TANGGUNG JAWAB BANK TERHADAP KERUGIAN NASABAH AKIBAT TINDAKAN SKIMMING

Sathyananda Linggam Deva, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i08.p04

ABSTRAK

Penulisan ini bertujuan untuk menguraikan perlindungan hukum bagi nasabah bank terhadap adanya tindak pidana skimming serta menganalisa batasan tanggung jawab bank terhadap kerugian nasabah yang timbul dari tindak pidana skimming. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif yakni menggunakan studi kepustakaan untuk mengkaji norma atau peraturan hukum yang relevan dengan topik yang dikaji berkaitan dengan ketidakpastian hukum dari pengaturan hukum terhadap tanggungjawab bank dalam menyelesaikan permasalahan jika terjadi kerugian dari nasabah akibat tindakan skimming. Pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konsep hukum digunakan pada penelitian ini. Serta pada teknik penelusuran bahan hukum yang dipakai adalah teknik studi terhadap dokumen–dokumen yang ada serta analisis kajiannya merupakan analisis kualitatif. Hasil studi menunjukan bahwa Perlindungan konsumen bagi nasabah bank tertuang pada UU Perlindungan Konsumen dan UU Perbankan. Terdapat kewajiban bagi pihak bank yaitu mengurangi resiko ataupun dapat mencegah timbulnya kerugian materil yang dialami oleh nasabah yang dikarenakan kurang optimalnya upaya keamanan dari pihak bank sehingga nasabah berhak atas pembelaan hukum, dan perlindungan berupa penggantian kerugian. Serta berkaitan dengan terjadinya tindakan skimming maka berdasarkan pada UU Perlindungan Konsumen, dalam pasal 7 termaktub pada pokoknya menentukan adanya kewajiban pelaku usaha yang berlandas pada itikad baik untuk menjamin bahwa setiap pelayanan yang diperuntukan bagi nasabah akan terjamin mutu barang dan/atau jasanya untuk diperdagangkan berdasar pada ketentuan standar mutu yang berlaku. Serta telah jelas selanjutnya pada pasal tersebut bahwa setiap kerugian yang timbul dari pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa maka akan diberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian yang diberikan oleh pihak pelaku usaha.

Kata Kunci: Tanggung Jawab, Perbankan , Nasabah, Pembobolan ATM

ABSTRACT

This paper aims to describe the legal protection for bank customers against skimming crimes and analyze the limits of bank liability for customer losses arising from skimming crimes. This writing uses normative research methods, namely using literature studies to examine legal norms or regulations that are relevant to the topic studied related to legal uncertainty from legal arrangements to bank responsibility in solving problems in the event of losses from customers due to skimming actions. The statutory approach and the legal concept approach are used in this study. As well as the technique of tracing legal materials used is a technique of studying existing documents and the analysis of the study is a qualitative analysis. The results of the study show that consumer protection for bank customers is contained in the Consumer Protection Act and the Banking Law. There is an obligation for the bank, namely reducing risk or preventing material losses experienced by customers due to less than optimal security efforts from the bank so that customers are entitled to legal defense, and protection in the form of compensation. As well as relating to the occurrence of skimming actions, based on the Consumer Protection Law, Article 7, it is stated in principle that it is stated that there is an obligation for business actors based on good faith to ensure that every service intended for customers will guarantee the quality of their goods and/or services to be traded based on applicable quality standards. It is also clear further in the article that any loss arising from the use or utilization of goods and/or services will be given compensation, compensation and/or compensation for losses provided by the business actor.

