PENDIRIAN PERSEROAN PERORANGAN OLEH USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
on
PENDIRIAN PERSEROAN PERORANGAN OLEH USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
Putu Bagus Bimandika Arnawa, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]
I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana e-mail: [email protected]
DOI: KW.2022.v11.io4.p14
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisa regulasi terkait perseroan perorangan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, dan menjabarkan syarat-syarat pendirian perseroan perorangan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Metode yang dipergunakan yakni penelitian hukum deskriptif normatif melalui pendeketan perundang-undangan, pendekatan konsep hukum. Hasil yang didapat yaitu perseroan perorangan telah teregulasi dalam Undang-Undang Cipta Kerja serta turunan aturan pelaksananya yaitu PP No.8 Tahun 2021 sebagai perseroan yang dapat didirikan oleh satu orang saja. Bentuk perseroan perorangan ini telah dikenal di negara-negara lain, dan secara teori perseroan perorangan dapat dikatakan sebagai badan hukum. Jenis usaha yang memenuhi kriteria sebagai perseroan perorangan hanya jenis usaha mikro dan usaha kecil. Usaha menengah mengikuti aturan pendirian perseroan pada umumnya. Adapun syarat yang perlu dipenuhi dalam mendirikan perseroan perorangan bagi UMK telah diatur melalui PP No.8 Tahun 2021.
Kata Kunci: Perseroan Perorangan, Usaha Mikro, Usaha Kecil, Cipta Kerja
ABSTRACT
This paper aims to identify and analyze the regulations related to individual companies in the Job Creation Act, and to describe the requirements for the establishment of individual companies for micro, small and medium enterprises (MSMEs) in the Job Creation Act. The method used is descriptive normative legal research through a statutory approach, using a legal concept approach. The results obtained are that individual companies have been regulated in the Job Creation Act and its derivative implementing regulations, namely PP No. 8 of 2021 as a company that can be established by only one person. This form of sole proprietorship is well known in other countries, and in theory a sole proprietorship can be regarded as a legal entity. The types of businesses that meet the criteria as individual companies are only micro and small businesses. Meanwhile, medium-sized businesses follow the company's establishment rules in general. The requirements that need to be met in establishing an individual company for MSEs have been regulated through PP No. 8 of 2021.
Key words: Individual Company, Micro Business, Small Business, Job Creation.
Perekonomian Indonesia sempat terpukul dengan adanya pandemi yaitu Corona Virus Disease 2019 (selanjutnya disebut dengan COVID-19) sejak Maret 2020 Indonesia alami. Berbagai badan ekonomi internasional memperhitungkan adanya pertumbuhan yang menurun dari ekonomi Indonesia. Bank Dunia memberi perkiraan bahwa ekonomi
Indonesia pada tahun 2020 hanya akan bertumbuh sekitar kisaran -3,5% (minus tiga koma lima persen) hingga 2,1% (dua koma satu persen).1 International Monetary Fund (IMF) juga memberi proyeksi akan pertumbuhan ekonomi negara Indonesia dengan jumlah 0,5% (nol koma lima persen) di 2020, padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2019 dengan jumlah 5,02% (lima koma nol dua persen).2 Akibat adanya pandemi tersebut, Indonesia melakukan upaya untuk memulihkan perekonomian nasional melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (selanjutnya disebut PP Program PEN) dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU CK).
Selama pandemi Covid-19, sektor ekonomi masyarakat mengalami penurunan dan diharapkan dapat terbantu melalui adanya PP Program PEN dan UU CK khususnya pada bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Banyak sumbangsih diberikan UMKM dalam penyerapan tenaga kerja, PDB nasional, investasi, hinga ekspor. Pada tahun 2018, Kementerian Koperasi dan UKM memberikan data bahwa UMKM melakukan penyerapan 97% (sembilan puluh tujuh persen) dari tenaga kerja total, menyediakan lapangan kerja hingga 99% (sembilan puluh sembilan persen) dari total keseluruhan, menyumbang 61,07% (enam puluh satu koma nol tujuh persen) dari PDB nasional total, kemudian 14,37% (empat belas koma tiga puluh tujuh persen) dari ekspor total, serta 60,42% (enam puluh koma empat puluh dua persen) dari investasi total apabila dibandingkan dengan jenis usaha besar.3 Berdasarkan data tersebut UMKM memiliki potensi yang besar dalam usaha pemulihan perkonomian Indonesia.
