PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE

Ni Putu Enna Krisnayanti, Fakultas Hukum Universitas Udayana , e -mail: ennakrisnayanti08@gmail.com

Suatra Putrawan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, e -mail: suatra_putrawan@yahoo.com

DOI : KW.2021.v11.i01.p04

ABSTRAK

E-Commerce merupakan mentransaksikan penjualan pembelian dengan cara elektronik melalui media internetan tanpa ada pertemuan antara sipenjual dengan sipembeli. Karena tidak adanya pertemuan antara penjual dengan pembeli dapat menimbulkan permasalahan yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu perlu Undang – Undang yang dapat melindungi konsumen dari permasalahan tersebut, peraturan tersebut yaitu Undang – Undang nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen (UUPK). Adapun Tujuan dari penetian ini yaitu untuk mengetahui mengenai undang-undang sudah memberi perlindungannya kepada konsumennya untuk dilakukannya transaksi-transaksi e-commercenya serta mengetahui kebijakan hukum untuk konsumennya dimana telah merugi saat transaksinya menjual membeli dengan e-commerce memakai metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menemukan UUPK belum dapat melindungi konsumen karena belum mengakomodir hak–hak konsumennya di Pasal 4 UUPK serta keterbatasan makna pelaku usaha dalam UUPK. Upaya hukum yang dapat dilakukan jika terjadi permasalahan sengketa pada e-commerce yakni melalui kebijakan/upaya hukum preventif dan kebijakan/upaya hukum represif.

Kata kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, E-Commerce.

ABSTRACT

E-Commerce is an electronic buying through internet without any meeting between seller and buyer. Because there is no meeting between the seller and buyer, it can cause problems that can harm consumers. Therefore the need for a law that can protect consumers from these problems, the law is Law number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK). Purpose research to find whether Law Number 8 of 1999 has provided protection to consumers in conducting e-commerce transactions and to determine legal remedies for consumers who are harmed in e-commerce buying and selling transactions use normative legal research methods. And results in discussion found UUPK had not been able to protect consumers because it had not accommodated the rights of consumers in Article 4 of the UUPK and also the limited understanding of business actors in the UUPK. Legal remedies that could be taken in event of a dispute in e-commerce are preventive legal remedies and repressive legal remedies.

Keywords : Legal Protection, Consumers, E - Commerce.

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Kini Internet beralih ke dunia modern dikenal sebagai ekonomi digital. Dikondisikan oleh banyaknya aktivitas ekonomi menggunakan internet untuk sarana berkomunikasi. Misalnya, ritel semakin bergantung pada perdagangan elektronik atau electronic commerce (perdagangan elektronik) sebagai sarana transaksi. Dengan

hadirnya media internet, dapat menjadi sarana berbisnis secara online dengan cepat dan praktis.1

Perkembangan kemajuan teknologi yang pesat akan membawa pengaruh pada sistem transaksi yang digunakan oleh masyarakat. Adanya transaksi secara elektronik menjadi suatu sistem yang sering digunakan pada perkembangan industri yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai medianya. Pemanfaatan media teknologi informasi memberikan beberapa keunggulan bagi para pengguna, diantaranya adalah adanya kemudahan yang diberikan dalam melakukan transaksi secara elektronik dengan waktu yang efisien. Tidak hanya itu, pemanfaatan teknologi juga memberikan akses jaringan yang luas untuk mendapatkan informasi dalam melakukan transaksi elektronik secara mancanegara. Tentu saja hal ini menjadi suatu hal yang sangat menguntungkan bagi para pedagang yang berjualan secara online. Hal tersebut disebabkan karena dengan pemanfaatan transaksi elektronik, penjual dan konsumen dapat melakukan proses transaksi tanpa melakukan tatap muka secara langsung. Tentu saja hal ini menjadi keuntungan daripada transaksi yang dilakukan pada bisnis sebelumnya yang dilakukan secara konvensional.

