Legalitas Eksekutorial Lembaga Perkreditan Desa Terhadap Hak Tanggungan Di Luar Wilayah Desa Adat
on
LEGALITAS EKSEKUTORIAL LEMBAGA PERKREDITAN DESA TERHADAP HAK TANGGUNGAN DI LUAR WILAYAH DESA ADAT
Ni Luh Dewi Sundariwati, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Jaminan dalam setiap pemberian kredit diperlukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelunasan utang oleh debitor. Tujuan studi ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis legalitas eksekutorial LPD terhadap hak tanggungan diluar wilayah desa adat. Penulisan jurnal ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil studi menunjukkan bahwa LPD sebagai institusi keuangan desa adat tunduk dan patuh terhadap hukum adat sebagaimana yang telah diakui dalam ketentuan yang tertuang dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro. Sehingga berdasarkan Undang-Undang LKM, kedudukan LPD sebagai institusi keuangan desa adat bersifat khusus. Mengenai legalitas LPD dalam mengeksekusi benda tetap sebagai obyek jaminan yang dibebani hak tanggungan yang berada diluar wilayah desa adat pada dasarnya adalah sah. Dasar kewenangan LPD untuk dapat mengeksekusi jaminan tersebut dapat dilakukan dengan merujuk kembali ketentuan-ketentuan termuat dalam perjanjian hubungan kerjasama antar desa. Kemudian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 juga memberikan legalitas eksekutorial LPD khususnya Pasal 6 yang memberikan kewenangan pada pihak pertama yang memegang hak tanggungan untuk menyelenggarakan lelang dalam rangka menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri kemudian menggunakan hasil lelang tersebut sebagai pelunasan utang debitor.
Kata Kunci: Legalitas Eksekutorial, Lembaga Perkreditan Desa, Hak Tanggungan, Kredit Macet
ABSTRACT
The existence of collateral in every lending is needed to provide legal certainty towards debt repayment by the debtor. The purpose of this study was to determine and analyze the LPD executorial legality for dependents outside the traditional village area. Writing scientific journals uses normative research methods that use the statutory approach and conceptual approach. The study results show that the LPD as a traditional village financial institution is subject to and complies with customary law as has been recognized in the provisions contained in Article 39 paragraph (3) of the Law on Microfinance Institutions. So according to the MFI Law, the LPD's position as an adat village financial institution is special. Regarding the legality of LPD in executing fixed objects as collateral objects that are burdened with mortgage rights that are outside the territory of the customary village, it is basically legal. The basis of the LPD's authority to execute the guarantee can be made by referring back to the provisions contained in the inter-village cooperation agreement. Then Law Number 4 of 1996 also provides for LPD executive legality especially Article 6 which gives authority to the first party holding the mortgage rights to hold an auction in order to sell the object of mortgage rights on his own power then to use the proceeds of the auction as repayment of debtor debt.
Keywords: Executorial Legality, Village Credit Institutions, Mortgage Rights, Bad Debt
Rechtsgemeenschap ialah suatu interpretasi dari istilah persekutuan hukum adat atau yang umum dikenal dengan istilah masyarakat hukum adat. Bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat yang memiliki beraneka ragam struktur kemasyarakatan dengan corak khasnya masing-masing. Terbentuknya suatu kesatuan masyarakat hukum adat terjadi karena adanya faktor genealogis, faktor teritorial, atau bahkan percampuran dari keduanya yaitu teritorial genealogis atau genealogis teritorial. 1 Keberadaan desa adat di Bali yang masih memegang erat adat dan kebudayaannya mencerminkan perwujudan suatu kesatuan masyarakat hukum adat. Secara tradisional, masyarakat hukum adat memiliki beberapa fungsi yang dapat dibedakan antara lain: 2
-
a) Fungsi pemerintahan sebagai suatu fungsi yang dibentuk untuk mempertahankan tertib adat dan kesejahteraan warganya
-
b) Fungsi pemeliharaan roh yaitu fungsi yang bertujuan untuk menjaga masyarakat serta warganya terkait dengan hubungannya dengan alam gaib
-
c) Fungsi pemeliharaan agama sebagai fungsi yang bertugas untuk merealisasikan setiap nilai yang telah ditetapkan oleh agama
-
d) Fungsi pembinaan hukum adat yakni sebagai fungsi yang nantinya akan menampung segala tuntutan perkembangan hukum adat
Mewujudkan kesejahteraaan merupakan salah satu tujuan konstitusi bernegara sebagaimana yang termuat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea IV. Dalam rangka mewujudkan tujuan konstitusi bernegara, maka diperlukan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu wujud nyatanya adalah dengan menciptakan perekonomian yang merata, berkeadilan, dan tangguh. Dalam hal ini sangat penting untuk mengerahkan dan memberdayakan seluruh lapisan elemen masyarakat tak terkecuali masyarakat hukum adat dalam rangka mewujudkan tujuan konstitusi negara khususnya kesejahteraan umum.
