PERTANGGUNGJAWABAN SELEBGRAM TERHADAP KONSUMEN DALAM MEMPROMOSIKAN BARANG

ATAU JASA

Kadek Chandra Novita, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH.,M.Kn., Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2022.v11.i07.p6

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek periklanan di media sosial yang dilakukan oleh selebgram dapat munculnya suatu permasalahan antara selebgram selaku pihak yang mengiklankan barang atau jasa dengan konsumen selaku pihak ketiga, dimana seharusnya dalam praktek periklanan tersebut selebgram memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi yang jujur dan sejelas-jelasnya. Belum ada yang mengatur secara khusus terkait periklanan di media sosial dalam hal perlindungan hukum di Indonesia. Dalam hal pertanggungjawaban selebgram jika terbukti mengiklankan barang yang tidak sesuai dengan kenyataan dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Penelitian hukum normatif digunakan dalam penelitian ini yang terkait pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Study menunjukkan bahwa berdasarkan hasil penelitian dalam praktek periklanan hanya ada pedoman umum yaitu tata cara periklanan dan tata krama, serta jika dikemudian hari praktek periklanan yang dilakukan oleh selebgram mengakibatkan kerugian bagi konsumen, pertanggungjawaban hukum dapat dibebani kepada selebgram sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kata Kunci: Selebgram, Perlindungan Hukum, Konsumen, Periklanan.

ABSTRACT

For the practice of advertising on social media carried out by Selebgram, a problem may arise between Selebgram as the party advertising goods or services and consumers as third parties, where in the advertising practice, Selebgram should have an obligation to convey honest and clear information. There is no specific regulation regarding advertising on social media in terms of legal protection in Indonesia. In terms of liability, if the program is proven to advertise goods that are not in accordance with reality, it can be held legally responsible. Normative legal research is used in this study related to the legal approach and fact approach. The study shows that based on the results of research in advertising practice there are only general guidelines, namely advertising procedures and manners, and if in the future advertising practices carried out by celebrities cause harm to consumers, legal liability can be burdened to the celebgram in accordance with applicable regulations.

Keywords: Selebgram, Legal Protection, Consumers, Advertising.

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern yang sekarang ini dimana semua hal serba digital, pertumbuhan ekonomi begitu pesat khususnya di bidang bisnis. Hal ini bisa dilihat dengan adanya barang dan jasa yang semakin ketat bersaing untuk menarik perhatian

konsumen, maka perlu adanya inovasi dan kreatifitas pelaku usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang dijualnya. Tentunya didalam pertumbuhan ekonomi ini dibarengi pula dengan kemajuan pertumbuhan sistem teknologi informasi yang teramat sangat cepat, sehingga dalam hal yang satu ini suatu industri sangat diunggulkan dari pesatnya perkembangan teknologi informasi itu sendiri. Dikarenakan bagi penggunanya teknologi informasi tidak hanya memberikan sebuah efisiensi serta kemudahan saja, tetapi juga bagi pelaku usaha teknologi informasi dapat memberikan keuntungan lainnya, yakni pelaku usaha dapat dengan mudah mengakses untuk melebarkan pangsa pasar yang bukan cuma di Indonesia saja tetapi keseluruh dunia, sehingga pelaku usaha untuk memasarkan barang atau jasanya kepada konsumen tidak perlu pergi langsung. Konsumen disini memiliki arti yakni orang-orang yang telah menggunakan atau memakai barang atau produk.1 Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disebut UUPK) yaitu:

“orang-orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”.

Bisnis konvensional dan bisnis online merupakan dua pilihan dalam menjalankan bisnis di dunia bisnis, bisnis konvensional merupakan cara lama dimana untuk mempromosikan serta memasarkan barang dagangannya pelaku usaha masih menggunakan kios atau toko, sedangkan bisnis online merupakan cara baru dimana pelaku usaha memasarkan barang atau jasanya melalui media sosial atau internet. Dalam hal ini bisnis online banyak digemari oleh masyarakat karena cara yang lebih modern dan agar pelaku usaha dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi sebagai pilihan strategi penjualan. Sehingga semakin meningkatnya pemasaran barang atau jasa yang dilakukan melalui media online terdapat dampak dari perkembangan teknologi itu sendiri. Berbagai cara digunakan oleh penjual agar produk atau jasa yang dijual memiliki nilai yang lebih, sehingga yg sering terjadi yakni kebohongan pelaku usaha tentang manfaat dari barang atau jasa yang mereka pasarkan dalam membuat iklan agar sesuai dengan kebutuhan konsumen.2 Pelaku usaha dan konsumen (masyarakat) sangat diuntungkan dengan adanya media penyiaran.3

