Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Wanprestasi Pelaku Usaha Online
on
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
ATAS WANPRESTASI PELAKU USAHA ONLINE
Anak Agung Made Yuni Noviantari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
I Made Dedy Priyanto, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
DOI : KW.2021.v10.i04.p06
ABSTRAK
Perlunya penulisan jurnal ini diangkat bertujuan untuk menganalisis dan memahami perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan dan mengetahui pertanggung jawaban dari pihak pelaku usaha online tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode penelitian normatif. Adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen bagi konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha atas kelalaian yang dilakukan melalui akun usaha online dapat memperoleh perlindungan dari kecurangan pelaku usaha. Pelaku usaha yang melakukan wanprestasi dengan menggunakan akun tanpa adanya informasi yang jelas dapat dikenakan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Agar konsumen dapat merasakan hak-haknya sebagai konsumen maka diperlukannya kepastian hukum yang bertujuan agar terciptanya keamanan dan kenyamanan masyarakat dalam berbelanja online.
Kata kunci : Perlindungan hukum; konsumen; online shop.
ABSTRACT
The necessity for writing this journal is aimed at analyzing and understanding legal protection for consumers who are disadvantaged and to find out the responsibilities of these online business actors. The research method used in this paper is normative research method. The existence of Law No. 8 of 1999 concerning consumer protection for consumers who are harmed by business actors for negligence made through online business accounts can obtain protection from business actor fraud. Business actors who commit default by using an account without clear information are subject to law No. 19 of 2016 concerning amendments to Law No. 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (UU ITE). In order for consumers to feel their rights as consumers, legal certainty is needed which aims to create security and comfort for the community in online accommodation.
Key words: Legal protection; consumer; online shop.
Memanfaatkan alat pencari pada internet yang dimana pemakai sistem elektronik bisa mejelajahi seluruh isi dunia, dan mendapatnya informasi. 1 Tidak bisa dipungkiri bahwa berbelanja online sudah tidak asing lagi di masyarakat. Kebebasan setiap manusia dalam memenuhi kehidupannya merupakan sesuatu yang tidak bisa
diganggu gugat dengan diharuskannya memenuhi masing-masing individu.2 Kebutuhan hidup penduduk dibagi atas 3 tingkatan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan terlebih dahulu, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 3 Terlebih dengan situasi covid-19 saat ini, tentunya masyarakat lebih sering diam di rumah dibandingkan keluar rumah. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat beralih ke belanja online dari pada belanja langsung ke toko. Pelaku usaha yang tidak memiliki tanggung jawab seringkali memanfaatkan situasi seperti ini atau biasa disebut wanprestasi dengan membuat akun untuk menjual barang secara online namun dalam kenyataan barang tersebut tidak ada.
Wanprestasi merupakan ingkar janji atau tidak melakukan hal-hal yang wajib dilakukan atau kelalaian yang dilakukan oleh seseorang. Unsur-unsur terjadinya wanprestasi yaitu terjadinya perjanjian antara dua belah pihak, terdapat satu pihak tidak melaksanakan perjanjian, dan sudah dinyatakan lalai namun tetap tidak melakukan kesepakatan tersebut. Dalam mencapai sasaran usaha, pelaku usaha berorientasi untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan pengeluaran sekecil-kecilnya sehingga mengakibatkan terjadinya penyimpangan yang melanggar hak-hak yang dimiliki konsumen.4 Terlebih keuntungan yang diambil pelaku usaha bisa mencapai 100% yaitu dengan tidak memasukkannya kedudukan domisili atau alamatnya secara nyata pada akun online yang dipakai untuk berjualan. Setelah mendapatkan target atau konsumen, pelaku akan menjanjikan kepada konsumen bahwa akan mengirim barang setelah konsumen membayar barang yang dibeli. Setelah konsumen membayar pelaku akan menghilang dan tidak bisa dihubungi. Apabila pembeli tidak sadar terhadap situasi ini, pembeli bisa terus menerus menjadi sarana dalam meraih laba bagi pelaku pemilik akun usaha online. Maka dari itu, perlindungan konsumen sangatlah diperlukan terlebih pada jaman sekarang kemajuan pada bidang teknologi dan ilmu pengetahuan sangatlah pesat.
Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UUPK meyebutkan perlindungan konsumen yaitu cara menjaminkan kepastian hukum dalam memberi keamanan terhadap konsumen. Arti dari konsumen diatur dalam Pasal 1 angka 2 UUPK yaitu konsumen merupakan seseorang yang menggunakan barang atau jasa. Sedangkan pada pasal 1 angka 3 menjelaskan pelaku usaha merupakan badan hukum atau bukan badan hukum atau perseorangan dengan dibangun serta melaksanakan aktifitas di negara Republik Indonesia dengan membuat suatu kesepakatan dalam melaksanakan aktifitas usaha pada bidang ekonomi. Perlindungan konsumen berupaya melindungi hak konsumen. Hak konsumen diatur pada Pasal 4 UUPK. Konsumen adalah bagian dari rakyat Indonesia yang mempunyai hak untuk dilindungi.5
Konsumen yang membeli barang pada akun tersebut tentu akan dirugikan. Konsumen akan kehilangan uang dan tidak mendapatkan barang yang dibeli. Terlebih konsumen tidak bisa mencari lokasi pelaku dikarenakan tidak tercantum pada akun usaha online. Kebanyakan konsumen cenderung tidak melaporkan hal ini walaupun sebenarnya konsumen merasa dirugikan. Pelaku akan meyakinkan konsumen dengan melakukan perjanjian namun tidak sah. Seharusnya, perjanjian dilakukan dengan diakui, mengikat, sah yang mempunyai akibat hukum (legally concluded contract). 6
Sampai detik ini, belum adanya kepastian hukum yang berpihak pada hak dari konsumen, hal ini dikarenakan UUPK hanya sebatas upaya dalam melarang dan memberi hukuman atau sanksi kepada pelaku usaha sementara disisi lain hak konsumen tidak diperhatikan seperti tidak mendapatkan informasi dan kedudukan domisili yang jelas mengenai pelaku usaha. Hal ini justru merupakan kesempatan besar bagi pelaku usaha yang hanya mencari keuntungannya saja. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik” yang ditulis oleh Bella Citra Ramadhona dan Anak Agung Gede Agung Dharmakusuma lebih berfokus pada barang yang diterima konsumen tidak sesuai dengan yang dibeli7, selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh I Made Dwija Di Putra dan Ida Ayu Sukihana dengan judul “Tanggung Jawab Penyedia Aplikasi Jual Beli Online Terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen” berfokus pada kualitas dan informasi barang atau jasa yang dijual oleh pelaku usaha8. Sedangkan belum adanya penelitian terdahulu yang membahas mengenai kedudukan domisili dan informasi yang jelas tentang pelaku usaha yang mengakibatkan gampangnya melakukan wanprestasi terhadap konsumen.
Berkaitan dengan hal teresebut di atas, maka penulis hendak mengkaji melalui tulisan yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS WANPRESTASI PELAKU USAHA ONLINE”. Melihat masih perlunya penegasan atas hak-hak konsumen yang harus dilindungi, berdasarkan hal yang dipaparkan di atas jadi perlu adanya pengamatan lebih lanjut mengenai terkait dasar hukum yang mengatur mengenai data informasi pelaku usaha online.
-
1. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha online terhadap konsumen akibat kerugian yang dialaminya?
-
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan oleh usaha online?
Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini yaitu memahami dan mengenal pertanggung jawaban pelaku usaha online terhadap konsumen karena kerugian yang dialami konsumen dan untuk mengetahui perlindungan hukum apa yang didapat oleh pembeli atau konsumen yang dirugikan.
