungan sekitar karena tidak semua wisatawan mengerti akan aturan-aturan tentang berkunjung ke sebuah objek wisata, disinilah sebenarnya tugas internal dari pengelola objek wisata selain memang kesadaran tersendiri dari wisatawan.4 Selain dampak lingkungan akan berpengaruh juga terhadap pola pikir atau kebiasaan dari daerah tersebut, tempat objek wisata yang sudah terkenal contohnya seperti Pulau Bali, tentu bukan hanya wisatawan domestik yang berasal dari dalam negeri saja yang berkunjung tetapi dari luar negeri juga berlomba-lomba untuk datang dan merasakan sensasi pulau dewata, karena banyaknya wisatawan yang berkunjung tentu banyak juga kebiasaan dan budaya yang berbeda-beda, bahkan ada yang kurang sesuai dengan budaya Indonesia khususnya dalam hal ini, pihak

pemerintah dengan pengelola wisata harus bisa mengantisipasi hal tersebut memang selain untuk menambah wawasan dari masyarakat umum terkait hal tersebut.5

Berkembangnya pariwisata Pulau Dewata Bali menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat bali karena masyarakat tentu akan terbantu dalam hal ekonomi utamanya, dan itu merupakan salah satu dampak positif yang diharapkan oleh masyarakat, peluang perkembangan pariwisata ini merupakan incaran dari beberapa investor dalam maupun luar negeri dengan melihat peluang kedepan lebih besar dan tinggi, salah satunya adalah investasi dengan menyediakan akomodasi, yang dalam hal ini dimaksud dengan akomodasi mulai dari akomodasi kendaraan, tempat makan dan minum, tempat istirahat hingga akomodasi berupa privatisasi.6

Privatisasi merupakan tindakan atau proses pengalihan kepemilikan dari umum menjadi milik pribadi, hal ini merupakan tindakan yang dapat dikatakan akan menguntungkan pelaku pariwisata ataupun investor, dikarenakan dengan kepemilikan pribadi atas kepemilikan suatu daerah akan menambah pendapatan mereka secara personal, dapat dikatakan juga maraknya adanya privatisasi merupakan dampak negatif perkembangan pariwisata di Bali khususnya daerah pantai, tindakan privatisasi merupakan hal yang dianggap oleh pelaku usaha adalah hal yang dapat memberikan pelayanan dan kenyamanan pengunjung, namun bahwa daerah yang dilakukan privatisasi, terdapat juga masyarakat asli daerah tersebut yang hidup dengan budaya dan kegiatannya, contohnya umat hindu yang sering melakukan upacara kegiatan keagamaan di daerah pantai akan cukup terganggu dengan adanya privatisasi tersebut.7

Daerah yang sering dilakukan privatisasi adalah pantai khususnya sempadan pantai, berbeda dengan pantai sempadanan pantai merupakan daerah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya sesuai dengan bentuk kondisi fisik pantai, fungsi utama dari sempadan pantai adalah untuk mencegah adanya abrasi dan tentunya untuk menjaga kelestarian dari daerah pesisir pantai tersebut.8 Sempadan pantai merupakan sebuah daerah pantai yang secara alami berfungsi untuk menjadi pengaman, pelindung kawasan pantai dari abrasi laut sehingga sempadanan pantai salah satu daerah pantai yang wajib dilindungi oleh masyarakat.9 Privatisasi sempadanan pantai mungkin merupakan hal yang suah menjadi pembicaraan yang menarik bahkan serius oleh kalangan masyarakat pada umumnya, dikarenakan berbicara mengenai kata privatisasi dalam masyarakat sudah didengar sebagai salah satu kata yang memiliki arti pemindahan hak ke milik pribadi artinya adanya pembatasan terhadap orang umum, apalagi di daerah pantai yang diketahui bahwa pantai merupakan salah satu destinasi yang paling diminati masyarkat umum khusunya di Bali, masyarakat lokal yang terbiasa menikmati daerah pantai secara bebas setelah adanya privatisasi akan dibatasi, selain sebagai destinasi wisata, daerah sempadanan pantai juga merupakan salah satu akses untuk menuju ke lapangan

kerjanya, karena memang di daerah pesisir pantai terdapat juga masyarkat yang menggantukan hidupanya pada hasil kekayaaan laut,.10