Melalui perdagangannya dengan teknologi yang canggih ini, perdagangan elektronik dapat membentuk kembali perdagangan konvensional, dimana sebelumnya konsumen & bisnisnya melakukan transaksi dengan secara langsung namun melalui pemanafaatan teknologi ini hal tersebut berubah menjadi interaksi secara tidak langsung. Electronic commerce nya ini sudah merubah paradigmanya berbisnis klasik melalui permodelan berinteraksi yang berkembang dengan produsen-produsen dan konsumen-konsumen di dunia maya. Persisteman perdagangan digunakan pada perdagangan elektronik dirancang dalam tanda tangannya yang elektronik. Tanda tangan ini dirancang dengan pembelian, verifikasi, serta pengiriman. Penggunaan ecommerce atau yang dikenal dengan elektronik commerce memberikan kemudahan bagi para pengguna untuk melakukan transaksi secara digital melalui aplikasi penjualan ataupun aplikasi bisnis yang memberikan akses bagi para konsumen dan juga perusahaan atau penjual secara online. Dengan meemanfaatkan jaringan internet, kegiatan bisnis yang dilakukan melalui e-commerce dapat memiliki jaringan yang lebih luas. Melalui transaksi ini, pengguna dapat melakukan pencarian informasi dan juga proses jual-beli dengan memanfaatkan media teknologi informasi. Pada saat ini, transaksi melalui e-commerce menjadi suatu hal yang sering dilakukan oleh masyarakat. Hal ini didukung dengan segala kemudahan yang diberikan oleh transaksi melalui ecommerce ini.2

Transaksi yang dilakukan melalui e-commerce memiliki konsep yang sama dengan transaksi konvensional. Dimana pada transaksi konvensional, pembeli dan penjual melakukan sistem transaksi secara langsung. Sedangkan dalam hal ini, sistem transaksi dilakukan secara elektronik, sehingga para pihak melakukan proses jual-beli melalui internet tanpa bertemu langsung.3

Keuntungan bagi pedagang pada transaksi e-commerce antara lain :

  • 1.    Dapat menghasilkan pendapatan/penghasilan secara mudah

  • 2.    Membantu turunnya biaya-biaya operasional.

  • 3.    Dapat memperpendek product cylemanagement supplier.

  • 4.    Memperluas jangkauannya wilayah (global reach).

  • 5.    Waktu beroperasi tak terbatas.

Sedangkan keuntungan bagi pembeli antara lain :

  • 1.    Berbelanja dari rumah

  • 2.    Dilakukan secara praktis

  • 3.    Pilihan-pilihan luas dan bisa dibandingkan dengan produk/jasa yang dibeli.

  • 4.    Waktu tak terbatas

  • 5.    Calon konsumen dapat mudah dalam mencari barang/jasa yang sulit ditemukan disekitar

Dari keuntungan tersebut, secara garis besar dapat diketahui bahwa transaksi melalui e-commerce memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Keuntungan umum yang didapatkan adalah adanya penggunaan waktu yang lebih efisien daripada melakukan sistem transaksi konvnsional. Yang kedua, memberikan kemudahan akses untuk mendapatkan informasi mengenai produk yang ditawarkan. Dan yang terakhir adalah adanya peningkatan penjualan yang dilakukan oleh konsumen sesuai dengan kepuasan mereka dapat meningkatkan efektivitas dari bisnis yang dimiliki.4

Namun dari kelebihan di atas, bertransaksi online memiliki kelemahan-kelemahan. Jika bertransaksi online tak bertemu antara pelaku bisnis online ini dan pembelinya langsung, sehingga konsumennya tak bisa melihat-lihat produk-produk dimana mereka ingin dengan bentuk nyata), ini permasalahan yang pembeli merasa dirugikan saat bertransaksi online. Contoh adalah ketidaksesuaiannya barang dijanjikan, ketidaktepatan dalam pengiriman barang, serta keamanan pembayaran dalam transaksi online juga menjadi kendala bagi mereka yang membeli barang secara online.

