KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN PENDEMI COVID-19 DIBIDANG KEPABEANAN DAN

PERPAJAKAN : DIMENSI HUKUM ADMINISTRASI

Ayu Surya Desita Anggraheni, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

I Ketut Sudiarta, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]

DOI : KW.2021.v10.i06.p06

ABSTRAK

Tujuan dari penulisan artikel ini yakni guna mengetahui dan mengkaji kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 dibidang kepabeanan dan perpajakan dalam dimensi hukum administrasi negara yang ditinjau pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Untuk itu, metode yang dipergunakan ialah metode penelitian hukum normatif yang bertujuan melihat kajian dalam penerapan kaidah maupun norma hukum positif dengan pendekatan perundang-undangan maupun pendekatan konseptual. Menggunakan teknik analisis kualitatif dengan metode pengumpulan bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder. Hasil studi ini menunjukan bahwa Pemerintah memberlakukan beberapa kebijakan sehubungan untuk peningkatan kapasitas produksi sehingga dapat menjaga keseimbangan pendapatan dan pengeluaran fiskal pemerintah. Kebijakan pemerintah ini erat kaitannya dengan hukum administrasi yang menekankan pejabat atau badan tata usaha negara menyelenggarakan suatu tindakan dan atau keputusan tata usaha negara untuk melegitimasi suatu tindakan pemerintahan tertentu.

Kata Kunci: Hukum Administrasi Negara, Kebijakan, Pajak.

ABSTRACT

The purpose of writing this article is to find out and review government policies in handling the Covid-19 pandemic in the customs and taxation sector in the dimensions of state administrative law as reviewed in Law Number 2 Year 2020 concering State Financial Policy and Financial System Stability for Handling the Covid-19 Pandemic. For this reason, the method used is the normative legal research method which aims to look at studies in the application of positive legal norms and norms with a statutory approach as well as a conceptual approach. Using qualitative analysis techniques with methods of collecting primary and secondary legal materials. The results of this study indicate that the Government implemented several policies in relation to increasing production capacity so as to maintain a balance of government fiscal revenues and expenditures. This government policy is closely related to administrative law which emphasizes state administrative officials or agencies to carry out an act and or state administrative decisions to legitimize certain government actions.

Key Words: Administratve Law, Government, Tax

  • I.    Pendahuluan

    1.1   Latar Belakang

Maret 2020 silam menjadi indikasi awal menyebarnya virus corona disease 2019 (“Covid-19”) di Indonesia. Berbagai argumentasi bahwa Indonesia bebas dari covid-19 hingga mitigasi dini telah dilakukan oleh pemerintah namun kenyataannya pemerintah gagap dalam menanggapi kasus pertama covid-19 di Depok, Jawa Barat sehingga berimplikasi pada penyebaran yang tidak terkendali dan semakin masif terjadi. Paragraf keempat “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” disebutkan bahwa tujuan negara, yaitu memberi perlindungan bagi warga serta semua keturunan Indonesia.1 "Perlindungan" selama periode ini dapat diwujudkan sebagai pemenuhan tanggung jawab negara guna melindungi rakyatnya dari pandemi COVID-19. Dampak Covid-19 juga telah mempengaruhi perputaran perekonomian domestik, dan berdampak luas pada masyarakat dan pelaku ekonomi, terutama kegiatan ekonomi yang dilakukan di bidang pariwisata dan manufaktur. Untuk itu, pemerintah hendaklah meluncurkan sistematika baru terkait kebijakan bagi sektor perekonomian atau moneter ataupun keuangan. Peran pemerintah selama membangkitkan dan menumbuhkan sektor perekonomian, khususnya di negara berkembang dicapai dari kebijakan moneter ataupun fiskal. 2 Bila ditinjau kembali maka pembenahan perekomonian menjadi fokus awal pemerintah dibandingkan mencari penanganan virus yang angka kematiannya semakin meningkat. 3 Pada pertengahan tahun ini pemerintah menyelenggarakan fasilitas-fasilitas kemudahan berkenaan dengan pengimporan baran yang direncanakan guna mencegah dan menanggulang covid-19 seperti dengan membebaskan biaya masuk, pajak memasukkan, serta retribusi. Langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam pengendalian pandemi yang mendunia ini dijalankan dengan memadukan penggunaan kewenangan peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, tindakan badan dan pejabat pemerintahan, serta dukungan birokrasi sebagai organ pelaksana kebijakan. 4 Menurut Utami dan Kartika, Undang-Undang merupakan sumber wewenang dan dasar pelaksanaan wewenang oleh pemerintah. Wewenang berkaitan dengan hak dalam kekuasaan negara untuk kepentingan publik.5