Praktik Privatisasi di daerah Denpasar dapat dilihat pada Kawasan Wisata Pantai Sanur, di daerah sanur dpat dikatakan banyak penyedia akomodasi yang terdapat dalam kawasan pantai tersebut, jika diperhatikan banyak fasilitas-fasiltas tambahan yang dipasang oleh pelaku usaha di daerah tersebut, mengenai kententuan privatisasi khususnya daerah Denpasar dapat dilihat di dalam ketentuan Peraturan Kota Denpasar Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2021-2041 (Selanjutnya disebut Perda Denpasar 8/2021). Bentuk privatisasi yang dilakukan oleh penyedia akomodasi ini adalah membangun beberapa fasilitas hotel di area sempadan pantai di Pantai Sanur. Serta dipasangnya papan tanda yang menyatakan bahwa area tersebut dikhususkan bagi pengunjung hotel. Hal ini tentunya menyebabkan terbatasnya ruang gerak bagi masyarakat umum yang berkunjung ke Pantai Sanur serta meningkat pula dampak negatif akibat bencana serta rusaknya ekosistem, sehingga berdasarkan pejelasan mengenai privatisasi derah pantai penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Privatisasi Sempadan Pantai Sanur oleh Penyedia Akomodasi dalam Perspektif Hukum Agraria”

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan, maka terdapat rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimana bentuk kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam menghapus praktik privatisasi sempadan pantai sesuai dengan Perda Denpasar Nomor 8 Tahun 2021?

  • 2.    Bagaimana akibat hukum bagi pengusaha penyedia akomodasi yang melakukan privatisasi sempadan pantai?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam menghapus praktik privatisasi sempadan pantai serta mengetahui dan memahami akibat hukum bagi pengusaha penyedia akomodasi yang melakukan privatisasi di daerah sempadan pantai.

  • II.    Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini menggunakan bahan hukum yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Selanjutnya disebut UU Pengelolaan Wilayah Pesisir), Perda Denpasar 27/2011, Bahan hukum sekunder adalah pandangan-pandangan para sarjana mengenai privatisasi sempadan pantai oleh pengusaha pariwisata serta sumber-sumber data yang berasal dari buku-buku yang relevan.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Bentuk Kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam Menghapus Praktik Privatisasi Sempadan Pantai

Kebijakan merupakan sebuah tindakan yang berupa pembuatan keputusan untuk mengatur hal-hal tertentu, tentu sifat dari keputusan mengikat yang harus didasari atas ketentuan hukum yang ada, sifat dari sebuah kebjikan yaitu menangani

sebuah masalah, hingga menyesuaikan dengan keadaan di masayarakat.11 Mengenai kebijakan yang dilakukan oleh Pemkot Denpasar dalam menangangi kasus prvitasisasi sempadan pantai yaitu harus menyeseuaikan dengan masyarakat dan lingkungan artinya dilihat lebih seksama bagaimana dan apakah proses privatisasi sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, dan melihat juga dampak kedepannya terhadap privatisasi yang terus berkembang di setiap pantai daerah Denpasar khususnya.12 Dalam pembuatan kebijakan tersebut Pemkot harus menaati asas-asas umum pemenerintah yang baik agar kebijakan sesuai tidak memihak salah satu pihak, atau terjadi penyalahgunaan kekuasaan.13 Penyelenggaraan kebijakan pemerrintah secara umum harus melihat benar-benar tujuan dari kebijakan tersebut dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.14Semua kekuasaan yang didapatkan oleh Pejabat Negara merupakan kekuasaan yang difungsikan untuk menjalankan pemerintahan sebagaimana mestinya, dengan harapan untuk dapat membuahkan pelayanan yang diperlukan kepada masyarakat.15