Key Words: Responsibility, Banking, Customer, Skimming

  • I.    Pendahuluan

    • 1.1.    Latar Belakang

Kejahatan pada dunia digital semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Industri teknologi digital membawa perubahan pesat tidak hanya memberi kemudahan bagi aktivitas manusia namun juga membawa dampak negatif yakni timbulnya berbagai modus operandi kejahatan baru dengan menyalahgunakan kecanggihan teknologi yang dapat disebut sebagai kejahatan siber. Teknologi yang canggih tersebut juga ketika disalahgunakan akan dapat merugikan. Salah satu jenis kejahatan yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk melancarkan tindakannya yakni kejahatan skimming yang ada dalam dunia perbankan. Sebagai salah satu lembaga yang bergerak pada penyedia sumber dana dalam berbagai jenis salah satunya perkreditan, perorangan maupun badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau meningkatkan produksinya, perbankan dapat disebut sebagai lembaga yang fundamental dalam laju ekonomi bangsa. 1 Hal tersebut sebagaimana telah diuraikan bahwa perbankan adalah financial intermediary institution yakni memiliki cangkupan usaha salah satunya adalah mengupayakan penarikan dana kepada masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit.2 Pada perkembangannya laju perbankan telah mengalami pembaharuan atas inovasi sarana prasarana yang dapat memudahkan nasabah untuk mengakses layanan perbankan dengan mudah, salah satunya yakni berlandas pada metode digital. Kemajuan ekonomi juga tidak terlepas dari perkembangan ekonomi digital yang membawa pengaruh terhadap sistem dan metode transaksi pada lembaga perbankan, dalam hal ini perbankan juga telah dilengkapi dengan metode yang memudahkan pengguna untuk dapat bertransaksi dimanapun dan kapanpun. Seperti pada metode transfer dana yang pada sebelumnya hanya dapat dilangsungkan dengan datang ke teller bank sebagaimana cara konvensional, namun kini cukup dengan mengakses mobile banking ataupun mencari mesin Anjungan Tunai Mandiri (selanjutnya disebut sebagai ATM) terdekat untuk bertransaksi. Adapun opsi yang ditawarkan yakni dengan dihadirkannya ATM, kartu debet dan/atau kartu kredit.3

ATM menjadi salah satu bagian dari banyaknya fasilitas perbankan yang digunakan oleh nasabah. Dapat diartikan bahwa ATM adalah salah satu sarana bayar yang diakses dengan menggunakan mesin ataupun perangkat khusus yang hanya dapat dioprasikan oleh pihak bank dan nasabah.4 Menilik pada sejarah awal mula dipergunakannya ATM di Amerika sebagai negara Adikuasa yang menjadi pionir dari kemajuan metode transaksi perbankan pada 2 September 1960. Setelahnya, penggunaan metode konvensional seperti datang langsung ke bank menjadi menurun

dan merevolusi industri perbankan dengan penggunaan ATM yang dapat dengan mudah ditemui oleh nasabah. Adapun yang menjadi keunggulan dari penggunaan ATM yakni tidak hanya dapat digunakan untuk melakukan transaksi penarikan uang tunai dengan nominal tertentu tetapi juga dapat melakukan setor tunai dengan nominal tertentu, transfer antar bank, pembayaran berbagai kebutuhan ekonomi lainnya seperti tagihan serta pembelian produk e-commerce juga dapat dilangsungkan dengan menggunakan ATM.5

Melihat perkembangan teknologi yang sangat mempengaruhi pola perilaku manusia, maka pada fase tersebutlah hukum hadir untuk dapat mengikuti perkembangan zaman dalam hal memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat sebagaimana negara dalam perannya untuk melindungi hak hak dari warga negaranya. Namun tak jarang, hukum kadang sangat sulit untuk mengikuti kemajuan zaman yang begitu dinamis. Sehingga idealnya diperlukan suatu instrument perundang-undangan yang selalu dapat menjangkaui setiap kekosongan hukum yang ada di masyarakat. Pengaturan terkait pidana dalam regulasi perbankan terbatas pada aturan yang berkaitan dengan perbuatan yang dilancarkan oleh pihak bank ataupun juga pihak yang terafiliasi.Serta pada pihak pihak yang terafiliasi hanya berada pada lingkar pihak terdekat atau pihak internal dari bank. Pihak terafiliasi dan bank adalah subjek hukum yang berposisi dominan dalam regulasi perbankan sehingga secara eksplisti ketentuan pidana dari perbankan tidaklah menempatkan secara seimbang antara perlindungan dan penegakan hukum terhadap pihak bank dan afiliasi serta nasabah sebagai konsumen dari layanan jasa perbankan.