Untuk menghadapi keadaan tersebut, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan

Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Presiden beralasan bahwa penetapan Perppu tersebut dikarenakan penyebaran Covid-19 bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah kemanusiaan yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan mempengaruhi fundamental perekonomian nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan landasan hukum agar pemerintah dan otoritas terkait dapat mengambil langkah-langkah yang bersifat luar biasa (extraordinary actions) secara cepat dan tetap akuntabel untuk penanganan Pandemi Covid-19 bila diperlukan.

Dalam perjalanannya Perpu Nomor 1 Tahun 2020, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui dan mengesahkan Perppu tersebut menjadi Undang-Undang. Sehingga menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (selanjutnya disebut dengan UU No. 2/2020).6

Sebagaimana dilihat pada UU No. 2/2020 yang telah membebaskan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas importasi berbagai barang untuk penanganan virus Corona (Covid-19). Bea cukai merupakan salah satu institusi yang mengatur terkait ekspor-impor yang berkaitan dengan jalannya perekonomian negara yang dilakukan oleh bea cukai seperti perluasan insentif pajak dan melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk menyelamatkan Indonesia dari Krisis Ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19. Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk penangguhan, pembebasan atau pengembalian terhadap bea masuk fasilitas kepabeanan dalam masa COVID-19 yaitu fasilitas kepabeanan untuk penanganan kesehatan demi keberlangsungan industri dan untuk pemulihan ekonomi pada masa recovery pandemi COVID-19. Adapun peraturan menteri keuangan diharapkan mampu memberikan peluang bagi para pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha, individu untuk mendapat produk impor sehubungan dengan penanganan dan penyelesaian pandemi covid-19 sehingga dapat membantu penyediaan barang kebutuhan dalam negeri.

Pemberian fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk ini juga merupakan kehendak dari pelaku usaha dibidang alat-alat kesehatan yang terdampak karena pandemi ini baik itu karena kenaikan harga bahan baku dinegara peng-impor yang tentunya memberatkan pelaku usaha pengolah seperti di Indonesia dan proses birokrasi yang rumit sehingganya proses pendistribusiannya cenderung memakan waktu yang lama, hal ini jelas semakin memberatkan pelaku usaha. Berbagai kebijakan pemerintah dalam melakukan debirokratisasi sebab adanya keharusan percepatan proses perizinan impor alat-alat dan barang-barang kesehatan seperti alat pelindung diri dan disinfektan. Namun realitasnya, upaya debirokratisasi perizinan ini tidak serta

merta menguntungkan bagi sisi pemerintah maupun pelaku usaha sehingga dalam implementasinya masih belum bisa mengakomodasi percepatan penanganan pandemi dibidang kesehatan, itulah yang menjadi dasar pemerintah memberlakukan multi kebijakan dalam mendukung efektifitas penanganan pandemi.7

Banyak pihak mengkritisi UU No. 2/2020 khususnya pasal 27 karena dianggap memberikan imunitas hukum, namun pembentuk Perppu sesungguhnya telah mempertimbangkan hal tersebut karena berkaca dari masa lalu. Krisis yang menimpa Indonesia pada tahun 1998 dan tahun 2008 membuat banyak pejabat pemerintahan yang bertanggungjawab untuk mengatasi krisis tersebut malah dikriminalisasi. Pasal 27 UU No. 2/2020adalah cerminan kepastian hukum guna memberikan perlindungan kepada pejabat pemerintahan dalam rangka penanganan Covid-19, sehingga mereka tidak terbebani atau memikirkan perihal akan dikriminalisasi seperti di masa lalu. Sesungguhnya tidak ada negara yang siap dalam menghadapi pandemi Covid-19, termasuk sistem hukum dari suatu negara. Sebagai terobosan untuk menyelesaikannya, pejabat pemerintah harus berani menggunakan diskresinya secara bertanggungjawab, dan tidak takut akan ancaman pidana, karena ini untuk kemanfaatan yang lebih luas, yakni keselamatan warga negara. 8