Pemerintah ialan organ yang tercipta dari adanya negara, pemerintah dalam hal ini memiliki kewenangan-kewenangan yang dibuatkan untuk menajalankan pemerintahan itu sendiri, salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat ataupun daerah adalah pembuatan suatu kebijakan, kebijakan yang biasanya dibuat mengenai pengaturan terhadap suatau hal tertentu atau kebijakan hukum, kebijakan hukum yang dibuat oleh pemerintah akan menghasilkan sebuah pertauran perundang-undangan. Jika dipahami lebih lanjut pemerintah memiliki kewenangan untuk mengatur berbagai masalah yang ada dalam pemerintahannya, tentu dengan melihat dalam kondisi masyarkat mengenai problematika yang terjadi dan unsur-unsur dari masalah tersebut, dari data yang diperoleh pemerintah melalui pembuat kebijakn merumuskan hal-hal yang perlu diatur dan ditetapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut bahkan bisa untuk mencegah masalah baru kedepannya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat beberapa asas yang diterapkan yaitu salah satunya asas desentralisai yang tujuan dari asas ini untuk melimpahkan wewenang pembuatan kebijakan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, latar belakangnya muncul asas ini dikarenakan pemerintah daerah tentu lebih mengetahui masalah di daerahnya masing-masing meskipun demikian tetepa ada beberapa kebjiakn yang tidak boleh dilakukan oleh pemerintah daerah dan hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat seperti penentuan kebijakn moneter dan fiskal, karena hal itu akan berdampak secara menyeluruh bukan hanya satu daerah namun mencakup keseluruhan oleh karena itu memang pemerintah daerah diberikan kewenangan mengatur daerahnya dengan asas desentralisasi / otonomi daerahnya namun tetepa ada batasan-batasan yang diciptakan oleh pemerintah pusat selaku pemberi wewenang. Salah satu hal yang dapat diatur dalam pemerintah daerah adalah

mengenai pariwisata, dalam perkembangan saat ini objek-objek wisata banyak dikembangkan oleh masing-masing daerah disamping untuk memang menjaga kelestariannya juga untuk pendapat daerah tersebut, jika membahas mengenai pariwisata atau objek wisata, daerah pantai akan menjadi salah satu destinasi yang dicari oleh wisatawan selain memang tempat yang asri, pantai-pantai di indonesia khusunya di Bali memiliki ciri khas sebagai daya tariknya.

Daya tarik wisata alam khusunya pantai menjadi salah satu destinasi unggulan di Pulau Bali, sehingga banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang berdatangan untuk menikmati kawasan pantai di Bali, namun semakin berkembangnya suatu pariwisata akan berdampat positif maupun negatif terhadap daerah tersebut, seperti wilayah pantai atau sempadanan pantai yang menjadi daya tarik wisata akan mempengaruhi lingkungan sekitar entah menjadi lebih asri atau sebaliknya, wilayah sempadanan pantai khusunya di Pulau Dewata Bali dapat dikatakan sebagai tempat bertemunya berbagai kepentingan karena dalam pariwisata tidak hanya objek wisata, melainkan ada pengusaha, pelaku usaha, pemerintah dna banyak pihak yang terlibat, tentu dalam rangka untuk memanfaatkan wilayah sempadanan pantai, sehingga dalam pemanfaatan sempadanan pantai sebgai daya tarik wisata banyak pihak atau pelaku usaha penyedia akomodasi melakukan sebuah trik atau upaya untuk menungkatkan pendapatannya dengan melakukan privatisasi yaitu privatisasi sempadanan pantai, hal ini sudah menjadi permasalahan yang melebar karena dampak-dampak yang ditumbulkan dengan adanya privatisasi. Pemerintah Kota Denpasar sendiri telah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi sempadan pantai dari privatisasi. Kebijakan tersebut tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu dalam Perda Denpasar 8/2021, diatur dalam Pasal 1 angka 34, Selain itu secara khusus mengenai pengaturannya dijelaskan dalam Pasal 34 huruf a, Pasal 52 (3), (5), (7), Pasal 67 ayat (1), (2), (7). Selain pengaturan dalam RTRW 2021-2021 Kota Denpasar, diatur juga dalam Perwali Denpasar 5/2019, Perwali 12/2014. Berdasarkan peraturan yang sudah di paparkan tersebut, dapat disimpulakan bahwa belum ada pengaturan kebijakan secara khusus mengatur mengenai praktik privatisasi sempadan pantai.

