KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN
on
KEDUDUKAN MEDIATOR DALAM MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN
Syahrul Rizqian, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: syahrulrizqian.24@gmail.com
Putu Ade Harriestha Martana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: ade_martana@unud.ac.id
DOI: KW.2022.v11.i06.p13
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa melalui mediasi serta mengetahui peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta peninggalan. Mediasi adalah penyelesaian sengketa secara menengahi guna tercapainya akta perdamaian. Penelitian ini memakai jenis penelitian hukum yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Kajian ini menggunakan sumber yang didapat dari sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Adapun hasil penelitian ini yaitu mediasi terdiri dari dua jenis yakni, mediasi di Pengadilan dan mediasi di luar Pengadilan serta proses mediasi mengacu pada PERMA No. 1 Tahun 2016 di dalamnya dijelaskan bahwa mediasi dapat dilakukan melalui dua tahap yakni, tahap pra mediasi dan tahap mediasi dan pada saat mediasi pihak yang bersengketa berhak memilih mediator yang sudah bersertipikat resmi. Kemudian, mediator sebagai fasilitator dan penengah, tetapi mediator dalam memediasi tidak semudah yang dibayangkan selalu saja dipertemukan dengan hambatan yang muncul dari pihak yang bersengketa itu sendiri.
Kata Kunci : Mediasi, Mediator, Sengketa Pembagian Harta Peninggalan
ABSTRACT
This study aims to determine how to resolve disputes through mediation and to determine the role of mediators in resolving disputes over the distribution of inheritance. Mediation is the settlement of disputes by mediating in order to achieve a peace deed. This study uses a normative juridical legal research method using the statutory approach and conceptual approach. This study uses sources obtained from primary legal sources and secondary legal sources. The results of this study are that mediation consists of two types, namely, mediation in court and mediation outside the court and the mediation process refers to PERMA No. 1 of 2016 it is explained that mediation can be carried out through two stages, namely, the pre-mediation stage and the mediation stage and at the time of mediation the disputing party has the right to choose a mediator who has an official certificate. Then, the mediator acts as a facilitator and arbiter, but the mediator in mediating is not as easy as imagined, he is always met with obstacles that arise from the disputing parties themselves.
Keywords : Mediation, Mediator, Dispute on the Distribution of Inheritance
-
I. Pendahuluan
-
1.1 Latar Belakang Masalah
-
Berakhirnya kehidupan manusia memiliki akibat hukum yakni kematian, hal ini menyebabkan munculnya persoalan-persoalan keluarga yaitu harta benda yang
ditinggali oleh orang yang meninggalkan dunia tersebut dan memunculkan hubungan hukum yang bersangkutan dengan hak-hak keluarga yang ditinggalinya. Karenanya, terbentuklah sektor ilmu hukum yang mempelajari masalah tersebut. Berbagai masalah yang ada karena peristiwa diatas, kebanyakan dari mereka yang berhak mendapati haknya merasa tidak menerima pemberian harta peninggalan dengan adil, pasti ada seorang keluarga (ahli waris) yang tidak merasa diuntungkan dan dirugikan karena pemberian harta peninggalan tersebut, atau tidak adanya persetujuan bersama mengenai hukum yang hendak meraka pakai di dalam pemberian harta peninggalan. Banyak di antara mereka yang ingin memiliki harta kekayaan sampai melakukan cara curang untuk menguasai harta benda tersebut meskipun mereka satu keluarga. Hal inilah yang dapat memicu konflik.
Konflik merupakan persaingan yang tidak sehat antara individu atau kelompok untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan memperoleh penghargaan dari organisasi.1 Namun, jika dua orang tiap-tiap individu berasaskan pada prinsip yang sama sekali bertentangan tanpa adanya kompromi, lalu mengambil kesimpulan yang berbeda dan mengarah pada intoleran, maka pasti akan menimbulkan konflik tertentu. Konflik bisa saja terjadi antara orang dengan orang maupun kelompok dengan kelompok manusia. 2 Surjono Sukanto menyatakan, pada intinya dijelaskan bahwa pertikaian merupakan proses sosial yang mana kelompok tertentu berusaha mencapai tujuan dengan cara membantah keras pihak yang bersangkutan dengan ancaman.
Perbedaan pendapat serta perbedaan pandangan hidup dapat menimbulkan konflik. Sepanjang masih terdapat perbandingan tersebut, konflik tidak bisa dihindarkan serta senantiasa hendak terjalin. Perbandingan ini ialah suasana ketidaksepahaman antara dua orang ataupun lebih terhadap sesuatu permasalahan yang mereka hadapi. Suatu konflik berganti ataupun tumbuh menjadi suatu sengketa yang mana pihak yang merasa dirugikan sudah melaporkan ketidakterimaannya, baik secara langsung kepada pihak yang dikira selaku pemicu kerugian ataupun kepada pihak lain.
