PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

BERTRANSAKSI ONLINE BERLANDASKAN
UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999

Kadek Ari Armando Sutama, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : ariarmando778@gmail.com

Dewa Gede Pradnya Yustiawan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: pradnya_yustiawan@unud.ac.id

DOI: KW.2022.v11.i08.p7

ABSTRAK

Penulisian jurnal ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan pelanggan dalam transaksi online dan Bagimana perlindungan secara yuridis kepada pelanggan dalam transaksi online ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindunga konsumen. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif diakibatkan adanya suatu kekosongan norma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem transaksi online fondasinya tidak jauh beda dengan transaksi jual beli menurut biasanya. Penghubung primer dalam transaksi online ialah flatform digital. Perlindungan hukum sama dengan perlindungan atas kewenangan pelanggan, kewenangan pelanggan dimuat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Selanjutnya wujud perlindungan hukum atas pelanggan ialah penuntasan konflik pelanggan, metode penyelessaian konflik pelanggan dilakukan asalkan dalam transaksi online kedapatan kelalaian atas hak-hak pelanggan. Sistem peneylesaian konflik pelanggan dapat dilaksanakan menggunakan jalur pengadilan dan/atau diluar Mahkamah, keyakinan ini disusun dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Transaksi, online.

ABSTRACT

Writing in this scientific journal aims to determine the position of customers in online transactions and how juridical protection is given to customers in online transactions in terms of Law Number 8 of 1999 concerning consumer protection. The type of research used in writing this scientific journal is normative legal research due to a void in norms. The results of the study show that the foundation of the online transaction system is not much different from the usual buying and selling transactions. The primary link in online transactions is the digital platform. Legal protection is the same as protection for customer authority, customer authority is contained in Article 4 of Law Number 8 of 1999 concerning consumer protection. Furthermore, a form of legal protection for customers is the settlement of customer conflicts, customer conflict resolution methods are carried out provided that online transactions are found to be negligent of customer rights. The customer conflict resolution system can be implemented using court channels and/or outside the Court, this belief is regulated in the Consumer Protection Act

Keywords: Consumer Protection, Transactions, online.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 8 Tahun 2022, hlm. 1562-1570

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Pengembangan teknologi berita sudah mengubah kelaziman komunitas ketika melaksanakan bisnis komersial. Kelaziman komunitas yang terdahulu melaksanakan bisnis komersial secara eksklusif maupun melalui secara langsung, saat ini bertahap berganti sebagai sebentuk model mutakir yakni bisnis komersial via jagat maya atau bertransaksi online. Bisnis online adalah bentuk mutakir dalam menjalankan aktivitas komersial dengan menggunakan peningkatan teknologi berita. Tansaksi online tumbuh di komunitas sebagai akibat dari adanya kemajuan teknologi dan kian melambungnya total konsumen internet di Indonesia. 1

Masa sekarang ini ramai pedagang dan pelanggan melangsungkan transaksi komersial via online. Banyak yang digunakan oleh pedagang dan pelanggan ketika melangsungkan transaksi online seperti Tokopedia, Shoope, Olx. Variabel yang memacu pedagang melangsungkan transaksi online berkat melewati transaksi online pedagang dapat mengendalikan anggaran penjualan, peredaran dan lainnya sampai pedagang hanya membutuhkan dana yang terukur rendah saat mengelola lapaknya. Sementara itu faktor yang memacu pelanggan melangsungkan transaksi online. Sebab via transaksi online pelanggan memperoleh keuntungan serta kelapangan adalah dapat menentukan bermacam produk yang dimaui atau pelanggan tidak usah pergi ke kios hanya membeli produk yang diperlukan, jangankan bila kios itu bertempat diluar zona pelanggan, pasti urusan ini membantu menolong pelanggan sebab dapat menyingkat durasi dan memudahkan pelanggan. Via transaksi online hanya dengan menggunakan link-link yang menganjurkan produk pokok, pelanggan dapat menyortir dan membedakan mutu dan harga produk yang dibutuhkan, kondisi sekarang harusnya lebih mudah dan irit dari pada memperoleh secara instan melalui transaksi offline.2

Walaupun begini, ekploitasi teknologi internet guna untuk melangsungkan transaksi online memiliki akibat buruk terhadap pelanggan. Mempertimbangkan membeli via transaksi online dilangsungkan oleh pedangang dan pelanggan yang tidak bertatap muka ketemu dan tidak sama-sama kenal oleh sebab itu transaksi online ini dijalankan karena meninjau keyakinan dari antar sisi, persoalan yang dapat berjumpa menurut transaksi online adalah sebagai berikut, ialah hingga kualitas produk yang diminta tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh pedagang, masa pengangkutan tidak sama dengan janji yang telah disetujui, pada prosedur pengangkutan produk sangat rawan kedapatan produk yang rusak. Kejadian asing yang mungkin kedapatan ialah produk yang sudah dibeli dan dilunasi oleh pelanggan tidak diantar oleh pedagang.3

