PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN MASKER MEDIS TANPA LABEL IZIN EDAR KEMENKES RI

Ni Luh Putu Alya Karmelia Armani, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Gusti Ngurah Dharma Laksana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2022.v11.i06.p19

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji dari sisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan PERMENKES No. 62 Tahun 2017 mengenai bentuk pertanggungjawaban hukum yang merupakan bagian dari perlindungan hukum kepada konsumen guna mencapai kepastian hukum, yang dapat diberikan oleh pelaku usaha bilamana konsumen mengalami kerugian akibat dari pemakaian suatu produk masker medis tanpa izin edar oleh KEMENKES RI yang diperjual-belikan oleh pelaku usaha. Penelitian dalam jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil yang didapatkan setelah penelitian yaitu bentuk pertanggungjawaban hukum pelaku usaha terkait kerugian konsumen akibat penjualan masker medis tanpa izin edar Kementerian Kesehatan adalah berupa ganti kerugian, pengembalian uang dan/atau penggantian atas kerugian akibat pemakaian barang dan/atau jasa yang diperdagangkannya sesuai ketentuan Pasal 19 dan Pasal 7 huruf f UUPK, serta penetapan sanksi administratif berupa ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000,00. Kemudian pengenaan sanksi administratif seperti peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin edar (Pasal 63 PERMENKES No. 62 Tahun 2017).Terkait Perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen terhadap penjualan masker medis tanpa izin edar yakni melalui Pasal 4, Pasal 7 huruf d UU Perlindungan Konsumen dan Pasal 6 PERMENKES No. 62 Tahun 2017 serta website resmi pengaduan melalui Halo Kemenkes (1500567).

Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Pelaku Usaha, Masker Medis, Izin Edar

ABSTRACT

The study aims to find out and examine from the side of the Consumer Protection Act and PERMENKES Number 62 of 2017 concerning forms of legal liability which are part of legal protection to consumers in order to achieve legal certainty, which can be provided by business actors if consumers experience losses due to the use of a medical mask product without distribution permit by the Ministry of Health of the Republic of Indonesia which is traded by business actors. The research in this journal uses normative legal reserch methods with a statute approach. The research’s results are the legal liability by business actors to consumers who losses suffered due to the sale of medical masks without a distribution permit from the Ministry of Health in the form of compensation, refunds and compensation for losses due to the use of goods or services traded according to Article 19 and Article 7 letter f of the UUPK, and administrative sanctions in the form of sanctions in the amount of Rp. 200,000,000.00. And administrative sanctions such as written warnings, termination of termination, revocation of distribution permits (Article 63 PERMENKES No. 62 of 2017). Regarding the legal shelter provided to consumers against the sale of medical masks without distribution permit, namely through article 4, article 7 letter d of the Consumer Protection Law and article 6 PERMENKES No. 62 of 2017 also the official website for complaints through Halo Ministry of Health (150567).

Keyword : Liability, Business Actors, Medical Mask, Distribution Permit

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Kemunculan wabah Pandemi COVID-19 sejak akhir tahun 2019 di Kota Wuhan, Hubeio, China hingga menyebar luas menyebabkan banyaknya kematian hampir di seluruh Negara di dunia. Wabah tersebut disebabkan oleh adanya varian baru dari penyakit menular korona yang bernama SARS-CoV-2, yang kemudian pada tanggal 11 Maret 2020 resmi ditetapkan sebagai pandemic oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Penyebarannya yang sangat cepat hanya melalui kontak langsung dengan penderita atau terkena percikan (droplets) oleh orang yang terjangkit virus ini menyebabkan Virus Covid-19 menyebar ke seluruh belahan dunia.

Terjangkitnya Indonesia dengan secara resmi melalui Kepres No. 12 Tahun 2020 Tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional bahwa pandemi Covid-19 ini menjadi bencana nasional non-alam pada tanggal 13 April 2020.1 Adapun upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia guna menekan laju penyebaran virus Covid-19 diantaranya menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), pembatasan perjalanan, pemberlakuan jam malam, karantina wilayah, penerapan 3M (Menjaga Jarak, Mencuci Tangan, dan Menggunakan Masker). Penggunaan masker sebagai salah satu bentuk proteksi diri dan pencegahan dari terpaparnya virus corona membuat adanya kepanikan pembelian (panic buying) yang dialami oleh masyarakat mengakibatkan melonjaknya harga dan permintaan terhadap masker sedangkan stock masker yang tersedia di pasaran semakin menipis. Sehingga hampir diseluruh dunia dianjurkan untuk pemakaian masker dengan benar sebagai bentuk proteksi diri dan orang lain di sekitar agar terhindar dari penularan virus Covid-19. Metode pemakaian masker juga disarankan dalam mengurangi penularan virus yang dibawa oleh asimtomatik dan orang yang terinfeksi namun tidak bergejala dalam berkomunitas.2