Sengketa ialah kericuhan yang terjalin antara dua pihak ataupun lebih sebab terdapatnya perbedaan kepentingan yang berakibat pada terganggunya pencapaian tujuan yang diidamkan oleh para pihak.3 Pada hakikatnya, pihak-pihak yang berselisih diberi keleluasaan untuk memilih mekanisme opsi penyelesaian sengketa yang dikehendaki. Maka dari itu, Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016 mediasi wajib dilaksanakan terlebih dahulu dalam penyelesaian sengketa ini agar tercapainya perdamaian. Berdasarkan pasal 1851 KUHPerdata, “Perdamaian ialah suatu persetujuan antara dua pihak yang berselisih dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara”.4 Kesepahaman
perdamaian hendaknya menjadi penyelesaian yang sangat diidamkan sebab hasil akhir nya tidak memakai prinsip winning or losing (menang ataupun kalah).5
Satu diantara penyelesaian sengketa dengan jalur ADR yakni mediasi, mediasi ialah proses kepada pihak yang bersengketa memiliki wewenang untuk memilih pihak ketiga yang netralitas dalam upaya membantu mereka seperti diskusi dan negosiasi suatu permasalahan. Tujuan utama mediasi itu ialah kompromi dalam menuntaskan suatu persengketaan.6
Proses mediasi pastinya di tengahi oleh satu orang ataupun lebih mediator yang langsung ditunjuk oleh pihak-pihak yang berselisih. Memilih mediator harus yang telah memiliki sertifikat dan dilakukan dengan kehati-hatian serta penuh dengan pertimbangan. Perihal ini disebabkan seorang mediator selaku penengah peranannya sangat penting dalam menengahi suatu sengketa untuk perkembangan progres dalam penuntasan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak.7 Dalam proses mediasi, seorang mediator mempunyai kedudukan selaku pihak yang mengatur jalannya mediasi seperti mengendalikan negosiasi, menjadwalkan pertemuan, mendengarkan dan mengawasi jalannya dialog antar pihak, menjadi penengah, dan menolong para pihak agar tersadar jika persengketaan tidaklah suatu pertarungan untuk dimenangkan, melainkan sengketa merupakan suatu permasalahan yang wajib dituntaskan.
Sebagai perbandingan keaslian pada penelitian ini, diperoleh penelitian yang identik dengan terdapat perbedaan dari segi pembahasan. Penelitian yang dimaksud adalah yang ditulis oleh Vinny Sari Mawu yang berjudul “Kedudukan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Manado” dimana penulisan jurnal ilmiah ini mengambil rumusan masalah yang lebih menjurus kedudukan mediator dalam penyelesaian perkara perdata dilihat dari PERMA No. 1 Tahun 2016 dan kekuatan hukum mengikat dari putusan mediator, sedangkan dalam penulisan jurnal ini lebih mengambil rumusan masalah yang berfokus pada proses mediasi dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan dilihat dari PERMA No. 1 Tahun 2016 dan bagaimana peran mediator dalam mengatur jalannya mediasi pada sengketa pembagian harta peninggalan.
-
1.2 Rumusan masalah
Bersasarkan latar belakang tersebut di atas, maka terdapat permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian ini yaitu :
-
1. Bagaimanakah proses penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan?
-
2. Bagaimanakah peran mediator dalam penyelesaian sengketa pembagian harta peninggalan ?
-
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan jurnal ini ialah untuk memahami cara menuntaskan sengketa dengan jalur mediasi dan untuk memahami peran mediator dalam menuntaskan sengketa pemberian harta peninggalan.