Media sosial telah bertumbuh menuju arah dunia bisnis yang tidak hanya dilihat sebagai sarana untuk mengespresikan diri saja. Guna memikat konsumen sebagai media untuk mendapatkan informasi mengenai barang ataupun jasa yang sedang maupun akan dipasarkan media sosial telah menjadi sarana atau wadah pemasarannya. Platform Instagram merupakan salah satu pilihan untuk penjual menjalankan bisnis onlinenya. Pengaturan terhadap transaksi berbasis elektronik secara garis besar telah diatur kedalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (yang selanjutnya disebut dengan UU ITE), yang berbunyi:

“Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung”.

Pelaku usaha tidak hanya menggunakan aplikasi Instagram sebagai wadah untuk mengiklankan barang usahanya, melainkan pula digunakan untuk media yang menghubungkan antara produsen dan konsumen dengan berfokus terhadap upaya dari pelaku usaha. Pelaku usaha dituntut untuk selalu berinovasi yang bertujuan agar memperoleh perhatian dari pihak konsumen dengan semakin maraknya persaingan di bidang bisnis online. Demi membantu kegiatan promosi barangnya pelaku usaha dapat melakukan beberapa cara salah satunya yakni dengan menggunakan jasa selebgram.

Jumlah pengguna media sosial di Indonesia berdasarkan laporan Hootsuite (We Are Social) telah menyentuh angka 160 juta yakni 59% dari jumlah penduduk sampai dengan tahun 2020. Di Indonesia aktivitas pengguna media sosial yaitu:

  • 1.    Data pengguna media sosial di Indonesia berdasarkan usia:4

  • a. Umur 13-17 tahun berjumlah 13,3%

  • b.    Umur 18-24 tahun berjumlah 30,3%

  • c.    Umur 25-34 tahun berjumlah 35,4%

  • d.    Umur 35-44 tahun berjumlah 12,5%

  • e.    Umur 45-54 tahun berjumlah 4,9%

  • f.    Umur 55-64 tahun berjumlah 1,4%

  • g.    Umur diatas 65 tahun berjumlah 2,2%

  • 2.    Di Indonesia pengguna media sosial yang berdasarkan dengan pembagian jenis kelamin didominasi oleh perempuan dengan jumlah 55% dan laki-laki dengan jumlah 45%.

Sedangkan di Indonesia sendiri untuk pengguna Instagram telah mencapai angka 63 juta jiwa yang mana sebanyak 79% dari jumlah populasi, presentasenya sebagai berikut:

  • 1.    Pengguna media sosial Instagram yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 49,2%.

  • 2.    Pengguna media sosial Instagram yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 50,8%.

Data diatas membuktikan bahwa untuk mengiklankan atau memasarkan suatu barang atau jasa media sosial Instagram memiliki potensi yang sangat tinggi. Sistem endorsement merupakan suatu metode yang akan ditempuh jika penjual ingin mengiklankan produk atau jasa dengan menggunakan jasa selebgram di Instagram. Sistem endorsement ini mampu mempengaruhi serta menggiring opini masyarakat.

Sebagai contohnya yaitu pelaku usaha bisnis online yang menggunakan jasa selebgram untuk mengiklankan promosi produk kecantikan seperti skincare atau yang

lainnya, pelaku usaha juga bisa menggunakan jasa selebgram untuk mengiklankan jasa yang dimiliki dengan sistem endorsement sehingga selebgram tidak hanya mengiklankan barang saja. Antara pihak ketiga selaku konsumen dengan pihak selebgram selaku yang mengiklankan barang atau jasa tersebut tidak bisa dipungkiri dapat munculnya permasalahan dalam pelaksanaan periklanan atau promosi yang dilakukan, terjadinya hal tersebut disebabkan karena barang atau jasa yang di endorsement oleh selebgram tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang diberlakukan di Indonesia atau bahkan yang lebih parahnya jika barang atau jasa yang di endorsement tersebut berbahaya. Maka dari itu dalam menerima tawaran endorsement selebgram wajib berhati-hati, karena disadari atau tidak efek dari barang atau jasa yang mereka iklankan bisa mengakibatkan kerugian pada banyak orang.

