Tindak Pidana Aborsi Oleh Wanita Remaja Hamil Diluar Nikah Ditinjau Dari KUHP Dan UU Kesehatan
on
TINDAK PIDANA ABORSI OLEH WANITA REMAJA HAMIL DILUAR NIKAH DITINJAU DARI KUHP DAN UU KESEHATAN
Ketut Bagus Wisnumurti Dewantara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
I Gusti Ngurah Parwata, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
DOI : KW.2021.v10.i03.p03
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menemukan hukum yang mengatur serta pertanggungjawaban hukum terhadap tindak pidana aborsi oleh seorang wanita hamil diluar nikah jika ditinjau dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Metode penelitian pada karya ilmiah ini menggunakan jenis penelitian hukum normative, dengan menggunakan pengumpulan bahan hukum skunder. Menggunakan teknis analisis kualitatif yaitu data yang dikumpulkan ialah data secara alami yang terdiri dari narasi, serta data ini juga berwujud kasus – kasus. Hasil analisis menunjukan bahwa wanita hamil diluar nikah yang melakukan abortus provocatus criminalis dapat dijerat pada pasal 346 KUHP jo. Pasal 194 UU Kesehatan, dalam asas hukum positif di Indonesia terkait adigium “lex specialis derogat legi generalis” undang – undang keehatan berperan penting dalam menjatuhkan hukuman terhadap wanita remaja hamil diluar nikah yang melakukan aborsi tanpa indikasi medis tercantum dalam pasal 194 UU Kesehatan dengan ancaman “penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00”. Berat ringan penjatuhan pidana terhadap terdakwa dilihat pidana yang diperbuat, keadaan jiwa, latar belakang kejahatan, rasa menyesali perbuatan, kedudukan di masyarakat, serta kerusakan yang di perbuat.
Kata Kunci: Aborsi, Peraturan, Tindak Pidana
ABSTRACT
The purpose of this study is to find helpful laws and legal responsibility for the criminal act of abortion by a pregnant woman out of wedlock when viewed from the Criminal Code and Law Number 36 Year 2009 concerning Health. The research method in this scientific paper uses a type of normative legal research, using secondary legal materials. Using qualitative technical analysis, namely data collected from data naturally consisting of narratives, and this data also takes the form of cases. The results of the analysis show that unmarried pregnant women who commit abortion provocatus criminalis can be charged under Article 346 of the Criminal Code jo. Article 194 of the Health Law, in the principle of positive law in Indonesia related to the adigium "lex specialis derogat legi generalis" - the health law which plays an important role in punishing unmarried pregnant women who have abortions without medical examination in article 194 of the Health Law with the threat of " maximum imprisonment of 10 years and a maximum fine of Rp. 1,000,000,000.00 ". The severity of the sentence imposed on the defendant is seen from the crime committed, the mental state, the background of the crime, the feeling of regret for the act, being placed in the community, and the damage done.
-
I. PENDAHULUAN
-
1.1 Latar Belakang
-
Indonesia merupkan negara kesatuan yang bentuk pemerintahannya adalah republik terletak di Asia Tenggara dan memiliki ukuran wilayah sekitar 7.81 juta Km2 dimana luas lautan melebihi ukuran luas daratan diantaranya sekitar 17.504 pulau serta memiliki populasi yang tidak sedikit hampir 270.054.853 jiwa maka dari itu Indonesia diistilahkan sebagai negara terbesar didunia. 1 Jumlah penduduk di Indonesia sekitar 68,7 % atau kurang lebih 183,36 jiwa merupakan kalangan remaja. 2 Remaja merupakan fase dimana perubahan masa dari kanak – kanak menuju dewasa yang masih memiliki ego tidak stabil dan tidak terkontrol didalam dirinya. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2009 kategori umur remaja awal ialah usia 12 hingga 16 tahun sedangkan kategori umur remaja akhir ialah usia 17 hingga 25 tahun.3 Dalam fase remaja biasanya diumur 18 tahun keatas mereka masih menyesuaikan pola hidup yang tepat untuknya terkadang proses ini sering minumbulkan kekhawatiran dan perasaan yang tidak menyenangkan bagi orang tua dan lingkungan disekitarnya, tidak sedikit remaja yang terjerumus dalam belenggu kenakalannya sendiri. Kenakalan yang sering dilakukan oleh remaja seperti balap liar antar geng bermotor, tawuran antar kubu, mengkonsumsi obat – obatan terlarang atau narkoba dan seks bebas. Seks pra nikah memang merupakan salah satu kenakalan remaja yang hingga kini menjadi isu serius ketika berdampak pada kehamilan hingga melakukan aborsi.
