PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERAS DALAM HAL TERJADINYA SHORTWEIGHTING

Ni Kadek Dwita Sri Andy, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: dwitata13@gmail.com

I Wayan Novy Purwanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: novypurwanto17@gmail.com

DOI: KW.2022.v11.i06.p09

ABSTRAK

Studi ini memiliki tujuan yaitu mengetahui dan menentukan bentuk perlindungan hukum serta tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen beras dari tindakan shortweighting. Metode penulisan yang dipakai adalah yuridis normatif dengan kata lain merupakan bentuk penelitian kepustakaan dengan memakai pendekatan perundang-undangan serta fakta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa shortweighting merupakan salah satu bentuk praktik penjualan yang dilarang dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen karena berat barang sesungguhnya kurang dari yang disebutkan dalam label kemasan, sehingga Konsumen beras yang dirugikan akibat praktik tersebut wajib mendapatkan perlindungan hukum atas haknya baik bersifat preventif dan represif. Berdasarkan pasal 19 pelaku usaha memiliki tanggung jawab memberikan ganti rugi baik berbentuk pengembalian uang maupun penggantian barang berupa produk beras dengan berat bersih yang sesuai dengan keterangan di label kemasan.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab, Shortweighting

ABSTRACT

This study has the aim of knowing and determining the form of legal protection and the responsibility of business actors for losses to rice consumers from shortweighting actions. Writing method employed is normative juridical, which is a sort of library research that employs a legislative and factual approach. The results of study indicate that shortweighting is a form of sales practice that is prohibited in article 8 paragraph (1) by law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection because the truth weight in the goods is lower than the weight listed label on the packaging. So for consumers who are harmed are obliged to obtain legal protection for their right both preventive and repressive. Based on articles 19, business actors have the responsibility to compensation be provided in the shape of refunds or replacement of item of rice products with a net weight in accordance with the information on the packaging label.

Keywords: Consumer Protection, Responsibility, Shortweighting

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang Masalah

Makhluk hidup umumnya memiliki berbagai macam kebutuhan guna menunjang keberlangsungan hidup. Kebutuhan tersebut terbagai atas kebutuhan utama atau pokok dan tambahan. Kebutuhan primer atau disebut juga sebagai kebutuhan utama yang diperlukan oleh manusia terdiri dari sandang, pangan, papan. Diantara kebutuhan tersebut, sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan bahwa kebutuhan utama manusia ialah pangan dan pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pangan yang bermutu serta bernilai gizi seimbang

ialah prioritas utama untuk kesehatan, kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat guna menciptakan sumber daya manusia yang bertaraf.1

Terkait dengan sumber pangan, pada hakikatnya masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan utama yaitu nasi sebagai makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Hampir seluruh masyarakat berpendapat jika beras adalah bahan makanan yang belum dapat digantikan keberadaannya, karena dipercaya mengandung karbohidrat tinggi yang berguna sebagai sumber energi utama tubuh dibandingkan bahan pangan lainnya.2 Sebagai akibatnya, permintaan akan beras menjadi melonjak pertahunnya sehingga membuat para pelaku usaha berlomba untuk memproduksi beras dengan beragam jenis dan merek (brands). Situasi ini tentunya akan berdampak bagi masyarakat selaku konsumen. Dari sisi positif masyarakat akan diuntungkan dengan disuguhkannya bermacam pilihan jenis beras mulai dari harga termurah hingga paling mahal yang dijual di pasaran. Namun, dari sisi negatif akan memunculkan persaingan bisnis yang tidak sehat diantara para pelaku usaha dalam memproduksi beras yang tidak memenuhi aspek kenyamanan, keamanan serta keselamatan konsumen.3 Keadaan tersebut tentunya akan menguntungkan para pelaku usaha saja, dimana konsumen hanya dijadikan objek aktivitas bisnis yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Acapkali kita mendengar tentang ramainya pelanggaran terhadap hak konsumen yang seringkali tidak dihiraukan oleh para wirausahawan.4 Tak jarang pelaku usaha lebih mengutamakan laba yang akan diperolehnya ketimbang apa yang menjadi kewajibannya. Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disingkat UUPK) bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban salah satu yaitu “Pelaku usaha berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan”. Hal tersebut diterapkan dengan pencantuman label di setiap kemasan produk yang dihasilkan bertujuan melindungi konsumen agar terhindar dari kerugian.