Mulai dari masker bedah (surgical mask), masker kain hingga masker N95. Pertama, Masker medis ini merupakan jenis masker yang sering dipakai oleh pekerja kesehatan dan hanya bisa sekali pakai. Lapisan yang berfungsi menangkal masuknya droplets yang dihasilkan oleh penghidap Covid-19 saat mengalami kondisi batuk atau flu dijadikan alasan mengapa masker bedah dipilih sebagai proteksi atau barrier dalam mencegah penyebaran Covid-19. Kegunaan masker ini lebih dianjurkan penggunaannya oleh mereka yang sedang sakit agar tidak menularkan virus dibandingkan untuk orang yang berkondisi sehat.3 Kedua, Masker kain (non medical mask), dalam suatu penelitian disebutkan tingkat efektivitas yang dimiliki untuk proteksi terhadap virus koronan oleh masker kain lebih rendah sebesar persentase 70% apabila di bandingkan dengan tingkat pencegahan yang dimilikii oleh masker bedah dan masker N95 maka itu pula masker kain segera dibersihkan dengan pencucian sabun dan air hangat. The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan pemakaian masker kain khalayak masyarakat untuk menurunkan laju penyebaran

Virus Corona, bagi mereka yang terjangkiti Virus Corona tapi tidak merasakan gejala apapun.4 Ketiga, masker N95 merupakan jenis masker yang didesain khusus untuk mencegah tidak hanya percikan air liur penderita covid-19 namun juga partikel udara yang kemungkinan mengandung virus. Namun pemakaian masker N95 ini tidak dianjurkan untuk sehari-hari dikarenakan pemakaian dengan jangka waktu panjang menyebabkan sulitnya bernafas.

Beberapa studi percobaan telah melaporkan masker medis lebih efektif memproteksi dan mencegah pemakainya dari terinfeksi atau kemungkinan menularkan infeksi.5 Hal ini pun sejalan dengan himbauan Organisasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang lebih merekomendasikan penggunaan masker medis (surgical mask dan N95) kepada khalayak masyarakat khususnya tenaga kesehatan yang terlibat langsung dengan pasien terinfeksi daripada penggunaan jenis masker kain (non medis) yang memiliki tingkat pencegahan lebih rendah. Banyaknya kemunculan beragam model masker medis di pasaran disebabkan oleh adanya banyak permintaan masyarakat dan tenaga kesehatan terhadap keperluan masker medis di tengah masa pandemi sehingga memunculkan banyaknya pelaku usaha yang berbondong-bondong untuk mencari celah berbisnis, kesempatan bisnis ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mendapatkan laba besar dengan mengeluarkan modal yang minim dengan tidak memperhatikan kualitas dan kelayakan suatu produk berupa masker yang dijualnya. Beberapa pelaku usaha yang menyalahgunakan kemunculan pandemi Covid-19 sebagai ladang berbisnis dengan taktik licik menjual masker medis yang tidak sesuai dengan standar mutu, keamanan dan kualitas yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan. Sehingga hal ini dapat merugikan masyarakat dan tenaga medis selaku pihak konsumen yang membeli dan menggunakannya. Perilaku tidak bertanggung jawab pelaku usaha dalam perdagangan tentunya berakibat pada dilanggarnya hak-hak daripada konsumen itu sendiri. Sehingga banyak bermunculan masker-masker medis yang diperjual belikan tanpa tercantum izin edar oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Masker medis dikategorikan sebagai alat pelindung diri yang merupakan alat kesehatan sehingga wajib dan harus mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan untuk menjamin efektivitas, keamanan, mutu serta kelayakan dari produk masker tersebut. Seperti disebutkan dalam artikel resmi yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI dalam website Farmalkes (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan), Direktorat Jenderal Farmalkes drg. Arianti Anaya, MKM, dalam siaran Pers menyebutkan masker yang telah mengantongi izin edar dari Kemenkes dapat diartikan bahwa masker tersebut masuk ke dalam kelompok masker bedah/medis (surgical mask) atau Masker N95 atau KN95 dan masuk ke dalam kategori alat kesehatan karena telah melewati uji klinis sesuai standarisasi yang telah di tetapkan oleh Kemenkes RI. Ada 3 tahapan uji klinis dan standar keamanan yang harus dilewati oleh produk masker yakni diantaranya Bacterial Filtration Eficiency (BFE), Partie Filtration Efficiency (PFE), dan Breathing Resistance, ketiga pengujian tersebut menjadi prosedur yang harus dilakukan agar suatu masker terjamin fungsi dan kelayakan serta dan keamanan mutunya terhadap virus yang akan dicegah masuk, sehingga menteri