Berdasarkan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada data yang dihimpun peristiwa aborsi di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Pada tahun 2008 telah ditemukan peristiwa aborsi melibatkan 2 jt nyawa anak sasaran aborsi, pada tahun 2009 bertambah mencapai 2,3 jt nyawa anak korban aborsi dan dibuang secara paksa, hingga angka nyawa anak korban aborsi meningkat lagi pada tahun 2010, diperkirakan 1 hingga 1,5 juta yang melakukan tindakan aborsi dikalangan remaja. 4
Tindak pidana merupakan suatu tingkah laku yang melanggar hukum, dimana perbuatan tersebut dapat diancam dengan pidana bagi seseorang yang melanggarnya.5 Berdasarkan kamus hukum, aborsi ialah proses pengguguran janin yang masih berada dalam kandungan secara paksa ataupun dengan indikasi medis.6 Tindak pidana aborsi
adalah prilaku melanggar norma dengan cara membunuh nyawa janin yang belum waktunya lahir ataupun masih dalam kandungan secara paksa.7
Melakukan aborsi merupakan hal yang dilarang karena tindakan secara paksa menghentikan janin yang ada dalam kandungan sebelum waktu lahirnya janin tersebut, adapun juga melakukan aborsi merupakan perampasan hak asasi untuk hidup dari calon bayi, dampak buruk melakukan aborsi bagi wanita jika penanganan aborsinya gagal menyebabkan wanita menjadi sterill (kemungkinan tidak bisa melahirkan lagi), aborsi menyebabkan gejala komplikasi lebih lanjut sehingga dapat menyebabkan kematian, dan yang terakhir aborsi juga menyebabkan gangguan mental pada perempuan yang melakukannya.
Tindak pidana aborsi marak terjadi di Indonesia lantaran tindak pidana ini sering dilakukan oleh wanita remaja yang berhubungan intim atas dasar saling menyukai satu sama lain yang mengakibatkan hamil diluar nikah seperti contoh kasus warga Desa Sidorejo, Kecamatan Tepus, Gunungkidul berinisia AS usia 23 tahun melakukan Aborsi pada kandungannya yang baru berusia 6 bulan. Pelaku melakukan aborsi dikarenakan orang tuanya tidak merestui hubungan mereka selama kurang dari 3 tahun berpacaran, padahal pihak laki – laki sudah mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Tanpa sepengetahuan pihak laki – laki, pelaku meminum obat sakit lambung yang dibeli secara online seharga 1,5 juta. Kronologinya Pada hari Jumat 31 Januari 2020 Pelaku pergi ke SPBU di Jalan Baron, Desa Duwet, Kecamatan Wonosari, untuk membeli bensin Bersama rekannya, lalu pelaku hendak mengambil uang di ATM SPBU, secara tidak sengaja tas kantong plastik berwarna hitam yang dia bawa berisikan barang – barang bukti aborsi illegal seperti : 1 kain sprai motif warna hijau, pink dan kuning bercak darah, 1 strip obat Cytotec kondisi kosong, beberapa buah tisu bercak darah, 1 buah kartu berobat atas nama Pelaku, 1 lembar foto hasil USG, 1 tas plastik warna hitam, 1 kantong plastik warna hijau, 1 buah kantong plastk warna putih, 1 buah bekas pembalut, 1 buah permen blaster warna ungu, dan 1 buah bungkus obat spasminial dan 1 buah handphone merk OPPO type A7 warna hijau tertinggal di area SPBU. Sore hari pelaku dan pacarnya hendak ingin mengambil kembali kantong plastik tersebut, tetapi polisi dan petugas SPBU sudah ramai melihatnya. Dengan pasrah pelaku ke polsek tepus untuk menyerahkan dirinya, namun karena kondisi tubuh pelaku lemah pasca aborsi, akhirnya pelaku dibawa ke klinik untuk di rawat hingga normal kembali, disaat kondisi pelaku sudah membaik dan normal polisi mengamankan pelaku di Mapolres Gunungkidul beserta barang bukti lainnya. Akhirnya pelaku terkena pasal 194 Undang – Undang Tahun 2009 Tentang Kesehatan ancaman “penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp. 1.000.000.000,00” dan pasal 346 KUHP dengan “sengaja menggugurkan kandungan mendapat ancaman hukuman penjara 4 tahun” .8