Dalam pemberian informasi harus sejelas-jelasnya dan sesuai dengan kenyataan mengenai produk atau jasa yang akan diiklankan merupakan kewajiban selebgram selaku pihak yang akan mengiklankannya kepada pihak ketiga atau konsumen, walaupun tentang periklanan terdapat ketentuan yang mengatur secara umum, tetapi selebgram selaku pelaku periklanan di media sosial tidak diatur secara khusus, dan pada prakteknya endorsement di media sosial Instagram sering dijumpai yang berpotensi merugikan konsumen selaku pihak ketiga itu sendiri.

Pada hasil studi yang terdahulu telah ada beberapa penelitian yang membahas hal serupa berkaitan dengan pertanggungjawaban selebgram yang berjudul “Tanggung Jawab Influencer yang Beriklan di Media Sosial ” yang ditulis oleh Inka Permata Sari, Binus University, 2018, namun pembahasan tersebut membahas secara umum pada semua platfrom media sosial dan hanya menjurus mengenai tanggung jawab secara umum. Berkaca pada penulisan penelitian diatas maka dari itu penulis membahas mengenai pertanggung jawaban selebgram terhadap konsumen dalam mempromosikan barang atau jasa. Yang menjadi pembeda dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini lebih mengkhusus membahas mengenai tanggung jawab terhadap pihak ketiga yang berdampak terkait promosi yang dilakukan serta hanya mengkhususkan pada platform Instagram. Salah satu contoh kasus yaitu, salah satu selebgram yang bernama Cimoy yang mempromosikan produk kecantikan yang mengklaim bahwa produk tersebut tidak mengandung merkuri namun pada kenyataannya masyarakat yang membeli produk tersebut mengklaim bahwa produk tersebut mengandung merkuri.

Dengan adanya permasalahan diatas maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dengan judul “Pertanggungjawaban Selebgram Terhadap Konsumen Dalam Mempromosikan Barang Atau Jasa”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan pemaparan latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat diangkat, sebagai berikut:

  • 1)    Bagaimana pengaturan periklanan di sosial media Instagram?

  • 2)    Pertanggungjawaban hukum selegram terhadap pihak ketiga dalam melakukan periklanan barang atau jasa?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan ini adalah untuk menambah wawasan pembaca mengenai perlindungan hukum bagi pihak ketiga/konsumen terhadap periklanan

serta mengetahui apakah selebgram dapat bertanggungjawab mengenai kerugian akibat periklanan tersebut.

  • II.    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada studi ini merupakan penelitian Yuridis-Normatif serta menggunakan pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan.5 Sumber bahan hukum maupun sumber data yang digunakan pada studi ini yakni bahan hukum primer (KUHPer, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik), bahan hukum sekunder (skripsi, tesis, disertasi, dan seluruh publikasi mengenai ilmu hukum), bahan hukum tersier (ensiklopedia dan kamus hukum). Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan pada studi ini adalah metode penelitian perpustakaan dengan metode analisis data teknik deskripsi.

  • III.  Hasil dan Pembahasan

    3.1  Pengaturan Periklanan Di Sosial Media Instagram

Bagi konsumen atau pembeli iklan berperan sangat amat penting, sehingga untuk penjual pembuatan iklan untuk konsumen perlu adanya suatu batasan. Iklan itu sendiri memiliki arti sebuah wadah untuk menampilkan produk yang berupa barang ataupun jasa pelayanan dengan menggunakan media elektronik maupun media cetak yang memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen.6

Belum adanya peraturan khusus dan mengikat yang mengatur mengenai iklan niaga di Indonesia, padahal dengan seiring berkembangnya zaman iklan niaga telah berkembang begitu pesat. Sangat diperlukannya peraturan yang mengatur tentang iklan demi menjamin perlindungan hukum bagi konsumen. Di Indonesia ada beberapa peraturan yang mengatur perihal tata cara periklanan, antara lain:

  • 1.    UU No. 40 Th. 1999 tentang Pers (yang selanjutnya disebut UU Pers)

  • 2.    UU No. 32 Th. 2002 tentang Penyiaran (yang selanjutnya disebut UU Penyiaran)

  • 3.    UU No. 19 Th. 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Th. 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