Penelitian hukum ini tergolong jenis penelitian hukum normatif. Penelitian normatif merupakan pendalaman yang memiliki titik keseimbangan pada badan hukum dalam bentuk norma atau peraturan hukum positif menjadi bahan yang mengacu pada penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 mengenai perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau selanjutnya disebut UU ITE. Penelitian ini dilakukan karena adanya norma kabur terhadap Undang-Undang supaya perlu dilakukannya kajian lebih lanjut.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Saat masa covid-19 seperti ini seluruh dunia termasuk Indonesia sedang mengalami penurunan ekonomi. Tidak sedikit masyarakat yang menggunakan cara-cara negatif dalam mencari uang atau keuntungan. Salah satu cara yang digunakan yaitu berjualan secara online dengan membuat akun usaha online yang menjual suatu barang seperti tas, sepeda, sepatu, pakaian, kosmetik, dan lainnya. Adapun dampak positif dari adanya akun yang menjual barang-barang secara online yaitu memudahkan konsumen yang tidak mempunyai waktu atau malas berpergian demi memenuhi kebutuhan pribadi. Dan dampak negatifnya adalah banyaknya orang-orang yang memanfaatkan situasi seperti ini secara tidak benar dengan membuat akun usaha online namun tidak dipakai dengan baik demi mencari keuntungan penuh.
Dalam hal ini, cara yang digunakan oleh pelaku akun usaha online yaitu dengan membuat akun pada sosial media dan mempromosikannya secara rutin dengan mengunggah foto-foto barang yang akan dijual namun pelaku usaha online tidak mencantumkan kedudukan domisili atau alamat yang nyata. Jika sudah mendapatkan konsumen atau korban, pelaku akan menjanjikan bahwa barang yang dibeli akan dikirim setelah konsumen atau korban membayar terlebih dahulu. Setelah konsumen membayar pelaku akan menghilang. Seharusnya, pelaku usaha dalam melaksanakan usahanya wajib untuk bertanggung jawab penuh atas usahanya. Hal ini dapat membuktikan bahwa yang dilakukan pelaku usaha online termasuk wanprestasi.
UU ITE tidak mencantumkan secara khusus mengenai kelalaian pada pelaku usaha yang tidak mencantumkan alamatnya. Dalam Pasal 1 angka 2 UU ITE menerangkan bahwa transaksi elektronik merupakan suatu tingkah laku hukum yang dilaksanakan dengan cara memakai media elektronik atau jaringan komputer. Hubungan antara pelaku pembuat akun dengan konsumen timbul kerugian sebagai akibat dari konsumen percaya lalu membeli dan membayar barang yang dibeli dari
akun tersebut tanpa memastikan dahulu barang tersebut ada atau tidak, maka konsumen dalam hal ini keluhannya berhak didengar.9
Hal yang tidak dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha diatur pada pasal 8 sampai pasal 17 UUPK. Sedangkan suatu hal yang tidak diperkenankan untuk dilakukan oleh pelaku dijelaskan pada Bab VII UU ITE No.11 Tahun 2008. Konsumen juga memiliki hak dalam memperoleh ganti kerugian dan pelaku usaha memiliki kewajiban dalam mendengarkan keluh kesah konsumen dan mengganti kerugian konsumen. 10 Walaupun UU ITE tidak mencantumkan secara khusus tentang kelalaian yang dilakukan pelaku usaha online, tetapi dengan adanya hal-hal yang merugikan konsumen saat meakukan negosiasi elektronik yang tercantum pada 28 ayat (1) UU ITE menjelaskan siapapun yang dengan sengaja, tidak memiliki wewenang menyebarluaskan berita tidak benar yang menimbulkan kerugian dalam Transaksi Elektronik. Dan dalam hal ini, pelaku usaha dapat dikenakan Pasal 45 A ayat (1) UU ITE yang menerangkan ancaman pidana bagi yang tidak mematuhi pasal 28 ayat (1) yaitu dipidana penjara selama 6 tahun dan denda 1 miliar rupiah.
Jika membahas mengenai pertanggung jawaban hukum, kita wajib membahas mengenai ada atau tidaknya hak pembeli yang tidak terpenuhi atas penggunaan barang dan jasa dalam hal terjadinya jual beli dengan pelaku usaha.11 Tanggung jawab pada hukum (legal responsibility) berarti suatu keterikatan terhadap ketetapan-ketetapan hukum12. Menurut hukum, tanggung jawab adalah dampak dari konsekuensi keleluasaan seseorang mengenai perilakunya yang berhubungan dengan akhlak atau moral dalam melaksanakan suatu perbuatan. 13 Tanggung jawab merupakan kewajiban seseorang dalam menanggung segala akibat dari perbuatan yang sudah dilaksanakan baik terencana ataupun tidak terencana.14 Lalu menurut Titik Triwulan pertanggung jawaban harus memiliki pedoman, yang merupakan sesuatu yang menimbulkan hak hukum bagi orang yang bertujuan menggugat orang lain bersamaan dengan sesuatu yang menciptakan hal yang harus dilakukan pada hukum orang lain untuk memberi pertanggung jawabannya. 15.
