AKIBAT HUKUM TERHADAP SENGKETA

KESAMAAN DESAIN INDUSTRI ANTARA ECO
BOTTLE TUPPERWARE DENGAN BIOLIFE BORNEO

Ni Kadek Yuwinda Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail : [email protected]

Anak Agung Sri Indrawati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email : [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i12.p05

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus sengketa desain industri antara “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo” dan akibat hukum terhadap sengketa desain industri antara “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo.” Metode penulisan hukum normatif digunakan sebagai metode penulisan ini. Metode normative merupakan sebuah metode yang menggunakan bahan pustaka sebagai bahan penelitiannya dan bertumpu pada kekuasaan negara (normatif) yaitu peraturan, yang mengharuskan kepatuhannya dapat dipaksakan. Desain Industri termasuk salah satu ketegori yang diatur oleh Kekayaan Intelektual (KI) dalam Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Adanya desain industri dapat memajukan perekonomian Negara dan mengembangkan bisnis baik Nasional maupun Internasional. Sengketa antara “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo” mulanya terjadi karena adanya kesamaan desain industri yang menyebabkan PT. Dart Industries tidak terima dan merasa dirugikan yang akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Nomor 02/Pdt.Sus-HAKI/2016/PN.Niaga.Smg, namun gugatan tersebut ditolak karena dianggap salah alamat maka pihak PT. Dart Industries mengajukan gugatannya kepada Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 594K/Pdt.Sus-HKI/2017. Syarat mutlak agar desain industri diberikan perlindungan hukum adalah pendaftaran, hak atas desain industri tidak akan ada tanpa pendaftaran. Berdasarkan Peraturan di Indonesia yaitu Undang – Undang Desain Industri menyatakan fisrt to file system atau sistem pendaftaran pertama merupakan sistem yang digunakan agar hasil ciptaan desain industri baru mendapat perlindungan secara hukum. Kebaruan menjadi prinsip hukum yang harus diperhatikan dalam melindungi hak desain industri. Jika desain industri telah dilindungi membuat terbukanya peluang besar untuk para pengusaha berkreasi membuat banyak desain baru.

Kata Kunci: Desain Industri, Perlindungan, Kebaruan

ABSTRACT

The purpose of this writing is to find out the basis of the judge's consideration in resolving the industrial design dispute between "Eco Bottle Tupperware" and "Biolife Borneo" and the legal consequences of the industrial design dispute between "Eco Bottle Tupperware" and "Biolife Borneo." Normative legal writing methods are used as this method of writing. Normative method is a method that uses library materials as research material and relies on state power (normative) i.e. regulations, which require compliance can be forced. Industrial Design is one of the categories regulated by Intellectual Property (KI) in Law No. 31 of 2000 on Industrial Design. The existence of industrial design can advance the country's economy and develop business both nationally and internationally. The dispute between "Eco Bottle Tupperware" and "Biolife Borneo" initially occurred because of the similarity of industrial design that led to PT. Dart Industries did not accept and felt aggrieved who finally filed a lawsuit with the Commercial Court in Semarang District Court in Decision No. 02 / Pdt.Sus-HAKI / 2016 / PN. Niaga.Smg, but the lawsuit was rejected because it was considered the wrong address then pt. Dart Industries filed its lawsuit with the Supreme Court in Supreme Court Decision No. 594K/Pdt.Sus-HKI/2017. The absolute requirement for industrial design to be granted legal protection is registration, the right to industrial design would not exist without registration. Based on regulations in Indonesia,

namely the Industrial Design Law states that the fisrt to file system or the first registration system is a system used so that the creation of new industrial designs gets legal protection. Novelty becomes a legal principle that must be considered in protecting industrial design rights. If industrial design has been protected, it opens up great opportunities for creative entrepreneurs to create many new designs.