Salah satu bentuk fungsi pemerintahan desa adat di Bali dalam mewujudkan kesejahteraan warganya adalah dengan dibentuknya Lembaga Perkreditan Desa atau yang kemudian disingkat dengan LPD. Pada dasarnya LPD dapat digunakan untuk memberdayakan serta memanfaatkan segala potensi dan kekayaan desa adat dalam mencapai kesejahteraan warga desa. Masyarakat hukum adat di Bali menjadikan LPD sebagai institusi keuangan yang terkonstruksi dari susunan kesatuan masyarakat hukum adat dengan mengakar pada keharmonisan nilai-nilai Sad Kerthi, serta pertalian erat dengan filosofi nilai-nilai agama hindu serta adat istiadat yang telah hidup dan tumbuh di Bali sebagai nilai dasar yang menjiwai dan melandasi LPD. Peranan LPD bukan hanya berpengaruh terhadap masyarakat desa saja tetapi juga berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan ekonomi bangsa dan negara. Ketentuan konstitusi yang terdapat pada Pasal 18A UUD NRI 1945 mengakui serta menghargai hak-hak tradisional masyarakat hukum adat beserta satuan pemerintahan daerah dengan karakteristiknya yang bersifat khusus sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa LPD
wajib mendapatkan perlindungan serta diberdayakan secara maksimal dalam rangka menciptakan kehidupan masyrakat Bali yang mandiri dan tangguh secara ekonomi dengan pribadi yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur warisan budaya adat Bali.
Setiap desa adat hanya memiliki satu lembaga keuangan adat dengan wilayah batasan desa sebagai tempat kedudukannya sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017. Dahulu istilah desa pakraman digunakan sebagai penyebutan desa di Bali, namun semenjak diundangkannya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali, untuk selanjutnya penyebutan desa pakraman dirubah menjadi desa adat. Dasar yang menjadi pertimbangan bahwa batasan wilayah desa adat dijadikan sebagai tempat kedudukan LPD yakni sebagai berikut:3
-
1) Desa adat sebagai salah satu Lembaga yang mewarisi nilai-nilai luhur budaya yang secara turun temurun hidup didalam masyarakat dengan nilai sosial budaya yang mengakar kuat didalamnya sehingga dihormati dan dijunjung tinggi dan dihormati oleh persekutuan masyarakat hukum adat;
-
2) Desa adat sebagai bentuk dari keterpaduan susunan masyarakat hukum adat memiliki suatu aturan tertulis dan tidak tertulis yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakat tersebut;
-
3) Adanya persamaan geografis memicu timbulnya seseorang untuk melakukan suatu interaksi. Interaksi timbul sebagai akibat bahwa manusia selain sebagai mahluk individu, juga memerlukan pertolongan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Interkasi yang terjadi akan menciptakan tumbuhnya rasa saling memiliki yang pada akhirnya menciptakan suatu rasa kesatuan. Timbulnya desa adat merupakan hasil dari rasa kesatuan yang dimiliki oleh orang-orang yang memiliki persamaan sepenanggungan yang berkumpul didalamnya;
-
4) Tanggung jawab desa adat untuk mengemban kewajiban lebih besar daripada hak yang dimilikinya.
LPD memiliki fungsi intermediasi sebagaimana halnya dengan perbankan yang menjembatani kepentingan Defisit Spending Unit atau pihak yang membutuhkan dana dengan Surplus Spending Unit atau pihak yang kelebihan dana.4 Walaupun memiliki fungsi yang sama sebagai lembaga intermediasi, ruang lingkup kegiatan usaha LPD hanya terbatas pada nasabah yang merupakan krama desa saja. Tidak seperti bank yang ruang lingkup usahanya luas serta tidak ada batasan terhadap pihak sebagai subjek yang berhak berkedudukan sebagai nasabah. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa lingkup kegiatan usaha LPD hanya terbatas untuk krama desa dalam satu batasan wilayah desa adat saja. Masyarakat hukum adat yang tinggal dalam batasan wilayah desa disebut dengan istilah krama desa.