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang pokok pembahasannya serupa, yakni diantaranya penelitian yang berjudul “Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Sebagai Strategi Kebijakan Pajak Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Keuangan Negara”, oleh Anton Aulawi Universitas Banten Jaya. Dalam Jurnal ini yang membedakan dengan penelitian penulis adalah bahwa penelitian Anton Aulawi lebih memfokuskan pada kebijakan perpajakan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019, sedangkan penelitian penulis memfokuskan pada kebijakan pemerintah dalam penangan pandemi Covid-19 dibidang kepabean dan perpajakan. Keduanya memiliki kesamaan yaitu meneliti kebijakan keuangan negara dalam bidang perpajakan dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Penelitain selanjutnya yakni yang berjudul “Perlindungan Kebijakan Diskresi Dalam Penanganan Covid-19 Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2020”, oleh Fahmi Ramadhan Firdaus dan Anna Erliyana Universitas Pakuan. Dalam jurnal ini yang membedakan dengan penelitian penulis adalah bahwa penelitian Fahmi Ramadhan Firdaus dan Anna Erliyana lebih memfokuskan pada penggunaan dan pengawasan dikresi yang dikeluarkan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan perlindungan terhadap diskresi berdasarkan UU No. 2/2020 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang dalam rangka penanganan Covid-19, sedangkan penelitian penulis memfokuskan pada kebijakan publik yang dilakukan

pemerintah seiring dengan penanganan covid-19 dalam UU No.2/2020. Keduanya memiliki kesamaan yaitu sama-sama mengacu pada UU No. 2/2020.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana aspek kebijakan publik yang dilakukan pemerintah seiring dengan penanganan covid-19 dalam UU No.2/2020?

  • 2.    Bagaimana perubahan konfigurasi dari ordinary law dibidang kepabeanan dan perpajakan di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UU No.2 /2020?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Kajian yang dilaksanakan agar meraih tujuan, meliputi:

  • 1.    Guna menelaah lebih lanjut mengenai aspek kewenangan yang diberikan kepada Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dalam mengekstensifikasi kewenangan dibidang pemberian fasilitas kepabeanan sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 2 /2020.

  • 2.    Merekonstruksikan tindakan hukum pemerintah yang diaktualisasikan dalam sistem checks and balances selama mengelola kepaebanan dan finansial negara dalam UU No.2 /2020.

  • 2.    Metode Penelitian

Unsur penting pada sebuah penelitian terdapat di metode penelitian sebab dapat menentukan arah dan cakupan penelitian yang akan dilakukan. Demikian pula dengan penulisan jurnal ilmiah Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pendemi Covid-19 Dibidang Kepabeanan Dan Perpajakan Dalam Dimensi Hukum Administrasi, yakni menggunakan jenis metode penelitian hukum normatif yang bertujuan melihat kajian dalam penerapan kaidah maupun norma hukum positif yang mencangkup objek kajiannya yaitu peraturan perundang-undangan maupun bahan hukum lainnya. 9 Metode pendekatan yang terpakai pada penulisan artikel ini merupakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang mengkaji secara realistis mengenai kewenangan Menteri Keuangan Negara dalam memberikan fasilitas kepabeanan sesuai dengan UU No. 2/2020 serta menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) sebab menggunakan pendapat sarjana maupun doktrin-doktrin hukum 10 Proses mengumpulkan bahan melalui metode pencarian studi pustaka dengan menghimpun seluruh dokumen bahan utama, baik berupa bahan hukum primer, ataupun hukum sekunder.11 Prosedur analisis data pada kajian ini, yaitu dengan analisis kualitatif dalam penulisannya.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Konfigurasi Kebijakan Publik yang Dilaksanakan Pemerintah selama Penanganan Pandemi Covid-19