Keywords: Industrial Design, Protection, Novelty

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Berlandaskan pada Pasal 25 Bagian ke-7 (tujuh) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia mengubah istilah Hak Kekayaan Intelektual HKI menjadi KI, disebutkan nama Direktoratnya adalah “Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual”.1 Sebelum dikenal istilah HKI juga sempat dikenal istilah HAKI. Sesuatu yang diciptakan atas kemampuan intelektual manusia termasuk ke dalam objek dari HKI, jadi hak untuk menikmati suatu kreatifitas intelektual manusia secara ekonomis merupakan inti dari HKI. Balew Mersha dan G/Hiwot Hadush mengemukakan bahwa kekayaan intelektual sangat luas yaitu suatu properti hasil dari aktivitas intelektual di bidang industri, ilmiah dan artistik, sehubungan dengan kekayaan tersebut negara melindunginya melalui Undang – Undang. Terdapat dua tujuan perlindungan terhadap desain industri, yaitu agar hak moral, hak ekonomi dan hak publik para pencipta dalam ciptaan mereka mendapat perlindungan serta untuk mempromosikan hasil kreativitas manusia dalam perdagangan yang adil dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Desain Industri termasuk salah satu ketegori yang diatur oleh Kekayaan Intelektual (KI) dalam Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.2 Dewasa ini salah satu aset berharga bagi seluruh perusahaan adalah desain industri karena adanya suatu desain industri pada setiap perusahaan dapat memajukan serta mengembangkan bisnis perusahaan secara lebih luas, baik di pasar nasional hingga internasional.3 Hampir setiap usaha di dunia ini selalu memiliki desain industri. Memajukan desain industri dalam perdagangan nasional maupun internasional harus mendapatkan perlindungan agar mampu bersaing, maka pemerintah membuat peraturan secara hukum agar setiap hasil karya desain industri yang diciptakan mendapatkan perlindungan hukum.4 Sebuah desain industri bukan hanya sebagai tanda bagi suatu produk, namun desain industri bisa juga dibilang sebagai aset bagi perusahaan atau pemilik desain industri produk. Selain itu dengan desain industri yang terkenal biasanya dapat menjual produk lebih mahal. Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Desain Industri menyatakan “Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau

garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.” Dengan kata lain terdapat penekanan dalam suatu desain industri agar memberikan kesan estetis serta memiliki nilai ekonomi.

Dalam desain industri tercantum juga hak di dalamnya, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Walaupun hak terkait sudah dialihkan namun pada diri pencipta terdapat hak yang melekat dan dengan dasar apapun tidak dapat dihilangkan disebut hak moral, keuntungan yang di dapat pencipta yang diciptaanya disebut hak ekonomi.5 Sebagai upaya untuk memperbanyak ciptaannya serta dapat memberikan ijin untuk hak tersebut maka diperlukan adanya kedua hak khusus tersebut oleh seorang pencita. Pada Undang – Undang Desain Industri Pasal 1 angka 5 menyatakan “Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.” Selanjutnya Pasal 9 ayat (1) menyatakan “Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.” Kedua pasal diatas merupakan perlindungan desain industri secara hukum, maksud dari hak eksklusif tersebut ialah hak eksklusif diberikan pada jangka waktu tertentu dan hanya diberikan kepada pemilik atau penciptanya supaya bisa digunakan oleh pihak lain atau dapat digunakan sendiri. Terjadinya pelanggaran dalam desain industri ini disebabkan adanya pihak yang tidak bertanggung jawab menggunakan desain industri pihak lain tanpa izin dari pemiliknya.6