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang pokok pembahasannnya mirip, sehingga membahas mengenai Tindak Pidana Aborsi sebagai pembahasan yang utama. Peneltian yang menjadi acuan yaitu penelitian berjudul “ Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pidana Aborsi ( Abortus Provocatus) Korban Pemerkosaan yang ditulis oleh Yuli Susanti telah diterbitkan pada Jurnal Hukum Syiar Hukum, Universitas Islam Bandung pada tahun 2013 membahas tentang analisis yuridis terkait perlindungan khusus terhadap korban pemerkosaan yang menggugurkan janinnya melalui peraturan perundang – undangan hukum pidana. Penelitian selanjutnya berjudul “Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Aborsi Menurut Peraturan Perundang – Undangan Yang Berlaku (Kitab hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan)” yang ditulis oleh Ida Bagus Made Putra Manohara telah diterbitkan pada Jurnal Hukum Volkgeist, Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 2018 membahas tentang penerapan sanksi pidana bagi pelaku aborsi menurut UU kesehatan atau KUHP. Penelitian berikutnya berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Aborsi Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009” yang ditulis oleh Meliza Cecillia Laduri telah diterbitkan pada Jurnal Lex Crime, Universitas Sam Ratulangi pada tahun 2016 membahas tentang sanksi yang diberikan terhadap pelaku aborsi menurut ketentuan berlaku. Mengacu pada beberapa penelitian terdahulu oleh peneliti yang lainnya, maka penelitian ini akan berfokus pada pemidanaan yang ditunjukan pada wanita remaja hamil sebelum nikah yang melakukan aborsi tanpa indikasi kedaruratan medis, sehingga memberikan daya tarik tersendiri terkait hukum positif mana yang digunakan untuk menjerat seorang pelaku. Kasus ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam sehingga penulis mengangkat judul “Tindak Pidana Aborsi oleh Wanita Remaja Hamil Diluar Nikah Ditinjau dari KUHP dan Undang – Undang Kesehatan”.
-
1. Bagaimana Hukum positif di Indonesia terkait Tindak Pidana Aborsi ditinjau dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ?
-
2. Bagaimana pertanggung jawaban hukum terhadap tindak pidana aborsi untuk seorang wanita hamil diluar nikah jika ditinjau dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan?
-
1. Untuk mengetahui hukum positif di Indonesia terkait Tindak Pidana Aborsi ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
-
2. Untuk mengetahui pertanggung jawaban hukum terhadap tindak pidana aborsi untuk seorang wanita hamil diluar nikah jika ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Model penelitian hukum yang diterapkan pada artikel ilmiah berupa jenis penelitian hukum normative, serta pendekatan yang digunakan mengarah pada
undang – undang, pendekatan fakta maupun pendekatan analisis.9 Dalam karya tulis ilmiah, penelitian ini lebih mengarah menggunakan penekatan pada Undang - Undang (statue approach) yang berperan untuk mengetahui penegakan hukum pidana materil terkait tindak pidana aborsi ilegal oleh wanita remaja hamil diluar nikah. Dalam kajian ini tindak pidana aborsi diatur dalam UU Kesehatan maupun KUHP, seorang wanita remaja hamil diluar nikah yang melakukan tindakan tersebut akan dijerat pada pasal – pasal yang termuat dalam KUHP maupun UU kesehatan. Pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik pengumpulan skunder. Analisis studi yang digunakan adalah analisis kualitatif ialah data yang dikumpulkan berupa data alamiah yang terdiri dari narasi, bersifat uraian yang berwujud kasus - kasus.10
Aborsi pada bahasa latin ialah abortus artinya keguguran kandungan. Dalam kamus Black’s law, diterjemakan ke dalam bahasa indonesia aborsi ialah gugurnya janin tidak hanya terjadi secara alami, melainkan juga terjadi oleh campur tangan manusia (provokasi manusia).