Kasus yang dihadapi oleh Agung, kejadian ini mulai sejak saat Agung browsing pada internet dan menonton promosi pemasaran laptop label Acer yang dipasarkan pedagang di situs jual beli online. Saat ditanya, pedagang memohon Agung

agar mengirim uang sejumlah Rp 2.550.000,00. Pedagang itu meniatkan mau menyerahkan laptop selepas uang dikirim, selepas dikirim sinkron pada persetujuan akan tetapi barang yang dijanjikan ialah laptop tidak diantar oleh pedagang dan pedagang itu tidak bisa di telepon lagi.

Transaksi elektronik yang berkualitas pada transaksi online membuahkan kemampuan menawar yang tak selevel antara pedagang dan pelanggan. Kesimpulannya menguraikan serupa dengan kenyataan bahwa pedagang yang medagangkan produk dan/atau jasanya secara online suka menautkan perjanjian formal, kemudian membuka upaya menawar yang tidak simetris (unequal bargaining power) . Lesunya posisi pelanggan dengan pedagang dalam melaksanakan transaksi online jelas sangat buruk bagi pelanggan dan telah menerjang kewenangan pelanggan yang tertulis dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berlandaskan deskripsi tercantum lalu ketentuan hukum kepada perlindungan pelanggan dalam transaksi online mutlak dibutuhkan. Selain itu sebab pelanggan mengantongi kewenangan yang sangat diperlukan untuk diluruskan, kegiatan ini pula akan meningkatkan pengetahuan pedagang mengenai pentingnya perlindungan pelanggan akhirnya lahir gaya yang benar dan berkewajiban dalam berupaya. 4

State of the art dalam penelitian ini yaitu mengacu pada penelitian sebelumnya antara lain penelitian oleh Suyanto Sidik dengan judul “Dampak Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Terhadap Perubahan Hukum Dan Sosial Dalam Masyarakat”.5 Selanjutnya penelitian oleh Tony Yuri Rahmanto dengan judul Penegakan Hukum Terhadaptindak Pidana Penipuan Berbasis Transaksi Elektronik (Legal Enforcement Against Fraudulent Acts in Electronic-Based Transactions).6 Kedua penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini ada merujuk aspek hukum pada penimpuan. Selain perbedaan itu, penelitian ini juga memiliki persamaan terutama terkait mengenai transakasi elektornik. Dengan demikian, penelitian ini memiliki orisinalitas dan sangat penting dilakukan pengkajian sebagai bahan perbandingan dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, menurut pandangan penulis sangat relevan bila mengangkat permasalahan mengenai judul “PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BERTRANSAKSI ONLINE BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999”.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kedudukan pelanggan dalam transaksi online ?

  • 2.    Bagimana perlindungan secara yuridis kepada pelanggan dalam transaksi online ditinjau dari UU Pelindungan Konsumen ?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Mengenai maksut dari penyusunan ini berlandaskan latar belakang dan ringkasan kegiatan diatas yaitu agar mengenal posisi pelanggan didalam Transaksi online serta memahami bagaimana perlindungan hukum tentang pelanggan dalam transaksi online yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

  • II.    Metode Penelitian

Teknik pengkajian menyingsing berbagai macam pengkajian, ancangan pengkajian, asal usul materi hukum meskipun ancangan informasi, metode penyatuan materi hukum, metode penyatuan informasi, juga teknik studi materi hukum meskipun studi informasi.7 Teks yang memakai teknik pengkajian hukum normatif beranjak semenjak adanya masalah hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis secara kritis norma hukum terhadap kekososngan norma. Menetapkan ancangan statute approach, conceptual approach, dan analytical approach. Metode pencarian materi hukum memakai teknik pembelajaran inskipsi, dan studi analisis memakai studi kualitatif.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Kedudukan Konsumen Dalam Transaksi Online

Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makluk hidup lain dan tidak untuk diperdangangkan pelanggan dalam keterangan ini merupakan pelanggan yang mendapatkan sebuah barang via online dimana barang itu digunakan secara direk dan tidak untuk di perjualbelikan.8

`Secara umum terdapat sekian banyak persoalan yang kedapatan di dalam metode transaksi online, yakni :