UMKM sejatinya telah menjadi perhatian oleh pemerintah Indonesia dengan dibentuknya regulasi berupa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disebut UU UMKM). Pasal 5 UU a quo mengatur bahwa: “Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah: a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan”. Namun, pada praktiknya terdapat beberapa kendala bagi UMKM untuk dapat berkembang, khususnya dalam bentuk badan usaha UMKM yang berupa informal agar dapat menjadi badan usaha formal seperti usaha besar. Upaya untuk mengembangkan UMKM menjadi badan usaha formal adalah sebagai bentuk kepastian hukum bagi UMKM.
UU CK mengatur adanya bentuk baru yaitu perseroan perorangan dari badan hukum. Secara sederhana perseroan perorangan memiliki pengertian yaitu perseroan
yang dapat didirkan oleh satu orang, yang dapat dipenuhi kriterianya oleh Usaha Mikro dan Kecil (UMK) saja. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) pada awalnya mengatur pada Pasal 7 ayat (7) UU PT perseroan pendiriannya wajib dua orang atau lebih sesuai dengan aturan pada ayat (1), ayat (5), dan ayat (6) pasal a quo. Pasal 153A ayat (1) UU CK mengatur “Perseroan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil dapat didirikan oleh 1 (satu) orang”. Sehingga, ketentuan mengenai pendirian perseroan perorangan telah ditegaskan melalui UU CK tersebut dan ketentuan syarat pendirian perseroan wajib minimal dua orang tidak berlaku lagi. Namun, apakah lazim bagi suatu usaha untuk mendirikan sebuah perseroan dengan hanya satu orang pendiri saja?
Penelitian Regulasi mengenai perseroan perorangan dalam UU CK tersebut secara sepintas terlihat memudahkan bagi UMKM untuk “naik level” dalam bentuk badan usahanya. Namun, bagaimanakah bentuk, serta cara beroperasi dari perseroan perorangan tersebut menurut UU CK? Serta, apakah bentuk perseroan perorangan dapat memberi kepastian hukum bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya dan dapat bersaing dengan usaha besar lainnya?
Berangkat dari latar belakang tersebut maka dilakukan analisa terhadap isu hukum mengenai “Pendirian Perseroan Perorangan oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Perspektif Undang-Undang Cipta Kerja”. Pertama, pada tulisan ini akan dikaji terkait regulasi pendirian perseroan perorangan dalam UU CK untuk mengetahui aturan dan syarat pendirian perseroan perorangan dalam UU a quo. Kedua, akan dikaji pula mengenai cara UMKM dapat menjadi perseroan perorangan menurut UU CK.
Penelitian mengenai pendirian perseroan perorangan oleh UMKM dalam perspektif UU CK ini menggunakan beberapa rujukan yang telah ter-publish sebelumnya. Rujukan penelitian sebelumnya yang digunakan dalam penelitan ini yaitu “Penguatan Regulasi Perseroan Terbatas Perorangan Usaha Mikro dan Kecil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi Covid-19” oleh Shinta Pangesti yang berfokus pada kajian perihal kriteria usaha mikro dan kecil dalam pengaturan perseroan berdasarkan UU CK serta peraturan pelaksananya, dan celah hukum serta usulan perbaikan pengaturan perseroan kriteria usaha mikro dan kecil.4 Selain itu, juga digunakan rujukan yang berasal dari jurnal “Karakteristik Perseroan Perorangan sebagai Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil” oleh Amelia Sri Kusuma Dewi yang membahas terkait UMK apakah telah memenuhi prinsip hukum sebagai badan hukum Perseroan Terbatas dengan objek analisa terkait norma substantive antara lain norma pendirian, organ, modal, serta pembubaran dari perseroan perorangan.5 Yang pada dasarnya memiliki perbedaan pada uraian didalamnya yang menjadi pokok pembahasan.
-
1. Bagaimana regulasi perseroan perorangan dalam Undang-Undang Cipta Kerja?
-
2. Bagaimana syarat UMKM dapat menjadi perseroan peroangan menurut Undang-Undang Cipta Kerja?
Tujuan kajian jurnal ini terdapat dua tujuan yaitu: untuk mengetahui dan menjelaskan regulasi perseroan perorangan dalam UU CK; untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana UMKM untuk dapat menjadi perseroan perorangan menurut UU CK.