Tidak dapat dipungkiri dan menutup mata bahwa dalam praktiknya setiap kemudahan yang ditawarkan oleh penyedia jasa selalu menyisakan celah celah yang dapat dipergunakan untuk melancarkan aksinya dalam tindak pidana kejahatan. Salah satunya adalah tindakan skimming. Sebagai salah satu tindak pidana yang dilangsungkan di ATM, skimming adalah tindakan mencuri data yang tercantum dalam kartu kredit ataupun debit. Tindakan tersebut dilangsungkan dengan menyalin informasi yang terdapat dalam chip pada tiap kartu dari masing-masing nasabah. Pada dasarnya tindakan menyalin data tersebut adalah bentuk yang legal jika dihubungkan dengan penggunaan yang legal pula sesuai dengan prosedur. Namun dalam tindakan skimming, penyalinan data bersifat illegal karena tindakan pelaku tidaklah diketahui oleh nasabah, serta pelaku dengan sengaja memasangkan detector khusus untuk melakukan penyalinan data nasabah yang didalamnya berisi alamat rumah, nama lengkap, kata sandi, nomor seri kartu serta nomor telepon yang terhubung dengan mobile banking.6

Sehingga dalam hal ini , nasabah sangatlah dirugikan karena adanya penarikan yang illegal dari ATMnya.7 Pada perspektif perlindungan konsumen, nenempatkan nasabah sebagai konsumen dari layanan jasa perbankan dengan merujuk pada Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang termaktub dalam Pasal 1 angka (2). Sehingga nasabah haruslah dilindungi dalam memanfaatkan sektor perbankan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) yang pada pokoknya menempatkan nasabah dalam hal kepentingannya terhadap informasi penggunanan layanan perbankan haruslah mendapatkan informasi yang mumpuni dari Bank sebagai pihak penyedia jasa berkaitan dengan kemungkinan timbulnya resiko kerugian bagi transaksi nasabah. Walapun pasal tersebut tidak secara lugas mengatur perlindungan nasabah namun tredapat kewajiban dari pihak Bank untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan penggunaan layanan perbankan.

Jika mengaitkan dengan pendekatan beberapa kasus kejaatan perbankan yang terjadi saat masa pandemi ini, salah satunya yang meningkat adalah kejahatan skimming. Masa pandemi mengharuskan begitu banyak aktivitas masyarakat menjadi terhambat terkhusus pada iklim ekonomi yang semakin menurun drastis sehingga akan dapat mempengaruhi tingkat kejahatan yang datang dari beragam modus operandi. 8 Sehingga penting untuk dikaji serta dipahami berkaitan dengan perlindungan nasabah sebagai konsumen layanan perbankan dalam mendapatkan hak haknya serta batasan pertanggungjawaban dari pihak bank sebagai penyelenggara layanan. Pada penelitian terdahulu oleh Michael Enrick pada tahun 2019 dengan judul “Pembobolan ATM Menggunakan Teknik Skimming Kaitannya Dengan Pengajuan Resitusi”, pada penulisan tersebut diuraikan berkaitan dengan upaya pengajuan restitusi bagi nasabah yang dirugikan dari adanya tindakan skimming sehingga secara garis besar pada penulisan tersebut bertujuan memberikan pemahaman berkaitan dengan perlindungan hukum dalam hak nasabah untuk mendapatkan resitusi.9 Adapun penelitian terdahulu oleh Victoria Linggoraharjo dengan judul penelitian yakni “Tanggungjawab Kejahatan Perbankan Melalu Skimming” yang menguraikan hakikat perbankan menurut UU Perbankan sebagaimana diungkapkan di atas, dan mengingat Pasal 1367 KUHPerdata, dimana menyatakan tanggung jawab atas sarana maupun alat dalam hal ini adalah mesin ATM adalah tanggung jawab pemilik atas sarana atau alat tersebut (mesin ATM).10 Sedangkan adapun pada penulisan ini, penulis menguraikan dasar perlindungan hukum nasabah secara umum serta tanggungjawab bank jika terjadi tindakan skimming yang merupakan tindak pidana. Penulis melihat terdapat kurang optimalnya instrument hukum dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen jika terjadi kasus tindak pidana yang merugikan konsumen pada ATM yang masih menjadi bagian dari fasilitas bank serta tanggungjawab bank untuk memberikan rasa aman bagi nasabah sebagai konsumen. Berdasar pada hal tersebut, penulis tertarik untuk mengulas bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah serta tanggungjawab pihak bank saat terjadinya tindak pidana skimming dengan penelitian yang berjudul “Analisa Yuridis Tanggung Jawab Bank Terhadap Kerugian Nasabah Akibat Tindakan Skimming”

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana bentuk perlindungan hukum nasabah terhadap kerugian dari tindakan skimming?