II.Metode Penelitian
Penulis memakai metode penelitian yuridis normatif mengacu pada peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam penelitian ini, mencakup riset terhadap asas-asas hukum serta aspek yang berkaitan dengan pokok dalam bahasan riset ini. Penelitian normatif biasa juga disebut dengan penelitian doktrinal, yang merupakan sebuah riset yang objek kajiannya iaalah berdasarkan peraturan perundang-undangan serta bahan pustaka. Sifat penelitian kajian ini adalah menggunakan deskriptif. Dengan penelitian hukum normatif maka sumber informasinya berasal dari informasi sekunder, yang dimaksud dengan informasi sekunder ini berbentuk bahan-bahan ilmu hukum. Dalam penelitian ini mengutamakan pada informasi-informasi sekunder yakni bahan ilmu hukum seperti jurnal hukum dan skripsi, dengan melakukan pengumpulan informasi dengan metode riset kepustakaan. Pengolahan bahan hukum diperuntukkan pada analisis bahan ilmu hukum secara deskriptif analisis, yaitu dengan metode deskriptif normatif yang cocok dengan topik ataupun pokok kasus dalam penelitian ini. Kajian ini menggunakan sumber yang didapat dari sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Pengolahan data dilakukan dengan pengolahan data kualitatif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan. Berikutnya penelitian ini dianalisis yang bersumber pada teori yang berhubungan terhadap kasus ini hingga pada kesimpulan.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Bagaimana Proses Penyelesaian Sengketa melalui Mediasi di Pengadilan
-
3.1.1 Pengertian Mediasi
-
-
Mediasi ialah satu di antara ADR (alternative Dispute Resolution) yang mempertemukan para pihak yang bersengketa dan dibantu oleh mediator guna tercapainya perdamaian.8 Mediasi wajib dilaksanakan kepada pihak yang bersengketa yang mana sejalan dengan proses Hukum Acara Perdata yang pada hakikatnya usaha hakim untuk menciptakan perdamaian.9 Dilihat dari etimologi, sebutan mediasi berasal dari bahasa latin. mediare yang mengartikan ada ditengah. Arti ini menetapkan bahwa kedudukan yang menampilkan pihak ketiga sebagai mediator didalam menjalani tugasnya sebagai penengah dan menuntaskan sengketa para pihak. Berada ditengah mengartikan mediator harus tetap pada sifatnya yang netralitas dan tidak berpihak kepada salah satunya. Sebisa mungkin mediator tetap menjaga harapan pihak-pihak yang berselisih secara tidak berat sebelah, sehingga menumbuhkan rasa percaya pihak yang berselisih terhadap mediator. Secara yuridis, pengertian mediasi tertuang didalam Pasal 1 ayat 1 PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yakni “mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa untuk memperoleh kesepakatan bersama dengan bantuan mediator”.
UU No. 30 tahun 1999 Pasal 6 ayat 3 juga membahas mengenai definisi mediasi secara implisit yaitu “Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa tingkat lanjut dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak. Ketentuan pasal
tersebut juga dikatakan bahwa atas kesepakatan tertulis para pihak yang bersengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih ahli maupun melalui seorang mediator”.
-
3.1.2 Dasar Hukum Mediasi di Pengadilan
Mediasi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia. Penerapan tata cara mediasi ini diupayakan karena mediasi ini suatu bagian dari Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia. HIR ataupun RBg sebagai undang-undang Hukum Acara Perdata telah menyediakan dasar hukum proses mediasi dalam kaitannya untuk mencapai perdamaian. HIR pasal 130 dan RBg Pasal 154 menentukan bahwa wajib bagi hakim untuk mengutamakan proses perdamaian, tetapi prosedurnya belum ada yang mengatur, sehingga terjadi kekosongan yang harus di atur oleh MA agar pada saat peradilan berlangsung perdamaian berjalan lancar. Karenanya dan agar lebih memaksimalkan pasal yang tertera diatas, maka MA Mengeluarkan regulasi berupa SEMA No. 1 Tahun 2002 yang mewajibkan seluruh majelis hakim saat sidang perkara benar-benar mengusahakan perdamaian dengan melaksanakan keputusan pasal 130 HIR dan 154 RBg, dianjurkannya perdamaian bukan hanya sekedar formalitas saja.10
Kondisi itulah yang memaksa MA agar merancang PERMA No. 2 Tahun 2003 dan menerbitkannya yang kemudian diperbarui dengan PERMA No. 1 Tahun 2008 mengenai Prosedur Mediasi di Pengadilan. Itulah dasar mengapa pelaksanaan mediasi di Indonesia bersifat wajib yang dalam perkembangannya kemudian di berlakukan seperti yang ada didalam PERMA No. 1 Tahun 2016 mengenai Prosedur Mediasi di Pengadilan. Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016 inilah kini mediasi bersifat wajib dalam proses Peradilan Perdata pada peradilan umum.
Kewajiban pelaksanaan mediasi dalam proses peradilan umum ini memiliki pengecualian, dimana pada pengadilan niaga dan pengadilan hubungan industrial yang termasuk pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum tidak berlaku kewajiban mediasi sebagaimana diatur dalam PERMA No 1 Tahun 2016. Hal ini didasarkan pada Pasal 4 ayat (2) a. PERMA 1/2016. Menurut pasal tersebut sengketa yang pemeriksaannya membutuhkan waktu dalam penyelesaiannya dikecualikan dari kewajiban mediasi seperti prosedur Pengadilan Niaga dan Pengadilan Hubungan Industrial dikecualikan atau tidak diwajibkan.