Menghimpun dana masyarakat desa yang berupa simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat desa adat merupakan kegiatan utama yang dijalankan LPD sebagai institusi keuangan desa adat. LPD dalam melaksanakan kegiatan usahanya harus menerapkan sikap kewaspadaan terutama dalam menyalurkan kreditnya. Kewaspadaan tersebut tercermin dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Kewaspadaan tersebut tidak hanya diterapkan pada saat LPD menyalurkan kreditnya saja tetapi juga dalam mengelola dan menjalankan seluruh
kegiatan yang berkaitan dengan fungsi LPD. Pada satu sisi pemberian pinjaman merupakan suatu kegiatan yang memberikan profit dengan jumlah yang terbilang lumayan besar apabila dijalankan dengan mekanisme yang baik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat resiko yang cukup tinggi dalam memberikan pinjaman. Tiap-tiap pemberian pinjaman yang dilakukan oleh LPD kepada masyarakat desa adat selalu disertai dengan timbulnya resiko kredit bermasalah yang tak jarang akan berujung pada kredit macet. Suatu peristiwa yang terjadi setelah dilakukan segala upaya untuk mengatasi kredit bermasalah seperti dengan melakukan restrukturisasi kredit, debitor sebagai pihak yang berutang tetap tidak memiliki kemampuan untuk melunasi tagihannya yang telah jatuh waktu sehingga terjadilah suatu kondisi dimana kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit macet.
Usaha yang bisa dilakukan dalam rangka mengantisipasi timbulnya kredit macet oleh debitor yang wanprestasi atau cidera janji, diperlukan adanya perjanjian kredit yang disertai dengan jaminan. Nilai daripada suatu jaminan tentu harus sebanding dengan nilai kredit yang dimohonkan oleh debitor. Salah satu jaminan yang dapat diberikan oleh debitor terhadap pinjaman dengan jumlah yang tinggi adalah dengan agunan yang disertai dengan hak tanggungan. Apabila dikemudian hari terdapat debitor dengan kredit yang tergolong sebagai kredit macet, pengambil alihan obyek jaminan dapat dilakukan oleh LPD untuk menyelesaikan dan menangani kredit macet tersebut. Adanya pengambilalihan agunan tersebut menimbulkan suatu permasalahan berkaitan dengan legalitas eksekutorial LPD terhadap jaminan berupa hak tanggungan atas tanah yang berada diluar wilayah desa adat LPD. Mengingat LPD hanya dapat melakukan kegiatan operasional usahanya dilingkungan desa. Peraturan Daerah serta Peraturan Gubernur terkait dengan LPD belum memiliki aturan yang jelas mengenai persyaratan letak suatu tanah yang dapat dijadikan agunan. Sehingga hal tersebut menimbulkan suatu permasalahan terkait legalitas eksekutorial LPD terhadap jaminan berupa hak tanggungan atas tanah yang berada diluar wilayah desa adat LPD.
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat ditarik suatu permasalahan terkait adanya kekaburan norma mengenai persyaratan letak suatu hak tanggungan yang dijadikan sebagai jaminan kepada Lembaga Perkreditan Desa. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap persoalan yang berkaitan dengan kedudukan hukum LPD selaku institusi keuangan desa adat serta legalitas LPD dalam mengeksekusi jaminan debitor berupa hak tanggungan yang berada di luar wilayah desa adat.
Berdasarkan peninjauan yang dilakukan terhadap karya-karya ilmiah yang sebelumnya telah dipublikasi, penulis belum menemukan adanya karya ilmiah dengan judul yang sama dengan karya yang penulis buat. Berdasarkan uraian diatas, maka jurnal ini selanjutnya dikemas dengan judul “Legalitas Ekesekutorial LPD Terhadap Hak Tanggungan di Luar Wilayah Desa Adat”.
Bertolak dari uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan dua permasalahan dalam artikel jurnal ini, antara lain:
-
1. Bagaimanakah kedudukan hukum LPD selaku institusi keungan desa adat?
-
2. Apakah LPD memiliki legalitas eksekutorial terhadap jaminan berupa hak tanggungan debitor yang berada diluar wilayah desa adat?