Dari hal tersebut, diperlukan adanya suatu aturan yang memberikan kekuatan hukum dalam melakukan pemanfaatan media teknologi informasi dalam melakukan perdagangan atau bisnis secara online. Jaringan penjualan secara global yang semakin meluas ditandai dengan adanya transaksi ataupun transformasi data yang dilakukan secara online dari kedua belah pihak.5 Melalui hal tersebut, pembentukan aturan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen yang melakukan transaksi secara online pada media e-commerce. Selain itu, bagi pihak penjual juga dapat memiliki tanggungjawab atas bisnis yang dilakukan secara online tersebut. Hal ini agar perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya memberikan kemudahan tanpa memberikan kepastian hukum bagi para penggunannya.

Pentingnya persoalan hukum di bidang perdagangan elektronik, khususnya perlindungannya konsumen-konsumen, dimana ada pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen. Selain itu, dapat diupayakan perbaikan dalam transaksi elektronik dengan menggunakan instrumen Peraturan Pemerintah Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang lazim disebut PP

PSTE, yang menjadi landasan hukum untuk Menyelesaikan Masalah Konsumen Saat Melindungi Penjualan dan Pembelian Online Agar Tidak Rugi Transaksi. Pasal

Undang – Undang No 8 Tahun 1999 mengatakan bahwa pelaku-pelaku ekonomi menawarkan produknya dengan sistem elektroniknya seharusnya memberikan informasi lengkap tentang kondisi kontrak, produsen-produsennya dan produknya yang ditawarkan. Apabila barang diterima tak ada kesesuaian oleh kontrak, pengusaha berkewajiban untuk menetapkan batas waktu pengembalian barang kepada konsumen sesuai dengan kontrak, atau jika ada cacat serta produknya tak sesuai dengan gambar di iklan. Adapun State of art pada penulisan ini diambil melalui beberapa jurnal yang membahas hal terkait. Hal ini dilakukan sebagai pedoman penulis untuk melakukan perbandingan dari hasil penelitian yang sebelumnya. Sehingga melalui state of art ini dapat memberikan hasil perbandingan yang lebih konkrit.

Maka dilihat latar belakang di atas bahwasanya penulis tertarik untuk mengangkat judul yakni “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, jadi permasalahan hukum yang di identifikasi pada penelitian ini yakni:

  • 1.    Apakah UU Nomor 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen sudah memberikan perlindungan pada konsumen-konsumen saat bertransaksi ecommerce?

  • 2.    Apabila terjadi kerugian pada konsumen, bagaimana kebijakan upaya hukum untuk konsumen yang merugi pada bertransaksi jual beli e-commerce?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yakni untuk mencari tahu apakah UU Nomor 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen dapat memberi perlindungannya pada konsumennya untuk diberlakukannya transaksi e-commerce serta untuk mengetahui upaya-upaya hukum untuk konsumennya yang merugi bertransaksi jual beli ecommerce.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian mempunyai sebutan yang berbeda atau dikenal dengan penelitian. Research kata dari bahasa Inggris yakni research yang terdiri dari dua suku kata re (re) search (pencarian), yaitu research yang termasuk istilah research, dapat diartikan sebagai pencarian baru. Penelitian ini didasari oleh rasa ingin tahu seseorang yang kemudian disebut sebagai peneliti ketika melakukan penyelidikan. Penelitian merupakan alat yang fundamental dalam perkembangan IPTEK. Karena penyidikan memiliki tujuan mengungkap kebenaran metodis dan sistematis, analisis dan konsistensi dilakukan sepanjang proses penyidikan. Dalam membuat penelitian, menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, bahan pustaka yang digunakan sebagai data dasar adalah data sekunder. Data sekunder memiliki ruang lingkup yang sangat luas yang meliputi surat-surat, buku-buku, hingga dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk menjelaskan Teori Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam transaksi E-commerce. Dalam hal ini, jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan

konseptual (conceptual approach), pendekatan analitis (analytical approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah metode penelitian hukum dengan menelaah berbagai peraturan perundang-undangan, asas-asas dan hierarki dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peneliti meneliti ketentuan-ketentuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan peneliti adalah dengan menggali kerangka normatif menggunakan bahan hukum yang telah disebutkan diatas yang membahas dan menjelaskan tentang teori-teori hukum.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    UU Nomor 8 Tahun 1999 Mengenai Perlindungan Konsumen Sudah Memberi Perlindungan Pada Konsumennya Untuk Bertransaksi E-Commerce

Dalam pelaksanaan peraturan melindungi konsumen-konsumen ini terdapat Batasan-batasan bagi konsumen-konsumen itu sendiri yakni:

  • a.    Konsumen-konsumen yakni seseorang memperoleh barang/jasa yang dipergunakan dengan tujuan tertentu/termaksud.