Pasal 25 ayat (1) “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 perihal Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 perihal Kepabeanan” yang kemudian dikenal sebagai UU No. 17/2006 menjelaskan ” pembebasan atau keringanan bea masuk dapat diberikan atas impor barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasar asas timbal balik; produk guna kebutuhan lembaga internasional berdasarkan buku ilmu pengetahuan; serta bagi penjabat yang bertanggung jawab di Indonesia; produk yang diperoleh dari hibah atau hadiah guna ibadah secara amal, umum, sosial, budaya, maupun keperluan pencegahan serta penyelesaian bencana alam; barang atau produk guna kebutuhan museum, kebung binatang, serta tempat lainnya guna kebutuhan kajian serta peningkatan ilmu pengetahuan; barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; barang pindahan; barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu; obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat; barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian; barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor; bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan.”

Dalam “Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Covid 2019” menyatakan terdapat beberapa kelompok produk yang bisa difasilitasi oleh pembiayaan ataupun cukai serta sarana retribusi, seperti pengelompokan produk hand sanitizer serta produk yang terkandung desinfektan, test kit serta reagent laboratorium, virus transfer media, obat-obatan dan vitamin, alat medis, alat pelindung diri.

Pemerintah memberikan insentif pajak padahal pemerintah saat ini sedang memerlukan dana yang besar untuk mengisi kas karena akibat pandemic covid-19 ini menyebabkan melambatnya pertumbuhan perekonomian nasional, menurunnya pendapatan negara serta meningkatnya anggaran belanja negara serta pengangaran biaya sehingga memerlukan usaha pemerintah guna menyelamatkan kondisi ekonomi dan kesehatan nasional dengan berkonsentrasi ke belanja guna kesehatan, penjaringan pengamanan sosial, dan memulihkan kondisi ekonomi. Selain itu pandemic ini berdampak pada sistem finansial yang memburuk dan ditandai oleh menurunnya kegiatan perekonmian skala nasional sehingga butuh dimitigasi pemerintah serta komite stabilitas sistem finansial guna mengantisipasi serta menjaga kestabilan finansial. Berbagai kebijakan termasuk kebijakan dibidang perpajakan tersebut dapat dikatakan sebagai stimulus agar perekonomian tetap hidup. Pandemi ini telah menjadi instabilitas ekonomi nasional dan produktifitas masyarakat yang berkolerasi dengan pelbagai kebijakan lainnya seperti pembatasan sosial berskala besar yang mana usaha masyarakat diharuskan untuk tutup sehingga mengakibatkan tidak bergeraknya roda perekonomian.

Maka dari itu untuk mempertahankan stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat dan produktifitas usaha dan industri pemerintah mengeluarkan peraturan yang bertujuan untuk memberdayaankan masyarakat seperti adanya insentif perpajakan. Apabila tidak dilakukan stimulus maka kondisi perekonomian Indonesia akan semakin memburuk seperti resiko inflasi tinggi, arus penerimaan negara dan pengeluaran negara tidak berjalan lancar dan macetnya kredit. Adanya insentif perpajakan untuk mengurangi beban dan bersamaan dengan itu membantu masyarakat agar tetap bertahan disituasi saat ini. Pandemic ini berdampak multiplier effect artinya satu factor dengan factor yang lain saling terkoneksi. 12 Apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif pajak masyarakat akan terbantu, masyarakat akan secara tidak langsung berkontribusi terhadap perekonomian dengan daya beli masyarakat terjaga, inflasi ditekan, arus penerimaan negara lancar dan pengeluaran negara akan lancar. Penanganan covid-19 jika tanpa intervensi atau intervensi minimal dari pemerintah maka akan berdampak terhadap resilien ekonomi yang akan berlangsung lama, akan menjadi lebih kuat dengan pembatasan fisik atau lockdown namun perekonomian tetap dijaga dan akan menjadi lebih kuat apabila diikuti dengan adanya kebijakan fiscal untuk membantu perekonomian negara sehingga insentif perpajakan ini menjadi salah satu cara menjaga stabilitas ekonomi.