  • 2.    Bagaimana bentuk tanggungjawab Bank terhadap kerugian nasabah akibat tindakan skimming?

  • 1.3.    Tujuan Penelitian

  • 1.    Untuk menganalisa bentuk perlindungan hukum nasabah terhadap kerugian dari tindakan skimming

  • 2.    Untuk menganalisa bentuk tanggungjawab Bank terhadap kerugian nasabah akibat tindakan skimming

  • II.    Metode Penelitian

Penelitian ini berlandas pada penelitian normatif yang mengkaji dari aspek studi kepustakaan.11 Pendekatan perundang-undangan, serta pendekatan konsep hukum dipergunakan pada penelitian ini. Adapun digunakan bahan hukum perundangn-undangan seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/ 1 /Pbi/2014 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran sebagai bahan hukum primer dan jurnal serta kamus hukum sebagai bahan hukum sekunder. Serta pada teknik penelusuran bahan hukum yang dipakai adalah teknik studi terhadap dokumen–dokumen yang ada serta analisis kajiannya merupakan analisis kualitatif.

  • III.    Pembahasan

  • 3.1    Bentuk Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Kerugian Dari Tindakan Skimming

Jaminan atas perlindungan hukum terhadap setiap penggunaan metode transaksi di Indonesia adalah cermin adanya kehadiran negara untuk menjamin keamanan serta kesejahtraan masyarakatnya. Sehingga melalui instrument hukum yang dibentuk haruslah sebesar besarnya memberikan kebermanfaatan kepada masyarakat. Bank sebagai bagian yang sangat dekat dengan aktivitas masyarakat menjadi sorotan utama dalam hal keamanan dan kenyamanan fasilitas yang ditawarkan. Sebagaimana pada Pasal 1 ayat (2) UU Perbankan disebutkan bahwa bank sebagai badan usaha yang menjadi wadah menghimpun dana dari masyarakat sebagai nasabah bank. Dana yang dihimpun tersebut dalam bentuk simpanan dan disalurkan dalam bentuk kredit dan/atau bentuk bentuk lainnya dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Senada dengan hal tersebut, maka menurut G.M Verryn bahwa timbulnya lembaga bank bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan transaksi dan pendanaan melalui kredit yang dapat dilangsungkan dengan pembayaran sendiri, ataupun melalui siklus perputaran uang dari orang lain serta pertukaran uang. 12 Adapun dalam tatanan nasional, perbankan memiliki posisi yang fundamental untuk membangun ekonomi berbasis kerakyatan serta menunjang kegiatan pembangunan

skala nasional. Pada UU Perbankan diatur bahwa fungsi perbankan yakni termaktub dalam Pasal 3 terdiri atas fungsi utama berkedudukan untuk menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat kepada masyarakat. 13 Dalam menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, tak jarang pada laju prosesnya terdapat beberapa hambatan yang datang , salah satunya adalah timbulnya tindak kejahatan karena peredaran uang sangat rentan dengan kriminalitas. Salah satunya adalah tindak pidana skimming. Skimming dapat diartikan sebagai aktivast pencurian informasi yang dilancarkan oleh pelaku kejahatan dengan memindai informasi yang tertera pada kartu kredit ataupun debit nasabah pada bagian strip magnetic kartu nasabah yang dilakukan secara illegal.14

Secara sederhana tindakan ini dapat disebut juga sebagai cloning data yang mampu menyalin data nasabah untuk kemudian disalahgunakan. Tindakan skimming merupakan bagian dari tindak pidana yang dalam hal pertanggungjawabannya akan dikenakan pada pelaku tindak pidana. Namun karakteristik dari kejahatan perbankan sedikit tidaknya akan berimbas pada tanggungjawab bank terhadap kerugian nasabah.15 Pada aspek perbankan dibawah naungan dari Otoritas Jasa Keuangan maka OJK diberikan beberapa pasal yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pengguna jasa keuangan yang diatur dalam Bab VI Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2011 sebagai berikut :16

  • a.    Termaktub pada Pasal 28 mengatur perlindungan konsumen serta masyarakat, OJK ditempatkan sebagai lembaga yang berkewenangan untuk mencegah kerugian konsumen dan masyarakat.

  • b.    Pada pasal 29, OJK berperan dalam penyelenggaraan pengaduan konsumen

  • c.    Pada pasal 30 ayat (1) diberikan kewenangan pada OJK untuk melakukan pembelaan hukum dalam rangka memberikan perlindungan pada konsumen dan masyarakat.