Norma yang mengatur mengenai sempadanan pantai hanya mengatur bahwa pantai adalah ruang publik umum yang tidak boleh dikuasai secara privat oleh perorangan atau pribadi, ketidakadaan norma yang secara tegas, jelas dan pasti mengenai sanksi atas privatisasi yang jelas sudah terjadi di daerah Bali Selatan, terjadi kekaburan norma ini menyebabkan multitafsir dan tidak tegasnya para aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti memgenai tindakan privatisasi oleh penyedia akomodasi, sampai saat ini masih banyak pelanggran privatisasi yang dilakuakn dan belum ada tindakan dari pemerintah.

  • 3.2    Akibat Hukum Bagi Pengusaha Penyedia Akomodasi yang Melakukan

    Privatisasi Sempadan Pantai

Privatisasi merupakan istilah yang sering digunakan dalam masyarakat yang menandakan bahwa adanya pemindahan sebuah kepemilikan hak dari umum menjadi pribadi, bahwa inti dari privatisasi merupakan peralihan hak dalam hal ini konteksnya berupa peralihan hak penggunaan atau atas kepemilikan sempadanan pantai oleh penyedia akomodasi Pariwisata. Pariwisata jika diperhatikan dan dipahami memiliki perbedaaan makna dari sudut pandang global, negara-negara maju melihat atau memandang sebuah periwisata sebagai sebuah bonus tambahan untuk pendapatan negara mereka yang akan membantu perekonomian secara global, sedangkan bagi beberapa negara berkembang memandang sebuah pariwisata sebagai hal utama dalam peningkatan sebuah perekonomian negara.

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat berdampak untuk mengurangi pengangguran dan membuka lapangan kerja, sehingga akan berdampak mingkatkan sektor pendapat daerah dan negara, yang banyak menyerap tenaga kerja yaitu sektor penyedia jasa akomodasi, seperti penyedia penginapan, transportasi, makanan dan minuman serta berepa akomodasi lainnya yang banyak membutuhkan tenaga kerja didalamnya, dan salah satunya berupa pekerja di dalam daerah privatisasi yang sudah menjadi kepemilikan pribadi oleh suatu penyedia akomodasi, namun karena maraknya mengenai privatisasi tersebut, terdapat beberapa akibat hukum yang ditimbulkan, berbicara mengenai akibat hukum, akibat hukum merupakan akibat yang timbul karena adanya sebuah peristiwa hukum dari perbuatan subjek-subjek hukum yang melakuakn tindakan privatisasi pada daerah sempadanan pantai.