kesehatan bisa memberikan perizinan edar pada masker tersebut.6 Sejalan dengan artikel tersebut dapat disimpulkan pemakaian masker medis sebagai bentuk proteksi diri dari virus dan bakteri tentunya tidak bisa sembarangan memakai masker abal-abal yang tidak memiliki izin edar dari Kemenkes RI dikarenakan masksr medis tanpa izin edar dapat membahayakan dan membuat peningkatan penyebaran virus corona. Bahaya masker medis palsu atau yang belum memiliki izin edar yang diperjual belikan oleh oknum penjual dengan etika tidak bertanggung jawab tentunya masih menjadi hal yang disepelekan oleh masyarakat, hal ini disebabkan oleh tingkat pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan kelayakan produk masker serta sikap abai masyarakat yang hanya membeli masker medis untuk dipakai agar tidak terkena sanksi protokol kesehatan ditengah masa pandemic Covid-19. Cederanya hak konsumen akibat pembelian dan penggunaan produk hingga menimbulkan kerugian, menunjukkan konsumen menduduki posisi lebih rendah dan rentan daripada pelaku usaha.7

Ketentuan izin edar yang wajib tercantum dalam masker medis sebagai alat kesehatan telah termuat dalam aturan khusus yakni Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyebutkan “Izin Edar adalah izin untuk Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang diproduksi oleh Produsen, dan/atau di impor oleh PAK atau importir yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan.” Terhadap penjualan masker medis tanpa izin edar tentunya membutuhkan adanya pertanggungjawaban hukum dari pelaku usaha terhadap ketentuan hak-hak konsumen yang telah dilanggar dan dirugikannya. Dilanggarnya hak konsumen akibat dari adanya pemakaian barang atau jasa di perdagangkan oleh pelaku usaha terjadi karena pelaku usaha menganggap remeh hak, kurangnya rasa tanggung jawab serta pengetahuan yang dimiliki akan sanksi hukum yang didapat apabila melanggar hak-hak tersebut.8 Guna tercapainya kepastian hukum sesuai dengan ketentuan Pasal yang harus dicapai dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu Indonesia adalah Negara yang berlandaskan hukum maka pemerintah selaku pelindung rakyat dan aparat penegak keadilan telah dengan serius membentuk instrument hukum dalam melindungi hak-hak masyarakatnya khususnya sebagai konsumen. Salah satunya pada Ius Contitutum di Indonesia terdapat aturan khusus yang memuat mengenai hak kewajiban pelaku usaha juga konsumen yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun beberapa penelitian ilmiah sebelumnya yang dijadikan sebagai inspirasi penulisan jurnal ini sekaligus menjadi state of arts dalam jurnal ilmiah ini diantaranya jurnal dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Nikotin Cair Yang Kemasannya Tidak Tercantum Peringatan Kesehatan” ditulis oleh

Khrisna Khristian dan Ida Ayu Sukihana yang telah dipublikasikan tahun 2020. Jurnal tersebut memiliki pembahasan yang memfokuskan pada tanggung jawab yang dilakukan perusahaan yang mengelola nikotin cair yang dikemasannya tidak tercantumkan peringatan kesehatan, yang mana nikotin cair merupakan zat yang berbahaya apabila digunakan dalam jangka panjang oleh manusia. Kemudian jurnal berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Make Up Artist Yang Menggunakan Kosmetika Palsu” ditulis oleh Luh Gede Anindita Prameswari Artha dan Ida Bagus Putu Sutama, telah dipublikasikan pada tahun 2019. Jurnal tersebut membahas mengenai permasalahan yang timbul akibat penggunaan kosmetika palsu oleh jasa makeup artis dan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan pada konsumen pemakai jasa tersebut. Terdapat perbedaan objek permasalahan yang diteliti dalam jurnal ini dengan beberapa jurnal diatas. Dalam penulisan jurnal ini oleh penulis akan membahas permasalahan pelaku usaha yang memperdagangkan masker medis tanpa izin edar Kemenkes dan bentuk tanggung jawab hukum yang diberikan pelaku usaha terkait terjadinya kerugian pada konsumen.