  • 1.    Pelanggan tidak bisa secara langsunng mengenali, melihat, ataau memegang produk yang dipesannya;

  • 2.    Informasi yang simpang siur terhadap produk yang ditwarkan dan/atau tidak adanya kejelasan apakah pelanggan mendapatkan bermacam-macam informasi yang setimpal untuk dia ketahui, atau yang tepat diinginkan untuk melakukan transaksi online;

  • 3.    Subjek hukum yang tidak jelas, dari pedagang;

  • 4.    Tidak adanya asuransi untuk barang tersebut dan keamanan bertransaksi juga ketentuan-ketentuan yang mendetail, khususnya dalam pelunasan secara elektronik menggunakan katu kredit maupun uang elektronik;

  • 5.    Pembebanan Tanggungan yang tidak berimbang, kebanyakan dalam transaksi secara online, pelunasan yang sudah dilakukan secara langsung dihadapan pelanggan, meskipun barang yang ditunggu belum didapatkan atau tidak sesuai perjanjian, lantaran garansi yang terdapat adalah garansi transportasi tidak penerimaan produk;

  • 6.    Transaksi Pembelian yang melalui antar benua borderless, mengakibatkan misteri menimpa yuridiksi hukum suatu benua yang dimana selayaknya berfungsi.

Mempertimbangkan transaksi online dilaksanakan tidak secara langsung bertatap muka dan anara pelanggan dan pedagang tidak sama-sama kenal, hingga kewenangan pelanggan dalam transaksi online sangat gampang dianggar akhirnya meletakkan pelanggan dalam kedudukan tawar (bargaining position) yang loyo. Hingga diperlukannya perlindungan hukum atas kewenangan pelanggan dalam transaksi online.9

  • 3.2    Perlindungan Secara Yuridis Atas Pelanggan Dalam Transaksi Online Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Perlindungan ialah sebutan yang digunakan sebagai gambaran perlindungan hukum yang dikasi untuk pelanggan dalam usaha agar memenuhi keperluan dari kewenangan yang buruk bagi pelanggan. UU Perlindungan Konsumen ialah segenap usaha yang membuktikan adanya kejelasan hukum untuk membantu pelindungan untuk pelanggan.10 Perlindungan pelanggan mempunyai cakupan yang lapang, mecangkup perlindungan pelanggan kepada produk dan servis, berasalkan daripada tahapan aktivitas untuk dapat memperoleh produk dan servis sampai mencapai kesudahannya dari penggunaan produk dan/atau servis itu. Lingkup perlindungan pelanggan dapat dibedakan dalam 2 jenis sudut pandang, yakni :

  • 1. Perlindungan kepada produk yang diberikan untuk pelanggan tidak sama

dengan yang sudah diperbolehkan sebelumnya;

  • 2. Perlindungan untuk disahkannya tuntutan yang tidak wajar terhadap

pelanggan.

Perlindungan hukum sangat penting untuk pelanggan dikarenakan kedudukan tawar pelanggan yang lesu. Perlindungan hukum atas pelanggan mengharuskan adanya memihak terhadap kedudukan adem yang lesu (pelannggan). Perlindungan hukum kepada pelannggan ialah suatu permasalahan yang kuat, dengan rivalitas dunnia yang tetap bertumbuh. Perlindungan hukum amat diperlukan di dalam

rivalitas dan melimpahnya pabrikasi dan akomodasi yang memposisikan pelanggan dalam kedudukan adem yang lesu.11

Sebutan perlindungan pelanggan berjalinan bersama perlindungan hukum. Sebab atas itu, perlindungan pelanggan memuat perspektif hukum. Mengenai entitas yang memperoleh perlindungan itu tidak hanya semata-mata, melainkan kewenangan yang berkarakter imajiner.

Dengan artian lain, perlindungan konsumen nyatanya sama dengan perlindungan yang dikasikan pidana terhadap kewenangan pelanggan.12

Perlindungan konsumen nyatanya sama dengan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan. Secara lazim kewenangan basis pelanggan ialah :

  • 1)    Hak untuk mendapatkan perlindungan (The Right to Safety)

Berarti hak untuk dijaga dari penjualan produk dan pelayanan yang membahayakan jiwa dan harta benda. produk dan pelayanan yang dibeli seharusnya tidak hanya melengkapi kebutuhan mendesak mereka, tetapi juga memenuhi kepentingan waktu yang lama.

  • 2)    Hak untuk mendapatkan informasi (The Right to be Informed)

agar dijaga dari fakta, promosi, merek, atau pelaksanaan lain yang membohongi, atau sangat menyimpangkan, dan untuk diberikan informasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan keinginan berdasarkan informasi.

