PELAKSANAAN DISKRESI OLEH PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA KECELKAAN LALU LINTAS JALAN RAYA DI KOTA DENPASAR

Oleh :

Si Putu Hendra Pratama

Pembimbing :

I Dewa Nyoman Sekar

Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract:

In a criminal case such as the case of traffic accidents in practice or reality can be settled out of court by using police discretion in consultation mechanism through kinship or term often familiar with ADR (alternative dispute resolution), which in fact it is cleary deviate from the provisions of article 360 paragraph (1) of the Criminal Justice Act, and therefore are expected for the future in terms of discretion by the investigator to be more clearly set boundaries to avoid abuse of authority.

Key Words : discretion,abuse of authority, the investigator, the traffic accidents

Abstrak:

Dalam kasus pidana seperti kasus kecelakaan lalu lintas dalam praktek atau kenyataan dapat diselesaikan di luar pengadilan dengan menggunakan diskresi polisi di mekanisme konsultasi melalui kekeluargaan atau istilah yang sering akrab dengan ADR (alternative dispute resolution), yang sebenarnya hal ini jelas menyimpang dari ketentuan pasal 360 ayat (1) UU Peradilan Pidana, dan oleh karena itu diharapkan untuk masa depan dalam hal kebijaksanaan oleh penyidik untuk lebih jelas batas-batas yang ditetapkan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.

Kata kunci : kebijakan, penyalahgunaan wewenang, penyidik, kecelakaan lalu lintas

  • I.    PENDAHULUAN

  • A.    Latar Belakang Masalah

Meningkatknya jumlah Korban dalam suatu kecelakaan merupakan suatu hal yang tidak diinginkan oleh berbagai pihak, mengingat betapa sangat berharganya nyawa seseorang yang sulit diukur dengan sejumlah uang satuan saja. Orang yang mengakibatkan kecelakaan lalulintas tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan harapa pelaku dapat jera dan lebih berhati-hati, namun dalam prakteknya sering juga kasus kecelakaan ini diselesaikan di luar pengadilan dengan menggunakan ADR (alternatif dispute resolution) melalui diskresi kepolisian yang mekanismenya secara musyawarah atau perdamaian, pengaturan ADR (alternatif dispute resolution) hanya dimungkinkan dalam perkara perdata, seperti yang tercantum pada pasal 6 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, untuk perkara pidana pada prinsipnya tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan, walaupun dalam hal tertentu dimungkinkan adanya penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan seperti :

Dalam hal delik yang dilakukan berupa pelanggaran yang hanya diancam dengan pidana denda, menurut pasal 82 KUHP kewenangan atau hak menuntut delik pelanggaran itu hapus, apabila terdakwa telah membayar denda maksimum untuk delik pelanggaran itu dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan jikalau penuntutan telah dilakukan. Ketentuan dalam pasal 82 KUHP ini dikenal dengan istilah afkoop atau pembayaran denda damai yang merupakan salah satu alasan penghapus penuntutan.

Maka jelas jika dilihat uraian di atas telah disimpanginya ketentuan pasal 360 ayat (1) KUHP oleh penyidik melalui kewenangannya dalam melakukan atau tidak suatu tindakan

  • B.    ISI MAKALAH

  • A.    Metode Penelitian

  • I.    Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris yaitu meneliti tentang hukum dalam prosesnya, hukum dalam interaksinya, hukum dalam penerapannya dan atau pengaruhnya di dalam kehidupan masyarakat.

  • B.    Hasil dan Pembahasan

  • I.    Pengertian Kecelakaan Lalulintas

Yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas berdasarkan ketentuan yang ditetapkan didalam pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 ayat 1 menyebutkan:

Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban), kecelakaan lalu lintas dapat diartikan sebagai suatu peristiwa di jalan raya yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja, melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya.

  • II.    Pengertian Diskresi

Memaknai istilah diskresi tidak dapat dipisahkan dengan konsep kekuasaan atau wewenang yang melekat untuk bertindak, yakni bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri dan tanggungjawab atas tindakan tersebut. Istilah diskresi dikenal dan sangat popular dilingkungan pejabat publik. Secara etimologis diskresi berasal dari bahasa Inggris “discretion” atau discrecionary power, dan dalam lingkungan hukum administrasi dikenal “fries ermersen”asal kata bahasa Jerman yang berarti “kebebasan bertindak atau mengambil keputusan menurut pendapat sendiri”.

Discretion dalam Black Law Dictionary1 mengandung arti “A public official’s power or right to act in certain circumstances according to personal judgment and conscience” penekanan dalam arti tersebut pada kekuasaan pejabat publik untuk bertindak menurut keputusan dan hati nurani sendiri. Tindakan terseut dilakukan atas dasar kekuasaan atau wewenang yang melekat, sehingga norma wewenang menjadi dasar untuk bertindak.

Menurut Thomas J. Aaron dalam bukunya The Control of Police, “ discretion” diartikan, “discretion is power authority conferred by law to action on the basic of judgment or conscience, and its use is more on idea of morals then 2 law”.2

  • III.    Penyalahgunaan Wewenang yang Cenderung Dilakukan Oleh Penyidik

Mengenai bentuk-bentuk penyimpangan yang mungkin dan cenderung terjadi dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian adalah sebagai berikut :

  • 1.    Penyidik Kepolisian :

  • a.    Pemutar balikan fakta hukum;

  • b.    Konspirasi dengan pihak pelapor, saksi maupun tersangka;

  • c.    Keberpihakan dalam penanganan perkara;

  • d.    Memanipulasi materi pemeriksaan dan barang bukti;

  • e.    Menciptakan situasi dan kondisi pemberian imbalan;

  • f.    Menerima suap atau imbalan sebagai bargaining penanganan perkara;

  • g.    Subyektifitas dalam penafsiran dan penanganan perkara;

  • h.    Arogansi wewenang;

  • i.    Berbuat kasar terhadap pihak yang terlibat perkara;

  • j.    Diskriminasi perlakuan terhadap pihak yang dinilai tidak 3

menguntungkan.3

  • C.    SIMPULAN

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diskresi jika dikaitkan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang penyidik adalah sebagai beikut :

  • I.    Pelaksanaan diskresi oleh penyidik berkaitan dengan tugas Kepolisian dalam pemeriksaan perkara di Polresta Denpasar, terhadap tindak pidana kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan dengan jalan perdamaian antara pelaku dan korban dengan tidak dilanjutkan ke penuntut umum atau perkara diselasaikan di tingkat penyidikan dengan alasan :

  • a.    Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  • b.    Tujuan hukum pidana.

  • c.    Tujuan efesiensi.

  • d.    Sarana dan fasilitas.

  • e.    Sosial budaya masyarakat.

  • II.    Dalam menjalankan wewenangnya, dimana tugas dan wewenang sangat rentan terjadinya penyimpangan, sehingga memungkinkan sekali tindakan diskresi terjadi dalam penegakan hukum.

  • D.    DAFTAR PUSTAKA

Black’s Law Dictionary, editor Bryan A. Garner (editor in chief), Copyright@1999, By Group, St. Paul MN.

Thomas J.Aaron dalam Faal.M, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, PT. Pradnya Paramita, Cet.Pertama, Jakarta.

Dr.Sadjijono,SH.,M.Hum.,2007, Polri Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, LaksBang Pressindo, Yogyakarta.

5