-
II. Metode Penelitian
-
2. Metode Penelitian
Metode pembuatan jurnal ilmiah ini yaitu metode penelitian hukum secara deskriptif normatif. Penelitian hukum normatif merupakan suatu penelitian dengan fokus di pengkajian dalam pelaksanaan norma atau kaidah yang ada dalam hukum positif.6 Pendekatan yang dipergunakan pada jurnal ilmiah ini adalah statute approach atau pendekatan perundang-undangan, kemudian conceptual approach atau pendekatan konseptual. Pengkajian peraturan perundang-undangan menjadi fokus pada tulisan jurnal ini dalam statute approach.7 Aturan tersebut adalah yang berhubungan dengan pendirian perseroan perorangan dan syarat UMKM menjadi perseroan perorangan dalam UU CK. Conceptual approach yaitu pendekatan yang melakukan penggabungan dua hal yang dilakukan sebuah abstraksi untuk kemudian dapat memunculkan kekhasan dan disatukan untuk menghasilkan pemikiran yang khas.8 Bahan hukum primer yang digunakan berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah berkaitan materi tentang perseroan perorangan dan UMKM. Selain itu buku-buku, jurnal-jurnal, dan pendapat sarjana di bidang hukum, yang berkaitan dengan topik yang dibahas adalah bahan hukum sekunder yang digunakan. Bahan hukum terkumpul secara studi kepustakaan yang mengumpulkan kedua bahan hukum tersebut untuk selanjutnya dapat ditemukan permasalahan dan rujukan teori berkaitan dengan topik. Metode analisis kualitatif adalah metode analisis yang dipergunakan pada penelitian ini, yang mana bahan-bahan hukum tersebut dipelajari guna memberikan gambaran tentang topik yang dibahas yang nantinya akan membantu dalam penyimpulan dari permalasahan dalam topik penelitian.
Beberapa perubahan telah dialami aturan mengenai jenis badan usaha berupa PT (Perseoran Terbatas), perubahan tersebut terdapat pada UU PT Pasal 1 angka 1 sebagaimana telah berubah melalui UU CK. UU CK menjelaskan yakni PT merupakan badan hukum berupa persekutuan modal, dengan perjanjian menjadi dasar
pendiriannya, serta melaksanakan aktivitas bisnis yang menggunakan saham yang terbagi sebagai modal dasar. Pendirian suatu PT dilakukan melalui perjanjian yang penuangannya terjadi pada Akta Pendirian yang merupakan suatu akta notaris, yang dilakukan oleh para pendiri tersebut.9 Pendirian tersebut ditegaskan pada pengaturan dalam UU PT Pasal 7 Ayat (1) yang mengatur: “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia. Akta Pendirian mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri Perseroan dalam mengelola dan menjalankan PT tersebut”.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran, Pendirian, Perubahan dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil (selanjutnya disebut PP No.8/2021) terdapat berlakunya UU CK yang melahirkan jenis baru PT yakni Perseroan Perorangan yang kriterianya terpenuhi dalam karakteristik dari Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Perusahaan Perorangan sebelumnya telah dikenal juga pada sistem Common Law yakni sole trader atau perdagangan tunggal.10 Jenis organisasi bisnis tersebut yakni ada seorang trader atau pedagang yang terdiri dari satu pihak saja. Secara umum pedagang tunggal memberi ketersediaan modal dari personal savings atau kepemilikan pribadi atau pinjaman bank.11 Bekal Perusahaan Perorangan tersebut dikenali pula di Uni Eropa (EU) dan United Kingdom (UK), serta Singapura, dan Malaysia, di Asia Tenggara juga diterapkan.12
Perubahan mengenai UU PT aturannya terdapat pada bagian kelima tentang Perseroan Terbatas pada BAB VI pasal 109 UU CK tentang Kemudahan Berusaha. Pasal 1 angka 1 UU PT diubah seperti: “Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil”. Kemudian, Pasal 7 UU PT yang UU CK telah rubah. Pasal 7 ayat (1) diatur mengenai perseroan pendiriannya dilakukan dua pendiri bahkan lebih, tetapi ada pengecualian yang diatur pasal 7 ayat (7) huruf e, yaitu pendirian perseroan terbatas yang wajib mengenai pendiriannya oleh dua pendiri hingga lebih bagi PT yang mencukupi parameter sebagai usaha Mikro dan Kecil tidak berlaku.