First to file system atau sistem pendaftaran pertama merupakan sistem perlindungan hukum atas hak karya desain industri.7 Syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum di bidang desian industri dengan melakukan pendaftaran desian industri.8 Jika pendesain tidak mendaftarkkan karyanya maka pihaknya tidak akan mendapat perlindungan hukum. Karya desain industri di lindungi agar para pencipta terus berkarya menciptakan desain baru dan dapat merangsang adanya aktivitas kreatuf dari pencipta. OK. Saidin adalah seorang ahli yang berpendapat bahwa, cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia termasuk potensi kreatif serta dapat dikatakan sebagai hak kekayaan intelektual, yang dimana karena konsep pemikiran ini membuat diciptakannya perlindungan untuk hak

kekayaan intelektual.9 Kebaruan desain industri menjadi prinsip yang diutamakan, kebaruan ini harus mendapatkan perhatian dalam perlindungan hak desain industri. Seorang ahli yaitu Budi Santoso, berpendapat bahwa perlindungan desain industri di minta melalui Kantor Direktorat Kekayaan Industri yang pada desain industri terdapat persoalan serius terhadap kebaruan, baru dalam hal ini artinya belum ada masyarakat yang pernah membuat desain industri seperti yang sekarang.10 Namun masih banyak masyarakat menganggap bahwa pendaftaran Desain Industri bukanlah merupakan pemberian hak, akan tetapi dianggap sebagai suatu tambahan beban yang dianggap memberatkan, memakan waktu lama dan biaya yang mahal.11

Adanya penggunaan desain industri tanpa izin dari pemegang hak desainnya dapat menimbulkan perselihan antara para pihak, hal ini disebut dengan sengketa di bidang desain industri. Memproduksi dan menjadi distributor desain industri yang terdaftar tanpa seizin pemegang haknya merupakan perbuatan pelanggaran penggunaan hak desain industri tanpa izin.12 Perindustrian yang semakin pesat di Indonesia dapat memunculkan maraknya pelanggaran mengenai desain industri didalamnya13, salah satunya terjadi pada produk Merek Eco Bottle Tupperware dengan Biolife Borneo, yang di dalam sengketanya terjadi kesamaan desain industri terhadap konfigurasi bentuk botolnya. Hal ini menyebabkan pihak Tupperware yaitu PT. Dart Industries menggugat Mariana dkk yang menjadi distributor produk Biolife Borneo. Mulanya Pihak PT. Dart Industries mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang dalam Putusan Nomor 02/Pdt.Sus-HAKI/2016/PN.Niaga.Smg karena gugatannya ditotak oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang maka pihak PT. Dart Industries mengajukan gugatan kepada Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 594K/Pdt.Sus-HKI/2017. Terkait desain industri mengenai “Eco Bottle” Tupperware dan “Biolife Borneo” telah dituliskan sebelumnya oleh Destri Ayu Larasati Mahayana dan Ida Ayu Sukihana yang memfokuskan pada analisis pemaknaan unsur kebaruan dalam pengaturan desain industri di Indonesia (Studi Kasus Eco Bottle vs Biolife).14

Berdasarkan hal tersebut, terdapat kesamaan tema penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni membahas tentang desain industri “Eco Bottle” Tupperware dengan “Biolife Borneo”, namun dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada akibat hukum terhadap kesamaan desain industri “Eco Bottle” Tupperware dengan “Biolife Borneo”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus sengketa desain industri antara “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo”?

  • 2.    Apakah akibat hukum terhadap sengketa desain industri antara Eco Bottle Tupperware dengan Biolife Borneo?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus sengketa desain industri antara Eco Bottle Tupperware dengan Biolife Borneo dan akibat hukum terhadap sengketa desain industri antara Eco Bottle Tupperware dengan Biolife Borneo.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode hukum normative digunakan dalam penulisan ini yang diartikan “sebuah metode yang menggunakan bahan pustaka sebagai bahan penelitiannya”. Dengan menggunakan kekuasaan negara (normatif) metode ini bertumpu terhadap peraturan untuk mengharuskan kepatuhannya dapat dipaksakan.15 Library research (penelitian kepustakaan) merupakan teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini. Bahan pustaka tersebut terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, perundang – undangan termasuk bahan hukum yang mengikat disebut juga bahan hukum primer dan buku - buku digunakan dalam penelitian ini selanjutnya disebut bahan hukum sekunder. Terkait isu hukum dalam jurnal ini menggunakan pendekatan terhadap undang – undang. Jenis pendekatan perundang - undangan (The statute approach) dipergunakan dalam penulisan ini. Pendekatan yang dikaji melalui menelaah seluruh Undang - Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang dibahas. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini yakni Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Teknis analisis dalam penulisan ini dengan cara analisis kualitatif yang kemudian dipaparkan secara deskriptif dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan permasalahan yang dibuat oleh penulis beserta penyelesaiannya yang berkaitan dengan rumusan masalah pada tulisan ini.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Sengketa Desain Industri Antara “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo”