  • 4.    UU No. 18 Th. 2012 tentang Pangan (yang selanjutnya disebut UU Pangan)

  • 5.    UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen

  • 6.    PP No. 19 Th. 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (yang selanjutnya disebut PP Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan)

  • 7.    PP No. 69 Th. 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (yang selanjutnya disebut PP Label dan Iklan Pangan)

Penjabaran pengertian promosi menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu kegiatan dengan tujuan untuk mengenalkan produk atau jasa melalui cara penyebarkan informasi agar konsumen tertarik membeli produk

atau jasa yang akan diperjualbelikan. Kegiatan periklanan produk atau jasa milik pelaku usaha telah tercantum kedalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal tersebut menurut Pasal 9 ayat (1), yakni:

“pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau/jasa secara tidak benar, dan atau/seolah-olah

  • a.    Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.

  • b.    Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru.

  • c.    Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu.

  • d.    Barang dan atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi

  • e.    Barang dan/atau jasa tersebut tersedia.

  • f.    Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.

  • g.    Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu.

  • h.    Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.

  • i.    Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.

  • j.    Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.

  • k.    Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.”

Kemudian pada Pasal 10 menjelaskan yakni tentang:

“pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

  • a.    Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa

  • b.    Kegunaan suatu barang dan/atau jasa

  • c.    Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan

  • e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.”

Larangan mengenai penjual untuk tidak mempromosikan suatu produk atau jasa serta menjamin suatu hal seperti harga khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, dengan maksud tidak menjalankannya sesuai dengan janji hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 12 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Pelaku usaha memiliki tanggung jawab penuh atas iklan atau promosi barang yang diproduksi, dan juga bertanggung jawab penuh pula pada dampak yang akan ditimbulkan dikemudian hari jika adanya kerugian yang dialami konsumen yang diakibatkan oleh informasi dari iklan yang dilakukan oleh selebgram tersebut. Penjelasan diatas tentunya dapat dijadikan pertimbangan bagi selebgram dalam melakukan endorsement pada media sosial pribadinya. Media yang digunakan dalam proses promosi atau periklanan tersebut tidak diatur di dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, tetapi di dalam UUPK hanya mengatur mengenai terciptanya perlindungan hukum untuk konsumen.

Mengenai pelaku usaha yang memakai system elektronik yang bertujuan memasarkan produknya wajib memberikan informasi yang jujur serta yang selengkap-lengkapnya mengenai produsen dan produk yang sedang diiklankan hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 9 UU ITE. Sehingga selebgram dapat menjadikan Pasal tersebut sebagai acuan dalam proses endorsementnya. Selebgram juga dapat menjadikan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE sebagai pertimbangan dalam melakukan kegiatan endorsement agar dapat menghindari terjadinya kerugian yang dialami oleh konsumen. Selanjutnya, pengertian Pers pada Undang-Undang Pers terdapat pada Pasal 1 angka 1. Peran Pers dalam pemenuhan informasi untuk konsumen salah satunya dengan cara iklan, sehingga iklan yang disampaikan atau diberikan kepada konsumen harus benar dan terpercaya. Menurut Pasal 1 angka 2 yang berbunyi:

“perusahaan Pers merupakan badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha Pers meliputi perusahaan media cetak, elektronik, kantor berita dan juga perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.”

Menurut penjelasan diatas UU Pers tidak mengatur secara khusus mengenai selebgram yang melakukan periklanan, hal ini karena selebgram selaku penyiar iklan dan Instagram lah yang dimaksud sebagai Lembaga perusahaan Pers. Dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terdapat larangan-larangan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi selebgram dalam melakukan endorsement di media sosial, karena walaupun selebgram tidak memiliki kedudukan hukum dalam UU Pers kegiatan promosi yang dilakukannya termasuk kedalam kegiatan yang membagikan suatu informasi.

Sedangkan dalam UU Penyiaran Pasal 1 angka 6 dan 9 dijelaskan bahwa orang perorangan yang melakukan sebuah siaran iklan di sosial media pribadi tidak termasuk kedalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, sehingga selebgram tidak termasuk kedalamnya. Karena selebgram sendiri tidak memiliki hak untuk melakukan penyiaran. Dikatakan demikian karena pada Pasal 1 angka 14 UU Penyiaran mengenai pemberian izin oleh negara kepada Lembaga penyiaran untuk menayangkan suatu siaran iklan. Dalam UU Pangan Bab VIII Pasal 96 sampai dengan Pasal 100 mengatur tentang label dan iklan pangan itu sendiri. Pada Pasal 100 termuat kewajiban yang harus dipatuhi mengenai label iklan pangan yang mewajibkan untuk memberikan keterangan yang benar, jujur dan tentunya tidak menyesatkan. Pada Pasal 45 ayat (2) PP Label dan Iklan Pangan menyatakan bahwa:

“Penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau media yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan, turut bertanggungjawab terhadap isi iklan yang tidak benar, kecuali yang bersangkutan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk meneliti kebenaran isi iklan yang bersangkutan.”

Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan pada Pasal 1 angka 1 menjelaskan mengenai pengertian dari rokok. Sedangkan mengenai ketentuan iklan dan promosi rokok tercantum dalam Pasal 16 – Pasal 20. Orang yang memproduksi rokok atau orang yang mengimport rokok lah yang dapat melakukan

promosi atau iklan dengan media elektronik, cetak, atau luar ruangan. Iklan rokok pada media elektronik hanya dapat disiarkan pada pukul 21.00 sampai pukul 05.00 waktu setempat. Iklan rokok yang ditayangkan dilarang bertentangan dengan norma pada masyarakat dan wajib mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi Kesehatan. Maka jika selebgram ingin mempromosikan rokok, dia harus melakukannya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dengan hati-hati, karena rokok merupakan suatu produk yang berbahaya.

  • 3.2 Pertanggungjawaban Hukum Selegram Terhadap Konsumen Selaku

    Pihak Ketiga Dalam Melakukan Periklanan Barang Atau Jasa.

Pelaku usaha tentunya dalam menjalankan usahanya melakukan berbagai macam cara untuk mempromosikan produk usahanya, salah satunya dengan menggunakan jasa selebgram dalam mempromosikan produk jualannya. Apalagi pada masa sekarang ini iklan di media social merupakan hal yang sangat diperlukan dalam mempromosikan suatu produk. Namun tentunya dalam mengiklankan suatu produk adanya ketentuan yang mengatur selebgram dalam melakukan pengiklanan di media social. Pada pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur secara jelas mengenai iklan yang akan disiarkan, Pasal 17 ayat (1) UUPK huruf a menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha periklanan dilarang untuk memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa,”

Sehingga sebagai pelaku usaha yang melakukan jasa periklanan selebgram dilarang mengiklankan kebohongan yang menipu konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, serta fungsi dari produk yang dipromosikan. Tanggung jawab selebgram terhadap konsumen akibat kerugian yang ditimbulkan dalam melakukan periklanan. Sebagai pelaku usaha yang melakukan jasa periklanan dengan cara endorsement merupakan bagian dari usaha selebgram dalam mempromosikannya di media sosial pribadinya. Jika selebgram dalam melakukan kegiatan tersebut terbukti melakukan pelanggaran yang termuat dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen yang dikarenakan oleh endorsement yang dilakukannya, maka selebgram harus bertanggung jawab dengan informasi yang disampaikannya di iklan tersebut, hal ini termuat dalam isi Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan tentang tanggung jawab pelaku periklanan mengenai iklan yang diproduksi beserta dengan semua akibat yang ditimbulkannya.

Selebgram dan pelaku usaha yang melakukan promosi dan terbukti melakukan kebohongan publik dapat dibebankan pertanggungjawaban hukum mengenai informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan saat melakukan endorsement yang diatur dalam undang-undang yang berlaku, yakni:

Pasal 62 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan bahwa:

  • (1)    “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,

huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”

  • (2)    “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Pasal 45 A ayat (1) UU ITE yang menjelaskan bahwa:

(1) “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pada pasal 62 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 45 A ayat (1) UU ITE merupakan ketentuan yang mengatur mengenai konsekuensi yang akan didapatkan oleh selebgram yang terbukti melakukan kesalahan dengan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan saat melakukan endorsement sehingga menyebabkan kerugian pada konsumen. Dalam kedua pasal ini juga sudah dengan jelas menyebutkan mengenai lamanya masa hukuman pidana penjara dan banyaknya denda yang harus dibayarkan oleh selebgram jika terbukti bersalah.