Sebagai badan hukum, status perseroan perorangan dapat dikaji melalui beberapa teori-teori berikut:
-
1) Teori Fiksi
Teori ini menganut paham bahwa recht person adalah sesuatu yang abstrak yaitu badan yang dibuat negara yang sejatinya tidak ada. Perbuatan hukum dilakukan oleh orang-orang di dalamnya sebagai wakil yang bertindak.13
-
2) Teori mengenai seseorang dalam jabatannya yang memiliki harta kekayaan Teori ini menjelaskan tentang hak yang melekat pada suatu kualitas akibat seseorang dalam jabatannya memiliki suatu harta kekayaan.14
-
3) Teori Organ
Teori yang mengemukakan sesungguhnya badan hukum memiliki sifat layaknya manusia dalam hubungan hukum, dimana recht person dianggap merupakan sesuatu yang konkret dan bertindak seperti manusia dan bisa mempunyai kemauan pribadi, dilaksanakan melalui anggota serta pengurusnya.15
-
4) Teori Kekayaan Bertujuan
Teori berupa badan hukum tidak terdiri dari subjek hukum sebagai anggota-anggotanya, namun terikatnya kekayaan terhadap tujuan tertentu. Teori ini bertujuan untuk melihat kekayaan badan hukum dengan kekayaan anggota terpisah berdasarkan target spesifik.16
-
5) Teori Kekayaan Bersama
Teori yang percaya yaitu badan hukum sebagai perwujudan hukum dari kepentingan-kepentingan dari kumpulan manusia yang menjadi anggotanya bersama.17
-
6) Teori Kenyataan Yuridis
Teori ini menganggap bahwa badan hukum adalah sama dengan manusia sebatas pada bidang hukum dan hal tersebut adalah suatu kenyataan yuridis. Badan hukum merupakan kelompok yang kegiatan dan aktivitasnya diakui secara hukum dan memiliki kepribadian hukum yang terpisah dan berbeda dari kepribadian individunya.18
Perseroan perorangan secara teori dapat memenuhi kategori menjadi badan hukum berdasarkan teori kenyataan yuridis, teori kekayaan bertujuan. Teori kenyataan yuridis dapat dilihat bahwa adanya pemisahan kepribadian hukum antara pemegang saham dengan perseoran perorangan, seperti pada Pasal 153J UU PT jo. Pasal 109 UU CK yang mengatur bahwa pemegang saham perseroan perorangan tidak memiliki tanggung jawab terhadap perikatan yang dibuatkan atas nama perseroan secara pribadi, serta tidak memiliki tanggung jawab terhadap ruginya perseroan melebihi saham yang dimiliki.19 Namun, berdasarkan teori kekayaan bersama maka perseroan perorangan tidak memenuhi unsur kumpulan manusia karena didirikan oleh satu orang saja.20
Berdirinya perseroan perorangan terdapat pengaturannya secara lanjut pada PP No.8/2021 yang merupakan peraturan pelaksana dari UU CK. UU PT Pasal 153A ayat (2) dalam perubahannya pada UU CK meregulasi mengenai pendirian perseroan perorangan didasarkan atas surat pernyataan pendirian yang menggunakan bahasa
Indonesia, serta kriteria usaha mikro dan kecil tersebut wajib dipenuhi perseroan peroangan. Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 6 ayat (1) PP No.8/2021 meregulasi pernyataan pendirian secara elektronik yang berupa format pendirian perseroan perorangan yang diisi melalui internet, sehingga tidak perlu adanya bantuan Notaris dalam pembuatan Akta Pendirian.21 Pendirian perseroan perorangan hanya boleh oleh Warga Negara Indonesia yang berumur minimal tujuh belas tahun, serta memiliki kecakapan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (2). Cakap hukum yang dimaksud adalah sibersangkutan tidak berada diawah pengampuan atau sudah berumur dewasa tetapi mengalami sakit pada ingatannya, melalui pernyataan oleh pengadilan.22
Format isian tersebut diatur pada Pasal 7 PP No.8/2021. Seperti yang diregulasi dalam Pasal 7 ayat (2) PP a quo, terdapat keterangan terkait: “nama dan tempat kedudukan perseroan perorangan; tujuan dan maksud serta kegiatan usaha perseroan; jangka waktu berdirinya perseroan; jumlah modal dasar, modal disetor, modal ditempatkan; alamat perseroan; nilai nominal dan jumlah saham; dan data-data pendiri antara lain nama lengkap, nomor induk kependudukan, tempat tinggal, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, dan NPWP (nomor pokok wajib pajak) dari pemegang saham perorangan sekaligus direktur sekaligus pendiri.” Status badan hukum akan didapatkan oleh perseroan perorangan setelah terdaftar kepada Menteri serta bukti pendaftarannya melalui elektronik telah didapatkan. Perolehan status badan hukum perseoran perorangan tersebut akan dilakukan pengumumannya pada laman resmi direktorat jenderal yang terkait pada Kemenkumham sebagaimana diatur pada Pasal 6 ayat (4) PP a quo.