Privatisasi dapat dikatakan merupakan proses peralihan hak atau kememilikan dari umum ke pribadi, jika berbicara mengenai privatisasi pantai berarti pengambilalihan hak pantai tersebut menjadi milik pribadi atau pihak swasta, sehingga hal ini menyebabkan fungsi dari pantai khususnya daerah sempadanan pantai, privatisasi sempadanan pantai telah memberikan trauma kepada msayarakat umum berdasarkan dari bentuk-bentuk privatisasi yang dilakukan telah membatasi bahkan menghilangkan kebebasan masyarakt umum untuk menggunakan sumber daya alam khusunya yang terdapat di pantai, jika berbicara mengenai dampak maka masyarakat akan menjadi kelompok pertama yang merasakan akibat negatif adanya privatisasi tersebut, seolah-olah masyarkat lokal akan menjadi penonton dengan permainan privatisasi yang dilakukan oleh pengusaha, sebenarnya masyarakat lokal tidak menerima manfaat yang sesuai sengan adanya privatisasi tersebut, karena ruang gerak masyarakat justru terbatas, yang dalam hal ini masyarakat pesisir yang menjadikan pantai sebagai sumber panghasilan dan pekerjaan sehari-hari harus kehilangan pendapatnyaa karena ada privatisasi tersebut.

Akibat Hukum yang ditimbulkan dari sebuah peristiwa hukum akan memiliki dampak hukum, contoh yaitu privatisasi sempadanan pantai tersebut merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh penyedia akomodasi yaitu sebagai subjek hukum yang tentunya akan memiliki akibat hukum yaitu salah satunya yaitu berupa izin dari privatisasi tersebut. Peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan sebuah akibat hukum anatara subjek-subjek hukum yang terlibat, Mengenai akibat hukum dari privatisasi sempadanan pantai diatur dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir, pengaturan munculnya UU Penglolaan Wilayah Pesisir menjelaskan bahwa wilayah pesisir merupakan sumber daya alam yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang sangat perlu dijaga kelesatariannya dan digunakan untuk kemakmuran masyarakat, selain itu juga ada alasan sosiologis bahwa wilayah pesisir pantai memiliki keragaman potensi untuk pengembangan ekonomi, sosial dan lingkungan, mengenai akibat dari privatisasi diatur dalam Pasal 35 dan Pasal 73 UU Penglolaan Wilayah Pesisir.

Pemerintah daerah khusunya Bali dan Denpasar, harus mampu menyesuaikan tindakan privatisasi tersebut dengan pembuatan kebijkan yang bertujuan menciptakan keadilan, dan kembali melihat bahwa kepentingan umum lebih harus diutmakan dengan kepentingan pribadi, dalam hal ini mengenai konteks privatisasi dari cara, bentuk hingga penerapannya di lapangan, karena kembali lagi bahwa jika alam dilakuakn pengerusakan kan menyebabkan ketidaksesuaian atau ketidakseimabngan alam dan lingkungan, pemerintah melalui dinas terkait mungkin dapat melakukan sosialiasi kepada pelaku usaha untuk lebnih bijak melakukan tindakan-tindakan yang akan berdampak kepada lingkungan dan menghilangkan pandangan bahwa pariwisata adalah industri mahal karena sejujurnya tanpa masyarakat lokal pariwisata tidak akan bagus sebagaimana mestinya. Seharusnya pemerintah memeperbaiki

infrastruktur didaerah sempadanan pantai yang nantianya agar dapat menciptakan pantai yang nyaman, aman dan asri bagi masyarakat dan wisatawan tanpa perlu membedakan perlakukan antara wisatawan dengan pelaku usaha, dan ujungnya yang memegang peran penting untuk pengendalian pariwisata harus diawasi oleh pemerintah daerah dan masyarakat lokal, yang bersama-sama dengan tujuan yang sama untuk kepentingan umum.