Dalam konteks UU Perlindungan Konsumen, nasabha dapat dibedakan menjadi dua macam yakni nasabah yang melakukan penyimpanan dana serta nasabah yang berkedudukan sebagai debitur. Keduanya memiliki kedudukan, hak serta kewajiban yang berbeda beda. Pada nasabah penyimpan dana yakni nasabah yang melakukan aktivitas penyimpanan sejumlah uang dalam waktu yang berkala dan terikat atas perjanjian yang telah disepakati pada awal kedudukannya sebagai nasabah pada bank tertentu, sedangkan pada nasabah debitur yakni memperoleh fasilitas khusus yakni fasilitas kredit ataupun pembiayaan yang mencangkup jenis pembiayaan syariah juga pembiayaan lain yang setara dengan model pembiayaan yang ada di masing-masing bank. Namun pada prakteknya, terdapat beberapa golongan yang akan dibedakan

menjadi tiga jenis berdasar pada perjanjian pihak bank dan juga nasabah yang bersangkutan, yakni:17

  • -    Nasabah deposan yakni kualifikasi nasabah yang melakukan penyimpanan dana di bank dalam bentuk deposito, tabungan maupun giro;

  • -    Nasabah kredit yakni kualifikasi nasabah yang mendayagunakan fasilitas pembiayaan perbankan seperti pada kredit kepemilikan rumah, murabah ataupun pembiayaan lainnya.

  • -    Walk In Customer, yakni nasabah yang melakukan transaksi import-eksport diluar negeri dengan fasilitas letter of credit (L/C).

Nasabah sebagai konsumen dari layanan jasa perbankan terikat pada UU Perlindungan Konsumen dalam kaitan mencantumkan klausula baku yakni suatu perjanjian yang telah ditetapkan dengan syarat serta ketentuan yang dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak. 18 Selain pada UU Perlindungan Konsumen , adapun juga pada dasar hukum perbankan yang diatur dalam UU Perbankan mengatur secara umum berkaitan dengan nasabah, namun dalam UU Perbankan hanya bersifat teknis yakni hanya sebagai pemberitahuan kepada nasabah saja sehingga dirasa penting untuk memberikan perlindungan yang mumpuni kepada nasabah dalam UU Perbankan.19 Dalam UU Perlindungan Konsumen termaktub bahwa konsumen berhak atas pengaduan serta mendayagunakan forum mediasi perbankan jika terjadi sengketa. Salah satu hak dari nasabah yang berkaitan dengan tindakan skimming adalah ha katas rasa aman yang harus dipenuhi oleh bank selaku penyedia layanan untuk menjamin bahwa setiap aktivitas yang dilangsungkan oleh nasabah akan memberikan jaminan rasa aman dan tidak merugikan nasabah. 20

  • 3.2 Bentuk Tanggungjawab Bank Terhadap Kerugian Nasabah Akibat Tindakan Skimming

Kata tanggung jawab dalam bahasa inggris diartikan sebagai responsibility yakni sutu bentuk kemampuan bertanggungjawab atas suatu keadaan. Sejalan dengan hal tersebut, merujuk pada suatu keadaan tertentu maka dalam suatu peristiwa haruslah terdapat entitas yang dapat dimintai pertanggungjawaban.21 Untuk dapat menentukan batasan dari tanggung jawab Bank dalam kerugian nasabah akibat skimming, maka dapat dibahas terlebih dahulu bahwa nasabah bersamaan kedudukannya dengan konsumen yang patut diberikan perlindungan konsumen sebagaimana tertuang dalam UU Perlindungan Konsumen.Sehingga telah terang bahwa setiap kerugian yang

timbul dikarenakan sebab sebab dari pihak penyelenggara jasa maupun pihak ketiga akan dapat secara langsung merugikan nasabah sebagai konsumen dan nasabah berhak untuk mendapatkan suatu perlindungan hukum.