Penulisan jurnal ilmiah ini memiliki dua tujuan sebagai berikut:
-
1. Untuk menganalisis dan mengetahui kedudukan hukum LPD selaku institusi keuangan desa adat.
-
2. Untuk mengetahui legalitas eksekutorial LPD terhadap hak tanggungan debitor yang berada di luar wilayah desa adat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan jurnal ilmiah ini merupakan metode penelitian normatif. Metode penelitian normatif ialah salah satu jenis metode penelitian yang memposisikan norma hukum sebagai objek penelitian.5 Berdasarkan gambaran yang terurai dalam latar belakang di atas, maka digunakanlah metode penelitian normatif untuk mencari jawaban atas adanya kekaburan norma terkait dengan pengaturan terhadap persyaratan letak jaminan debitor pada LPD yang diikatkan dengan hak tanggungan karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap legalitas yang dimiliki LPD dalam mengeksekusi jaminan debitor yang berada di luar wilayah desa adat. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Bahan kepustakaan yang dijadikan sebagai acuan utama dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dengan bahan hukum sekunder sebagai bahan pendukung. Penelitian ini menggunakan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Lembaga Perkreditan Desa sebagai bahan hukum primer serta buku-buku hukum, dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan LPD sebagai bahan sekunder. Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini terhadap bahan-bahan hukum yang telah terkumpul yaitu dengan deskripsi, sistematisasi, interpretasi, dan argumentasi.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Kedudukan Hukum Lembaga Perkreditan Desa Selaku Intitusi Keuangan Desa Adat
-
LPD yang merupakan kependekan dari Lembaga perkreditan desa menggambarkan suatu bentuk fungsi pemerintahan desa adat di Bali dalam mewujudkan kesejahteraan warganya. LPD dapat digunakan untuk memberdayakan serta memanfaatkan segala potensi dan kekayaan desa adat dalam mencapai kesejahteraan krama desa. Mencapai kesejahteraan umum merupakan tujuan konstitusi negara Indonesia yang salah satu wujud nyatanya adalah dengan menciptakan perekonomian yang merata, berkeadilan, dan tangguh. Mengerahkan dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali masyarakat hukum adat merupakan suatu langkah fundamental yang perlu untuk dilakukan. LPD dibentuk dan disahkan hanya untuk desa adat karena keseluruhan pengaturan LPD berpedoman dan bertumpu pada hukum adat atau aturan-aturan khusus yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah desa adat setempat.6 Masyarakat biasanya menyebut aturan khusus yang dimiliki oleh masing-masing desa adat tersebut dengan sebutan awig-awig.
Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat desa adat tidak terlepas dari eksistensi keberadaan LPD yang senantiasa menunjang kebutuhan financial masyarakat. Mengumpulkan dana dari masyarakat dalam wujud simpanan untuk kemudian diberikan kembali kepada krama desa yang berada dalam lingkungan desa tersebut dalam wujud kredit merupakan suatu kegiatan utama yang dilakukan oleh LPD. Secara garis besar, lembaga perkreditan desa sebagai institusi keuangan desa adat memiliki kekhususannya sendiri. karakteristik yang secara khas dimiliki oleh LPD merupakan suatu penanda yang membedakan Lembaga keuangan desa adat di Bali ini dengan Lembaga keuangan lainnya. Salah satu karakteristik LPD tersebut adalah LPD terdiri dari kesatuan masyarakat hukum adat dengan nilai-nilai filosofi agama hindu yang menjiwai didalamnya serta mewarisi nilai-nilai luhur budaya yang telah hidup dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Fungsi pengelolaan terhadap keselurahn potensi keuangan yang dimiliki oleh desa adat dijalankan oleh LPD sebagai institusi keuangan desa.7 Sebagai institusi keuangan yang melaksanakan fungsi intermediasi, LPD mempertemukan kepentingan antara krama desa yang memiliki berlebihan secara financial dengan krama desa membutuhkan dana.
Kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh LPD dikatakan telah menerapkan sistem manajemen keuangan modern yang mendekati mekanisme pengelolaan keuangan sebagaimana yang dilakukan oleh perbankan.8 Cakupan kegiatan operasional LPD yang meliputi pemberian kredit dan penghimpunan dana hanya dilakukan dalam batasan wilayah suatu desa adat sehingga hanya krama desa adat saja yang dapat menikmati layanan jasa LPD. Ketentuan tersebut telah dimuat dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017. Namun terdapat suatu pengecualian yang memberikan celah bagi LPD untuk dapat menyalurkan kreditnya kepada masyarakat adat yang berada di luar batas daerah desa adat dengan suatu ketentuan yakni adanya hubungan kerjasama antar desa tersebut. Layanan LPD yang terbatas hanya dapat diberikan kepada krama desa saja menjadikan LPD berbeda dengan institusi keuangan lainnya. Dengan karakteristik tersebut tidaklah dapat dikatakan bahwa LPD masuk dalam kategori sebagai lembaga keuangan mikro.9
Ketentuan mengenai Lembaga keuangan mikro terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 yang didalamnya memuat ketentuan bahwa lembaga keuangan mikro dibentuk bukan hanya semata-mata untuk mendapatan keuntungan tetapi juga ikut berperan aktif dalam menunjang serta membiayai setiap kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat melalui penawaran layanan simpan pinjam maupun jasa konsultasi terkait pengembangan usaha. Lembaga keuangan mikro dapat memberikan layanan jasanya kepada masyarakat umum, tidak seperti LPD yang hanya terbatas dalam memberikan jasanya hanya kepada krama desa saja. Selain itu, LPD tidak melakukan kegiatan sebagaimana yang dilakukan oleh LKM. Faktor-faktor tersebutlah yang kemudian mendasari LPD bukan tergolong sebagai lembaga keuangan
mikro. Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro memposisikan LPD sebagai Lembaga yang memiliki kedudukan yang dikhususkan. Pengaturan mengenai kehadiran LPD ditengah-tengah kehidupan masyarakat adat di Bali tunduk dan patuh terhadap hukum adat sebagaimana yang telah diakui dalam ketentuan yang tertuang dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang LKM. Pernyataan pada ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa segala urusan yang berkaitan dengan LPD harus diserahkan oleh pemerintah kepada desa adatnya masing-masing, sehingga LPD dapat diatur penuh dengan hukum adat.
-
3.2 Legalitas Eksekutorial Terhadap Jaminan Berupa Hak Tanggungan Debitor Yang Berada Diluar Wilayah Desa Adat
LPD berkewajiban menjaga kepercayaan yang telah diberikan krama desa sebagai lembaga pengelola keuangan desa adat. Hubungan yang terjadi di antara krama desa dengan LPD didasari atas suatu prinsip kepercayaan. Sehingga dalam praktiknya LPD harus waspada dan teliti dalam melakukan kegiatan usahanya, terutama dalam memberikan kredit. Prinsip kehati-hatian yang dilakukan dalam menjalankan usahanya merupakan pencerminan dari sikap kewaspadaan. Kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh LPD dapat diibaratkan seperti pedang bermata dua. Suatu keuntungan yang terbilang lumayan besar yang dijanjikan oleh usaha pemberian pinjaman ternyata juga menghendaki adanya resiko yang cukup tinggi didalamnya. Setiap kali LPD memberikan pinjaman kepada nasabahnya selalu diiringi oleh kemungkinan terjadinya kredit macet. Kredit nasabah dapat dikategorikan sebagai kredit macet apabila terjadi suatu keadaan yang timbul setelah dilakukannya berbagai tindakan dalam mengatasi kredit bermasalah namun pihak debitor tidak juga dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan. Krama desa yang meminjam uang berstatus sebagai debitor. Debitor memiliki kewajiban untuk memenuhi tagihannya dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan beserta pengenaan bunga sebagaimana kesepakatan tertuang dalam suatu perjanjian kredit (perjanjian pinjam meminjam). Pada dasarnya, penggunaan istilah kredit yang digunakan oleh bank maupun pinjaman yang digunakan oleh LPD memiliki persamaan yakni diadakan berdasarkan suatu perjanjian dan sama-sama melibatkan pihak debitor dan kreditor.10