Secara luas, di dalam hukum mengandung prinsip tanggung jawab yang dibedakan menjadi lima, antara lain prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), prinsip praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability), prinsip praduga
tidak selalu bertanggung jawab (presumption of non-liability), prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault), dan pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).16 Dalam permasalah ini, prinsip tanggung jawab yang dapat digunakan adalah prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability). Prinsip tanggung ini dapat digunakan karena pada prinsip ini pelaku usaha harus bertanggung jawab atas kerugian konsumen tanpa harus membuktikan ada tidaknya kesalahan pada dirinya.
Berdasarkan pasal-pasal yang terdapat pada Undang-Undang perlindungan konsumen, pelaku dapat dinyatakan bersalah apabila terjadinya kasus gugatan ganti rugi. Hak konsumen dalam menuntut ganti rugi terdapat pada pasal 1243 KUHPer yang menjelaskan bahwa ganti rugi kerugian, bunga dan biaya karena tidak terpenuhinya perjanjian mulai diharuskan, apabila pelaku usaha sudah kedapatan lalai, namun masih lalai dalam perjanjian itu, atau suatu barang atau jasa yang wajib diberi atau dilakukan hanya dapat dilakukan yang telah melampaui waktu yang telah ditentukan. Penggugat cukup menunjukkan bahwa adanya wanprestasi atau perjanjian yang dilanggar oleh pelaku usaha online. KUHPer sudah mengatur mengenai tenggang waktu kerugian yang bisa dilaporkan, beserta macam hingga nominal kerugian yang bisa dituntut dalam wanprestasi. Tuntutan wanprestasi tidak bisa menagih kembali pada keadaan awal (restitution in integrum). Pertanggung jawaban pelaku usaha juga harus dilaksanakan sesuai pasal 19 UUPK dimana pelaku usaha harus ganti rugi atas kerugian konsumen baik berupa pengembalian uang maupun barang, pemberian santunan ataupun perawatan kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak menutup kemungkinan tetap adanya tuntutan pidana lebih lanjut berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Perlindungan konsumen yaitu hal yang digunakan dalam menggambarkan bentuk perlindungan hukum yang diberikan untuk konsumen agar terpenuhinya kebutuhan hidup dari suatu hal yang bisa menimbulkan kerugian konsumen17. Perlindungan konsumen merupakan keamanan yang diberikan untuk melindungi hak-hak konsumen karena konsumen dianggap posisinya lebih lemah dari pada produsen.18 Konsumen menjadi salah satu objek pelaku usaha dalam mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Maka sudah seharusnya hukum melindungi konsumen karena salah satu tujuan hukum yaitu menjamin adanya keamanan agar masyarakat merasa terlindungi.
Perlindungan hukum merupakan perlindungan kepada subyek hukum, yang memiliki sifat preventif ataupun represif didalam upaya menegakkan aturan hukum.19 Tujuan perlindungan hukum terhadap konsumen yaitu untuk melindungi hak konsumen dari pelaku-pelaku usaha yang nakal.20 Adanya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menaruh peluang kepada rakyat Indonesia dalam mendapatkan keamanan perihal kerugian yang diakibatkan atas negosiasi suatu produk. UUPK juga memastikan terlaksananya hukum bagi konsumen.
Tujuan adanya perlindungan konsumen terdapat pada pasal 3 UUPK sebagai berikut:
-
a. bertujuan untuk menambah kekuatan, kemandirian dan kesadaran konsumen dalam hal untuk keamanan diri sendiri.