Perseroan perorangan setelah berdiri nanti tidak luput dari kewajiban dalam dibuatnya laporan keuangan yang diregulasi pada Pasal 10 PP No.8/2021, antara lain: laba rugi, posisi keuangan, catatan mengenai keuangan tahun berjalan, dan laporan lainnya. Laporan tersebut nantinya dilaporkan ke Menteri secara elektronik dengan tenggang waktu setelah periode akuntansi berjalan berakhir paling lambat enam bulan.23 Bagi perseroan perorangan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dapat menerima sanksi seperti: teguran tertulis, hak akses atas layanan yang dihentikan, hingga pencabutan status badan hukum, sebagaimana diregulasi pada Pasal 12 PP No.8/2021.24
Ketika pemegang saham bertambah lebih dari satu orang maka status perseroan perorangan harus berubah, menjadi Perseroan. Perubahan status tersebut juga dapat terjadi ketika perseoran perorangan sudah tidak memenuhi ketentuan seperti yang diatur pada Pasal 9 PP No.8/2021, yakni: bertambahnya pemegang saham, dan/atau tidak lagi terpenuhinya usaha mikro dan kecil sebagai kriteria. Status yang berubah tersebut perlu disertai adanya pembuatan akta notaris yang kemudian dilakukan pendaftaran kepada Menteri.25
-
3.2 Syarat-Syarat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat Menjadi Perseroan Perorangan Menurut Undang-Undang Cipta Kerja
Para pengusaha golongan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah menopang Indonesia dari aspek pembangunan ekonomi nasional sampai saat ini.26 UMKM mempunyai visi dalam mengembangkan serta menumbuhkan usahanya sebagai upaya melakukan pembangunan ekonomi nasional sebagaimana disebutkan pada Pasal 3 UU UMKM yang didasarkan atas demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Adanya upaya UMKM untuk berkembang juga bisa memberi andil terhadap peragaman perubahan struktur serta jangka panjang yang berkesinambungan dan stabil terhadap ekonomi sebagai pertumbuhan ekonomi prakondisi.27
Definisi dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu jenis bisnis milik pribadi, dan/atau badan usaha yang kriteria dari masing-masing Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah terpenuhi yang terdapat dalam regulasi UU UMKM, atau yang tidak berupa perusahaan cabang atau anak perusahaan yang dipunyai, dikuasai secara langsung juga tidak langsung dari usaha besar.28
Berdasarkan kriteria-kriteria yang dimiliki oleh suatu jenis usaha untuk dapat digolongkan sebagai usaha mikro, kecil, dan menengah mengacu pada Pasal 6 UU UMKM.29 Usaha mikro memiliki kriteria yakni: “kekayaan bersih sejumlah Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) paling banyak, namun tidak termasuk dengan tanah serta bangunan dari tempat usahanya, atau memiliki hasil dari jualan dalam setahun paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”. Usaha kecil adapun patokan yang dimiliki seperti: “kekayaan bersih yang dimiliki sejumlah lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai paling banyak sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tanpa termasuk bangunan tempat usaha dan tanahnya, atau hasil penjualan tahunannya lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) paling banyak”. Patokan untuk usaha menengah yaitu: “kekayaan bersihnya berjumlah lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan batas paling banyak yaitu Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tanpa termasuk bangunan dan tanah dari tempat usahanya, atau memiliki hasil penjualan dengan jumlah lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) hingga maksimal Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) setahunnya”.
