WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI
on
WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI
IMade Widiasa
Pembimbing :
I ketut Rai Setiabudhi A.A Ngurah Wirasila Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang Wewenang Kepolisian dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi. Ada dua permasalahan yang dikaji. Pertama, apa wewenang Kepolisian dalam proses penyidikan terhadap penanganan tindak pidana korupsi. Kedua, faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat dalam penyidikan Kepolisian terhadap tindak pidana korupsi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris. Dengan demikian data-data hukum yang diperoleh melalui dua cara yaitu data primer diperoleh langsung dilapangan (field research) dan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Adapun hasil penelitian sebagai berikut bahwa Kepolisian mempunyai kewenangan dalam penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, UU No.31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, semuanya merujuk kepada KUHAP sebagai dasar dalam hukum acara pidana. Pemblokiran yang dilakukan dalam proses penyidikan digunakan penyidik sebagai upaya preventif dan penyitaan dapat digunakan sebagai upaya represif dalam penyelamatan hasil perolehan tindak pidana korupsi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyidikan yaitu faktor pendukung yaitu faktor hukum sedangkan faktor penghambat yaitu faktor sarana prasarana dan faktor aparat penegak hukum.
Kata kunci : Wewenang kepolisian, Penyidikan, Tindak pidana korupsi, dan proses penyidikan tindak pidana korupsi.
AUTHORITY POLICE CRIMINAL INVESTIGATION PROCESS IN CORRUPTION IN BALI POLICE
Abstract
This study examines the Police Authority in Corruption Investigation Process. There are two issues that were examined. First, what is the authority of the Police in the investigation of the handling of corruption. Second, whether the factors that support and hinder the police investigation against corruption. This research was conducted using the method of empirical legal research. Thus the legal data obtained in two ways, namely primary data obtained directly in the field and secondary data obtained through library research. The following results that the Police have the authority to investigate corruption by Act 2 of 2002 on the Indonesian National Police, Law No.31 of 1999 on Eradication of Corruption, and Law No.30 of 2002 on Corruption Eradication Commission , all of them referring to the criminal Procedure Code as a basis for criminal law. Blocking is done in the process of investigation is used as an investigator and foreclosure prevention efforts can be used as a repressive efforts in saving the
proceeds of corruption. The factors that influence the investigation of the factors supporting the legal factors inhibiting factor is the factor of infrastructure and law enforcement factors.
Keywords: Authority Police, Investigation, Crime of corruption, and process investigation of corruption.
Memperhatikan pendapat Van Hamel bahwa “hukum pidana merupakan semua dasar-dasar yang diatur oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada pelanggar larangan-larangan tersebut1”. Berkaitan dengan penegakan hukum pidana materiil, Polri memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. Kewenangan dalam penyidikan tindak pidana korupsi oleh Polri, merupakan bagian dari tugas pokok kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat. Dalam hal ini khususnya Polda Bali mempunyai tugas pokok menjaga keamanan Pulau Bali sesuai ketentuan Pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Salah satu wujud dari tugas pokok Kepolisian yang dilakukan Polda Bali yaitu melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah hukum Polda Bali.
Pemberantasan tindak pidana korupsi di wilayah hukum Polda Bali dilakukan berdasarkan kewenangan Polri dalam penyidikan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU No.2 Tahun 2002. Penyidikan tindak pidana korupsi tidak hanya dimiliki oleh Polri, namun Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memiliki kewenangan penyidikan. Selanjutnya, berkaitan dengan pemblokiran rekening simpanan milik tersangka yang diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memperhatikan pendapat Marwan Effendy bahwa pemblokiran ini merupakan suatu upaya paksa yeng bersifat baru sehinggar dalam praktek perlu disosialisasikan kepada aparat penegak hukum2. Sebagai salah satu upaya paksa yang diberikan kepada penyidik Polri mekanisme pemblokiran tidak diatur secara jelas dalam Pasal 29 ayat (4) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
B.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui wewenang Kepolisian dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi dan faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat penyidikan tindak pidana korupsi .
Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah penelitian hukum empiris. Oleh karena itu data-data hukum dapat diperoleh melalui dua cara yaitu data primer diperoleh langsung di lapangan (Penelitian lapangan/Field research) dan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan/Library research. Selanjutnya, pembahasan dan hasil disajikan secara deskriptif.