Dari latar belakang permasalahan yang menunjukkan masih banyaknya peredaran masker medis tanpa izin edar KEMENKES RI di pasaran ditengah urgensi penggunaan masker dalam masa pandemic Covid-19 yang menyebabkan dilanggarnya hak konsumen, maka penulis akan membahas lebih lanjut permasalahan tersebut dalam bentuk tulisan ilmiah berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN MASKER MEDIS TANPA LABEL IZIN EDAR KEMENKES RI”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Terdapat 2 (dua) pokok masalah yang menarik untuk dikaji di antaranya :

  • 1.    Bagaimana pertanggungjawaban hukum pelaku usaha terhadap penjualan masker medis tanpa izin edar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ?

  • 2.    Bagaimana pengaturan perlindungan hukum konsumen terhadap pemakaian masker medis tanpa izin edar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Dilakukannya penulisan jurnal ilmial ini memiliki tujuan guna memperoleh ilmu pengetahuan melalui peraturan perundang-undangan yang dijadikan pedoman untuk diteliti.9 Kemudian penelitian dalam jurnal ini memiliki tujuan yaitu : Untuk mengetahui tentang bagaimana pertanggungjawaban hukum dari pelaku usaha terhadap penjualan masker medis tanpa izin edar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Adapun tujuan lainnya yakni untuk mengkaji tentang bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi konsumen terhadap pemakaian masker medis tanpa izin edar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

  • II.    Metode Penelitian

Penulis melakukan penelitian ilmiah dalam penyusunan jurnal ini mempergunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif atau biasa disebut yuridis-normatif. Kemudian untuk menemukan solusi terhadap permasalahan hukum

akibat adanya gejala hukum tersebut akan dilakukan penelitian dan pengujian secara keseluruhan pada faktor hukum yang bersangkutan.10 Penelitian hukum yuridis-normatif yakni dikajinya peraturan perundang-undangan (bahan hukum primer) yang berlaku dan ditunjang dengan buku kepustakaan, kamus hukum, jurnal hukum, website, pendapat ahli hukum dan literatur lainnya sebagai bahan hukum sekunder. Dalam penelitian hukum ini, penulis akan meneliti dan mengkaji asas-asas hukum dalam peraturan perundangan yang berlaku dan bagaimana kebenaran itu dapat diperoleh dengan didasarkan pada logika hukum dari aspek normatif.11 Dalam Jurnal ilmiah ini memakai pendekatan perundang-undangan atau the statute approach. Pendekatan Statute Approach merupakann suatu pendekatan dengan melakukan analisis berbagai peraturan hukum berkaitan isu hukum yang sedang diteliti.12 Dalam jurnal ini, penulis akan meneliti bagaimana penerapan norma hukum yang berlaku terhadap para pelaku usaha yang melakukan penjualan masker medis tanpa izin edar KEMENKES RI. Adapun beberapa peraturan yang dikaji dalam penelitian ilmiah ini diantarannya yaitu : UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen , dan PERMENKES/62/2017. Teknik penelusuran bahan hukum dalam jurnal ini digunakan teknik studi kepustakaan. Yang kemudian dianalisis dengan cara mengkaitkan fenomena isu hukum yang sedang diteliti dengan peraturan perundangan yang ada. Hasil akhir berupa kesimpulan akan ditentukan didasarkan pada logika dan perundang-undangan yang berlaku sebagai bagian dari teknik logis informatif.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Pertanggungjawaban Hukum Pelaku Usaha Penjualan Masker Medis Tanpa Izin Edar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Demi mewujudkan perekonomian melalui kegiatan perdagangan yang sehat diperlukan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh kedua pihak yaitu pelaku usaha dan konsumen. Dalam ketentuan menimbang huruf d pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan “guna meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Menunjukkan bahwa pelaku usaha memperdagangkan barang atau jasanya sudah semestinya memiliki sikap yang jujur, bertanggung jawab dan memikirkan hak daripada konsumennya.” Adanya keseimbangan jaminan hukum bagi konsumen dan pelaku usaha dapat mewujudkan kondisi perdagangan yang damai dan sehat.“Pelaku usaha yakni tiap orang maupun badan hukum yang melakukan kegiatan perdagangan ekonomi didasarkan pada perjanjian”, yang intinya disebutkan dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang kemudian sering dikenal dengan istilah UUPK.13 UUPK sendiri telah mengatur

mengenai ketentuan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pelaku usaha dan konsumen. Namun begitu, pada faktanya masih banyak kegiatan perdagangan yang tidak sehat dikarenakan terdapat barang atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha menyebabkan kerugian hingga melanggar hak-hak konsumen. Oleh karena itu, aspek hukum diperlukan untuk membantu terciptanya lingkungan usaha yang sehat dan perlindungan hak konsumen dapat terlaksana secara optimal, kemudian agar pelaku usaha memiliki sifat bertanggungjawab dalam proses berusaha.14