Menurut Suryo Ekotama dkk, mengemukakan bahwa dalam segi medis kandungan perempuan tidak terdapat batasan untuk digugurkan sepanjang ada tanda – tanda dari pihak medis yang menganjurkan, Seperti contoh seorang wanita hamil memiliki riwayat jantung yang mengancam keselamatannya ketika melahirkan dan bayi terindikasi akan mengalami cacat berat disaat sudah lahir, Sekalipun janin tersebut sudah berusia lima sampai enam bulan masih dibolehkan melakukan tindakan aborsi.11
Aborsi memiliki dua macam diantaranya adalah pertama, aborsi spontan yang terjadi secara alami disebabkan karena kecelakaan, kelainan kromosom, kelainan rahim, kelainan hormon dll, kedua adalah aborsi dengan unsur sengaja, dibagi lagi menjadi dua macam yaitu Aborsi artificialis therapichus (Ada indikasi dokter/medis) disebabkan karena akan mengancaman nyawa janin atau wanita hamil tersebut, dan Aborsi Provocatus Criminalis (tanpa indikasi dokter/medis), disebabkan karena faktor ekonomi yang kurang, malu dengan keluarga atau teman – temannya, dan takut dimarah orang tua.12 Abortus provocatus criminalis secara yuridis memiliki pengertian yaitu penghentian kehamilan yang tidak memperhitungan usia janin didalam kandungannya baik dilahirkan dalam keadaan hidup ataupun mati.13
Hukum yang melarang tindak pidana aborsi termuat pada KUHP dan Undang – Undang Kesehatan, akan tetapi Undang – Undang Kesehatan lebih mengkhususkan terkait tindak pidana aborsi serta mengatur prosedur terhadap bidan, dokter, pakar obat dan sebagainya agar mencegah terjadinya malpraktek – malpraktek baik yang sengaja maupun tidak disengaja. Adapun didalam Undang – Undang Kesehatan ini juga terdapat pasal – pasal yang begitu komplet dan hukumannya pun sangat berat agar memperjelas dalam pertanggung jawaban hukum yang dilaksanakan oleh pelaku aborsi. KUHP sendiri juga memiliki peran untuk mengatur bagaimana pertanggung jawaban seorang yang melakukan tindak pidana aborsi, akan tetapi didalam KUHP tindakan aborsi sangat dilarang dan hukumannya pun cukup berat, bawasannya aturan ini tidak hanya ditunjukan kepada wanita hamil yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya sendiri, melainkan setiap orang yang ikut serta membantu dalam tindakan aborsi tersebut akan ikut dalam mempertanggung jawabkan tindakannya karena dalam KUHP tindakan aborsi disebut dengan kejahatan terhadap nyawa atau tindakan kriminal.14
Berikut Kitab Undang – Undang Hukum Pidana mencantumkan lima pasal untuk mengatur dan melarang tindakan aborsi diantaranya ialah:
Pasal 299 (1) : “Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat di gugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.”
-
(2) : “Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat; pidananya dapat ditambah sepertiga.”
-
(3) : “Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.”
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 347 (1) : “Barang siapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.”
-
(2) : “Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Pasal 348 (1) : “Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
-
(2) : “Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Pasal 349 : “Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan sakah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347, dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.”
Adapun maksud isi pasal yang tercantum dalam KUHP yang terjabar diatas ialah:
-
a) Wanita hamil yang sudah melakukan penguguran terhadap kandugannya sendiri secara sengaja, atau menyuruh seseorang melakukannya maka akan di ancam hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun.
-
b) Jika individu lain yang sudah melakukan tindakan aborsi terhadap wanita hamil tersebut secara paksa ataupun pihak wanita hamil tidak setuju maka akan “diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun” dan ketika tindakan tersebut berdampak kematian bagi wanita hamil maka “diancam dengan pidana penjara 15 tahun”.