  • b.    Konsumen adalah seseorang menerima barang/jasa yang dipergunakan saat produksi barang/jasa atau perdagangan.

  • c.    Konsumen akhir yakni seseorang membeli dan memakai barang/jasanya agar dapat memenuhi berbagai kebutuhan pribadi/keluarga dan bukan perdagangan (nonkomersial) selanjutnya.

Dalam Pasal 1 (1) UUPK menetapkan perlindungan konsumennya yakni

berbagai upaya-upaya untuk menjamin kepastian hukum agar dapat melindungi konsumen-konsumennya. Ruang lingkup perlindungan konsumen-konsumen dapat dibagi menjadi dua(2) aspek, yakni:

  • 1.    Perlindungannya pada kemungkinan-kemungkinan barangnya diserahkan untuk konsumen-konsumen tak sesuaikan oleh kontrak.

  • 2.    Perlindungannya pada  syarat–syaratnya  tak adilnya untuk konsumen-

konsumennya.

Perlindungannya pada konsumen-konsumen bertujuan untuk memberikan rasa aman dalam memenuhi kebutuhannya. Terbukti pada undang-undang melindungi konsumennya mempunyai sanksi-sanksi pidana. Semua upayanya dalam perlindungan konsumen tak hanya tindakan preventifnya, tapi tindakan represif di seluruh bidang-bidang perlindungan konsumennya.

Berdasarkan pertanyaan yang diajukan pada permasalahan, UUPK telah gagal dalam perlindungannya pada konsumen-konsumennya pada transaksi e-commerce dikarenakan ketentuannya didalam UUPK tidak memperhitungkan hak-haknya konsumennya pada transaksi e-commerce. Hak-hak para konsumen Indonesia ada pada Pasal 4 UUPK. Karena dibandingkan dengan transaksi konvensional, perdagangan elektronik memiliki kekhasan tersendiri. Ciri-ciri tersebut adalah penjual&pembeli tidak bertemu, alat utamanya yakni internet, bertransaksi bisa dilakukan melintaskan berbagai batas hukum-hukum negara, sesuatu diperdagangkan berupa barang atau jasa /produk-produk digital contohnya perangkat lunak.

Tanggung jawab wirausaha kepada pembeli dalam kegiatan jual beli melalui Internet umumnya tidak diatur dengan baik oleh undang-undang perlindungan konsumen dan UU ITE. UUPK hanya mengatur jual beli tradisional seperti pasar. Dalam konteks pertanggungjawaban dalam transaksi penjualan online melalui dunia maya internet, pemilik usaha tetap dikenakan biaya atau tanggung jawab, apalagi jika

produk yang diproses tidak sesuai dengan keinginan pembeli dan merugikan pembeli.6

Bertransaksi e-commerce, dengan hak konsumennya mempunyai risiko besar didalam dilakukannya pelanggaran-pelanggaran, sehingga konsumen tak mempeoleh hak-hak nya dengan penuh pada transaksi e-commerce. Dan hak-hak itu yakni :

  • 1.    Hak mengenai keamanannya serta perlindungannya pada saat membeli barang/jasa. Karena konsumennya tak bisa secara langsung dalam mengidentifikasinya, melihatnya dan menyentuh produk-produk yang telah terpesan otomatis melalui internet itu.

  • 2.    Hak atas info adil, nyata dan sejujur-jujurnya tentang status artikel. Karena pelaku-pelaku komersial dan para konsumen tak melakukan pertemuan langsung dan berkomunikasi melalui chat jika konsumen aktif menanyakan produk kepada pelaku komersial. Informasi mengenai produk ini sangat langka dikarenakan merchantnya tampil deskripsi produk-produk & gambarnya dalam penawarannya. Ada produk-produk yang dipasarkan di Internetnya yang perlu lebih dari deskripsi produknya, misalnya ketika membeli pengharum (parfum) secara online, dimana kita diharuskan mencobanya sebelum membeli.