-
3.1.3 Dasar Hukum Mediasi di Luar Pengadilan
Dasar hukum pelaksanaan mediasi diluar pengadilan yang termasuk satu diantara sistem ADR (Alternative Disputes Resolution) di Indosesia yaitu :
-
1. Pancasila yang didalamnya mengandung asas musyawarah mufakat.
-
2. UUD 1945 dimana asas musyawarah mufakat meresapi pasal-pasal didalamnya.
-
3. Pasal 58 UU No. 48 Tahun 2009 mengenai Kekuasaan Kehakiman menjelaskan, “Upaya penuntasan sengketa perdata dapat dilakukan diluar pengadilan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.” Juga pasal 60 ayat 1 menjelaskan, “Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang di sepakati para pihak, yaitu penyelesaian
diluar pengadilan seperti halnya konsultasi, negosiasi, mediasi, ataupun penilaian ahli.”
-
4. Regulasi mengenai Administrative type ADR sudah tercantum didalam beragam undang- undang antara lain:
-
a. UU No. 30 tahun 1999 perihal Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
-
b. UU No. 2 Tahun 2004 perihal Penyelesaian Perselisihan Industrial
-
c. UU No. 30 tahun 2000 perihal Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
-
d. UU No. 14 Tahun 2001 perihal Paten
-
e. UU No. 15 tahun 2001 perihal Merk
-
3.1.4 Perbedaan Mediasi di Luar Pengadilan dan Mediasi di Pengadilan
Pada hakikatnya, mediasi digunakan atas dasar menuju perdamaian dalam menuntaskan sengketa perdata. Mengarah pada penjelasan diatas, maka termuat sedikit perbedaan antara mediasi diluar pengadilan “non-litigasi” dan mediasi didalam pengadilan “litigasi”. Berikut perbedaannya:
-
1) Apabila didalam proses mediasi non-litigasi, pihak-pihak tidak terjalin dengan aturan-aturan formil, maka didalam mediasi di pengadilan, mediator wajib taat terhadap hukum acara mediasi yang sudah tertuang didalam HIR dan RBg serta PERMA Mediasi.
-
2) Mediasi non-litigasi tidak mempunyai power eksekutor yang penerapannya bisa bersifat memaksa lewat pertolongan aparatur negara selagi konvensi damai itu tidak dilaksanakan secara sukarela, bilamana persetujuan perdamaian itu tidak dibuat menjadi acta van vergelijk. Sementara itu mediasi didalam pengadilan mempunyai power eksekutor bilamana menghasilkan acta van vergelijk.
-
3) Saat mediasi berlangsung di Pengadilan, pihak-pihak boleh menentukan penggunaan jasa mediator dari golongan hakim pengadilan, akibatnya pihak-pihak tidak terbebani untuk mengeluarkan biaya, sebaliknya mediasi non-litigasi pihak-pihak terbebani akan biaya yang dikeluarkan karena perlu menggunakan jasa mediator.
-
4) Saat mediasi berlangsung dipengadilan, bilama proses mediasi terjadi kegagalan, maka secara langsung perkaranya diteruskan kedalam persidangan, sebaliknya apabila mediasi non-litigasi terjadi kegagalan dan hendak meneruskannya kedalam litigasi, maka harus mengajukan gugatan lebih dulu di Kepaniteraan Pengadilan.
-
3.2 Bagaimana Peranan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Peninggalan
-
3.2.1 Pengertian dan Syarat Menjadi Mediator
-
Mediator sebagai fasilitator maksudnya didalam proses mediasi, mediator harus membantu ataupun memiliki peran sebagai penengah supaya nantinya kesepakatan piha-pihak mengenai pembagian harta bersama terwujudkan atas dasar kekeluargaan. Kemudian apabila kesepakatan terbentuk, maka pembuatan akta perdamaian sangat diperlukan dan di bantu dengan mediator dalam kajian yuridisnya.11
Didalam proses mediasi, mediator harusnya mempunyai kedudukan selaku pihak yang memantau jalannya mediasi semacam mengarahkan negosiasi, mengadakan pertemuan, mengawasi jalannya dialog antara kedua pihak, sebagai
penengah dan membantu pihak-pihak agar memahami bahwasanya sengketa tidaklah suatu perlombaan untuk memperebutkan kemenangan, melainkan sengketa merupakan sesuatu yang wajib dituntaskan. Namun mediator tidak boleh memberikan keputusan saat sengketa, melainkan mediator hanyalah membantu pihak-pihak menuntaskan permasalahan-permasalahan yang dikuasakan kepadanya.
