PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA DENPASAR
on
PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA DENPASAR
Oleh
I Gede Ardian Paramandika
I Ketut Mertha
Gede Made Swardhana
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian terhadap Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah proses pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana dan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pengambat dalam proses pelaksanaan pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembinaan Narapiadana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar melalui dari tahap masa pengenalan lingkungan, dilanjutkan dengan pembinaan kesadaran beragama, kesadaran hukum, intelektual, pembinaan kesehatan jasmani rohani, serta pembinaan keterampilan kerja belum terlaksana secara maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar meliputi kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya jumlah petugas pengamanan, jumlah warga binaan pemasyarakatan yang melebihi daya tampung Lapas terbatasnya jumlah pengajar, serta kurangnya minat narapidana.
Kata Kunci : Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan, Pembinaan
ABSTRACT
Implementation Guidance inmates in Denpasar Penitentiary Class IIA aims to determine how the implementation of coaching prisoners in Denpasar Penitentiary Class IIA and determine the factors that become resistor in the process of implementing coaching Inmates in Prison Class IIA Denpasar. The results showed that the implementation of coaching Narapiadana in Denpasar Penitentiary Class IIA through future stages of the introduction of the environment, followed by the formation of religious awareness, legal awareness, intellectual, spiritual physical health coaching, and skill-building work has not been done to the fullest. Factors affecting the implementation of coaching prisoners in Denpasar Penitentiary Class IIA include lack of infrastructure, insufficient number of security officers, the number of prisoners who exceed prison capacity limited number of teachers, as well as a lack of interest in prisoners.
Keywords : Penitentiary, Prisoners, Development
Pidana Penjara merupakan penghukuman warisan pemerintahan kolonial Belanda yang telah berlangsung lebih dari 200 tahun yang lalu.1 Pidana Penjara dikenal dengan sebutan pencabutan kemerdekaan atau pidana hilang kemerdekaan, dimana penjara masa lalu menjadi tempat terpidana dikurung yang kemudian dihukum sadis berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia, dieksekusi gantung atau dibakar. Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain, yaitu menekankan unsur balas dendam dengan mengurung terpidana di rumah penjara. Secara berangsur-angsur sistem penjara di Indonesia yang sebelumnya dikenal penuh penyiksaan dan deskrimnatif, berubah sejalan dengan perubahan konsepsi penghukuman menuju konsep rehabilitasi atau pembinaan agar narapidana menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya.2 Adalah Dr. Sahardjo pada waktu itu menjabat sebagai menteri kehakiman yang pertama kali menyebutkan konsep pemasyarakatan.3 Maka sejak bulan april 1964 sebutan rumah penjara secara resmi diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dengan mengedepankan hak asasi manusia dan pembinaan terhadap narapidana.4 Menurut pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Pembinaan Narapidana atau sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarka pancasila untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat, dan hidup wajar sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum. Tujuan khusus dalam penulisan ini adalah mengetahu bagaimana pelaksanaan
pembinaan narapidana dan faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Denpasar.
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam mengkaji permasalahan tersebut adalah penelitian Empiris. Penelitian ini mengkaji permasalahan yang muncul dengan berlandaskan pada peraturan-peraturan hukum dan teori-teori yang ada, untuk kemudian dihubungkan dengan kenyataan di lapangan. Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan adalah teknik wawancara dan studi kepustakaan. Jenis pendekatan yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskritif yang bertujuan menggambarkan secara komferhensif gejala-gelaja dalam masyarakat dan menghubungkan gejala satu dengan gejala yang lain.5
-
2.2 HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu Budi Utami, SH., MH selaku Kepala Bimbingan Kemasyarakatan dan perawatan pada hari rabu tanggal 14 agustus 2013 pukul 09.15 wita, Pelaksaaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Denpasar dilakukan di Bengkel kerja Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar. Pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar dimulai dari masa pengenalan lingkungan atau admi orientasi yang merupakan tahap awal pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan dilakukan yang bertujuan agar warga binaan mengetahui segala tata tertib yang ada di Lapas, nama-nama petugas serta seluruh staff pegawai, hak dan kewajiban, serta cara menyampaikan keluhan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar. Adapun pola pembinaan yang diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar berupa pembinaan
kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian meliputi: pembinaan kesadaran beragama (tersedianya sarana peribadahan), pembinaan kesadaran hukum, pembinaan intelektual (program bahasa Inggris), pembinaan kesehatan jasmani dan rohani (program senam pagi, pemberian sarana olahraga, penyuluhan HIV AIDS, dan pemberian makanana yang layak terhadap warga binaan). Pembinaan kemandirian yang meliputi pembinaan keterampilan kerja (pembinaan yang diprogramkan adalah pembuatan kipas tangan, mengamplas, memasang benang dan lem). Yang terakhir adalah pembinaan latihan kerja dan produksi, progam latihan kerja yang dilakukan adalah latihan menyablon kaos, seni melukis, melaundry pakian, menjahit, kerajinan perak, dan desain grafis. Pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar diawasi oleh petugas dari staff pembimbingan yang dibantu oleh petugas pengamanan.
-
2.2.2 Faktor-faktor yang menghambat proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Bapak Wayan Agus Mirada selaku Kepala Satuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (Ka.PLP) pada hari selasa tanggal 1 oktober 2013 di ruangan Ka.PLP Lapas Klas IIA Denpasar, faktor-faktor yang dapat menghambat proses pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Denpasar meliput: tidak seimbangnya petugas pengamanan Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Denpasar dibandingkan dengan jumlah hunian warga binaan, keadaan Lembaga Pemasyarakatan klas IIA Denpasar yang mengalami over kapasitas dimana kapasitas Lapas Klas IIA Denpasar yang hanya mampu menampung 323 hunian kenyataannya pada bulan agustus 2013 dihuni oleh 964 Warga Binaan Pemasyarakatan baik itu narapidana maupun tahanan, terbatasnya sarana dan prasarana penunjang program pembinaan, tidak semua warga binaan bersedia mengkuti program pembinaan, kurangnya tenaga pengajar di bidang keterampilan melukis, dan keadaan Lembaga Pemasyarakatan yang dimultifungsikan menjadi Lapas wanita, Lapas narkotika, Rutan menjadi satu di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar.
Pelaksaaan program pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan tidak berjalan secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan ketidak mampuan petugas mengayomi seluruh warga binaan agar bersedia mengikuti seluruh program pembinaan, terbatasnya sarana dan prasarana pendukung program pembinaan, dan yang terakhir terbatasnya petugas di bidang pembinaan serta tenaga pengajar pembinaan keterampilan.
Adanya faktor penghambat dalam proses pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Peamasyarakatan Klas IIA Denpasar, berdampak negatif bagi narapidana itu sendiri. Karena proses pembinaan tidak berjalan dengan baik, maka narapidana tidak mengikuti program pembinaan dengan baik sehingga rentan terjadinya pengulangan tindak pidana ketika mereka sudah dinyatakan bebas dari hukuman.
-
IV. DAFTAR PUSTAKA
Buku
-
A. Josias simon R, Thomas Sunaryo, 2010, Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, Lubuk Agung, Bandung
Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Rafika Aditama, Bandung
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2010, Hukum Penitensier Indonesia Cet.II, Sinar Grafika, Jakarta.
Tolib, Pokok-Pokok Hukum Penitesier, 2010, Alfabeta, Bandung
Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tenteng Pemasyarakatan
Peraruran Menteri Hukum dan Ham Nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan
6
Discussion and feedback