Kehadiran tanggung jawab menjadi aspek yang diperlukan dalam melaksanakan hubungan hukum antar masyarakat dan lembaga sebagai manusia yang berkodrat makhluk sosial Pada hakikatnya kemunculan hak hukum seseorang dalam menuntut orang lain serta melahirkan kewajiban hukum untuk bertanggung jawab disebabkan oleh suatu keadaan yang menyebabkan wajib adanya pertanggungjawaban.15 Pelaku usaha mempunyai tanggung jawab berupa menanggung semua akibat yang merugikan konsumennya baik itu disengaja atau tidak.16 UUPK telah mengatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam hal terjadinya kerugian pada konsumen. Konsumen dapat menggunakan Pasal 19 ayat (1) UUPK sebagai dasar hukum dalam halnya dirinya mengalami kerugian. Pasal 19 ayat (1) “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.” Secara intinya pada ayat (2) menjelaskan “bentuk ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengembalian uang dan penggantian barang ataupun jasa yang memiliki nilai setara serta pemberian santunan dan pembiayaan kesehatan sesuai peraturan yang berlaku.” Selain itu pada Pasal 7 huruf f UUPK dapat dijadikan dasar aturan dalam menuntut pertanggungjawaban pelaku usaha yang terbukti menimbulkan kerugian pada konsumen sebagai dampakl dari pemakaian produk yang diperdagangkannya. “Memberi kompensasi, ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan” (Pasal 7 huruf f UUPK).

Keharusan pemakaian masker di tengah masa pandemi menyebabkan melonjaknya permintaan masyarakat terhadap masker medis sebagai bentuk proteksi diri dari virus covid-19. Yang kemudian menyebabkan banyaknya kemunculan berbagai jenis masker medis yang diperjual-belikan oleh para pelaku usaha di pasaran. Seperti mengutip pada CNN Indonesia, banyak beredar masker medis palsu atau illegal yang tidak memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan. Plt Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kementerian Kesrhatan, drg. Arianti Anaya menghimbau masyarakat untuk menggunakan masker dengan izin edar Kemenkes. Hal ini disebutkannya sebagai langkah untuk memaksimalkan proteksi diri karena masker medis yang telah tercantomkan izin edar KEMENKES (Kementerian Kesehatan) Republik Indonesia sudah terjamin dan lebih efektif dalam menangkal

masuknya virus korona ke dalam tubuh. Masker medis palsu atau ilegal tanpa izin edar tersebut dapat menimbulkan resiko tingginya angka kerentanan penularan virus Covid-19 dan tentunya meresahkan bagi masyarakat. Himbauan resmi tersebut nyatanya tidak diindahkan oleh beberapa oknum pelaku usaha produk masker medis palsu tanpa izin edar oleh Kementerian kesehatan RI. Perilaku tak bertanggung jawab tersebut dilakukan guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar dikarenakan biasanya masker medis palsu atau tanpa izin edar bisa diperjual belikan hanya dengan mengeluarkan modal yang lebih minim untuk medapatkan laba yang besar.

Ketentuan izin edar menjadi hal yang di wajibkan untuk dicantumkan pada suatu produk baik makanan maupun barang seperti masker yang diperjual belikan. Izin edar menjadi komponen penting untuk membuktikan bahwa produk makanan maupun barang seperti masker yang diperdagangkan tersebut telah memenuhi standar uji kelayakan, mutu, manfaat dan keamanan suatu produk. Dalam Pasal 1 angka 1 PERMENKES No. 62 Tahun 2017, “izin edar adalah izin untuk Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang diproduksi oleh Produsen, dan/atau di impor oleh PAK atau importir yang akan diedarkan di wilayah Negara Republik Indonesia, berdasarkan penilaian terhadap keamanan, mutu, dan kemanfaatan.” Kemudian Pasal 3 ayat (1) “menyebutkan penyelenggaraan Izin Edar bertujuan untuk menjamin Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.” Ketentuan pasal tersebut menunjukkan pentingnya pencantuman izin edar pada masker medis yang dikategorikan sebagai alat kesehatan. Sejalan dengan isi pasal pada peraturan menteri tersebut, dalam UUPK khususnya Pasal 7 memuat “mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa dalam hal ini produk masker medis yang diperdagangkannya berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.” Lalu pada ketentuan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, UUPK menyebutkan Pasal 8 huruf a yaitu “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Kemudian ketentuan aturan tersebut dapat disebutkan bahwa penjual sebagai aktor yang memperjual belikan produk masker medis palsu tanpa izin edar oleh KEMENKES RI terbukti telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan sebagai syarat memasarkan produk wajib menjamin mutu dan sesuai dengan standarisasi yang ditetapkan sebagaimana yang disebutkan dalam UUPK dan PERMENKES RI diatas.