Peran mediator sifatnya pasif saat membantu pihak-pihak yang berselisih. Peran aktif wajib dilaksanakan apabila pihak-pihak yang berselisih tidak cakap mewujudkan perundingan yang kondusif. Sedangkan saat mediator berperan pasif artinya pihak-pihak yang berselisih cakap dalam mewujudkan perundingan yang kondusif sehingga mereka sendiri dapat menyampaikan solusi-solusi yang memungkin pihak-pihak dapat menuntaskan permasalahan yang ada dan menjelaskan usulan-usulan untuk mengakhiri sengketa.
Kapabilitas yang diutamakan bagi seorang mediator baik mediator hakim ataupun non hakim yakni wajib mempunyai sertipikat yang didapat sesudah melakukan pelatihan teknik mediasi agar mempunyai ketajaman dalam menggali interest dan need pihak yang melakukan perkara dan dinyatakan lulus didalam pelatihan mediasi yang diadakan oleh MA ataupun lembaga yang telah diberikan kelayakan oleh MA.12 Dalam melaksanakan kewajibannya, mediator wajib berpegang teguh pada kode etik, berkelakuan adil, memiliki netralitas yang kuat, mandiri dan tidak terpengaruh oleh pihak serta terbebaskan dari tumbukan kepentingan, baik ataupun satu diantara pihak meskipun dengan persoalan yang bersangkutan. Jika mediator yang bersangkutan melawan hukum wajib dihentikan dari tugasnya.
-
3.2.2 Fungsi Mediator dalam Penyelesaian Sengketa
Hadirnya mediator berupaya untuk melahirkan situasi yang kontruktif bagi terlaksananya proses perundingan yang sifatnya kooperatif dan tidak kompetitif. Mediator dapat mengawasi proses saling tukar menukar data secara sepihak. Tetapi, mediator harus bertanggungjawab untuk tidak membocorkan data yang diberikan kepadanya, bertemunya mediator dengan satu diantara pihak yang ada tanpa hadirnya pihak lain, atau dengan kata lain pihak pemberi data yang menuntut mediator untuk menyimpan kerahasiaan data tersebut.13
Selain itu mediator juga memiliki beberapa fungsi yaitu mengadakan pertemuan, menghandle jalannya negosiasi, menjadi notulen, membuat jadwal, mengajukan usulan penuntasan serta menjaga ketertiban.14 Didalam proses negosiasi yang tidak menghasilkan apapun dikarenakan pihak-pihak yang tidak mau mengalah dan kurang kondusif itulah mengapa hadirnya mediator selaku pengarah sangat dibutuhkan didalam proses negosiasi. Keadaan ini dapat dikerjakan oleh mediator dengan mengusulkan pihak-pihak untuk meninjau kembali kepentingan pihak-pihak secara seksama serta mengutarakan beberapa cara memecahkan permasalahan agar munculnya perbedaan kepentingan dapat teratasi.
Mediator boleh memberikan usulan, gagasan ataupun ide mengenai inti dari penyelesaian masalah selain mengenai proses negosiasi itu sendiri. Setalah secara aktif
mendengar penjelasan pihak-pihak, kemungkinannya mediator bisa mengerti keluh kesah pihak-pihak, lalu mengutarakan ajuan-ajuan pemecah permasalahan yang tidak dipahami oleh pihak-pihak itu sendiri. Biasanya mediator mengusulkan gagasan sesudah pihak-pihak yang berselisih tidak mampu memiliki gagasan yang lain mengenai cara memecahkan permasalahan tersebut. Namun, seharusnya mediator juga paham betul bahwa keaktifan mediator yang berlebihan dalam hal substansi dapat memicu resiko yang fatal, yakni bahwasanya hasil final ataupun kesepakatan terpandang tidak etis oleh pihak-pihak karena bukan berasal dari hasil spekulasi mereka sendiri, oleh sebab itu pihak-pihak ataupun pihak lain tidak benar-benar menyetujui hasil final ataupun kesepakatan tersebut.
-
3.2.3 Proses Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa
Prosedur mediasi dalam penuntasan sengketa tertuang didalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang terbagi menjadi dua tahap, yakni:
-
1. Tahap Pra Mediasi
-
a) Saat sidang yang sudah ditetapkan waktunya dan dihadirkannya pihak-pihak, lalu pihak-pihak diwajibkan oleh Hakim yang memeriksa perkara untuk menempuh mediasi “Pasal 17 ayat 1“.