Adapun wewenang kepolisian dalam penyidikan tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 6 ayat (1a) KUHAP., Pasal 14 ayat (1g) Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 25 UU No.31 Tahun1999. Adapun ketentuan kerugian negara yang dapat ditangani oleh penyidik kepolisian yaitu dibawah Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 Undang-undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi dapat disimpulkan, sebagai penyidik tunggal dalam KUHAP kepolisian tetap memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana korupsi.
Dilihat dalam praktek, melalui hasil wawancara dengan Kompol Komang Swastika, .S.H., Mkn, pada tanggal 17 September 2012, Pukul 10:00 WITA di POLDA Bali, menyebutkan bahwa dalam hal dilakukan penyidikan terdapat proses yang perlu dilalui. Tahap pertama dalam pemeriksaan yaitu lidik atau yang disebut juga penyelidikan. Jika sudah terdapat cukup bukti dan diketahui tindak pidananya maka dilanjutkan dengan tahap sidik atau penyidikan. Dalam sidik tersebut adapun kewenangan yang dimiliki Kepolisian yaitu yang pertama langkah penindakan, pemeriksaan, dan pemberkasan. Adapun proses yang dilakukan oleh penyidik dalam penindakan yaitu pemanggilan, penggeledahan, penangkapan, penyitaan, dan Penahanan. Dalam pemeriksaan yaitu pemeriksaan terhadap saksi dan tersangka. Dalam pemberkasan yaitu pembuatan resume dan pembuatan daftar barang bukti yang selanjutnya dilakukan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum/Jaksa..
Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan BRIPKA I Ketut Redi Gunantara, anggota SUBDIT III POLDA Bali, pada tanggal 20 November 2012, Pukul 10:35 Wita, di POLDA Bali, bahwa pemblokiran yang dilakukan oleh penyidik kepolisian melalui laporan dari Penyidik Kepolisian melalui surat permintaan pemblokiran. Tujuan dari pemblokiran ini agar rekening tersangka tidak dapat dipindahkan atau dialihkan oleh tersangka. Kemudian menurut AIPTU I Made Suweca, pada tanggal 20 November 2012, Pukul 08:00 Wita, yang merupakan Anggota Reserse Kriminal Unit III, di POLRES Badung, menambahkan penyidik dapat melakukan penyitaan jika diperlukan guna melengkapi alat bukti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyitaan dan pemblokiran merupakan upaya preventif dan represif dalam penyidikan guna penanganan terhadap benda perolehan dari tindak pidana korupsi
Berkaitan dengan penegakan hukum dalam masyarakat, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor hukum atau peraturan perundang-undangan, faktor aparat penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan/culture3. Berdasarkan penjelasan Kompol Komang Swastika S.H, Mkn, pada tanggal 17 September 2012, pukul 09:00 Wita, di POLDA Bali, faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyidikan antara lain :
Faktor pendukung :
-
> Faktor Hukum : Segala peraturan yang menjadi dasar hukum Kepolisian dalam melakukan penyidikan.
Faktor Penghambat :
-
> Faktor aparat penegak hukum
-
> Sumber daya manusia yang kurang memadai untuk menangani kasus tindka pidana korupsi yang tergolong kedalam kriteria perkara sulit
-
> Perbedaan persepsi antara penyidik dan jaksa penuntut umum yang sering bolak balik perkara
-
> Dalam hal untuk mengetahui kerugian negara penyidik harus menunggu hasil dari BPK/BPKP yang terkadang membutuhkan waktu lama.
Faktor sarana prasarana :
-
> Tidak banyak anggota penyidik yang memiliki kemampuan dalam penyidikan tindak pidana korupsi
-
> Tidak dimilikinya sarana prasarana yang lengkap dan memadai guna menunjang proses penyidikan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
-
1. Adapun dasar hukum Kepolisian dapat melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu Pasal 14 ayat (1g) UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 25 UU No.31 Tahun 1999, Pasal 6 ayat (1a) KUHAP dan Pasal 11 UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Upaya pemblokiran dan penyitaan merupakan upaya prefentif dan represif dalam penyidikan tindak pidana korupsi.
-
2. Faktor pendukung dan penghambat proses penyidikan Kepolisian, antara lain : (a) faktor hukum dan (b) sarana prasarana serta aparat penegak hukum.
Daftar Pustaka
Buku
Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,
Marwan Effendi, 2012, Sistem Peradilan Pidana, Refrensi, Jakarta.
Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5
Discussion and feedback