Produk plastik bermutu yang sudah terkenal di dunia dan sudah menjadi sorotan di mata masyarakat dikenal dengan merek “Tupperware”. “Tupperware” di Indonesia telah didirikan pada tahun 1991 yang berkantor pusat di Jakarta telah membuat negara

Indonesia menjadi salah satu penjual langsung (sales forces) produk “Tupperware.”16 “Tupperware” merupakan produk plastik bermutu dan telah memiliki perusahaan direct selling terbesar di dunia. Salah satu varian dari Tupperware yang telah diproduksi sejak tahun 2011 ialah “Eco Bottle”. Bagi PT. Dart Industries, produk “Eco Bottle” menjadi salah satu aset terpenting serta banyak memberikan dedikasi finansial untuk perusahaan, maka diberikan garansi jaminan seumur hidup atas oleh PT. Dart Industries. Produk pada botol minuman ini mempunyai hak keseluruhan terhadap desain industri, konfigurasi “Eco Bottle”telah terdaftar di Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak, Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, bernomor ID : 0024 152-D di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual sebagai hak prioritas dari Amerika Serikat.17 Pada Direktorat Jenderal Kekayaan Industri “Biolife Borneo” sudah terdaftar dengan Nomor IDD 0000044731 atas nama PT Mitramulia Makmur, distributor penjualan botol merek “Biolife Borneo” kepada masyarakat luas dilakukan oleh Mariana dkk. Diketahui berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 594/Pdt.Sus-HKI.2017 Dart Industries Inc mengajukan gugatan kepada Mariana dkk dengan alasan konfigurasi dari bentuk botol minum “Biolife Borneo” diduga menyerupai bentuk konfigurasi “Eco Bottle Tupperware” milik penggugat.18

Dalam desain industri terdapat gugatan dalam bentuk meminta ganti rugi, dijelaskan secara rinci pada Undang – Undang Desain Industri Pasal 46 ayat (1) menyatakan “Pemegang Hak Desain Industri atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa:

  • a.    gugatan ganti rugi; dan/atau

  • b.    penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.”

Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat (1) Undang – Undang Desain Industri menyatakan “Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.” Ditemukan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor: 594K/Pdt.Sus-HKI/2017 yang menggugat yakni dari pihak “PT. Dart Industries” dikarenakan konfigurasi botol minuman “Eco Bottle” digunakan oleh Mariana dkk sehingga terjadi kerugian terhadap penggugat. “Eco Bottle” jenis botol minuman yang desain industrinya ditiru oleh “Biolife Borneo” yang menyebabkan gugatan tersebut ditujukan kepada Mariana dkk. Merek produk “Biolife Borneo” yang memulai perkara ini, mulanya “PT. Dart Industries” mendapati adanya para pihak yang menyamakan serta sudah memasarkan produk “Biolife Borneo” yang memiliki kesamaan pada pokoknya. Maka “PT. Dart Industries” menggugat para pihak yang

telah menyamakan desain industrinya dan telah memasarkannya kepada masyarakat luas.