-
b. bertujuan untuk mengangkat derajat konsumen melalui penghindaran dari akses negative pemakaian sesuatu yang dibeli
-
c. bertujuan untuk menambah pemberdayaan konsumen saat menentukan, memilih hal yang harus didapatkan oleh konsumen
-
d. bertujuan untuk membuat pengaturan dalam melindungi konsumen yang keterbukaan dan akses untuk mendapatkan informasi
-
e. bertujuan meningkatkan jiwa pelaku usaha agar sadar menumbuhkan sikap yang terbuka dan mempunyai tanggung jawab
-
f. bertujuan untuk menambah mutu barang atau jasa yang memastikan kelanjutan usaha dalam produksi, kenyamanan, keamanan, kesehatan, dan juga keselamatan pembeli
Hak konsumen yang dijamin pada UUPK salah satunya yaitu hak konsumen dalam menerima informasi serta menerima barang yang sudah dibeli. Adanya informasi yang jelas adalah salah satu hak konsumen sehingga konsumen menjadi tidak ragu dalam membeli dan memakai barang atau jasa yang dibeli. 21 Pada buku karya Andrian Sutedi yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen berhak mendapatkan barang berkualitas dan berkuantitas serta dilindungi hak-haknya dalam mendapatkan produk yang bermutu. Konsumen berhak untuk mendapatkan ganti rugi jika konsumen merasa dirugikan. 22 Hak-hak konsumen pada pasal 4 UUPK, yaitu :
-
a. Konsumen berhak dalam segi keselamatan, perlindungan, dan kenyamanan menggunakan suatu produk
-
b. Konsumen berhak memutuskan serta mendapatkan sesuatu yang dibeli tersebut sesuai dengan harga jual-beli juga garansi sesuai seperti yang diperjanjikan
-
c. Konsumen berhak dalam segi menerima informasi jelas, jujur, dan benar tentang kondisi barang atau jasa
-
d. Konsumen berhak dalam segi menyatakan serta dihargai keluhan dan pendapatnya mengenai barang atau jasa yang dipakai
-
e. Konsumen berhak dalam segi mendapatkan perlindungan, dukungan dan usaha dalam menyelesaikan perkara perlindungan konsumen dengan benar
-
f. Konsumen berhak dalam segi mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g. Konsumen berhak dalam segi diperlakukan dengan baik dan benar
-
h. Konsumen berhak dalam segi mendapatkan kompensasi, apabila produk atau jasa yang diterima bertentangan
-
i. Konsumen berhak mendapatkan hak yang terdapat pada peraturan perundang-undangan lainnya
Pemakaian akun usaha online yang dilaksanakan pelaku usaha dengan wanprestasi kepada pembeli sangat merugikan pihak pembeli sehingga hak konsumen tercantum pada Pasal 4 UUPK tidak dipenuhi oleh pelaku usaha. Pelaku pembuatan akun telah melanggar hak-hak konsumen seperti hak konsumen mendapatkan berita atau informasi yang jujur dan akurat tentang keadaan serta garansi barang tersebut. Seharusnya pelaku memprioritaskan konsumennya. Sudah jelas dijelaskan pada pasal 7 huruf a pelaku usaha harus memiliki niat baik melaksanakan bisnisnya. Dalam hal ini pelaku juga melanggar ketentuan ini dikarenakan itikad dari pelaku pembuat akun palsu yaitu menipu konsumen.
Pada pasal 10 UUPK dijelaskan bahwa orang yang melakukan usaha dalam mempromosikan produknya yang bertujuaan untuk diperjual-belikan tidak boleh mempromosikan dan membuat informasi yang salah tentang:
-
a. Harga produk
-
b. Fungsi produk
-
c. Keadaan dan garansi produk
-
d. Penawaran hal-hal yang ditawarkan seperti diskon atau hadiah
-
e. Dampak negatif produk
Jika orang melakukan upaya melanggar pasal-pasal di atas, pelaku akan dijerat pidana penjara maksimal lima tahun atau sanksi maksimal dua miliar rupiah. Pembayaran ganti rugi serta perintah pemberhentian kegiatan dapat dilakukan jika merugikan pembeli dan dalam menarik produk dari peredaran antara lain bisa menjadi hukuman tambahan dari dikenakannya pidana. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya aturan mengenai perlindungan konsumen atas wanprestasi yang dilakukan pelaku usaha dengan tidak memperjelas kedudukan domisili atau alamat pelaku.