-
c) Ketika orang lain yang melakukan aborsi kepada wanita hamil atas persetujuan wanita tersebut, akan diancam dan dikenakan hukuman penjara maksimal lamanya lima tahun enam bulan, serta ketika tindakannya berdampak hingga menimbulkan kematian terhadap wanita hamil maka akan diancam dan dikenakan hukuman penjara maksimal lamanya 7 tahun.
-
d) Ketika tenaga medis yang membantu melakukan aborsi tanpa indikasi medis maka hak – hak untuk prakteknya akan dicabut dan ancaman hukuman ditambah sepertiganya.
-
e) Setiap janin yang lahir akan mendapatkan hak guna mempertahankan hidupnya.15
Adapun UU Kesehatan Kesehatan juga mencantumkan empat pasal larangan dan aturan terhadap tindakan aborsi yaitu:
Pasal 75 (1) “Setiap orang dilarang melakukan aborsi.”
-
(2) “Larangan sebagaimana dimaksud” pada (1) dapat dikecualikan yaitu :
-
a. “Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan;” atau
-
b. “Kehamilan akibat perkosaan yangodapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.”
-
(3) “sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra-tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca-tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.”
-
(4) “ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan pemerkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur dengan peraturan pemerintah.”
Pasal 76
Aborsi yang dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:
-
a. “Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama hingga hai terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;”
-
b. “Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;”
-
c. “Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;”
-
d. “Dengan izin suami, kecuali korban pemerkosaan; dan”
-
e. “Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.”
Pasal 77 : “Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang – undangan.”
Pasal 194 : “setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Seorang wanita hamil sebelum melakukan tindakan aborsi diharapkan pasien harus berkonsultasi melalui konseling atau penasehat oleh orang yang profesional dalam bidang itu, hal ini memiliki tujuan agar pasien tidak menyesal kedepannya dikarenakan pasien mengambil keputusan secara emosional, dan pastikan jika aborsi adalah jalan satu – satunya untuk dilakukan. Konselor yang baik akan bertanggung jawab atas pasien terhadap keputusan terakhirnya, bahwa keputusan terakhir merupakan dari pihak pasien bukan dari paksaan luar. Sebelum mengambil keputusan dilakukan aborsi atau tidaknya, pihak yang bersangkutan dari janin tersebut harus diberikan informasi yang cukup lengkap ketika janin tersebut terindikasi lahir dalam keadaan cacat.
Aborsi yang dimaksud dalam Undang – Undang Kesehatan merupakan aborsi yang harus menjamin keselamatan dan keamanan bagi pasien terhadap kesehatannya, dilakukan oleh para ahli kandungan ditempat yang telah dimuat dalam Peraturan pemerintah. Sesuai pasal 77 Undang – Undang Kesehatan adalah kewajiban dari pemerintah untuk mencegah dan melindungi wanita terhadap aborsi yang berbahaya, tanpa pertanggung jawaban dan tanpa mutu, serta kontradiktif terhadap ketentuan aturan – aturan hukum dan norma agama.16
Pengguguran janin secara paksa sebenarnya dilarang oleh Undang – Undang Kesehatan akan tetapi undang – undang ini juga memperbolehkan melakukan penguguran janin dengan syarat : ketika nyawa wanita hamil itu sudah terancam parah yang menyebabkan kematian atau janin yang didalamnya terindikasi tidak dapat hidup diluar kandungan maupun dapat hidup tetapi dalam keadaan cacat, seperti contoh janin lahir yang tulang punggungnya terbuka tanpa kulit (Rakiskisis), janin yang lahir tanpa otak besar ( Anensefalus), dan janin yang lahir tanpa dinding dada sehingga jantungnya terlihat (EctophiaKordalis). 17
-
3.2. Pertanggung jawaban hukum terhadap tindak pidana aborsi untuk seorang
wanita hamil diluar nikah jika ditinjau dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Hukum pidana yang ada di Indonesia melarang tindakan aborsi tanpa pengecualian. Apapun itu jika melakukan pengguguran kandungan akan disebut melanggar hukum pidana positif ataupun hukum yang berjalan di Indonesia. Jika dilihat tindakan aborsi dapat dikategorikan sebuah pelanggaran ataupun kejahatan. 18 Didalam KUHP seseorang wanita yang sedang mengandung tidak dipersoalkan dia sudah menikah atau belum melakukan pengguguran terhadap kandungannya yang masih hidup atau sudah berjiwa dikenakan pasal 346 KUHP dengan ketentuan pidana penjara maksimal 4 tahun. Wanita pelaku kejahatan dalam hal ini sebagai pelaku tunggal sebagaimana ditmaksud dari rumusan: “atau menyuruh orang lain” wanita tersebut dikatakan sebagai “penyuruh, pelaku-peserta maupun pelaku penggerak”. Sanksi pidana penjara diberikan kepada wanita hamil tersebut.