  • 3.    Hak agar pandangan serta keluhan mereka didengar tentang produk atau layanan yang digunakan. Hal ini dikarenakan antara penjual & pembeli tak tatap muka & dapat berkomunikasi lewat telepon atau email, dimana olshop tak mencantumkan alamatnya secara jelas didunia maya ini menyulitkan konsumen untuk

mengajukan komplain atau gugatan pada dunia asli.

  • 4.    Hak atas pembelaan dan upayanya dalam menyelesaikan sengketa-sengketa para konsumen dengan memadai. Kita ketahui dalam dunia transaksi online sering terjadi pembeli menerima barang tak sesuai pesanan/pedagang asing tak mengirimkan barang kepada pembeli sehingga sangat menyulitkan pembeli untuk menggugat pedagang tersebut. Hal ini dikarenakan jaraknya yang jauh dan mekanisme pemrosesan transaksi e-commerce yang tidak jelas karena transaksi ini melintasi batas negara dan tidak mudah untuk menentukan hukum yang berlaku.

Dilihat dari pengertian di atas, yang dimaksud dengan pelaku niaga dalam UUPK yakni pelaku-pelaku niaga yang tempat kerja berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan dilihat salah satu ciri e-commerce yaitu perdagangannya yang melintas di batas wilayah suatu negara, dalam hal ini jadi pengertian/makna pelaku-pelaku perdagangan didalam UUPK tidak tercapai jika pelaku-pelaku perdagangan ada di luar wilayah/tempat negara.

Kewajiban konsumen menurut Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen tahun 1999 adalah Untuk keamanan dan perlindungan, baca atau ikuti petunjuk dan prosedur informasi mengenai penggunaan atau penerapan barang dan/atau jasa. Beritikad baik dalam transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Bayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Ikuti upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa konsumen dengan benar. Kewajiban konsumen untuk membaca dan mematuhi petunjuk saat menggunakan barang dan jasa dapat diabaikan oleh konsumen. Pelaku usaha biasanya mencantumkan petunjuk penggunaan dalam produk yang diproduksinya. Ketika membuat kontrak penjualan, para pihak harus bertindak dengan itikad baik. Keabsahan atau keabsahan suatu kontrak atau perjanjian pada umumnya merupakan

fenomena hukum yang relatif baru bagi hukum positif Indonesia, khususnya dalam hal kontrak penjualan elektronik. Hal ini perlu penyelidikan lebih lanjut, terutama yang berkaitan dengan aspek hukum dari alat bukti.7

Keamanan informasi yang diterima dalam e-commerce sangat penting. Di era globalisasi saat ini, semua kebutuhan dan keinginan dapat diterima secara cepat, mudah dan dengan seaman mungkin. Untuk itulah sangat diperlukan adanya peran teknologi dalam memberikan keamanan informasi bagi para penggunanya.8 Keamanan merupakan isu penting saat menggunakan media elektronik, khususnya internet. Tanpa jaminan keamanan, para pebisnis akan enggan menggunakan media tersebut. Jaminan keamanan ini harus mempertimbangkan pertanyaan dari kantor pendaftaran perusahaan. Hal ini memastikan jika terjadi sengketa hukum, posisi hukum perusahaan yang menyediakan produk melalui media elektronik dapat ditentukan. Pada dasarnya masalah perijinan, pendirian dan pendaftaran suatu perusahaan sama dengan perusahaan pada umumnya, menurut undang-undang tempat perusahaan itu didirikan. Di tingkat nasional, lembaga perlindungan konsumen adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang tidak secara khusus mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dalam pengaturannya. Di tingkat internasional, terdapat perjanjian internasional yang dapat digunakan untuk melindungi konsumen khususnya dalam e-commerce.9

Perlu juga ditekankan bahwa kelemahan utama konsumen adalah masih rendahnya kesadaran mereka akan hak-hak mereka, terutama karena rendahnya tingkat pendidikan konsumen mereka. Selain ketentuan undang-undang perlindungan konsumen, dalam hal ini hukum pidana juga dalam batas tertentu dapat mengandalkan hukum pidana untuk melindungi konsumen. Padahal, ada badan hukum lain yang bisa melindungi konsumen dengan transaksi e-commerce. Dari uraian di atas, jelas bahwa undang-undang sangat urgen untuk melindungi kebutuhan konsumen, terutama yang melakukan perdagangan dengan menggunakan teknologi elektronik (e-commerce). Sebab, peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya undang-undang perlindungan konsumen, tidak mempertimbangkan kebutuhan tersebut.