Selain ganti kerugian yang dijelaskan sebelumnya pada Pasal 19 UUPK, Undang-Undang ini juga menjamin adanya kepastian hukum dan perlindungan kapada para konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi suatu produk dengan dituangkannya ketentuan mengenai sanksi administratif yang dapat dikenakan sebagai bentuk pertanggungjawaban hukum oleh pelaku usaha yang melanggar aturan dalam undang-undang tersebut. Pasal 23 UUPK menjelaskan “konsumen yang dirugikan dapat melaporkan pelaku usaha yang merugikannya kepada badan penyelesaian sengketa konsumen apabila pelaku usaha menolak ganti kerugian yang dibebankan padanya seperti tercantum pada Pasal 19.” Pada Pasal 60 UUPK menyebutkan “Kemudian badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26 ayat (2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).” Kemudian sesuai pasal 62 ayat 1 UUPK “Pelaku usaha yang terbukti melanggar Pasal

8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e dan ayat (2), dan Pasal 18 dikenakan sansksi pidana berupa kurungan penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milliard rupiah).”Kemudian bila melihat dari perspektif Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 Tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostic In Vitro Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, pertanggungjawaban hukum pelaku usaha terkait produk dagangannya menyebabkan kerugian bagi konsumen yakni Pasal 63 menyebutkan “pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan menteri ini dapat diberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin edar”.

Prinsip tanggung jawab menjadi bagian penting dalam hukum perlindungan konsumen secara umum terdapat 5 prinsip tanggung jawab hukum Apabila melihat jenis-jenis tanggung jawab dalam hukum, dirugikannya konsumen sebagai akibat dari perbuatan pelaku usaha yang memperjual belikan produk masker medis tanpa izin edar kemenkes, pelaku usaha dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan prinsip tanggung jawab bersalah.17 Karena, konsumen akan meminta pertanggungjawaban pelaku usaha apabila konsumen merasa dirugikan dengan pemakaian produk yang didapat dari adanya hubungan hukum yang tercipta saat terjadi transaksi pembelian produk masker medis tanpa izin edar yang dijual oleh pelaku usaha. Dikarenakan tanggung jawab bersalah artinya pertanggungjawaban hukum dapat dibebankan kepada pelaku usaha apabila dirinya terbukti bersalah. Pasal 1365 KUHPerdata yang umum diketahui tentang Perbuatan Melawan Hukum mensyaratkan terpenuhinya 4 (empat) hal pokok yaitu “adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, kerugian yang diderita, dan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum, tindakan dan kerugian.”

  • 3.2.    Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pemakaian Masker Medis Tanpa Izin Edar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Dalam konstitusi Negara UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia ialah Negara hukum. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa segala sesuatu perbuatan harus dan wajib didasarkan pada hukum yang berlaku. Negara hukum ialah pemerintahan negara itu harus dilandasi oleh aturan norma sebagai pedoman menjalankan pemerintahan.18 Sama halnya dengan penyelenggaraan kegiatan perdagangan diperlukan adanya peraturan yang mengaturnya demi terwujudnya perdagangan yang sehat dan berkepastian hukum. Kepastian hukum menjadi tujuan yang ingin diwujudkan oleh tiap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Terwujudnya kepastian hukum khususnya bagi pelaku usaha dan konsumen selaku pemeran dalam praktik perdagangan menjadi penting dan telah diatur dalam ketentuan hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam UUPK.Secara teroritis perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan melalui perangkat hukum untuk subyek hukum demi mencapai suatu keadilan dan kepastian hukum.19 Terlaksananya jaminan kepastian hukum terkait hak-hak warga negara,

pengayoman dari pemerintah kepada warganya, dan terdapatnya sanksi hukuman kepada pihak yang melanggarnya merupakan bagian dari elemen-elemen yang wajib terdapat dalam perlindungan hukum.20 Hukum bersifat mencegah dan bersifat hukuman. Perlindungan hukum terdiri atas perlindungan hukum preventif, yaitu diberikannya perlindungan guna mencegah terjadinya pelanggaran dan perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum akan diberikan ketika suatu pelanggaran tersebut telah terjadi.21