-
b) Saat sidang yang sudah ditetapkan waktunya dan dihadirkannya pihak-pihak, Hakim yang memeriksa perkara menjabarkan tahap-tahap mediasi seperti, “Pasal 17 ayat 6” pemahaman dan manfaat mediasi, kemudian diwajibkannya pihak-pihak untuk datang secara langsung pertemuan mediasi, biaya yang mungkin diperlukan karena menggunakan mediator non hakim dan tidak berasal dari pegawai pengadilan, opsi melanjutkan penanganan acta van vergelijk ataupun tercabutnya gugatan; serta diwajibkannya pihak-pihak untuk tandatangan formulir.
-
c) Pihak-pihak dibolehkan menentukan satu orang ataupun lebih mediator yang akan sebagai pihak ketiga tentunya sudah memiliki sertipikat mediator “Pasal 19 ayat 1”.
-
d) Mediator memastikan hari dan tanggal kapan diadakannya mediasi, sesudah diterimanya penunjukkan sebagai mediator yang telah ditetapkan “Pasal 21 ayat 1”.
-
e) Telah ditetapkan untuk mengadakan mediasi, mediasi dilaksanakan diruangan khusus. Pada dasarnya mediasi bersifat privat kecuali pihak-pihak memperbolehkan untuk hal lain “Pasal 5 ayat 1”.
-
2. Tahap Mediasi
-
a) Mediasi dilaksanakan paling lama 30 hari (Tiga puluh hari) dihitung semenjak penentuan intruksi melaksanakan mediasi. Kemudian, dapat diperpanjang kembali paling lama 30 (Tiga puluh hari) hari atas dasar kesepakatan bersama.
-
b) Menjadi pihak ketiga diwajibkan mengamalkan tugas dan fungsi sebagai penengah dan sepanjang mediasi berlangsung, mediator harus menyampaikan pendapat mengenai risiko yang akan dihadapi jika sengketa pembagian harta peninggalan tetap dilaksanakan mediator berusaha supaya mediasi sukses.
-
c) Sehabis melaksanakan mediasi, mediator diwajibkan memberikan laporan keberhasilan ataupun tidak terlaksananya mediasi kepada Hakim yang memeriksa perkara sesuai yang tercantum dalam Pasal 14 huruf l. jika mediasi berakhir sukses dengan hasil sepakat antara kedua belah pihak, maka wajib membuat kesepakatan tertulis dalam kesepakatan perdamaian dan di tandatangani kedua belah pihak serta pihak ketiga “Pasal 27 PERMA No. 1
Tahun 2016” jika tidak berhasil ataupun tidak terlaksana wajib melapor secara tertulis “Pasal 32 PERMA No. 1 Tahun 2016”.
Didalam mediasi terkhusus pembagian harta peninggalan, mediator hakim mengusulkan macam-macam metode didalam penuntasan sengketa pembagian harta waris, dipandang dari kemauan pihak-pihak yang menginginkan penggunaan metode hokum adat, ataupun perdata, ataupun hukum islam. Didalam mediasi, posisi pihak-pihak tetap selaku peserta yang aktif dalam mengambil keputusan serta mereka dibiarkan mengekspresikan diri dalam keterlibatan ataupun keikutsertaan secara langsung demi harapan mereka dimasa depan. Didalam mediasi yang sifatnya tidak formal, pihak-pihak diberikan waktu untuk meluapkan emosi mereka dengan berupaya menemukan jati diri guna menemukan fundamental, dan kebingungan sentimental mereka dapat disederhanakan.15
-
3.2.4 Peran Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Harta Peninggalan
Mediasi ialah usaha-usaha guna menuntaskan perselisihan yang mana melibatkan pihak ketiga yang netral demi mencapai kesepakatan bersama. Didalam proses mediasi, mediator harusnya mempunyai kedudukan selaku pihak yang memantau jalannya mediasi semacam mengarahkan negosiasi, mengadakan pertemuan, mengawasi jalannya dialog antara kedua pihak, sebagai penengah dan membantu pihak-pihak agar memahami bahwasanya sengketa tidaklah suatu perlombaan untuk memperebutkan kemenangan, melainkan sengketa merupakan sesuatu yang wajib dituntaskan. Pemaksaan dalam penuntasan sengketa tidak dibolehkan karena mediator sendiri tidak mempunyai kekuasaan kepada para pihak yang bersengketa, melainkan membina para pihak dalam melaksanakan perundingan hingga mencapai kesepakatan yang bersifat mengikat.