IV. Kesimpulan sebagai Penutup

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik menurut hasil penelitian yang telah dijabarkan diatas yaitu belum adanya pengaturan yang mengatur terhadap periklanan di media sosial yang dilakukan oleh selebgram sampai saat ini, akan tetapi dalam periklanan yang dilakukan oleh selebgram di media sosial tersebut terdapat tata krama dan tata cara yang diatur kedalam beberapa peraturan di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut antara lain UUPK, UU ITE, UU Pers, UU, UU Pangan, PP Label dan Iklan Pangan, dan PP Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Jika dalam mengiklankan barang atau jasa selebgram terbukti berbohong atau tidak sesuai dengan kenyataannya, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pertanggungjawabannya hal ini dimuat dalam Pasal 62 ayat (1) dan (2) UUPK, Pasal 45A ayat (1) UU ITE, Pasal 61 ayat (2) PP Label dan Iklan Pangan, Pasal 37 PP Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Masyarakat.

Daftar Pustaka

Buku

Abdulkadir, Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2010

Azheri, Busyra. Corporate Social Responsibility dari Voluntary menjadi Mandotary. Jakarta, Grafindo Perss, 2011

Brilianto, Ricky. Panduan Praktis Internet Plus. Jakarta, Puspa Swara, 2007

Dwi, Atmako Bambang. Instagram Handbook Tips Fotografi Ponsel. Jakarta, Media Kita, 2012

Is, Muhammad Sadi. Hukum Perusahaan Di Indonesia. Jakarta, Prenada Media, 2016

Ishaq. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta, Sinar Grafika, 2008

Kasmir. Pemasaran Bank. Jakarta, Prenada Media, 2004

Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta, Sinar Grafika, 2019

Jurnal

Budi Utami, Pratiwi, 2014, “Strategi Komunikasi Pemasaran Melalui Endorsement pada online shop di Indonesia,” Tesis Universitas Negeri Sultan Agung Tirtayasa.

Dewi, Ida Ayu Dea Pradnya and I Wayan Novi Purwanto. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Iklan Di Televisi Yang Menyesatkan.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, No. 4 (2019): 2.

Dewi, Ni Putu Shinta Kurnia and I Nyoman Gatrawan. “Tanggungjawab Pelaku Usaha Atas Informasi Suatu Produk Melalui Iklan Yang Mengelabui Konsumen.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 1, No. 9 (2013): 1.

Dwiatmika, Anak Agung Ngurah Ari and Suatra Putrawan. “Tinjauan Yuridis Fathanudien, Anthon. “Pertanggungjawaban Terhadap Konsumen Atas Iklan-Iklan Yang Menyesatkan Di Era Globalisasi.” Unifikasi Jurnal Ilmu Hukum 8, No. 2 (2015): 33.

Kepakisan, I Gusti Agung Manu and Cokorda Dalem Dahana. “Periklanan Intrusive Advertising / Iklan Peralihan Pada Mobile Phone.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No 4 (2018): 1.

Kurniawan, Puguh. “Pemanfaatan Media Sosial Instagram Sebagai Komunikasi Pemasaran Modern Pada Batik Burneh.” Journal of Management Studies 11, No. 2. (2017).

Kusumaningrat, I Dewa Gede Arie and I Wayan Parsa. “Sanksi Terhadap Pelaku Usaha Terkait Dengan Pelanggaran Periklanan Sesuai Dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4, No. 2 (2016): 4.

Nirma Nuraisyah Nauli Siregar. “Hukum Memberikan Informasi yang Tidak Benar Terhadap Ulasan Produk Kosmetik Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial (Studi Kasus Selebgram Kota Medan).” Universitas Islam Negeri Sumaterra Utara, 2019.

Mayadianti, I Gusti Agung and I Ketut Wirawan. “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Periklanan Yang Merugikan Pihak Konsumen.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, No. 7 (2018): 2.

Oktavia Esterlita Raranta dkk. “Kajian Yuridis Terhadap Penerapan Pasal 382 Bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Perbuatan Curang.” Lex Crimen 9, no. 2 (2020).

Paramitha, Anak Agung Ayu Diah Pradnya dan Pande Yogantara. “Perlindungan Hukum Bagi Selebgram Yang Melakukan Promosi Terhadap Barang Dan Jasa Milik Pelaku Usaha.” Jurnal Kertha Semaya 9, No. 3. (2021).

Sari, Inka Permata. “Tanggung Jawab Influencer yang Beriklan di Media Sosial,” Journal Business Law of Binus University (2018).

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No. 7 Tahun 2022, hlm. 1474 -1484