Bentuk payung hukum yang diberikan pada konsumen apabila terjadinya kegiatan mengkonsumsi atau menggunakan masker medis tanpa izin edar secara umum diatur dalam ketentuan Pasal UUPK. Pasal 1 angka 1 UUPK “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Hadirnya perangkat hokum berupa UUPK sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan perdagangan di Indonesia dengan harapan dapat menumbuhkan kesadaran tinggi (awareness) baik dari pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan kewajibannya. Terwujudnya perilaku pelaku usaha yang bertanggungjawab dalam berusaha sehingga dapat melindungi martabat konsumen atas haknya.22 Beberapa hak konsumen telah diatur dalam Pasal 4 UUPK, khususnya dalam ketentuan Pasal 4 huruf a dan c yang intinya menyebutkan “konsumen berhak merasa nyaman, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa dan dalam menggunakan barang serta jasa konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan produk atau jasa.” Terkait konsumen menggunakan masker medis dengan tujuan melindungi dirinya dari penularan virus sudah selayaknya lah produk masker yang digunakan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan dengan disertai informasi yang benar dan jelas mengenai label izin edar yang dikeluarkan oleh KEMENKES RI yang menunjukkan bahwa masker medis tersebut layak pakai dan telah memenuhi stadarisasi mutu, keamanan dan kemanfaatan yang sebagaimana mestinya. Penting untuk pelaku usaha khususnya memperdagangkan produk masker dengan izin edar Kementerian Kesehatan sehingga dapat memberikan rasa aman dan keselamatan sesuai dengan fungsi masker tersebut.

Kemudian pada ketentuan Pasal 7 huruf d pada UUPK yang menjelaskan “pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.” Ketentuan tersebut sejalan dengan keharusan pencantuman izin edar pada kemasan masker medis yang berkategori alat kesehatan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 Permenkes/62/2017. Kemudian izin edar oleh Kementerian Kesehatan RI yang tercantum pada kemasan produk masker berarti menunjukkan masker tersebut telah teruji klinis melewati tahapan uji mutu keamanan yang ditetapkan dan sudah dapat di golongkan sebagai alat kesehatan berupa masker medis atau bedah. Izin edar

KEMENKES RI hanya akan diberikan apabila telah memenuhi ketentuan Pasal 6 Permenkes No. 62 Tahun 2017 yang berbunyi “Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dan PKRT yang diberikan Izin Edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. mutu, sesuai dengan cara pembuatan yang baik; b.keamanan dan kemanfaatan yang dibuktikan dengan hasil uji klinik dan/atau bukti lain yang diperlukan; c. takaran tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan sesuai dengan standar, persyaratan dan ketentuan yang berlaku; dan d. tidak menggunakan bahan yang dilarang sesuai dengan standar, persyaratan dan ketentuan yang berlaku.” Mengkaji dan memahami ketentuan mengenai izin edar dan standar mutu yang telah ditetapkan dan wajib untuk dilaksanakan oleh pelaku usaha sebelum memperjualbelikan produknya khususnya produk masker, dapat diketahui bahwa hanya masker medis yang telah melewati standarisasi dan kriteria uji mutu, kemanfaatan dan keamanan sebagaimanan dituangkan pada Pasal 6 Permenkes No. 62 Tahun 2017 dan Pasal 7 huruf d UUPK yang dapat diedarkan di pasaran dan sudah tentunya aman untuk digunakan oleh konsumen tanpa melanggar hak-hak yang dimilikinya. Lebih lanjut mengenai label izin edar KEMENKES RI yang tercantum pada kemasan masker medis dapat di cek keaslian dan kebenarannya pada infoalkes.kemkes.go.id dan bentuk serius jaminan perlindungan hukum yang diberikan Kementerian Kesehatan kepada masyarakat dan tenaga kesehatan selaku konsumen masker medis lebih lanjut dengan disediakannya website resmi melalui http://e-watch.alkes.kemkes.go.id dan Halo Kemenkes (1500567) untuk pengaduan terkait bila ditemukannya masker medis yang beredar dipasaran tanpa Izin Edar KEMENKES RI.

  • IV.    Kesimpulan

Adapun dua kesimpulan dari permasalahan yang di teliti, diantaranya : Kemunculan wabah Covid-19 sehingga berdampak pada wajibnya penggunaan masker medis bagi masyarakat membuat banyaknya pelaku usaha yang menjual masker medis tanpa izin edar dan telah mencederai hak-hak konsumen serta melanggar ketentuan standar mutu keamanan dan kemanfaatan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Pelaku usaha tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban hukum berupa ganti kerugian atau kompensasi, pengembalian uang sesuai ketentuan Pasal 19 dan Pasal 7 huruf f UUPK, serta penetapan sanksi administratif berupa ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000,00. Kemudian apabila dilihat dari perspektif PERMENKES No. 62 Tahun 2017, pelanggaran terhadap ketentuan izin edar memiliki akibat dikenakannya sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin edar (Pasal 63). Kemudian perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen terhadap penjualan masker medis tanpa izin edar diatur melalui Pasal 4, Pasal 7 huruf d UUPK dan Pasal 6 PERMENKES No. 62 Tahun 2017 serta website resmi pengaduan Halo Kemenkes (1500567).