Terdapat dua macam mediator yakni, Mediator Hakim dan Mediator NonHakim. Mediator Hakim ialah mediator yang dipilih langsung oleh pemimpin pengadilan yang berlandaskan surat keputusan, baik itu bersertipikat maupun yang tidak bersetipikat untuk mengemban tugasnya selaku mediator. Sedangkan Mediator Non-Hakim ialah pihak luar yang biasanya dari seseorang berpendidikan tinggi yang sudah mengikuti pelatihan dan mempunyai sertipikat mediator agar bisa mengemban tugasnya selaku mediator.16
-
3.2.5 Hambatan yang Dihadapi oleh Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Harta Peninggalan
Pada saat melakukan mediasi yang mana dialami oleh pihak- pihak dalam mengakurkan pihak- pihak dalam persengketaan pembagian harta peninggalan dengan memakai mediator, banyak sekali halangan-halangan yang pastinya sering terjadi ketika melakukan mediasi. Adapaun halangan-halangan saat mediasi sebagai berikut:
-
1. Pihak-pihak kurangnya menyimak apa yang diarahkan oleh mediator
-
2. Pihak- pihak kurang memahami mengenai mediasi
-
3. Pihak-pihak lebih mengedepankan egonya daripada bertukar gagasan mungkin karena dendam ataupun benci.
Keefektifan mediasi tergantung pada pihak-pihak yang bersengketa bila mereka sungguh-sungguh dalam menuntaskan sengketa dengan keseriusan serta bersikap dewasa. Apabila hanya satu yang memiliki jiwa yang penuh dengan kesungguhan serta niat yang baik, maka mediasi tidak akan pernah selesai. Niat baik dalam mediasi sangatlah menentukan kesuksesannya agar mencapai sesuatu yang diharapkan yaitu terciptanya kesepakatan yang sama-sama menguntungkan. Namun, jika pihak-pihak saat mediasi fokus pada keuntungannya sendiri dan tidak memikirkan apa yang mereka butuhkan, maka tujuan dari mediasi sulit untuk menggapai kesepakatan.
Cara hakim mediator agar halangan dapat teratasi yakni mediator mengulang dan memberikan wawasan-wawasan kembali kepada pihak-pihak yang bersengketa mengenai benefit yang didapat dari diadakannya mediasi dan memberikan saran kepada kuasa hukum untuk memberitahukan pihak-pihak agar memiliki prinsip tersendiri yang hadir saat mediasi berlangsung.17
Halangan-halangan dikala mediasi penuntasan sengketa pembagian harta peninggalan berlangsung bisa teratasi yakni dengan upaya-upaya yang dikerjakan oleh hakim mediator, yakni hakim mediator wajib lebih mahir ketimbang pihak-pihak yang berselisih, mediator juga wajib lebih mahir dalam beretorika, sehingga pihak-pihak yang berselisih memahami apa yang disampaikan ataupun apa yang diberikan oleh mediator, baik yang berkaitan dengan hukum ataupun berkaitan dengan ranah keluarga, jadi ada kecakapan tersendiri daripada hakim meditor tentang bagaimana cara menyalurkan gagasan kepada pihak-pihak yang terlibat. Jadi, arahan yang diberikan oleh hakim sebagai mediator untuk mengurangi rintangan yang ditemui, sehingga memperbesar tercapainya kata damai.18
Kesuksesan dari tahapan mediasi ini diberikan seutuhnya kepada pihak-pihak yang berselisih. Maka dari itu mediator diharapkan mampu memberi masukan, alangkah pentingnya mediasi ini agar dapat memandu pihak-pihak untuk beritikad baik didalam melaksanakan mediasi, serta peran mediator yang mana selaku fasilitator yang menjembatani perbedaan persepsi dari kedua belak pihak demi mencapai kesepakatan yang diinginkan pihak-pihak yang berselisih.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta peninggalan dilaksanakan setelah persidangan perkara telah dinyatakan dibuka oleh hakim. Adapun dasar hukum dari mediasi itu sendiri diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang menentukan bahwa mediasi merupakan kegiatan para pihak dalam perundingan dan didampingi oleh pihak ketiga atau disebut mediator sebagai fasilitator guna tercapainya perdamaian. Didalam sengketa pembagian harta peninggalan hakim mewajibkan para pihak untuk berdamai atau mediasi terlebih dahulu, apabila tidak berhasil maka sengketa dilanjutkan ke ranah litigasi. Mediasi dibagi menjadi dua jenis yakni, mediasi di Pengadilan dan mediasi di luar Pengadilan. Mediasi di Pengadilan memiliki kekuatan eksekusi yang lebih kuat, lebih hemat biaya dan mediator langsung ditunjuk oleh para pihak tentunya sudah bersetipikat, sedangkan mediasi di luar Pengadilan kurang memiliki kekuatan eksekusi, lebih memakan biaya yang tidak