Adapun sanksi lain yang menjerat wanita remaja hamil diluar nikah jika melakukan abortus provocatus criminalis juga dikenakan pasal 194 UU Kesehatan dengan ancaman “pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00a (satu miliar rupiah)”. Ketentuan pidana mengenai tindak pidana aborsi dalam UU Kesehatan sudah sangat baik untuk menekankan jumlah tindak pidana aborsi, adanya penjeratan hukuman yang begitu berat dikenakan akan berdampak jera bagi pelaku kejahatan abosi ilegal. Sebagai prevensi khusus dalam dunia hukum usaha pencegahan ini menjadikan pelaku aborsi secara ilegal ini tidak akan lagi mengulang perbuatan tersebut.19 Sedangkan pencegahan umum dalam dunia hukum ialah daripada terkena sanksi pidana yang cukup berat dihimbau kepada masyarakat agar sebelum melakukan aborsi dipertimbangkan baik - baik.20
Seorang wanita hamil melakukan tindak pidana aborsi secara ilegal akan diancam pasal 364 KUHP jo. Pasal 194 UU Kesehatan, mengingat adigium hukum positif di Indonesia terdapat asas hukum yaitu “lex specialis derogat legi generalis” yang memiliki arti “undang – undang yang umum akan dikesampingkan oleh undang – undang yang khusus”, undang – undang umum disini sebagai KUHP dan undang – undang Khusus disini sebagai UU Kesehatan, Bagir Manan berpendapat bahwa dalam asas “lex specialis derogat legi generalis” beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah Determinasi yang terdapat pada hukum umum masih berlaku, melainkan jika diatur khusus maka aturan hukum khusus berlaku, determinasi “lex specialis” (hukum khusus) harus berkedudukan sama dengan determinasi “lex generalis” (hukum umum), misal : (UU dengan UU), Determinasi “lex specialis” (hukum khusus) dan “lex generalis” (hukum umum) harus terdapat dalam ranah hukum yang sama.21
Jadi mengingat studi kasus diatas terhadap si AS yang berumur 23 tahun melakukan aborsi tanpa indikasi dari medis, yang membeli obat sakit lambung untuk
menghentikan kehamilannya yang berusia 6 bulan, padahalnya pihak dari laki – laki sudah mau bertanggung jawab atas kehamilan AS, akan tetapi orang tuanya tidak merestui hubungan mereka yang berjalan kurang dari 3 tahun, hal ini mendorong si AS untuk mengambil keputusan dengan cara menghentikan janin ataupun kehamilannya agar tidak ditahu oleh orang tuanya. Tindakan AS sudah tergolong kejahatan terhadap nyawa janinnya, maka si AS dijerat dengan pasal 194 yang mana “ setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Pada pasal ini “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat 2” yang berarti:
-
a. Indikasigkedaruratanamedisdyangldideteksiasejakdusialdinilkehamilan, baik yang mengancamanyawatibuadan/atau janin, yangamenderitaepenyakitwgenetiklberat dan/atauWcacatAbawaan, OmaupunHyangMtidakAdapatWdiperbaikiHsehingga menyulitkanabayiatersebutqhidupadialuarakandungan;aatau
-
b. KehamilanqakibatqperkosaanqyangqdapatqmenyebabkandtraumafpsikologisLbagi korbankperkosaan.