  • 3)    Hak untuk menentukan pilihan (The Right to Choose)

Pelanggan berwenang atas barang yang dia pilih dalam menggunakan suatu barang. pelanggan juga tidak boleh berada dalam keadaan menekan dan keadan memaksa dari pihak penjual maka pelanggan tidak memiliki keleluasaan untuk memperoleh atau tidak memperoleh suatu barang.

  • 4)    Hak untuk dapat didengar (The Right to be Heard)

diyakinkan maka keinginan pelanggan bakal memperoleh pertimbangan dan simpati ketika membuat kebijakan pemerintah, baik via UU yang diresmikan oleh parlemen maupun melalui peraturan yang diresmikan oleh badan-badan eksekutif.

UU Perlindungan Konsumen mendeskripsikan mengenai kewenangan pelanggan, dalam Pasal 4 terdapat 8 hak-hak yang sangat jelas dijelaskan sementara itu satu kewenangan trakhir menyatakan secara terekpose. Kewenangan pelanggan adalah :

  • (a)    “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

  • (b)    Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

  • (c)    Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

  • (d)    Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

  • (e)    Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

  • (f)    Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;

  • (g)    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

  • (h)    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.”13

Kewenangan yang disusun dalam keyakinan hukum perundang-undangan yang berbeda. Adanya kewenagan pelanggan, lalu pedagang terbebani oleh keharusan-keharusan sebagai halnya disusun dalam “Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen”, ialah;

  • (a)    “Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

  • (b)    Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

  • (c)    Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tridak diskriminatif;

  • (d)    Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

  • (e)    Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

  • (f)    Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

  • (g)    Memberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

  • IV. Kesimpulan sebagai Penutup

    4. Kesimpulan

Sistem transaksi online fondasinya tidak jauh beda dengan transaksi jual beli menurut biasanya. Penghubung primer dalam transaksi online ialah flatform digital. Perlindungan hukum sama dengan perlindungan atas kewenangan pelanggan, kewenangan pelanggan dimuat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Selanjutnya wujud perlindungan hukum atas pelanggan ialah penuntasan konflik pelanggan, metode penyelessaian konflik pelanggan dilakukan asalkan dalam transaksi online kedapatan kelalaian atas hak-hak pelanggan. Sistem peneylesaian konflik pelanggan dapat dilaksanakan menggunakan jalur pengadilan dan/atau diluar Mahkamah, keyakinan ini disusun dalam UU Perlindungan Konsumen

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Sidabalok, Janus. “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”, (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2014).

Skripsi

Purna Satria, Bayu. “Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Transaksi Elektronik”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, (2013).

Jurnal

Alhakim, Abdurrakhman. "Urgensi Perlindungan Hukum terhadap Jurnalis dari Risiko Kriminalisasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia." Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 4, no. 1 (2022).

Anandhita, Vidyantina Heppy. "Perlindungan Konsumen Oleh Pelaku Usaha Online Dalam Proses Transaksi Di Dki Jakarta." Jurnal Penelitian Pos Dan Informatika 4, no. 2 (2014).

Akhmaddhian, Suwari, and Asri Agustiwi. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Secara Elektronik Di Indonesia." UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 3, no. 2 (2016).

Mahayana, I. Gusti Bagus Guna, AA Sagung Laksmi Dewi, and Luh Putu Suryani. "Akibat Hukum terhadap Pembelian Suatu Barang Secara Online." Jurnal Konstruksi Hukum 2, no. 3 (2021).

Setiawan, Radita, and Muhammad Okky Arista. "Efektivitas Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik Di Indonesia Dalam Aspek Hukum Pidana." Jurnal Hukum Pidana dan penanggulangan Kejahatan 2, no. 2 (2013).

Sidik, Suyanto. "Dampak undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) terhadap perubahan hukum dan sosial dalam masyarakat." Jurnal Ilmiah Widya 1, no. 1 (2013).

Rahmanto, Tony Yuri, J. H. R. S. Kav, and J. S. Kuningan. "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis Transaksi Elektronik." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, no. 1 (2019).

Priowirjanto, Enni Soerjati. "Pengaturan transaksi elektronik dan pelaksanaannya di Indonesia dikaitkan dengan perlindungan e-konsumen." Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum (Journal Of Law) 1, no. 2 (2014).

Wahyuni, Raden Ani Eko, and Bambang Eko Turisno. "Praktik Finansial Teknologi Ilegal Dalam Bentuk Pinjaman Online Ditinjau Dari Etika Bisnis." Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 1, no. 3 (2019).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan Konsumen

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 8 Tahun 2022, hlm. 1562-1569