Pandangan penulis terhadap insentif tersebut dihubungkan dengan fungsi-fungsi pajak jelas memiliki hubungan yang kuat. Pajak memiliki fungsi budgetair atau anggaran untuk membiayai pengeluaran negara yang sejalan dengan konsep fungsi perpajakan menurut Adam Smith.13 Adanya insentif ini diharapkan mampu menjadi stimulus masyarakat agar tetap menjaga daya beli sehingga siklus perekonomian akan tetap bertumbuh. Peran mengelola atau regulerend artinya pemerintah dapat mengelola pertumbuhan perekonomian atas dasar kebijakan dibidang perpajakan seperti dengan adanya fasilitas keringanan pembayaran pajak bisa melindungi produksi dalam negeri dan juga sebagai regulasi dengan tujuan memberdayakan masyarakat terlihat dari adanya “PMK 23 PMK-03/2020 perihal Insentif Pajak bagi Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.” Tidak yanya itu, guna mengatur tingkat pembelian agar tetap lancar dan PPh 22 bertujuan untuk memberikan stimulus terhadap industry agar tetap mempertahankan laju impornya dan PPh 25 dibuat agar dapat menstabilkan perekonomian dalam negeri dan peningkatan ekspor. Fungsi stabilitas, pemerintah guna mengoperasikan wewenang yang berkenaan terhadap kestabilan harga agar laju inflasi bisa diatur tergambar dari masyarakat yang tidak berbelanja sehingga daya beli masyarakatnya rendah maka akan meningkatkan resiko kenaikan inflasi karena tingginya jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Peran pungutan penghasilan merupakan pajak yang telah terpungut oleh pemerintah guna mendanai kepentingan umum, seperti pembangunan agar bisa memberi peluang bekerja dan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. 14 Maka dari itu terlihat bahwa kebijakan perpajakan pemerintah yang dikeluarkan selama pandemi ini memiliki tendensi

terhadap pajak sebagai fungsi pengaturan dan bukan fokusnya pajak sebagai sumber pendapatan utama dari negara karena jelas dengan adanya insentif ini akan mengurangi jumlah pajak yang masuk ke kas negara namun untuk mendukung perekonomian harus tetap dilakukannya pembayaran pajak namun diringankan agar arus cash flow nya masih bisa dijaga oleh pemerintah.

Dalam UU No. 2/2020 tidak terdapat penyelesaian sengketa pajak yang secara tegas dinyatakan namun penyelesaian sengketa perpajakan berkaitan dengan kondisi perpajakan selama pandemi diselesaikan berdasarkan UU KUP dan UU Pengadilan Pajak. Berdasar penjelasan di pasal 1 angka 5 “UU No. 14 tahun 2002 perihal Pengadilan Pajak” menjelaskan jika senketa pajak, yaitu pergesekan yang muncul di sektor pajak antara kewajiban pajak maupun pihak yang menangung pajak terhadap pejabat berenang sebagai dampak dari penerbitan keputusan yang bisa dilakukan guguratan ke pengadilan pajak berdasar undang-undang, termasuk guguatan terhadap pemberlakuan penagihan berdasar UU penagihan pajak menggunakan surat paksa. Maka jika terdapat sengketa pajak dapat dilakukan upaya hukum keberatan dan banding di pengadilan pajak. Keberatan terdiri atas SKP kurang bayar, SKP kurang bayar tambahan, SKP nihil, SKP lebih bayar, retribusi pajak oleh pihak ketiga berdasar ketetapan undang-undang pajak.

Dalam Perppu yang sudah sah menjadi UU tersebut menjelaskan ketentuan mengenai cara pelaksanaan hak wajib pajak. Melalui upaya mengajikan ketidaksepakatan terhadap wajib pajak yang sudah waktunya mengajukan keberatanan sesuai penjelasan di pasal 25 ayat (3) “UU No. 6 Tahun 1983 perihal Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” dengan adanya kondisi kahar ini mengakibatkan jatuh tempu pengajuan keberatan itu kurun waktunya diperlama, maksimal 6 bulan sebagaimana terdapat di pasal 8 huruf a dan terkait pengembalian pembayaran pajak sesuai penjelasan di pasal 11 ayat (2) UU No. 6 tahun 1983 perihal ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang jatuh tempo guna mengembalikan sudah berakhir pada situasi kahar kahar pandemic covid, maka jatuh tempo pengembalian itu diperlama selama-lamanya sekitar 1 bulan pasal 8 huruf b Perppu yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang.