Sengketa “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo” sudah terjadi tahun 2016 dan “PT. Dart Industries” sebagai pemilik “Eco Botol Tupperware” sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. “PT Dart Industries” mengajukan gugatan karena merasa dirugikan atas kehadiran “Biolife Borneo” yang telah menggunakan konfigurasi desain botol yang sama dengan miliknya. Tetapi sayangnya gugatan yang diajukan oleh pihak “PT. Dart Industries” kehadapan Pengadilan Negeri Semarang ternyata tidak diterima atau dikatakan ditolak oleh Hakim. Penolakan ini disebabkan karena menurut Hakim gugatan tersebut tidak sempurna dan salah alamat, dikatakan tidak sempurna karena Mariana dkk sebagai pihak tergugat hanya sebagai distributor bukan sebagai produsen. “PT. Dart Industries” juga mengajukan dalil mengenai persamaan pada pokoknya yang sudah terdaftar atas namanya. Dalam perkara ini “PT. Dart Industries” harus menanggung biaya perkaya sejumlah Rp. 5.512.000,00 (lima juta lima ratus dua belas ribu rupiah), ini menjadi akibat penolakan gugatan. Putusan Nomor : 02/Pdt.Sus-HKI/2016/PN.Niaga.Smg menjadi hasil putusan dari sengketa ini. Oleh karena penolakan tersebut tahun 2017 “PT. Dart Industries” mengajukan gugatan kepada Hakim Mahkamah Agung. Menurut Mahkamah Agung penolakan gugatan oleh Hakim Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang tidak tepat sebab bertentangan dengan peraturan mengenai desain industri yang tercantum pada Pasal 9 ayat (1) juncto Pasal 46 ayat 1 Undang – Undang 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri menyatakan “Siapapun tidak terbatas oleh produsen yang menggunakan desain industri tanpa hak adalah perbuatan melawan hukum.” Tergugat memang bukan sebagai produsen melainkan hanya sebagai distributor, walaupun begitu mereka tanpa seizin pemilik desain industri telah menggunakannya, hal ini patut untuk di hukum. Pernyataan diatas merupakan dasar pertimbangan hakim dalam sengketa ini yang sudah tercatat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 594K/Pdt.Sus-HKI/2017. Hakim Mahkamah Agung menyatakan dari dasar pertimbangan hakim gugatan pihak “PT. Dart Industries” pemilik produk “Eco Bottle” sempurna, akibatnya dalil tersebut diterima, karena setelah memeriksa fakta terbukti Mariana dkk sebagai para tergugat yang menjadi distributor sudah menyamakan konfigurasi desain industri milik “PT. Dart Industries” sehingga terjadi kesamaan pada pokoknya.

Kesamaan produk tidak secara jelas diatur, akibatnya keyakinan hakim yang menjadi dasar penjatuhan putusan dalam sengketa ini. Hanya dengan keyakinan hakim yang dapat menilai apakah ada kesamaan dalam produk “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo” atau tidak. Sebaiknya agar memudahkan untuk mengetahui produk telah melakukan pelanggaran desain industri harusnya diatur berapa persen boleh adanya kesamaan dan berapa persen tidak boleh ada kesamaan dengan produk lain yang sejenis. Peraturan perundang – undangan tidak menjadi dasar hakim untuk memutuskan perkara tersebut melainkan dasar dari penetapan putusan tersebut adalah keyakinan hakim. Pembaruan sangat diperlukan pada bidang desain industri karena jika hanya pernyataan “ketentuan desain industri dikatakan sama apabila tidak adanya pembaruan” saja yang menjadi dasar akan menimbulkan terjadinya multitafsir.

  • 3.2    Akibat Hukum Terhadap Sengketa Desain Industri Antara Eco Bottle Tupperware dengan Biolife Borneo

Terciptanya suatu produk di bidang perindustrian dapat membuat perekonomian Negara ini berkembang pesat. Timbulnya sengketa di bidang desain industri disebabkan oleh :19

  • 1.    Adanya pihak yang menggunakan desain industri tanpa hak, yaitu adanya pihak yang menggunakan desain tanpa izin atau tidak diberikan hak guna untuk memperoleh keuntungannya.

  • 2.    Terdapat perbedaan pendapat anatar para pihak.

  • 3.    Bantahan atau permohonan Pencoretan Pendaftaran Desain.