Ironisnya, pada realita dilapangan tidak jarang ditemukan pelaku usaha yang menjual produk beras mempunyai ukuran kemasan yang besar dengan berat bersih yang tak sesuai dengan kenyataan di label kemasan, keadaan itu disebut dengan shortweighting.5 Kasus yang pernah penulis alami saat membeli beras berkualitas premium dengan berat bersih 10 kilogram dan biasanya dapat digunakan untuk 10

kali memasak, sebaliknya berdasarkan fakta yang penulis dapatkan tampak bahwa beras tersebut hanya dapat digunakan untuk 8 kali memasak dan isi sesungguhnya pada beras itu hanya 8 kilogram. Kasus yang sama juga ditemukan oleh Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi beserta Dinas perindustrian dan perdagangan Sumatra Utara saat melakukan sidak di pasarsei sikambing pada 9 april 2021. Dalam inspeksi tersebut Gubernur Sumatera Utara menemukan produk beras dengan berat bersih 10 kilogram ketika ditimbang beratnya hanya 9,5 kilogram, tentunya berat tersebut berbeda dengan di label kemasan.6

Konsumen bila hanya memandang dari segi kemasannya tentu salah besar. Kondisi tersebut mengharuskan konsumen lebih cermat dalam membeli produk pangan. Hal ini dapat merugikan konsumen yang hanya mengandalkan informasi yang disediakan oleh pelaku usaha. Besar atau kecilnya tampilan kemasan suatu produk tidak dapat menentukan ukuran, netto, atau kuantitas yang sebenarnya. Oleh karena itu, Konsumen dalam hal ini memerlukan jaminan perlindungan hukum yang bersifat umum, melihat posisi konsumen yang lemah. Perlindungan ini sudah seharusnya diperoleh konsumen untuk setiap produk pangan yang dibeli dari pelaku usaha.

Setelah melakukan pengamatan dengan mengkaji penelitian mengenai perlindungan konsumen dari tindakan shortweighting, ditemukan penelitian dengan topik yang serupa namun fokus kajian ataupun kasus yang diangkat berbeda dengan penelitian ini antara lain adalah jurnal dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” pada Jurnal Magister Hukum Udayana tahun 2017 yang mengulas lebih mengkhusus tentang tanggung jawab pelaku usaha dan upaya penyelesaian sengketa dalam hal terjadinya hortweighting.7 kemudian jurnal yang berjudul “Ketidaksesuaian Pencantuman Ukuran Yang Terdapat Pada Kemasan Dengan Produk Aslinya (Studi Pada Mini Mart Di Sesetan Denpasar)” pada Jurnal Kertha Semaya tahun 2016 yang membahas mengenai pertanggung jawaban pelaku usaha yang mendistribusikan produk tidak sesuai dengan ukuran di bungkusan.8 Dibandingkan penelitian sebelumnya walaupun memiliki topik penelitian yang sama namun terdapat perbedaan pada fokus kajian yang diangkat yaitu mengenai perlindungan hukum bagi konsumen beras dari adanya tindakan shortweighting. Beranjak dari hal tersebut penulis berkeinginan untuk melakukan kajian guna penulisan jurnal berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERAS DALAM HAL TERJADINYA SHORTWEIGHTING”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi konsumen beras dalam hal terjadinya shortweighting ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen ?