sedikit, apabila mediasi di luar Pengadilan gagal maka mengajukan gugatan ke paniteraan. Kemudian proses mediasi terdiri dari dua tahapan yang mana tahapan ini mengacu pada PERMA No. 1 Tahun 2016 yakni, tahap Pra Mediasi dan Mediasi yang mana parah pihak selalu melalui dua tahapan tersebut. Peranan mediator dalam sengketa pembagian harta peninggalan yang melibatkan lingkungan keluarga mengharuskan bersifat netral artinya, dalam penyelesaian sengketa harta peninggalan, Mediator di dalam mediasi sengketa pembagian harta peninggalan, mediator mengusulkan macam-macam metode didalam penuntasan sengketa pembagian harta waris, dipandang dari kemauan pihak-pihak yang menginginkan penggunaan metode hukum adat, hukum perdata ataupun hukum islam. Didalam mediasi, posisi pihak-pihak tetap selaku peserta yang aktif dalam mengambil keputusan serta dibiarkan mengekspresikan diri dalam keterlibatan ataupun keikutsertaan secara langsung demi harapan dimasa depan. Didalam mediasi yang sifatnya tidak formal, pihak-pihak diberikan waktu untuk meluapkan emosi mereka dengan berupaya menemukan jati diri guna menemukan fundamental, dan kebingungan sentimental mereka dapat disederhanakan. Akan tetapi, mediator sering dihadapkan hambatan yang muncul dari para pihak tersebut. Kurangnya pemahaman para pihak ini yang menjadi hambatan serta para pihak tidak mau mendengarkan pendapat dari pihak lain. Saat ini para pihak masih mengedepankan egonya, sehingga mediator harus lebih keras lagi dalam memberikan penjelasan terhadap para pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Amriani, Nurnaningsih. 2011. Mediasi: Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, Jakarta: Rajawali Pers.
Hutagalung, Sophar Maru. 2012. Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika.
Irawan , Candra. 2010. Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, Bandung: Mandar Maju.
Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI. 2016. Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan, Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
Sikumbang, Jusmadi. 2014. Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, Medan: Pustaka Bangsa Press.
Jurnal :
Ardhira, Ajrina Yuka, and Ghansham Anand. "Itikad Baik Dalam Proses Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan." Media Iuris 1.2 (2018).
https://doi.org/10.20473/mi.v1i2.8821
A'yuni, Qurratul, Akhmad Muslih, and Amancik Amancik. "KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM PENGANGKATAN MEDIATOR NON HAKIM BERDASARKAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016." Bengkoelen Justice: Jurnal Ilmu Hukum 10.2 (2020).
https://doi.org/10.33369/j_bengkoelenjust.v10i2.13808
Erok, Khozanah Ilma, Zaini Munawir, and Anggreni Atmei Lubis. "Pengaruh Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Waris." JUNCTO: Jurnal Ilmiah Hukum 3.1 (2021). https://doi.org/10.31289/juncto.v3i1.471
Hanifah, Mardalena. "Kajian Yuridis: Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan." ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata 2.1 (2016). 10.36913/jhaper.v2i1.21
Indriyatni, Lies. "Pengaruh konflik terhadap kinerja organisasi/perusahaan." Fokus Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ekonomi 5.1 (2010): 36-42
https://doi.org/10.34152/fe.5.1.%25p
Kusumaningrum, Arum, and Benny Riyanto Yunanto. "Efektivitas Mediasi dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Negeri Semarang." Diponegoro Law Journal 6.1 (2017).
Lestari, Rika. "Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di Pengadilan dan di Luar Pengadilan di Indonesia." Jurnal Ilmu Hukum 4.2 (2013). http://dx.doi.org/10.30652/jih.v3i2.1819
Maisa, Maisa. "Penyelesaian Pembagian Harta Bersama Melalui Mediasi Di Pengadilan Negeri Kelas IA Palu." Journal of Lex Philosophy (JLP) 1.2 (2020). https://doi.org/10.52103/jlp.v1i2.311
Mamudji, Sri. "Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan." Jurnal Hukum & Pembangunan 34.3 (2017).
http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol34.no3.1440
Purnamasari, Fitri, Diding Rahmat, and Gios Adhyaksa. "Pelaksanaan Mediasi Pada Penyelesaian Perceraian Di Pengadilan Agama Kuningan." UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 4.2 (2017): 98-105 https://doi.org/10.25134/unifikasi.v4i2.729
Puspitaningrum, Sri. "Mediasi Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan." Jurnal Spektrum Hukum 15.2 (2018).
http://dx.doi.org/10.35973/sh.v15i2.1121
Skripsi :
Afrida, Husna Iffah. 2017. Kedudukan Mediator dalam Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Negeri Medan (Studi Terhadap Efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016), Skripsi Fakultas Hukum Universitas Utara: Medan.
Peraturan Perundang-undangan :
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 06 Tahun 2022, hlm. 1319-1330
Discussion and feedback