Pemberian pinjaman yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip kehati-hatian akan beresiko bagi LPD selaku pihak kreditor serta berpengaruh kepada kelangsungan usaha LPD itu sendiri. Selain melakukan perjanjian kredit, diperlukan adanya sebuah jaminan yang diikuti dengan pengikatan jaminan sebagai persayaratan agar LPD dapat memberikan pinjamannya. Jaminan merupakan hal terpenting dalam kegiatan pinjam meminjam, karena jaminan mampu memberikan kepastian hukum bagi kreditor bahwa utangnya akan dibayar oleh debitor.11 Besar kecilnya tingkat resiko yang kemungkinan ditanggung oleh LPD bergantung dari nominal pinjaman yang diberikan. Pada prinsipnya nilai daripada suatu jaminan minimal mempunyai nilai yang sebanding dengan nominal pinjaman yang dimohonkan. Pengertian jaminan seperti yang telah dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1131, menerangkan
jaminan ialah bentuk pertanggungan atas suatu perikatan yang meliputi seluruh kebendaan yang telah ada maupun yang dikemudian hari akan timbul baik yang tidak bergerak maupun bergerak yang kepemilikannya berada pada pihak yang berkedudukan sebagai debitor atau pihak yang berutang. Adanya perbuatan pinjam meminjam yang melibatkan pihak debitor selaku pihak yang berutang dengan pihak yang berpiutang selaku kreditor menimbulkan lahirnya suatu perjanjian yang merupakan pencerminan bahwa kedua belah pihak telah setuju untuk mengikatkan dirinya. Perikatan tersebut akan menimbulkan suatu kondisi, yang memposisikan adanya satu pihak untuk menerima pemenuhan atas tuntutan dan kewajiban pihak lainnya untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Apabila debitor menjaminkan suatu kebendaan berupa tanah sebagai jaminan atas pinjaman yang dilakukannya, maka harus diikatkan dengan hak tanggungan. Kreditor dapat berkedudukan sebagai kreditor yang diutamakan apabila jaminan pelunasan utang yang diberikan debitor merupakan suatu obyek jaminan yang dibebani dengan hak tanggungan.12 Pembebanan hak tanggungan tersebut dimaksudkan agar pihak kreditor mendapat suatu jaminan yang memiliki kekuatan eksekutorial sehingga terjadi permasalahan pada saat mengeksekusi jaminan. Keberadaan jaminan sangat penting dalam hal memperkecil terjadinya resiko dalam pemberian kredit. LPD hanya dapat mengeksekusi jaminan apabila debitor wanprestasi dalam melunasi utangnya yang telah jatuh waktu. Setiap perbuatan hukum selalu terdapat akibat hukum yang ditimbulkannya. Debitor yang tidak memenuhi prestasinya yang telah jatuh waktu dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan wanprestasi yang mengakibatkan kreditor dapat melakukan suatu tindakan tertentu sebagai usaha untuk menindaki wanprestasi yang dilakukan debitor. Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa tuntutan pemenuhan perikatan, tuntutan ganti rugi saja atau tuntutan pembatalan perjanjian atau juga dapat diikuti dengan ganti rugi melalui pengadilan.13
LPD tetap mengacu kepada Undang-Undang Hak Tanggungan sebagai landasan untuk memproses tanah yang dijadikan sebagai objek jaminan kebendaan. Subyek yang dapat berkedudukan sebagai pemegang hak tanggungan yakni badan hukum atau perseorangan yang berstatus sebagai pihak yang berpiutang. Status LPD sebagai institusi keuangan milik desa adat tidak dapat dipersamakan kedudukannya sebagai subyek pemegang hak tanggungan seperti halnya perseorangan, korporasi atau pun suatu badan hukum, karena LPD diatur dan patuh terhadap aturan-aturan adat. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan LPD bukan merupakan badan hukum sehingga tidak bisa dikatakan sebagai subyek hukum hak tanggungan. 14 Pengurus atau kepala LPD (pamucuk) merupakan pengemban hak dan kewajiban sehingga dikatakan sebagai subyek hukum. Pengurus atau kepala LPD (pamucuk) merupakan perseorangan
sebagai subjek hak tanggungan dikarenakan orang (naturlijk person) merupakan subyek hukum yang mampu untuk mendukung dan mengemban hak dan kewajiban.