  • 2.    Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen beras yang mengalami kerugian dari tindakan shortweighting ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Karya ilmiah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui perlindungan yang diperoleh konsumen beras dalam hal terjadinya shortweighting serta menentukan tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen beras berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

  • II.    Metode Penelitian

Metode normatif atau disebut juga penelitian kepustakaan ialah metode yang dipakai pada penelitian ini, yang mana diarahkan untuk meninjau penerapan asas atau norma dalam hukum positif yang berlaku guna mendapatkan jawaban dari isu hukum yang diteliti.9 Pendekatan yang dipakai diantaranya perundang-undangan (statute approach) dengan menganalisis peraturan, dan juga produk hukum terkait permasalahan yang diamati dan fakta (the fact approach) dimana penelitian ini dilandaskan pada fakta-fakta langsung di lapangan. Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta bahan lainnya yang menunjang seperti skripsi ataupun jurnal hukum.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Beras Dalam Hal Terjadinya Shortweighting

Perkembangan industri perdagangan dewasa ini menghasilkan pelbagai produk dan jasa yang digunakan oleh semua orang.10 Perdagangan sebagai salah satu aktivitas ekonomi yang dijalankan masyarakat sejatinya bertujuan untuk memperoleh keuntungan serta mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan perdagangan tidak terlepas dari adanya konsumen dan pelaku usaha. Pasal 1 angka 2 UUPK konsumen ialah “Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Pasal 1 angka 3 pelaku usaha yakni “Setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi di wilayah hukum negara Republik Indonesia”.

Perkembangan yang terjadi saat ini mengakibatkan produk bahan pangan khususnya beras mengalami peningkatan permintaan dari konsumen. Peran pelaku usaha sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan tersebut dengan memproduksi beras dengan beragam jenis pilihan. Dalam memproduksi barang pangan untuk diperdagangkan, pelaku usaha diharuskan memenuhi standar ketentuan dalam Undang-Undang Pangan Pasal 97 ayat (1) yaitu: “Setiap orang yang memproduksi pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada kemasan pangan”. Hal ini bertujuan guna menginformasikan dengan jelas serta benar sebelum konsumen membeli atau mengonsumsinya. Lebih lanjut pada

Pasal 97 ayat (3) disebutkan bahwa “Pencantuman label di dalam dan/atau pada kemasan pangan ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai:

  • a.    Nama produk;

  • b.    Daftar bahan yang digunakan;

  • c.    Berat bersih atau isi bersih;

  • d.    Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;

  • e.    Halal bagi yang dipersyaratkan;

  • f.    Tanggal dan kode produksi;

  • g.    Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;

  • h.    Nomor izin edar bagi pangan olahan; dan

  • i.    Asal-usul bahan pangan tertentu”.

Namun, dari peredarannya masih banyak dijumpai produk beras yang tidak sesuai standar ketentuan yang ditetapkan, dimana berat bersih produk tidak sama dengan informasi yang termuat dalam label kemasan. Dalam dunia perdagangan hal ini dikenal dengan istilah shortweighting. Shortweighting merupakan suatu bentuk praktik perdagangan curang dengan cara mengurangi berat barang sebenarnya dengan yang tercantum di label kemasan sehingga konsumen menerima produk yang tidak memenuhi persyaratan serta jaminan yang temuat dalam label.11 Praktik kecurangan ini tergolong dalam perbuatan yang melanggar hukum sebagaimana dirumuskan di pasal 8 ayat (1) huruf b UUPK “Pelaku usaha dilarang memproduksi barang yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang”. Selain itu, juga melanggar Pasal 7 UUPK yaitu “Pelaku usaha berkewajiban beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya serta memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang serta menjamin mutu barang yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang yang berlaku”.

Tindakan shortweighting beras yang dilakukan pelaku usaha tidak hanya melanggar Pasal 7 dan 8 UUPK melainkan juga melanggar Pasal 4 tentang hak konsumen yakni “Hak atas kenyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang, hak untuk mendapatkan dan memilih barang/jasa yang sesuai dengan nilai tukar, kondisi dan jaminan yang dijanjikan, dan hak atas informasi yang jelas, jujur dan benar mengenai kondisi jaminan barang/jasa”. Hal ini tentu merugikan konsumen, sehingga diperlukan perlindungan terhadapnya.