  • 3.2 Kebijakan Upaya Hukum Untuk Konsumen Yang Merugi Saat Bertransaksi Jual Beli E-Commerce

Terkait dengan perdagangan dan transaksi yang dilakukan secara online, terdapat kontrak yang berbasis dengan hukum di setiap transaksi e-commerce yang dilakukan. Kontrak yang dimaksud adalah suatu perjanjian yang mengatur terkait hubungan dari perusahaan yang melakukan bisnis kepada para konsumen yang melakukan transaksi. Kontrak yang dilakukan secara online atau melalui e-commerce memiliki beberapa variasi yang diantaranya mengatur terkait pengembangan dari kontrak jaringan transaksi yang dilakukan, kontrak yang dilakukan melalui

percakapan secara online dalam bentuk video ataupun tertulis, dan adanya kontrak yang mengatur terkait pembayaran melalui proses pembayaran serta kontrak yang diberikan melalui alamat surel.10

Dalam menjamin kepastian hukum untuk melakukan perlindungan hak konsumen yang telah dilakukannya pelanggaran dari pelaku perdagangan, pemerintah membentuk lembaga yang berwenang menangani masalah hak konsumen dilihat dari kesesuaiannya peraturannya. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ini salah satunya. Permasalahan antara konsumen dan pedagang dalam transaksi e-commerce masih sering terjadi pada lingkungan sekitar. Maka diperlukannya upaya-upaya hukum sehingga dapat menyelesaikan sengketa yang diprakarsai oleh pihak-pihak terkait.

Berbagai kasus yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan transaksi khususnya faktor keamanan e-commerce tentunya sangat merugikan konsumen. Padahal, memastikan keamanan transaksi e-commerce sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen pada pengguna, dan jika diabaikan, filosofi efisiensi transaksi e-commerce bergeser ke ketidakpastian dan e-commerce akan mengarah pada pengembangan. lembaga. Masalah hukum dan solusi yang disebutkan di atas sebenarnya hanya upaya untuk melindungi konsumen dalam e-commerce. 11

Dalam menyelesaikan sengketa yang dilakukan oleh pengadilan, dalam proses litigasi para pihak saling berhadapan. Penyelesaian prosedur penyelesaian sengketa merupakan upaya terakhir (ultimum remidium) setelah diberlakukannya alternatif-alternatif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa lainnya yang gagal. Dalam hal penyelesaian sengketa niaga didalam e-commerce yang biasa dilakukan, seperti: Namun penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi cukup memakan waktu dan biaya yang tidak bisa dibilang murah.

Selain upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak, hal ini juga dapat dilakukan melalui asas akuntabilitas. Prinsip pertanggungjawaban ketat adalah prinsip yang berlaku jika terjadi wanprestasi. Posisi rentan konsumen dalam e-commerce menempatkan tanggung jawab sepenuhnya di tangan operator ekonomi. Pelaku usaha bertanggung jawab penuh atas kegiatan usaha yang dilakukannya dalam transaksi ecommerce. Oleh karena itu, dalam e-commerce, pihak yang bertanggung jawab adalah pihak yang gagal, dalam hal ini pelaku ekonomi. Bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pelaku ekonomi adalah ganti rugi berdasarkan besarnya kerugian yang diderita konsumen. Konsumen dapat menerima pemulihan hukum yang sesuai jika operator ekonomi tidak bertanggung jawab atas e-commerce yang tidak patuh.