Artinya AS sengaja menggugurkan kandungannya dengan cara meminum obat sakit lambung agar janin di dalam kandungan keluar dari rahimnya sebelum saatnya janin itu lahir tanpa indikasi medis sudah melanggar butir a, adapun juga AS bukan dari korban pemerkosaan yang tertera dalam ayat 2 butir b, menyebabkan AS melanggar butir b, AS hamil dikarenakan berhubungan intim bersama kekasihnya atas dasar suka sama suka disamping itu pihak laki – laki juga sudah mau bertanggung jawab atas kehamilan AS, jadi sudah jelas AS memenuhi ketentuan yang ada di pasal 194 UU kesehatan dan dinyatakan bersalah. Dalam KUHP tepatnya pasal 346 Berbunyi “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”, AS sudah jelas memenuhi syarat yang termuat dalam KUHP pasal 346, karena AS sengaja menggugurkan kandungannya dengan cara meminum obat sakit lambung tanpa indikasi medis dan pihak laki – laki sudah mau bertanggung jawab atas kehamilan AS, jadi AS dinyatakan bersalah.
Pada surat putusan nomor 40/Pid.B/2020/PN Wno, hakim ketua memvonis AS menggunakan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tepatnya pada pasal 194 yaitu “pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan”, adapun keadaan yang meringankan terdakwa sebagai berikut:
-
• Terdakwa telah mengakui perbuatannya, dan tidak akan mengulanginya lagi dengan rasa penyesalan.
-
• Terdakwa usia muda dan masih mempunyai peluang untuk memperbaiki diri;
-
• Terdakwa tidak tergolong residivis;
-
• Terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena tertekan.
Jan Remmelink mengatakan hal yang menentukan berat ringannya suatu pidana tercakup ke dalamnya antara lain :22
-
• Perbuatan yang dilakukan;
-
• Keterkaitan nilai kebendaan hukum;
-
• Bagaimana aturan itu dilanggar;
-
• Kerusakan yang diperbuat;
-
• Kedudukannya di masyarakat, jenis kelamin serta personalitas pelaku;
-
• Keadaaan jiwa yang ditunjukan;
-
• Timbulnya perasaan menyesal bagi pelaku; maupun
-
• Latar belakang kejahatan.
Jadi terdakwa berinisial AS terbukti secara sah bahwa dirinya telah melanggar peraturan dan dinyatakan bersalah melakukan pidana “dengan sengaja menggugurkan kandungan” dan dari keputusan akhir majelis hakim terdawa AS sudah mendapatkan hukuman yang tepat untuknya, disamping itu terdakwa AS juga sudah melakukan penyesalan dan mengakui perbuatannya serta berjanji didepan pengadilan untuk tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut.
IV. KESIMPULAN
Beberapa Undang – Undang telah mengatur larangan – larangan diantaranya dalam pasal 299, 346, 347,348 KUHP, pada pasal 75, 76, 77, 194 UU Kesehatan. Pada dasarnya UU Kesehatan tidak memperbolehkan melakukan aborsi dapat dikecualikan dengan syarat : mengancam nyawa wanita hamil yang menyebabkan kematian dan janin ataupun terindikasi janin bisa hidup diluar kandungan tapi dalam keadaan cacat. Wanita remaja hamil diluar nikah jika menggugurkan kandungannya tanpa indikasi medis dijerat pasal 194 Undang – Undang Nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman “pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00” jo. Pasal 346 KUHP dengan ancaman “paling lama 4 tahun penjara”. Terkait asas hukum positif di Indoneisa “lex specialis derogat legi generalis” dimana yang berperan penting ialah UU kesehatan, karena undang – undang khusus mekesampingkan undang – undang umum. Jadi hukum yang akan menjerat wanita remaja hamil diluar nikah jika melakukan pengguguran terhadap janinnya tanpa indikasi medis ialah UU Kesehatan tepatnya pasal 194, adapun juga berat ringan dari penjatuhan pidana jika terdakwa dilihat dari pidana yang diperbuat, keadaan jiwa, latar belakang kejahatannya, rasa menyesali perbuatan, kedudukan di masyarakat serta kerusakan yang diperbuat.
Sebagai upaya yang efektif untuk menurunkan angka kematian janin dan menanggulangi tindakan aborsi lebih baik berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang profesional dan pikirkan lagi lebih matang untuk melakukan tindakan aborsi karena dampak melakukan aborsi sangat berbahaya. Kedepannya agar wanita remaja lebih menjaga diri dan mengontrol diri terhadap pergaulan di lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
AMIRUDIN, H. ZAINAL ASIKIN. Pengantar Meode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Press. (2010).