Perlindungan konsumen adalah semua tindakan yang diberikan hukum dalam menjamin adanya keyakinan dalam memberi perlindungan baik secara preventif maupun represif. Jadi, perlindungan hukum yang diberikan bagi konsumen beras dalam hal terjadinya shortweighting yakni perlindungan yang bersifat preventif yaitu perlindungan sebelum terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan pemberian hak dan kewajiban baik untuk wirausahawan ataupun konsumen yang diatur di Pasal 4 hingga 7 UUPK. Kemudian di Pasal 8 hingga Pasal 17 mengenai larangan dan Pasal 19 hingga 28 mengenai tanggung jawab wirausahawan.12 Selain itu, konsumen beras juga

mendapatkan perlindungan yang bersifat represif. Perlindungan represif merupakan perlindungan yang diberikan hukum setelah terjadinya suatu pelanggaran yang merugikan atau tidak dikehendaki berupa pemberian sanksi administratif, penyitaan ataupun sanksi pemidanaan. Sesuai pasal 45 UUPK, setiap konsumen yang dirugikan boleh memilih penyelesaian sengketa melaui jalur litigasi (penyelesaian melalui pengadilan) ataupun non litigasi (diluar pengadilan) melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Pengaturan mengenai Perlindungan hukum ini dituangkan di Pasal 60 UUPK: “Penetapan sanksi administratif berupa ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)” jua dapat berupa pemidanaan sesuai pasal 62 yakni “Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah)” serta di Pasal 63 tentang sanksi tambahan bagi wirausahawan yang sudah dapat dibuktikan melakukan pelanggaran terhadap hak konsumen.

  • 3.2    Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Dari Tindakan Shortweighting

Berbicara tentang tanggung jawab, secara umum tanggung jawab mengacu pada kesadaran pribadi untuk menanggung akibat dari apa yang telah dilakukan baik disengaja ataupun tidak sengaja. Dalam kamus hukum tanggung jawab didefinisikan sebagai “Kewajiban seseorang untuk melaksanakan apa yang telah dikenakan padanya”. Lebih lanjut secara konsep hukum, tanggung jawab bertautan erat dengan hak dan kewajiban dimana hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain. Dalam teori Hans Kelsen dikemukakan “Seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”. 13 Dalam hukum perlindungan konsumen, hak seorang konsumen ialah kewajiban pelaku usaha sebaliknya kewajiban konsumen ialah hak pelaku usaha, sehingga apabila pelaku usaha melanggar hak konsumen serta mengakibatkan kerugian maka ia berkewajiban untuk bertanggung jawab.

Prinsip tanggung jawab dalam hukum secara umum dibagi menjadi 5 yaitu: 1. tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault), 2. praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability), 3. praduga tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non-liability), 4. tanggung jawab mutlak (strict liability) dan 5. tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability).14 Jadi, pelaku usaha memiliki tanggung jawab kepada konsumen beras yang dirugikan dalam hal terjadinya shortweighting dapat diterapkan prinsip tanggung jawab mutlak, hal ini dilandaskan pada kekurangan produk atau kerugian yang diderita konsumen bukan

pada aspek kesalahan dan perjanjian kontraktual, sehingga kerugian dibebankan pada pihak yang memproduksi atau menjual barang itu.15

Pada dasarnya tindakan shortweighting pelaku usaha terhadap konsumen beras dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPK yang dalam ayat (1) “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”, kemudian ayat (2) “Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggantian barang yang sejenis atau setara nilainya atau pengembalian uang dan/atau memberikan santunan sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaku usaha bisa bertanggung jawab memberikan kompensasi berbentuk pemberian produk beras dengan berat bersih yang sesuai dengan keterangan di label kemasan atau pengembalian uang. Namun, jika pelaku usaha tidak melakukan tanggung jawab maka ia bisa dituntut ke BPSK atau mengajukannya ke badan peradilan ditempat konsumen berkedudukan sesuai yang diatur di Pasal 23 UUPK.16