Menilik pada masalah tanggung jawab perdata yang timbul dari kelalain pihak bank maka dapatlah hal tersebut dihubungkan dengan pertanggungjawaban dari pihak kepengurusan bank tersebut. Dalam hal ini pengurus bank bertindak mewakili bank sebagai badan hukum yakni korporasi serta anggaran dasar perusahaan. Terdapat dua bentuk pertanggungjawaban bank yang berkaitan dengan kerugian yang timbul dari nasabah pada tindakan skimming yang merupakan bagian dari tindak pidana. Terdapat tanggungjawab pribadi serta tanggungjawab perusahaan. Pada tanggungjawab pribadi maka akan timbul jika telah ditetapkan tindakan mana saja yang harus dilakukan oleh pengurus namun dalam suatu ketika pengurus bertindak diluar dari apa yang telah ditetapkan dalam prosedur perusahaan, maka hal tersebut akan menjadi tanggungjawab pribadi pengurus. Lain hal ketika telah segala tindakan dari pengurus merupakan bagian yang secara tegas diatur dalam peraturan perusahaan dan tertuang dalam anggaran dasar perusahaan maka dalam hal terjadi kelalaian yang merugikan konsumen maka bank dalam dimintai pertanggungjawaban. Adapun dalam terjadinya suatu tindakan skimming yang merugikan nasabah, harus dilihat pula unsur kelalaian yang timbul dari pihak pihak yang terlibat. Seperti jika kelalaian tersebut ada pada nasabah maka pihak bank tidak dapat dimintai pertanggungjawaban , namun setelah diselidiki terdapat unsur kelalaian yang timbul dari pihak Bank dalam hal ini lalai untuk mengupayaakan suatu sistem keamanan yang optimal maka bank dapat bertanggungjawab dengan memberikan ganti rugi.

Oleh karenanya, ketika terjadi kerugian nasabah akibat kejahatan yang masih berkaitan dengan Bank seperti pada kejahatan skimming yang terjadi di ATM yang merupakan kewenangan dari Bank dalam melakukan pengawasan terhadap laju penggunaan ATM, maka berdasarkan pada UU Perlindungan Konsumen,dalam pasal 7 termaktub pada pokoknya mennetukan adanya kewajiban oelaku usaha yang berlandas pada itikad baik untuk menjamin bahwa setiap pelayanan yang diperuntungkan bagi nasabah akan terjamin mutu barang dan/atau jasanya untuk diperdagangkan berdasar pada ketentuan standar mutu yang berlaku. Serta telah jelas dilanjutnya pada pasal tersebut bahwa setiap kerugian yang timbul dari pemakaian atau pemanfaaatan barang dan/atau jasa maka akan diberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian yang diberikan oleh pihak pelaku usaha.

Selanjutnya dalam Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen menguraikan ketentuan mengenai tanggungjawab dari pelaku usaha, yakni :

“(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Dalam hal pertanggungjawaban, pihak Bank Indonesia belum dapat memberikan jaminan kepastian hukum secara tegas berkaitan dengan kedudukan Bank sebagai

pihak yang bertanggungjawab atas kerugian nasabah, hal ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai induk dari penyelenggara perbankan di Indonesia tidak memberikan judgement yang tegas bagi setiap bank untuk memberikan ganti rugi dari adanya tindakan skimming. Himbauan tersebut , menurut hemat penulis tidak secara optimal mengupayakan perlindungan konsumen.Lemahnya pertanggungjawaban tersebut dikarenakan belum terdapat instrumen hukum yang khusus mengatur berkaitan dengan kewajiban Bank untuk memberikan ganti rugi materil kepada nasabah yang mengalami kerugian akibat adanya skimming serta merujuk pada UU Perbankan, belum terdapat aturan hukum yang mengatur tindakan skimming sementara disisi lain kejahatan skimming dewasa kini kian meningkat dan akan sangat memerlukan urgensi bagi perlindungan nasabah untuk menjamin keamanan bertransaksi serta menguatkan tanggungjawab bank terhadap kerugian yang timbul dari tindakan tersebut.