Menuntut ganti rugi atau menghentikan seluruh pembuatan desain produk yang melanggar dapat diajukan bila pemegang hak merasa dirugikan dan memang telah terjadi pelanggaran terhadap desain produk tersebut. Berdasarkan permintaan pemilik desain industri maupun gugatan ke Pengadilan Niaga pihak yang tidak mendapatkan izin untuk memakai desain industri tersebut juga dapat mengajukan pembatalan pendaftarkan. Memproduksi dan mendistribusikan produk “Biolife Borneo” yang dilakukan oleh para tergugat memiliki konfigurasi persis sama seperti “Eco Bottle” milik “PT. Dart Industries”, yang mengakibatkan adanya kerugian material dan immaterial pada pihak penggugat yakni “PT. Dart Industries.” Menurunnya keuntungan dari penjualan produk “Eco Bottle” dirasa sebagai kerugian material serta kerugian immaterial yang dirasakan oleh penggugat yakni “PT. Dart Industries”, yang merasa nama baiknya tercemar karena beredarnya produk yang sama. Karena kerugian yang dirasakan “PT. Dart Industries” dan sesuai dengan hukum yang telah dibentuk maka “PT. Dart Industries” berhak menggugat serta meminta berupa ganti rugi dan mengajukan upaya hukum pidana.

Akibat Hukum dari sengketa kesamaan desain industri Eco Bottle Tupperware dengan Biolife Borneo adalah pembatalan pendaftaran karena gugatan, gugatan ganti rugi serta ada akibat hukum pidananya. Dijelaskan secara rinci di Undang – Undang Desain Industri Pasal 44 ayat (1), Pasal 46 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1), sebagai berikut isi dari pasal tersebut :

  • -    Pasal 44 ayat (1) bahwa “Dalam hal pendaftaran Desain Industri dibatalkan berdasarkan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, penerima Lisensi tetap berhak melaksanakan Lisensinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian Lisensi.”

  • -    Pasal 46 ayat (1) bahwa “Pemegang Hak Desain Industri atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, berupa : a. gugatan ganti rugi; dan/atau b. penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.”

  • -    Pasal 54 ayat (1) bahwa “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”

Berdasarkan ketiga pasal tersebut siapa pun baik sengaja maupun tidak sengaja melanggar di bidang desain industri maka akan mendapat akibat hukum seperti yang

telah dijabarkan pasal diatas, dapat di hukum secara perdata (meminta ganti kerugian) dan dapat di hukum secara pidana (di pidana penjara atau membayar denda).

  • 4.    Kesimpulan

Dasar pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 594K/Pdt.Sus-HKI/2017, yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) juncto Pasal 46 ayat (1) Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, diatur bahwa “siapapun tidak terbatas pada produsen yang menggunakan desain industri tanpa hak adalah perbuatan melawan hukum.” Maka dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun bukan sebagai produsen tetapi telah melakukan distributor menggunakan desain produk tanpa hak itu sama saja telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pada sengketa “Eco Bottle” dengan “Biolife Borneo” dinyatakan Mariana dkk sudah melakukan distribusi produk dengan desain industri tanpa hak, yang membuat Hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa gugatan “PT. Dart Industries” sempurna sehingga beralasan untuk diterima.

Akibat Hukum dari sengketa kesamaan desain industri “Eco Bottle Tupperware” dengan “Biolife Borneo” diatur dalam Undang – Undang Desain Industri yaitu gugatan untuk pembatalan pendaftaran (Pasal 44 ayat (1)), gugatan ganti rugi (Pasal 46 ayat (1)) serta ada akibat hukum pidananya (Pasal 54 ayat (1)). Pada ketiga pasal tersebut telah dijelaskan mengenai ketentuan yang diagap melanggar dan dapat dikenakan hukuman secara perdata (ganti kerugian) maupun pidana (pidana penjara atau membayar denda).

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Djumhana, Muhammad. Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999).