  • IV.    Kesimpulan sebagai Penutup

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang bisa ditarik dari hasil pembahasan bahwa wujud perlindungan yang bisa diberikan hukum kepada konsumen beras dalam hal pelaku usaha melakukan shortweighting adalah perlindungan preventif dan represif. Perlindungan preventif diberikan berbentuk hak dan kewajiban kepada semua pihak baik konsumen dan wirausahawan. Sedangkan perlindungan represif berupa pemberian sanksi administratif, penyitaan ataupun sanksi pemidanaan kepada pelaku usaha. Selain itu, konsumen beras yang dirugikan memperoleh pertanggung jawaban pelaku usaha sesuai pasal 19 UUPK.

Daftar Pustaka

Buku

Kelsen, Hans. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. (Bandung, Nusamedia, 2018) Muhaimin, Metode Penelitian Hukum. (Mataram, Mataram University Press, 2020)

Jurnal

Aji, Joni Murti Mulyo, and Agung Widodo. "Perilaku konsumen pada pembelian beras bermerk di Kabupaten Jember dan faktor yang mempengaruhinya." JSEP (Journal of Social and Agricultural Economics) 4, no. 3 (2010)

Eleanora, Fransiska Novita. "Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Pelaku Usaha Terhadap Ketentuan Pasal 27 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Krtha Bhayangkara 12, no. 2 (2018)

Kurniawati, Komang Prayuda Devi, and I Gede Putra Ariana. “Ketidaksesuaian Pencantuman Ukuran Yang Terdapat Pada Kemasan Dengan Produk Aslinya (Studi Pada Mini Mart Di Sesetan Denpasar)”. Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum 5, no 2 (2017)

Nur, Yudha Hadian, and Dwi Wahyuniarti Prabowo. "Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) Dalam Rangka Perlindungan Konsumen." Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan 5, no. 2 (2011)

Putri, Luh Putu Dianata, and AA Ketut Sukranatha. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kosmetik Tanpa Komposisi Bahan." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 10 (2018)

Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Magister Hukum Udayana 6, no. 4 (2017)

Roskiyasa, Dzakiannisa, and NGN Renti Maharaini Kerti. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terkait Pembatalan Sepihak Penerbitan Tiket Pesawat Oleh PT. Trinusa Travelindo Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Reformasi Hukum Trisakti 1, no. 1 (2019)

Sulistyowati, Eny. "Kesadaran Hukum Konsumen Terhadap Pencantuman Label Pada Kemasan Beras." Novum: Jurnal Hukum 7, no. 1 (2020)

Skripsi

Devi Ariyani, Devi. "Upaya Perlindungan Konsumen Terkait Shortweighting Pada Produk Makanan Industri Rumah Tangga Di Kota Tegal." PhD diss., Universitas Pancasakti Tegal, 2020

Internet

Ujang Suwarman, “Perlindungan Konsumen Terhadap Praktek Penjualan Makanan dan Kualitas Makan Yang Merugikan Konsumen”. http://ujangsumawarman.blog.mb.ipb.ac.id diakses pada 9 Oktober 2021

Yufis Nianis Nduru, 2021, “Gubernur Edy Rahmayadi ‘Sentil’ Pedagang Karena Beras tak Sesuai Takaran: Jangan Main-main!”, Tribun Medan.com, URL: https://medan.tribunnews.com/2021/04/09/gubernur-edy-rahmayadi-sentil-pedagang-karena-beras-tak-sesuai-takaran-jangan-main-main. diakes tanggal 5 Oktober 2021

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Negara Nomor 3821

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Negara Nomor 5360

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 06 Tahun 2022, hlm. 1274-1281