Dalam pasal 1321 KUH Perdata juga menjelaskan tiada persutujuan memiliki suatu pegangan jika dilakukan dengan kekhilafan atau dengan paksaan maupun penipuan. Dengan itu, aktivitas jual beli yang dilakukan atas dasar wanprestasi, maka aktivitas tersebut dapat dibatalkan. Pada pasal 45 UUPK menjelasakan tentang penyelesaian sengketa yaitu konsumen dapat menuntut pelaku usaha dalam menuntaskan sengketa anatra pelaku dan konsumen, atau melewati perlindungan yang terdapat di lingkungan peradilan umum; penuntasan perkara bisa dilakukan melewati pengadilan atau diluar pengadilan dengan opsi keikhlasan orang yang memiliki perkara; jika sudah memilih usaha penuntasan perkara konsumen diluar pengadilan, tuntutan melewati pengadilan hanya bisa dilakukan bila usaha tersebut gagal oleh orang yang bersengketa.
Dengan ini, pelaku harus memikirkan kembali konsekuensi dalam melakukan penjualan barang melalui akun usaha online yang tidak mencantumkan alamat domisili yang mengakibatkan konsumen mengalami kerugian dikarenakan telah membayar namun tidak mendapatkan barang yang dibeli dan tidak mengetahui lokasi pelaku usaha. Pada UUPK masih terdapat kekurangan dalam mengatur tentang perlindungan konsumen yang dirugikan atas wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku usaha melalui akun usaha online. Pada Undang-Undang tersebut lebih dominan mengatur perlindungan konsumen yang mengalami kerugian atas produk yang diterima bertentangan dengan yang dibeli. Namun dalam permasalahan ini, konsumen bisa mendapatkan perlindungan dengan menggunakan UUPK ini dan juga pelaku usaha wajib bertanggung jawab perihal kerugian yang dialami oleh konsumen.
Untuk melindungi pembeli atau konsumen, negara dengan ini Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), menteri perdagangan berkoordinasi dengan kemeninfo harus ada aturan tentang ijin dagang secara online, lalu pemerintah mengeluarkan ijin dengan barcode di situs pedagang online. Selanjutnya dilakukannya sosialisasi ke masyarakat bahwa tidak ada barcode atau identitas termasuk alamat yang tidak jelas. Jika ada yang tidak jelas lebih baik jangan belanja pada akun usaha online tersebut. Upaya lain yang dapat ditempuh adalah konsumen dapat menempuh sistem COD (bertemu secara langsung) jika ragu-ragu terhadap akun usaha online tersebut. Pemerintah juga harus menambahkan peraturan baru mengenai informasi yang jelas pelaku usaha online sehingga konsumen atau masyarakat dapat merasa aman dan tenang dalam berbelanja online.
-
4. Kesimpulan
Hubungan antara pelaku pembuat akun usaha online yang melakukan wanprestasi dengan tidak mencantumkan informasi serta kedudukan domisili yang jelas menimbulkan kerugian terhadap konsumen dikarenakan konsumen membeli hingga membayar barang yang dibeli namun barang tidak sampai ke tujuan sehingga konsumen tidak mengetahui keberadaan pelaku, maka konsumen dalam hal ini keluhannya berhak didengar. Pertanggung jawaban pelaku usaha harus dilaksanakan sesuai pasal 19 UUPK dimana pelaku usaha harus ganti rugi atas kerugian konsumen berupa pengembalian uang maupun barang, pemberian santunan ataupun perawatan kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan. Pada UUPK masih terdapat kekurangan dalam mengatur mengenai hal ini. Undang-Undang tersebut lebih dominan mengatur perlindungan konsumen yang mengalami kerugian atas produk yang datang tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Pemerintah juga harus menambahkan peraturan baru mengenai informasi yang jelas mengenai pelaku usaha online sehingga konsumen dapat merasa aman dan tenang dalam berbelanja online.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Febrian, Triwulan Titik Dan Shinta, and Titik Triwulan. "Perlindungan Hukum Bagi Pasien." Jakarta, Prestasi Pustaka (2010).