Irianto, S., & Sidharta, B.A. Metode Penelitian Hukum: Konsilassi dan Refleksi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2009).

Lindsey, Tim, dkk. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung, Alumni, 2011).

Mayana, Ranti Fauza. Perlindungan Desain Industri di Indonesia : Dalam Era Perdagangan Bebas (Jakarta, Grasindo, Jakarta,2004).

OK. Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta, Raja Grasindo Persada, 2004).

Santosa, Budi. Butir – Butir Berserakan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain Industri) (Bandung, CV. Mandar Maju, 2005).

Supasti Dharmawan, Ni Ketut, dkk. Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia (Denpasar-Bali, Swasta Nulus, 2018).

Jurnal

I Dewa Ayu Widiantari1, I Wayan Wiryawan and I Nyoman Mudana. “EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI KERAJINAN

TULANG DI DESA TAMPAKSIRING KABUPATEN GIANYAR.” dalam jurnal Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 3, no. 01 (2015).

Ida Ayu Urmila Dewi Manuaba and I Wayan Wiryawan. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana. UPAYA PENGEMBANGAN SERTA PROSEDUR PERMOHONAN DESAIN INDUSTRI KERAJINAN KAYU DI BALI. dalam jurnal Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 2, no. 02 (2014).

Lubis, M. Faisal Rahendra, and Masnun Masnun. "Perlindungan Desain Industri dalam Upaya Memajukan Produk Lokal dalam Era Revolusi Industri 4.0." MUKADIMAH: Jurnal Pendidikan, Sejarah, dan Ilmu-ilmu Sosial 4, no. 2 (2020).

Mahayana, Destri Ayu Larasati. “Analisis Pemaknaan Unsur Kebaruan Dalam

Pengaturan Desain Industri di Indonesia (Studi Kasus Eco Bottle vs Biolife)”. Jurnal Kertha Semaya 9, no. 5 (2021).

Maheswari, Ni Komang Monica Dewi, I. Nyoman Putu Budiatha, and Ni Made Puspasutari Ujianti. "Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Desain Industri yang Sama dengan Merek yang Berbeda." Jurnal Preferensi Hukum 2, no. 1 (2021).

Prakoso, Danu Heru, and Yenni Erwita. "Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Sengketa Bentuk Botol Minuman Tupperware Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung." Zaaken: Journal of Civil and Business Law 1, no. 1 (2020).

Pratama, I. Putu Adi Dana, Ida Ayu Sukihana, and Anak Agung Sri Indrawati. "PENGATURAN PENGGUNAAN DESAIN YANG SAMA PADA PRODUK MOBIL YANG MEREKNYA BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-

UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI." dalam jurnal Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 4, no. 3 (2016).

Rinawati, Ni Putu, and I. Gusti Ngurah Wairocana. "MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG DESAIN INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI." dalam jurnal Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 1, no. 09 (2013).

Sari, Putri Intan Purnama. "Studi tentang Minat Beli Ulang Produk Tupperware di Kota Pekalongan." Jurnal Sains Pemasaran Indonesia (Indonesian Journal of Marketing Science) 15, no. 02 (2016).

Slamet, Lutfi Aldi Bing, and I. Gede Yusa. "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM HUBUNGAN JUAL BELI SEPATU BERMEREK PALSU DI FACEBOOK." dalam Jurnal Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum 7, no. 11 (2019).

Wijaya, Hendra Tanu. "Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem Civil Law dan Common Law." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 10, no. 23 (2003).

Zuhroh, Dinda Khofidhotuz, and Rakhmita Desmayanti. "ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDAFTARAN DESAIN INDUSTRI TANPA PEMERIKSAAN SUBSTANTIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DESAIN INDUSTRI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 594 K/PDT. SUS-HKI. 2017)." Reformasi Hukum Trisakti 1, no. 1 (2019).

Peraturan Perundang - Undangan

Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 243 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045.

Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.12 Tahun 2021 hlm.1011-1021