IV. Kesimpulan

Perlindungan nasabah terhadap tindak pidana skimming dalam perspektif UU Perlindungan Konsumen terdapat dalam Pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan pelaku usaha dalam hal ini suatu lembaga perbankan masuk pada kategori pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi jasa yang dihasilkan. Aturan mengenai kewajiban perbankan harus bertanggung jawab atas dana nasabah juga tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/1/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran. Dalam Pasal 10, aturan tersebut menyebutkan “Penyelenggara wajib bertanggung jawab kepada konsumen atas kerugian yang timbul akibat kesalahan pengurus dan pegawai penyelenggara terdapat kewajiban bagi pihak bank yaitu haruslah dapat mencegah kemungkinan timbulnya kerugian yang dialami oleh nasabah karena bank berkedudukan sebagai lembaya pelayanan jasa perbankan. Adapun dalam aspek perlindungan hukum, nasabah sebagai konsumen berhak melayangkan aduan serta menggunakan forum mediasi perbankan dalam hal terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian materil seperti skimming. Serta berkaitan dengan terjadinya tindakan skimming maka berdasarkan pada UU Perlindungan Konsumen,dalam pasal 7 termaktub pada pokoknya mennetukan adanya kewajiban pelaku usaha yang berlandas pada itikad baik untuk menjamin bahwa setiap pelayanan yang diperuntungkan bagi nasabah akan terjamin mutu barang dan/atau jasanya untuk diperdagangkan berdasar pada ketentuan standar mutu yang berlaku. Serta telah jelas dilanjutnya pada pasal tersebut bahwa setiap kerugian yang timbul dari pemakaian atau pemanfaaatan barang dan/atau jasa maka akan diberikan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian yang diberikan oleh pihak pelaku usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Nelson Tampubolon,“Pahami & Hindari : Buku Memahami Tindak Pidana Perbankan”, Otoritas Jasa Keuangan , Jakarta, 2018.

Usanti, Trisadini P.,” Hukum Perbankan”, Kencana, 2017.

Marzuki, Peter Mahmud “Penelitian Hukum”cet. XII, Kencana, Jakarta, 2016.

Jurnal Ilmiah

Azqiyah, F. A. F. “Penyelesaian Tindak Pidana Penipuan Dan Pencurian Melalui Skimming Pada Sistem Elektronik (Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik)”Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 27(3), 350374.

Astrini,. "Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Pengguna Internet Banking Dari Ancaman Cybercrime." Lex Privatum 3, No. 1 (2015).

Abdullah, Piter. "Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori Permainan Dan Pendekatan Analytical Network Process." Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan 13, No. 2 (2010): 223-242. DOI: https://doi.org/10.21098/bemp.v13i2.256

Dewi, Ida Ayu Gede Kristina, I. Nyoman Gede Sugiartha,dan Ida Ayu Putu Widiati. "Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Pembobolan Bank Melalui ATM." Jurnal Preferensi Hukum 1, No. 1 (2020): 201-206.

Devanto, Satrio Pradana, Dan Munawar Kholil. "Perlindungan Hukum Nasabah Dalam Transaksi Melalui Internet Bangking." Jurnal Privat Law 6, No. 1 (2018): 143-153.

Disemadi, Hari Sutra, dan Paramita Prananingtyas. "Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Perbankan Pengguna CRM (Cash Recycling Machine)." Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 8, No. 3 (2019): 286402. DOI : https://doi.org/10.24843/JMHU.2019.v08.i03.p07

Enrick, Michael. "Pembobolan ATM Menggunakan Teknik Skimming Kaitannya Dengan Pengajuan Restitusi." Phd Diss., Universitas Airlangga, 2019. DOI : http://dx.doi.org/10.20473/jd.v2i2.14252

Ekawati, Dian. "Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Dirugikan Akibat Kejahatan Skimming Ditinjau Dari Perspektif Teknologi Informasi Dan Perbankan." UNES Law Review 1, No. 2 (2018): 157-171.

Hendarsyah, Decky. "Analisis Perilaku Konsumen Dan Keamanan Kartu Kredit Perbankan." JPS (Jurnal Perbankan Syariah) 1, No. 1 (2020): 85-96.

Muryatini, "Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Pengguna ATM Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia." Jurnal Magister Hukum Udayana 5, No. 1 (2016): 119-130.

Rani Apriani, "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pengguna Jasa Perbankan Di Indonesia." Jurnal Ilmiah Hukum DE'JURE Kajian Ilmiah Hukum 2, No. 2 (2017): 341-359.

Yohana,"Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Perbankan." Jurnal Mercatoria 10, No. 1 (2017): 32-44.

Website

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190605230000-12-401265/kasus-skimming-atm-oleh-wna-di-bali-meningkat diakses pada 3 Februari 2021

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 182)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3821)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Tambahan

Lembaran Negara RI Nomor 5253)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/ 1 /Pbi/2014 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran

Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.8 Tahun 2021, hlm. 613-623