Selain itu, non litigasi ini berarti menyelesaikan sengketa di luar dari adanya pengadilan berdasarkan hukum, & penyelesaiannya dapat diklasifikasikan sebagai penyelesaian berkualitas tinggi dikarenakan sengketa-sengketa yang selesai oleh hal ini diselesaikan tanpa kebencian atau perselisihan. Penyelesaian sengketa di luar hukum adalah penyelesaian masalah hukum secara hukum dan hati-hati agar hukum dimenangkan dan juga hati nurani rakyat tunduk pada kepatuhan sukarela terhadap kesepakatan/perdamaian tanpa ada yang merasa dirugikan. Kesepakatan ini mengarah pada penjaminan rahasia sengketa-sengketa berbagai pihak, penyelesaian masalah dengan cara komprehensifan satu sama lain, & membina hubungan-

hubungan yang baik-baik. Keuntungan dari persidangan tanpa pengadilan ini adalah bahwa hal itu bersifat rahasia, karena sidanG dan hasil keputusan tak dipublikasi.

Agar dapat lebih menimbulkan kepastian hukum dalam e-commerce, baik barang maupun jasa mengenai klausul perlindungan konsumen dan pembatasan pemberitahuan kepada konsumen sebagai pembeli, atau segala bentuk jual beli Kejelasan status hukum Untuk mencapai pemerataan, sistem kepastian hukum yang adil dan makmur, dalam bentuk hukum sebagai penjual atau pengusaha, atau sebagai konsumen sendiri. Baik konsumen maupun pelaku ekonomi dalam bentuk pelaku ekonomi berupa jasa atau komoditas, hal ini membantu memberikan kenyamanan lebih bagi keduanya, pelaku ekonomi.12

Untuk transaksi e-niaga, upaya hukum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa e-niaga termasuk, selain penggunaan prosedur dalam menyelesaikan persengketaan di dalam pengadilan dan juga diluar pengadilan:

  • A.    Upaya-upaya Hukum Preventif

Tindakan pencegahan adalah semua tindakan yang diambil untuk mencegah terjadinya peristiwa atau situasi (kerusakan) yang merugikan. Dalam hal ini termasuk dalam peraturan perundang-undangan dengan pemberian poster atau larangan ketika melakukan suatu perbuatan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari kerugian antara lain:

  • a.    Sikap hati-hati konsumennya melakukan transaksi. Banyak sesuatu yang seharusnya diberikan perhatian konsumen melakukan transaksi yakni tingkat keamanannya situs web pelaku-pelaku komersial, dalam hal melakukan kontrak dan dengan adanya ketentuannya yang standar untuk transaksi-transaksi ecommerce, hukum yang berlaku, dan kekuatan forum di mana pelaku bisnis di negara maju selalu cenderung menegakkan hukum dan sehubungan dengan internet banking (internet banking) juga harus memperhatikan ketersediaan bank.

  • b.    Seft Regulation pada pelaku-pelaku usaha. Pengaturan mandiri dilaksanakan dengancara perbaikan metode transaksi, sistem-sistem keamanan, melakukan pembayaran, pengiriman barang-barang, dan dalam menyelesaikan sengketa jika terjadi sengketa.

  • c.    Pengawasan dan perlindungan pemerintah dan instansi. Kewajiban-kewajiban para pemerintah dapat melindungi diatur pada pasal 40 (2) pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dibandingkan dengan Pasal 30 (1) UU Perlindungan Konsumen mengatur agar dilakukan pengawasan.

  • B.    Upaya - upaya Hukum Represif

Di dalam upaya ini merupakan berbagai kebijakan hukum agar dapat melakukan penyelesaian masalah hukum yang telah timbul. Menurut UUPK, dimana hak konsumen yaitu mendapat upaya-upaya pembelaan, perlindungan, dan penyelesaian sengketa yang memadai (Pasal (e) UUPK).