SOFYAN ANDI DKK. Buku Ajar Hukum Pidana. Makasar : Pustaka Pena Press. (2016). TRINI HANDAYANI DKK. Tindak Pidana Aborsi. Jakarta : Indeks. (2019).
WAIROCANA, GST. NGURAH. Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas
Udayana. Denpasar: Udayana. (2013).
BAGIR, MANAN. Hukum Positif Indonesia : satu kajian teoritik. Yogyakarta: FH UII Press. (2004).
Jan Remmelink. Hukum Pidana. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. (2003).
JURNAL
SONYARURI, SATITI. Gerakan Ayo Sekolah di Kabupaten Bojonegoro : Peningkatan Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan Untuk Menyongsong Bonus DemografiI. Jurnal Kependudukan Indonesia 14, No. 1. (2019).
RINI, WULANDARI. Pertanggung Jawaban Pidana terhadap Pelaku Abortus Provocatus Criminalis (Tindak Pidana Aborsi). Jurnal Rechtens 8, No 2. (2019)
WIJAYANTI, MUFLIHA. Aborsi Akibat Kehamilan Tak Diinginkan(KDT) : Kontestasi Antara Pro- live dan Pro-Choice. Jurnal Studi Keislaman 15, No 1. (2015)
SUSANTI, YULI. Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Tindak Pidana Aborsi (Abortus Provocatus) Korban Pemerkosaan. Jurnal ilmu Hukum Syiar Hukum 14, No. 2. (2013)
SAFIRA, SITI, R., DYAH. Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif Indonesia Dan Hukum Islam. JOM Fakultas Hukum 5. No. 1. (2018)
MELIZA, CECILLIA, LADURI. Penegakan Hukum Terhadap Tindakan Aborsi Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009. Jurnal Lex Crime 5, No 5. (2016)
SALAMOR, YONNA B., Analisis Yuridis Ajaran Turut Serta Dalam Kasus Abortus Provocatus Dengan Alasan Kegagalan Alat Kontrasepsi. Jurnal Sasi 20, No. 1. (2014 )
SALAMOR, B., YONNA. Kajian Kriminologis Abortus Provocatus yang dilakukan oleh remaja di kota ambon. Jurnal sasi 21, No 2. (2015)
SANJAYA, ABIDIN, DKK. Tinjauan Yuridis Penjatuhan Hukuman terhadap Bidan yang Melakukan Tindak Pidana Aborsi. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum 6, No 2. (2019).
RUSTAM. Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Aborsi Dalam Prespektif Hukum Pidana Indonesia. Jurnal Dimensi 6, No 3. (2017)
IDA, BAGUS, MADE, PUTRA, MANOHARA. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Aborsi Menurut Peraturan Perundang – Undangan Yang Berlaku (Kitab hukum Pidana dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Jurnal Hukum Volkgeist 3, No 1. (2018).
MARILISA FRISILIA SAADA. Tindakan Aborsi Yang Dilakukan Seseorang Yang Belum Nikah Menurut KUHP. Lex Crime 6, No. 6. (2017)
INTERNET
ELVIANA ROSA. 2017. Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Tersedia pada : http://www2.kkp.go.id/artikel/2233-maritim-indonesia-kemewahan-yang-luar-biasa. Diakses pada : 9 Januari 2020.
PURNOMO, EDI. (2020). Hubungan Dengan Pacar Tak Direstui Orang Tua, Perempuan Ini Nekat Aborsi. URL:
https://m.merdeka.com/peristiwa/hubungan-dengan-pacar-tak-direstui-orang-tua-perempuan-ini-nekat-aborsi-kandungannya.html. Diakses pada: 09 Januari 2020.
MUAMALAH DKK, Kategori Umur Menurut WHO dan Depkes yang Belum Banyak Diketahui Masyarakat. Tersedia pada : https://muamala.net/kategori-umur-menurut-who/. Diakses pada : 9 Januari 2020. (2018)
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.
Jurnal Kertha Wicara Vol. 10 No. 3 Tahun 2021, hlm. 218-229.
Discussion and feedback