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mahmud, Peter. "Penelitian Hukum, Cetakan ke-11." Kencana, Jakarta (2011).

Shofie, Yusuf, ”Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia”, Citra , Aditya Bakti, 2008, Bandung.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2006. Jakarta.

Jurnal Ilmiah

Atmojo, Joko Tri, Sri Iswahyuni, Rejo Rejo, Catur Setyorini, Kiki Puspitasary, Heni Ernawati, Ahmad Rois Syujak et al. "Penggunaan Masker Dalam Pencegahan Dan Penanganan Covid-19: Rasionalitas, Efektivitas, Dan Isu Terkini." Avicenna: Journal of Health Research 3, no. 2 (2020)

Ayu Jayani Giri, Ni Made Dwi dan I Gusti Ngurah Dharma Laksana, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Kelalaian Pelaku Usaha Jasa Cuci Mobil Di Kuta Selatan”, Jurnal Kertha Desa 8, No.4 (2020).

Chan, Ka Hung, and Kwok-Yung Yuen. "COVID-19 Epidemic: Disentangling The ReEmerging Controversy About Medical Facemasks From An Epidemiological Perspective." International journal of epidemiology 49, No. 4 (2020).

Dewi Ayu Krisna, Anak Agung dan I Wayan Novy Purwanto, “Perlindungan Hukum Terkait Kerugian Pembelian Barang Dalam Transaksi E-Commerce Yang Tidak Sesuai Dengan Katalog Di Internet.”, Jurnal Kertha Negara 7, No. 5 (2019).

Dimyati, Hilda Hilmiah.  "Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar

Modal." Jurnal Cita Hukum 2, No. 2 (2014).

Hamzani, Achmad Irwan. "Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya." Yustisia Jurnal Hukum 3, no. 3 (2014)

Mbiliyora, Putri Permatasari, dan I Wayan Novy Purwanto, "Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Pengguna Eyelash Extention." Jurnal Kertha Desa 8, No.6 (2020).

Nardi, Ni.Made, dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, “Relevansi Penggunaan Model Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Kepailitan”,Jurnal Kertha Patrika 41, No.2 (2019).

Nurmahayani, Ni Made Dwi, dan I. Ketut Keneng. "Bentuk Pengawasan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Konsumen." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4, No. 3 (2016).

Prema, I. Ketut Arjuna Satya, Dewa Gde Rudy, dan Suatra Putrawan. "TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA LAUNDRY TERKAIT DENGAN KLAUSULA EKSONERASI PERJANJIAN LAUNDRY DI KECAMATAN KEDIRI." Jurnal Kertha Semaya, 1, No. 12 (2017).

Pratiwiningrat, Anak Agung Ayu Manik, I Wayan Wiryawan, dan Dewa Gde Rudy. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Produk Makanan Kadaluarsa." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 3, No. 3 (2015).

Putri, Luh Putu Dianata, dan AA Ketut Sukranatha. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kosmetik Tanpa Komposisi Bahan." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No. 10 (2018).

Saragih, Nova Indah, Verani Hartati, dan Muchammad Fauzi. "Tren, Tantangan, Dan Perspektif Dalam Sistem Logistik Pada Masa Dan Pasca (New Normal) Pandemik Covid-19 Di Indonesia." Jurnal Rekayasa Sistem Industri 9, No. 2 (2020).

Sukmawati, Ni Made Dewi, dan I Wayan Novy Purwanto. "Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Online Shop Terhadap Konsumen Akibat Peredaran Produk Kosmetik Palsu." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, No. 3 (2019).

Suryadipa, I., dan I. Wayan Novy Purwanto. "Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Dalam Menjamin Keselamatan Konsumen Pada Perusahaan Gumuh Sari Waterpark." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 8, No. 2 (2020).

Peraturan Perundangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomer 3821.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 62 Tahun 2017 tentang Izin Edar Alat Kesehatan, Alat Kesehatan Diagnostic In Vitro Dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.

Internet

Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2021), Gunakan Masker Medis Yang Telah Memiliki Izin Edar, diakses pada 30 September 2021 dari : https://farmalkes.kemkes.go.id/2021/04/gunakan-masker-medis-yang-telah-memiliki-izin-edar.

Instalasi Promosi Kesehatan dan Pemasaran, (2020), Pentingnya Sebuah Masker Saat Pandemi Covid-19, diakses pada 9 September 2021 dari https://rsupsoeradji.id/pentingnya-sebuah-masker-saat-pandemi-covid-19.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 6 Tahun 2022, hlm. 1386-1399