Pengikatan jaminan dengan hak tanggungan selain berpedoman pada hukum positif terkait hak tanggungan juga harus berlandaskan pada pola-pola hukum adat sebagai konsekuensi dari karakteristik khas yang dimiliki LPD yang pengaturannya lebih didominasi oleh aturan adat.15 Hukum adat memiliki otoritas pengaturan terhadap LPD tidak boleh mengenyampingkan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Kewenangan untuk melakukan pencatatan pengikatan yang dilakukan oleh notaris atau pejabat pembuat akta tanah terhadap segala kebendaan yang dijadikan sebagai objek jaminan pelunasan utang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak ditentukan oleh majelis utama desa adat.
Dalam praktik pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh LPD, timbul suatu permasalahan terkait krama desa yang berkedudukan sebagai debitor atau penerima pinjaman telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kredit. Permasalahan tersebut berkaitan dengan legalitas LPD dalam mengeksekusi jaminan tanah krama desa yang dibebani hak tanggungan yang letaknya berada diluar wilayah desa adat. Mengacu pada ketentuan Pasal 3 Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017, layanan jasa keuangan yang dilakukan oleh LPD hanya dapat diberikan kepada krama desa dalam suatu batasan wilayah desa adat. Selanjutnya, dalam Pergub Bali Nomor 44 tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 hanya menegaskan bahwa agunan dapat diambil alih oleh LPD apabila terjadi suatu keadaan yang mengakibatkan utang debitor tergolong sebagai kredit macet dikarenakan posisi debitor sebagai pihak yang berutang tidak memiliki kemampuan lagi untuk melunasi tagihannya yang telah jatuh waktu. Keseluruhan norma yang berkaitan dengan LPD menunjukkan bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan letak obyek jaminan yang diikatkan dengan hak tanggungan.
Kepentingan antara dua desa adat akan terlibat pada saat LPD menjalankan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan yang berada diluar wilayah desa adat, yaitu terdapat suatu keadaan dimana kreditor dan debitor merupakan dua subyek hukum yang berada pada satu wilayah desa adat yang sama, tetapi debitor memiliki jaminan diluar wilayah desa adat LPD sehingga keadaan tersebut melibatkan kewenangan desa adat yang berbeda dalam proses eksekusi jaminan. LPD yang menyatakan pinjaman krama desa dalam kategori macet, tidak dapat langsung dieksekusi karena telah melewati kewenangan desa adat dari tempat jaminan hak tanggungan tersebut berada. Pada dasarnya, tiap-tiap desa adat memiliki batasan wilayahnya tersendiri. Setiap wilayah desa memiliki wewenang serta suatu produk hukumnya masing-masing yang berupa aturan-aturan atau yang bisanya dikenal dengan istilah awig-awig. Tiap-tiap desa adat memiliki kewenangan tersendiri yang kemudian akan memberikan kekuasaan pada desa adat untuk dapat memerintah, mengambil suatu tindakan ataupun keputusan, membebankan tanggung jawabnya kepada pihak lain. 16
Mengenai legalitas LPD dalam mengeksekusi jaminan yang dibebani hak tanggungan yang berada diluar wilayah desa adat pada dasarnya adalah sah, walaupun
dalam menjalankan kegiatan usahanya LPD hanya tebatas untuk memberikan layanan jasanya kepada krama desa saja. Namun terdapat suatu celah yang ditemukan dalam Pasal 5 ayat (1) Pergub No. 44 Tahun 2017 sebagai aturan pelaksanaan Perda Nomor 3 Tahun 2017 yang menyebabkan LPD memiliki kewenangan untuk menyalurkan dananya kepada krama desa lain dalam wujud kredit dengan adanya hubungan kerjasama terkait dengan pinjaman yang diberikan LPD yang dituangkan dalam suatu perjanjian sebagai suatu keharusan yang wajib dipenuhi. Sehingga legalitas eksekutorial LPD dalam mengeksekusi jaminan yang berada di wilayah desa adat lain diperoleh dengan merujuk kembali kepada norma-norma yang telah disepakti didalam perjanjian antar desa tersebut.