Adapun pelaksana hak wajib pajak terdiri atas permohonan mengembalikan segala kelebihan pembayaran pajak, sesuai penjelasan di pasal 17 b ayat (1) UU KUP sebagaimana telah diubah dalam UU No. 16 tahun 2009 terdapat dalam pasal 8 huruf c angka 1, pengajuan surat keberatan sebagaimana dalam pasal 26 ayat (1) “UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan” sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan “UU No. 16 tahun 2009” terdapat dalam Pasal 8 huruf c angka 2 UU No. 2/2020, permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, pembatalan maupun pengurangan pajak tidak benar, membatalkan hasil pemeriksaan pada pasal 36 (1) UU KUP yang sudah jatuh tempo menerbitkan surat ketentuan/keputusan berakhir saat situasi kahar pandemic covid-19 maka jatuh tempo menerbitkan surat ketentuan (surat keputusan) itu diperlama, maksimal 6 bulan terdapat di Pasal 8 Huruf c pada UU No. 2/2020.

Selain itu adanya kewenangan menteri keuangan guna memfasilitasi kepabeanan berupa pembebasan atau meringankan biaya masuk dengan tujuan mengangani pandemi covid-19 serta menghadapi risiko buruk yang membahayakan sektor ekonomi dalam negeri maupun kondisi stabil bagi keuangan negara.

  • 3.2    Perubahan Konfigurasi dari Ordinary Law di Bidang Kepabean dan Perpajakan Indonesia pada UU No. 2 Tahun 2020

Sejak terjadinya pandemic virus Covid 19 di Indonesia terdapat beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memberikan insentif dan keringanan bagi para pelaku usaha besar, menengah ataupun kecil untuk dapat memproduksi, mengimpor dan memasarkan barang berupa alat kesehatan di wilayah Indonesia salah satunya telah dikeluarkan UU No.2/2020 dan Menteri Keuangan dengan Peraturan menteri keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan Atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Menurut Peraturan Menteri Keuangan tersebut, ada pembebasan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang mewah, dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk berbagai produk kesehatan seperti ventilator, alat perlindungan diri (APD), masker, cairan pembersih tangan (hand sanitiser), sarung tangan, disinfektan, alat tes kilat (rapid testing kit), alat tes PCR, obat, dan vitamin. Dalam peraturan ini terdapat beberapa aturan yang memberikan kemudahan dalam mengimpor alat-alat kesehatan diantaranya terdapat dalam pasal 2 yang berbunyi:

Atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi corona virus disease 19 (Covid19) diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa15: a pembebasan biaya masuk dan/atau cukai

b tidak dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah; dan

c dibebaskan dari pemungutan pajak penghasilan pasal 22

Saat ini, pemerintah sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk penanggulanan virus covid-19 yang bisa didapatkan dari sektor pajak. Namun, di sisi lain kondisi perekonomian sedang lumpuh, sehingga sangat tidak bijaksana apabila negara masih harus membebani masyarakat untuk membayar pajak. Oleh karena dampak yang ditimbulkan virus covid-19 sangat besar, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan fiskal yang salah satunya yaitu pemberian insentif pajak. Insentif pajak saat ini, lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan membantu menggerakan roda perekonomian Indonesia.

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2020 yang saat ini telah diganti menjadi UU No.2/2020 dan PMK 23/PMK03/2020 memberikan insentif pajak pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21, yaitu objek pajaknya pegawai, pajak penghasilan (PPh) pasal 22 yakni objek pajaknya atas impor, pajak penghasilan pasal 25 angsuran pajak dan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam hal mempercepat pengembalian (restitusi) PPN lebih bayar.