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. Hukum perlindungan konsumen. Sinar Grafika, 2008. Notoatmodjo, Soekidjo. "Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta." Jakarta.
Indonesia (2010).
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen. Grasindo, Jakarta, 2000.
Syawali, Husni, and Neni Sri Imaniyati. "Hukum Perlindungan Konsumen." Bandung:
Mandar Maju (2000).
Widjaja, Gunawan, and Ahmad Yani. "Hukum Perlindungan Konsumen." Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama (2000).
Jurnal Ilmiah
Desfyana, Vernia, and I. Made Sarjana. "Perlindungan Konsumen Terhadap Batasan Kandungan Tar Dan Nikotin Pada Produk Rokok." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 8.
Di Putra, I. Made Dwija. "Tanggung Jawab Penyedia Aplikasi Jual Beli Online Terhadap Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Kertha Semaya (2018).
Kartika, I. Made Surya, and AA Sagung Wiratni Darmadi. "TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA PERIKLANAN DALAM MEMEBERIKAN INFORMASI YANG LENGKAP DAN BENAR." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 4, no. 1 (2015).
Lestarini, N., and D. Putra. "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT KERUGIAN YANG DITIMBULKAN OLEH PELAKU USAHA TOKO ONLINE DIINSTAGRAM." Journal (2019).
Madia, Putu Bella Mania, and Ida Bagus Putra Atmadja. "Perlindungan hukum bagi konsumen yang menggunakan kosmetik tanpa pencantuman tanggal kadaluarsa." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7 (2019).
Marheni, Ni Putu Ria Dewi. "Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan dengan Pencantuman Disclaimer oleh Pelaku Usaha dalam Situs Internet (Website)." Jurnal Magister Hukum Udayana 3, no. 1 (2014).
Pande, Ni Putu Januaryanti. "Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik Impor Yang Tidak Terdaftar Di BBPOM Denpasar." Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 6, no. 1 (2017).
Pratama, Dewa Gede Ari, and I. Made Pujawan. "Perlindungan Hukum Penjahit Rumahan Yang Bekerja Sebagai Pemborong Pekerjaan Garment Tanpa Perjanjian Tertulis." Jurnal Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Udayana, URL: https://ojs. unud. ac. id/index. php/k erthasemaya/article/view/36696, diakses tanggal 8 (2018).
Pratiwi, Ni Kadek Diah Sri, and Made Nurmawati. "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PRODUK KOSMETIK IMPOR TANPA IZIN EDAR YANG DIJUAL SECARA ONLINE?." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 5 (2019).
Putri, Luh Putu Dianata, and AA Ketut Sukranatha. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Terkait Produk Kosmetik Tanpa Komposisi Bahan." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 10 (2018).
Putri, Ni Made Santi Adiyani, I. Made Sarjana, and I. Made Dedy Priyanto. "Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Kota Denpasar." Jurnal Kertha Semaya Fakultas Hukum Universitas Udayana, URL: https://ojs. unud. ac. id/index. php/kerthasemaya/article/vi ew/26605/16905 (2017).
Rahmawati, Indah Dwi, I. Made Udiana, and I. Nyoman Mudana. "Perlindungan Hukum Konsumen Pengguna Kosmetik Tanpa Izin Edar Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." (2019).
Ramadhona, Bella Citra, and Anak Agung Gede Agung Dharmakusuma. "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK." Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum
Rianti, Ni Komang Ayu Nira Relies. "Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweighting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen." Jurnal Magister Hukum Udayana 6, no. 4 (2017).
Sukmawati, Ni Made Dewi, and I. Wayan Novy Purwanto. "TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA ONLINE SHOP TERHADAP KONSUMEN AKIBAT PEREDARAN PRODUK KOSMETIK PALSU."
Wibawa, I. Made Satria, Anak Agung Ketut Sukranatha, and I. Made Dedy Priyanto. "PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KECURANGAN PENGISIAN BAHAN BAKAR MINYAK PADA STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM DI BALI."
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952.
Jurnal Kertha Wicara Vol.10 No.4 Tahun 2021, hlm. 247-257.
Discussion and feedback