Kemudian UU CK mengubah ketentuan pada Pasal 6 UU UMKM sehingga kriteria-kriteria tersebut juga berubah dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 35 PP No.7 Tahun 2021 tentang Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disebut PP No.7/2021). Usaha mikro memiliki patokan
yakni: “modal usaha sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) paling banyak, namun tidak termasuk dengan tanah serta bangunan dari tempat usahanya, atau memiliki hasil dari jualan dalam setahun paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).” Usaha kecil adapun kriteria yang dimiliki adalah seperti berikut: “modal usaha yang dimiliki sejumlah lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai paling banyak sejumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tanpa termasuk bangunan tempat usaha dan tanahnya, atau hasil penjualan tahunannya lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) sampai Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) paling banyak”. Kriteria untuk usaha menengah yaitu: “modal usahanya berjumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dengan batas paling banyak yaitu Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tanpa termasuk bangunan dan tanah dari tempat usahanya, atau memiliki hasil penjualan dengan jumlah lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) sampai paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) setahunnya”.
Kriteria terkait usaha mikro, dan usaha kecil yang dapat terpenuhi sebagai kriteria untuk menjadi perseroan diatur pada Pasal 2 PP 8/2021. Aturan tersebut mengatur bahwa usaha mikro, dan kecil dapat memenuhi kriteria baik perseroan perorangan dengan satu orang pendiri maupun perseroan yang pendiriannya dilakukan oleh dua orang atau lebih. Tetapi, jika dilihat baik dalam UU CK maupun PP 8/2021 mengenai jenis usaha menengah tidak termasuk sebagai jenis usaha yang memiliki pengecualian untuk pendirian sebagai perseroan yang boleh didirikan oleh satu orang. Sehingga, yang dapat mendirikan perseroan perorangan dari jenis UMKM hanya usaha kecil dan usaha mikro saja. Usaha menengah yang ingin menguatkan bentuk badan usahanya masih tetap membentuk perseroan dengan pendiriannya dilakukan dengan minimal dua orang atau lebih.
Kriteria perseroan dari segi jumlah pendirinya jika dilihat dari segi kemudahannya bagi UMK jelas akan lebih mudah dalam bentuk perseroan perorangan. Adapun syarat-syarat yang perlu dilakukan oleh UMK untuk mendirikan perseroan perorangan diatur menurut UU CK dan aturan pelaksananya yakni PP 8/2021. Pasal 153A ayat (2) UU CK jo. Pasal 6 PP 8/2021 mengatur untuk melakukan berdirinya perseroan perorangan dilaksanakan dengan dibuatnya surat pernyataan pendirian menggunakan Bahasa Indonesia oleh Warga Negara Indonesia yang berumur paling rendah 17 (tujuh belas) tahun, serta cakap hukum. Surat pernyataan tersebut berisi maksud dan tujuan, modal dasar, kegiatan usaha, serta keterangan lainnya terkait dengan pendirian perseroan. Pernyataan tersebut kemudian didaftarkan kepada Menteri via elektronik melalui pengisian format yang tersedia. Format yang perlu diisi tersebut antara lain: nama serta kedudukan tempat; jangka waktu; maksud, tujuan, serta kegiatan usaha; jumlah dari modal dasarnya, dimana ditempatkan modal tersebut, serta modal yang disetor; nilai dari nominal serta jumlah saham; alamat perseroan perorangan; serta data pribadi pendiri sekaligus direktur dan pemegang saham dari perseroan perorangan yakni nama lengkap, tempat tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, NIK, dan NPWP. Setelah didaftarkan kepada Menteri, perseroan perorangan tersebut mendapatkan status sebagai badan hukum serta secara elektronik memperoleh sertifikat pendaftarannya. Bagi perseroan perorangan yang sudah mendapatkan status sebagai badan hukum, nantinya akan dilakukan pengumumannya pada laman resmi direktorat jenderal yang melaksanakan fungsi dan tugas pada sektor administrasi hukum umum oleh Menteri.30
Perseroan perorangan telah teregulasi dalam UU CK serta turunan aturan pelaksananya yaitu PP No.8/2021 sebagai satu orang yang mendirikan perseroan. Bentuk perseroan perorangan ini telah dikenal di negara-negara lain seperti daerah EU, UK, Malaysia, dan Singapura. Secara teori perseroan perorangan dapat dikatakan badan hukum sesuai teori kenyataan yuridis dan kekayaan bertujuan. Pendiriannya sendiri telah diatur secara khusus pada Pasal 6 PP No.8/2021. Jenis usaha yang memenuhi kriteria sebagai perseroan perorangan hanya jenis usaha mikro dan usaha kecil. Usaha menengah mengikuti aturan pendirian perseroan pada umumnya. Adapun syarat yang perlu dipenuhi dalam mendirikan perseroan perorangan bagi UMK adalah adanya surat pernyataan yang dibuat oleh warga negara Indonesia yang berumur tujuh belas tahun, serta melakukan pengisian format secara elektronik kemudian didaftarkan kepada Menteri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Diantha, I Made Pasek, Ni Ketut Supasti Dharmawan dan I Gede Artha. Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Disertasi. Denpasar: SWASTA NULUS, 2018.
Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Bayumedia: Malang, 2008.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa: Jakarta, 2008.
Jurnal Ilmiah :
Aisyiah, Cahyani. “Implikasi Ketiadaan Akta Notaris Pada Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan Perorangan (Implications of The Absence of Notary Act on The Establishment, Amendment, And Discontinuation of Single Owner Corporation)”, Jurnal Majalah Hukum Nasional 51, No.1 (2021): 41-58, h.51.
Aliyah, Habibatul, Dewa Gde Rudy, I Wayan Wiryawan. “Analisis Dari Segi Hukum Terhadap Perjanjian Kemitraan Antara Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah dengan Usaha Besar”, Jurnal Kertha Semaya 7, No.3 (2019),: 1-16, h.7.
Aprilia, Indah Siti. “Aspek Hukum Pemegang Saham dalam Perseroan dengan Satu Pemegang Saham (Single Share-holder) (Studi Komparasi Indonesia dengan China), Supremasi Jurnal Hukum 3, No.1 (2020): 1-14, h.6.
Dewi, Amelia Sri Kusuma. “Karakteristik Perseroan Perorangan sebagai Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil”. Jurnal Yurispruden 5, No.1 (2022): 31-54, h.31-53.
Gloria, Monica Agustina. “Kepailitan Perseroan Perorangan dalam Undang-Undang Cipta Kerja”, Jurnal Panorama Hukum 6, No.1 (2021): 24-31, h.27.
Jaya, Febri. “Potensi Konflik Kepentingan dalam Pendirian Badan Hukum Perorangan Pasca Revisi Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam Omnibus Law”, Jurnal Kosmik Hukum 21, No.2 (2021): 115-123, h.119.
Kretanjala, I Made Anggra, A.A. Ketut Sukranatha. “Akibat Hukum Dari Peraturan Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas Terhadap Pendirian Perseroan Terbatas Oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”, Jurnal Kertha Semaya 7, No.12 (2019): 1-15, h.6.
Maharatih, Ni Wayan. “Studi Kritis Pengenaan Pajak Penghasilan Final Bagi Usaha Mikro Kecil Menengah”, Jurnal Magister Hukum Udayana 8, No.1 (2019): 105-115, h.2.
Modjo, Mohamad Ikhsan. “Memetakan Jalan Penguatan Ekonomi Pasca Pandemi”. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesia Journal of Development Planning 4, No.2 (2020): 103-116, h.105.
Nugraha, Putu Putri. “Perlindungan Hukum Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Pelaksanaan Kemitraan dari Perspektif Undang-Undang No 5 Tahun 1999”, Jurnal Kertha Semaya 4, No.2 (2016): 1-15, h.11.
Pangesti, Shinta. “Penguatan Regulasi Perseroan Terbatas Perorangan Usaha Mikro dan Kecil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi Covid-19”. Jurnal RechtsVinding 10, No.1 (2021): 117-131, h.118.
Zulhidayat, Muhammda dan Milatul Aslamiyah. “Pertanggungjawaban Pemegang Saham Perseroan Perorangan Dalam Hal Perseroan Perorangan Mengalami Kerugian Berdasarkan UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja”. Jurnal Ilmu Hukum Rechtsregel 4, No.1 (2021): 119-133, h.121.
Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan serta Pendaftaran, Pendirian, Perubahan dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil
Internet:
Riyadi, Slamet. “Daftar Insentif Untuk UMKM di Masa dan Usulan Pasca Pandemi”, https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/daftar-insentif-untuk-umkm-di-masa-dan-usulan-pasca-pandemi/ (diakses pada tanggal 25
Januari 2022).
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 4 Tahun 2022, hlm. 845 - 856
Discussion and feedback