Industri pariwisata mengalami penurunan, seperti biro perjalanan, perhotelan, dan restoran di tempat wisata. Adanya Perpu No. 1 yang telah diganti menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020, adanya penurunan tarif pajak yaitu tarif Pajak Penghasilan Badan yang semula 25%, menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh wajib pajak Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai

tahun pajak 2022. Dengan adanya penurunan tarif, maka akan dilakukan penelitian untuk menguji pengaruh insentif pajak dan tarif pajak terhadap kepatuhan wajib pajak selama masa pendemi ini.

Pemerintah memperpanjang batas waktu pemanfaatan insentif pajak bagi industri yang terkena dampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 86/PMK.03/2020. Perluasan insentif ini dilakukan supaya peran insentif yang diberikan tidak lagi untuk sekedar memitigasi dampak pandemi terhadap sejumlah kegiatan ekonomi. Tetapi lebih dari perluasan relaksasi dilakukan sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-156/PJ/2020 tentang Kebijakan Perpajakan sehubungan dengan Penyebaran Wabah Virus Corona 2019. Dalam kebijakan itu disebutkan bahwa tujuannya ialah untuk meringankan beban dan dampak social ekonomi bagj Wajib Pajak yang terdampak Covid-19. Kebijakan ini berisikan tentang beberapa penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan dan pembayaran pajak. Kebijakan ini bisa disebut sebagai tax relief. Kebijakan keringanan pajak untuk menanggulangi bencana biasa dikenal dengan istilah Tax Relief on National Disaster.16

  • 4.    Kesimpulan

Industri pemerintah memiliki peran untuk menghambat inflasi dan untuk menstabilkan perekonomian masyarakat, namun pemerintah tidak dapat melakukan itu sendiri tanpa adanya dukungan dan kerja sama dari masyarakat. Karena penanganan pandemic covid 2019 ini juga menyebabkan melambatnya perekonomian nasional, di tengah pandemic ini pemerintah melakukan upaya yang maksimal dengan memberikan insentif pajak dimana pemerintah sebenarnya juga memerlukan pembiayaan untuk kas Negara yang akan di pergunakan untuk anggaran belanja dalam penanganan covid 2019. Pandemic ini berdampak multiplier effect artinya satu factor dengan factor yang lain saling terkoneksi. Penanganan covid-19 jika tanpa intervensi atau intervensi minimal dari pemerintah maka akan berdampak terhadap resilien ekonomi yang akan berlangsung lama, akan menjadi lebih kuat dengan pembatasan fisik atau lockdown namun perekonomian tetap dijaga dan akan menjadi lebih kuat apabila diikuti dengan adanya kebijakan fiscal untuk membantu perekonomian negara sehingga insentif perpajakan ini menjadi salah satu cara menjaga stabilitas ekonomi. Selain itu adanya kewenangan menteri keuangan guna memfasilitasi kepabeanan berupa pembebasan atau meringankan biaya masuk dengan tujuan mengangani pandemi covid-19 serta menghadapi risiko buruk yang membahayakan sektor ekonomi dalam negeri maupun kondisi stabil bagi keuangan negara. Terdapat beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sejak terjadinya pandemi Covid-19 di Indonesia yakni memberikan insentif dan keringanan bagi para pelaku usaha untuk dapat memproduksi, mengimpor dan memasarkan barang berupa alat kesehatan di wilayah Indonesia salah satunya telah dikeluarkan UU Nomor 2 Tahun 2020 dan Menteri Keuangan dengan Peraturan menteri keuangan Nomor

34/PMK.04/2020. Menurut Peraturan Menteri Keuangan tersebut, ada pembebasan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai atas barang mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk berbagai produk kesehatan seperti ventilator, alat perlindungan diri , masker, cairan pembersih tangan , sarung tangan, disinfektan, alat tes kilat , alat tes PCR, obat, dan vitamin. Pemerintah sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk penanggulanan virus covid-19 yang bisa didapatkan dari sektor pajak. Namun, di sisi lain kondisi perekonomian sedang lumpuh, sehingga sangat tidak bijaksana apabila negara masih harus membebani masyarakat untuk membayar pajak. Oleh karena dampak yang ditimbulkan virus covid-19 sangat besar, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan fiskal yang salah satunya yaitu pemberian insentif pajak. Insentif pajak saat ini, lebih mengarah pada fungi regulasi dengan tujuan membantu menggerakan roda perekonomian Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, “Penelitian Hukum Normatif” (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003).