4. Kesimpulan

Perkembangan kemajuan teknologi yang pesat akan membawa pengaruh pada sistem transaksi yang digunakan oleh masyarakat. Adanya transaksi secara elektronik menjadi suatu sistem yang sering digunakan pada perkembangan industri yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai medianya. Pada Undang – Undang No 11

Tahun 2008 pasal 18 ayat (1) menjelaskan transaksi elektronik dituangkan ke dalam kontrak elektronik dimana mengikat para pihak. Penggunaan e-commerce atau yang dikenal dengan elektronik commerce memberikan kemudahan bagi para pengguna untuk melakukan transaksi secara digital. Transaksi melalui e-commerce memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Keuntungan umum yang didapatkan adalah adanya penggunaan waktu yang lebih efisien daripada melakukan sistem transaksi konvnsional. Namun, dari semua keuntungan yang diberikan terdapat beberapa kekhawatiran yang dirasakan oleh pengguna salah satunya adalah perlindungan bagi konsumen. Pada UU nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen tidak mampu melindungi para konsumennya dalam bertransaksi e-commerce dikarenakan ketentuan-ketentuan pada UUPK tidak memperhitungkan hak-hak konsumennya pada bertransaksi. Hak-hak para konsumen di Indonesia termasuk pada UUPK pasal 4, hal ini dikarenakan transaksi e-commerce memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan transaksi konvensional. Selain itu, UUPK juga memiliki keterbatasan untuk melindungi konsumennya saat bertransaksi e-commerce yang dari pemahaman pelaku-pelaku usaha tersebut. Pelaku-pelaku perdagangan yang ada dalam pasal 1 ayat (3) UUPK yaitu perusahaan-perusahaan, BUMN, koperasi, pedagang, penyalur dan sebagainya. Upaya-upaya hukum digunakan dalam penyelesaian sengketa e-commerce meliputi upaya-upaya dari hukum preventif dan upaya dari hukum represif. Pada Undang – Undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) dijelaskan juga penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan gugatan perdata atau melalui arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa alternative lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – Undangan.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Suherman, Ade Maman. “Aspek Hukum Dalam ekonomi Global”. (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002), Hlm. 179.

Makarim, Edmon. Kompilasi Hukum Telematika. (Jakarta, Grafindo Persada, 2000), Hlm. 65.

Purbo, Onno W. dan Wahyudi, Aang Arif. Mengenal e-Commerce. (Jakarta, Elex Media Komputindo, 2001), Hlm. 122.

JURNAL

Sari, Indah Puspa. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi ECommerce Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Beserta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”. Jurnal PARLEV JURNAL OF LAW 2, No 1,(2009):13-22.

Pramono, Nindyo. “Revolusi Dunia Bisnis Indonesia Melalui E-commerce dan EBussines: Bagaimana solusi hukumnya”. Dalam Jurnal Hukum 8, No. 16 (2001):13.

Sanusi, Muhammad Arsyad. “Transaksi Bisnis dalam E-comerce: Studi Tentang

Permasalahan Hukum dan Solusinya”. Dalam Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 8, No. 16 (2001): 10-29.

Putra, I. P. E. S., Budiartha, I. N. P., & Karma, N. M. S. 2019. “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Jual Beli Barang Melalui Ecommerce”. Dalam Jurnal Analogi Hukum 1,No 2(2019): 239-243.

Wulandari, Yudha Sri. “Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Transaksi Jual Beli E-Commerce 199 Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Transaksi Jual Beli E-Commerce”. Dalam Jurnal AJUDIKASI : Jurnal Ilmu Hukum 2, No. 2 (2018): 88.

Setiawan. “Electronic Commerce: Tinjauan dari segi Hukum Kontrak”. Dalam Jurnal Legal Aspect of E-commerce Jakarta 1, No. 4 (2000): 22-24.

Sutrisno, Nandang. 2001. “Cyberlaw: Problem dan Prospek Pengaturan Aktifitas Internet”. Dalam Jurnal Hukum Ius Quies Justum 8, No. 16 (2001): 70.

Sjadeini, Sutan Remy. “E-Commerce Dalam Perspektif Hukum”. Dalam Jurnal Keadilan 1, No.3 (2001): 45-46.

Mantri, B. H. “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi ECommerce”. Dalam Jurnal Law Reform 3 No. 1 (2007): 27.

PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Jurnal Kertha Wicara Vol.11 No.1 Tahun 2021 hlm.32-42