  • IV.    Kesimpulan sebagai Penutup

  • 4. Kesimpulan

Kebijakan merupakan sebuah tindakan yang berupa pembuatan keputusan untuk mengatur hal-hal tertentu, tentu sifat dari keputusan mengikat yang harus didasari atas ketentuan hukum yang ada, sifat dari sebuah kebjikan yaitu menangani sebuah masalah, hingga menyesuaikan dengan keadaan di masayarakat Pemerintah Kota Denpasar sendiri telah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi sempadan pantai dari privatisasi. Kebijakan tersebut tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu dalam Perda Denpasar 8/2021, Selain itu secara khusus mengenai pengaturannya dijelaskan dalam Pasal 34 huruf a, Pasal 52 (3), (5), (7), Pasal 67 ayat (1), (2), (7). Selain pengaturan dalam RTRW 2021-2021 Kota Denpasar, diatur juga dalam Perwali Denpasar 5/2019, Perwali 12/2014. Mengenai akibat hukum adanya akibat hukum bagi pengusaha penyedia akomodasi yang melakukan privatisasi sempadan pantai diatur dalam Pasal 35 dan 73 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Aditya, Ervien Rizky. "Penerapan Kebijakan Diskresi Dalam Kaitannya Dengan Tindak Pidana Korupsi." Jurnal Magister Hukum Udayana 6, no. 3 (2017): 404-416

Akbarsyah, Novary Gita. “Upaya Pengelola Objek Wisata Museum Sultan Mahmud Badarudin II Palembang Dalam Menyampaikan Edukasi Komunikasi”. (2017): 10

Astariyani, Ni Luh Gede. "Kewenangan Pemerintah dalam Pembentukan Peraturan Kebijakan." Jurnal Magister Hukum Udayana 4, no. 4 (2015): 688-699.

Azhani, Nadilla. “Desain interior Restaurant De Soematra di Hotel JW Marriott Surabaya”. (2018): 8

Durrun Nafis, Moh dan Ir.Alpha Febela P. MT. “Resort Alam Bukit Sekipan Tawangmangu”. (2016): 12

Fathoni, Yazid, Sahruddin, dan Lalu Hadi. “Tinjauan Hukum Pengaturan Penguasaan dan Pemanfaatan Tanah Sempadan Pantai Untuk Usaha Kuliner”. Jurnal Jatiswara 35, No. 1 (2020): 19

Geanina, Alzaena, dan Ida Bagus Suryawan. “Privatisasi Sempadan Pantai oleh Akomodasi Pariwisata di Denpasar”. Jurnal Destinasi Pariwisata 7, No. 2 (2019): 211

Gibert, Yohanes Febriyanto, and I. Ketut Suardita. "Pertanggungjawaban Kepala Daerah Dalam Penggunaan Diskresi Terkait Penanggulangan Pandemi Covid-19." Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 9, no. 3 (2021): 175-188.

Pemayun, Cokorda Istri Sri Pradnyaswari dan I Ketut Sudiarta. “Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali Terhadap Pengelolaan Sempadan Pantai Secara Privat Terkait Keadilan Bagi Publik Dalam Perspektif Hukum Tata Ruang”. Jurnal Kertha Negara 7, No. 8 (2019): 7

Primantara, Princess Innez. "Perlindungan Hukum Terhadap Wisatawan Dalam Pasokan Jasa Pariwisata Oleh Biro Perjalanan Wisata." Jurnal Magister Hukum Udayana 4, no. 2 (2015): 44143.

Sanjiwani, Putri Kusuma. “Pengaturan Hukum Terhadap Privatisasi Sempadan Pantai oleh Pengusaha Pariwisata di Provinsi Bali”. Jurnal Analisis Pariwisata 16, No. 1 (2016): 29

Sri, Anak Agung Putri. “Faktor-Faktor Yang Memotivasi Perempuan Sebagai Pengelola Pondok Wisata Di Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar”. Jurnal Analisis Pariwisata 13, No. 1 (2013): 1

Sugito, Nanin Trianawati dan dede sugandi. “Urgensi Penentuan dan Penegakan Hukum Kawasan Sempadan Pantai”. Jurnal Geografi GEA 8, No. 2 (2008): 20

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara 2007/Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4789)

Peraturan Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Sanur

Peraturan Walikota Denpasar Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Peraturan Zonasi Kecamatan Denpasar Selatan

Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Bangunan Gedung

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 11 Tahun 2022, hlm. 1761-1769