Soemitro, Ronny Hanitijo, “Metodologi Penelitian Hukum” (Jakarta, Gahalia Indonesia, 1983).

Sunggono, Bambang, “Metodologi Penelitian Hukum”, (Jakarta, Rajawali Pers, 2015).

Jurnal Ilmiah

Aulawi, Anton. "Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 sebagai Strategi Kebijakan Pajak pemerintah Indonesia dalam Menghadapi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Keuangan Negara." Progress: Jurnal Pendidikan, Akuntansi Dan Keuangan 3, no. 2 (2020).

Dewi, Syanti, Widyasari Widyasari, and Nataherwin Nataherwin. "PENGARUH INSENTIF PAJAK, TARIF PAJAK, SANKSI PAJAK DAN PELAYANAN PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK SELAMA MASA

PANDEMI COVID-19." Jurnal Ekonomika dan Manajemen 9, no. 2 (2020).

Disantara, Fradhana Putra. "TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM MASA

PANDEMI COVID-19." JCH (Jurnal Cendekia Hukum) 6, no. 1 (2020).

Einstein, Tigor, dkk. "Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Perspektif Ilmu Perundang-Undangan". Jurnal Sosial & Budaya Syar-I, Vol. 7 No. 7 (2020).

Firdaus, Fahmi Ramadhan, Anna Erliyana. “Perlindungan Kebijakan Diskresi Dalam Penanganan Covid-19 Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2020”. Jurnal Unpak, Vol.06 No.02 (2020).

Joharudin, Agus, Muhammad Andi Septiadi, Sephia Maharani, Tarisma Ditya Aisi, and Nurwahyuningsih Nurwahyuningsih. "Panic Syndrom Covid-19: Penekanan Terhadap Kebijakan Yang Diberikan." Jurnal Perspektif 4, no. 1 (2020).

Juliani, Henny. "Analisis Yuridis Kebijakan Keuangan Negara Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020." Administrative Law & Governance Journal 3, no. 2 (2020).

Mustafa, Teuku, Eddy Purnama, and Mahdi Syahbandir. "Penggunaan Diskresi Oleh Pejabat Pemerintah Untuk Kelancaran Penyelenggaraanpemerintahan Daerah (Suatu Penelitian di Kabupaten Pidie)." Jurnal Ilmu Hukum 4, no. 2 (2016).

Syahputra, Rinaldi. "Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia." Jurnal Samudra Ekonomika 1, no. 2 (2017).

Tharifi, Arief. "Analisis Peraturan Tentang Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Perubahan Jenis Produksi Perusahaan Dalam Masa Pandemi Covid19 Di Indonesia." JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) 4, no. 4 (2020).

Utami, Ni Made Suwindayani, and I. Gusti Ayu Putri Kartika. "Pertanggungjawaban Penyalahgunaan Kewenangan Administrasi yang dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil." Kertha Wicara: Journal Ilmu Hukum 8, no. 12 (2019).

Wayudi, Aji. Implementasi Rencana Strategis Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa Dalam Upaya Pengembangan Badan Usaha Milik Desa Di Kabupaten Kotawaringin Barat, “Jurnal Ilmiah Administrasi Publik”, Vol. 2, No. 2 (2016).

Website

Rheza Alfian, 2020, “Perpu Baru, Menkeu Bisa Beri Fasilitas Kepabeanan Alkes”, Valid News, tersedia pada: URL: https://www.validnews.id/Perppu-Terbaru--Menkeu-Berhak-Berikan-Fasilitas-Kepabeanan-Alkes--Ijn

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4189)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4953)

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem

Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 87, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 6485)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai serta Perpajakan Atas Impor Barang Untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 378)

Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 6 Tahun 2021, hlm. 430-454