Suatu konsensus yang melibatkan kepentingan para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian, pada akhirnya akan melahirkan suatu perikatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedudukan suatu perjanjian sama halnya dengan kedudukan suatu peraturan perundang-undang bagi para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Cidera janji yang dilakukan oleh salah satu pihak akan menimbulkan suatu akibat hukum yang dapat dilihat dengan meninjau kembali norma yang telah disepakati dalam perjanjian. Kemudian, legalitas eksekutorial LPD terhadap obyek hak tanggungan juga berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 khususnya Pasal 6 yang memberikan kewenangan pada pihak pertama yang memegang hak tanggungan untuk menyelenggarakan lelang dalam rangka menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri kemudian menggunakan hasil lelang tersebut sebagai pelunasan utang debitor. Setiap obyek jaminan yang dibebani oleh hak tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial.17
LPD sebagai institusi keuangan desa adat memiliki kedudukan yang dikhususkan oleh Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro oleh karena LPD LPD terdiri dari kesatuan masyarakat hukum adat dengan nilai-nilai filosofi agama hindu yang menjiwai didalamnya serta mewarisi nilai-nilai luhur budaya yang telah hidup dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pengaturan mengenai kehadiran LPD ditengah-tengah kehidupan masyarakat adat di Bali tunduk dan patuh terhadap hukum adat sebagaimana yang telah diakui dalam ketentuan yang tertuang dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang LKM. Pernyataan pada ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa segala urusan yang berkaitan dengan LPD harus diserahkan oleh pemerintah kepada desa adatnya masing-masing, sehingga LPD dapat diatur penuh dengan hukum adat.
Mengenai legalitas LPD dalam mengeksekusi benda tetap sebagai obyekjaminan yang dibebani hak tanggungan yang berada diluar wilayah desa adat pada dasarnya adalah sah. Dasar kewenangan LPD untuk dapat mengeksekusi jaminan tersebut dapat dilakukan dengan merujuk kembali ketentuan-ketentuan termuat dalam perjanjian hubungan kerjasama antar desa. Kemudian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 juga memberikan legalitas eksekutorial LPD
khususnya Pasal 6 yang memberikan kewenangan pada pihak pertama yang memegang hak tanggungan untuk menyelenggarakan lelang dalam rangka menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri kemudian menggunakan hasil lelang tersebut sebagai pelunasan utang debitor.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Astiti, Istri Putra, et all. Hukum Adat Lanjutan (Denpasar, Universitas Udayana, 2017) Diantha, I Made Pasek. Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum (Jakarta, Prenada Media Grup, 2016)
Hasibuan, Malayu S.P. Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta, Bumi Aksara, 2011)
Nurjaya, I Nyoman. “Landasan Teoritik Pengaturan LPD Sebagai Lembaga Keuangan Komunitas Masyarakat Hukum Adat Bali” (Denpasar, Udayana University Press, 2011)
Putra, Ida Bagus Wyasa. Landasan Teoritik Pengaturan LPD Sebagai Lembaga Keuangan Komunitas Masyarakat Hukum Adat di Bali (Denpasar, Udayana University Press, 2011)
Jurnal Ilmiah:
Hakim, Lukman. “Kewenangan Organ Negara Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”.
Jurnal Konstitusi 4, No. 1 (2011)
Jayanthi, Ni Made Devi; Wairocana, I Gusti Ngurah. “Status Dan Keududukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Terkait Dengan Pengikatan Jaminan Dengan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Acta Comitas 2, No. 2 (2018)
Narayani, Ni Ketut; Sudantra, I Ketut. “Pembebanan Hak Tanggungan Dalam Perjanjian Kredit Yang Tidak Didaftarkan Akta Pemberian Hak Tanggungan”. Jurnal Kerta Semaya 3, No. 3 (2015)
Nova Rianta, I Komang; Eka Wisanjaya, I Gede. “Pemberian Kredit Kepada Warga Luar Desa Pakraman Setempat Oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Pakraman Pangi Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung”. Jurnal Kerta Semaya 1, No. 10 (2013)
Pujawan, I Made; Aditya, Made Roby. “Akibat Hukum Terhadap Tanah Sebagai Jaminan Kredit Yang Tidak Diikatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan Pada Lembaga Perkreditan Desa Di Desa Pakraman Padangsambian”. Jurnal Kerta Semaya 2, No. 6 (2014)
Purwanti, Ni Putu; Nirmala, Made Dilla. “Status Lembaga Perkreditan Desa Sebagai Institusi Keuangan Desa Adat”. Jurnal Kerta Semaya 6, No. 5 (2018)
Ratmaningrum, Jeanne Wiryandani; Wairocana, I Gusti Ngurah, Sumerthayasa, Putu Gede Arya. “The Authority Of Village Credit Union As The Subject Of Liability Rights”. Jurnal Acta Comitas 1, No. 2 (2016)
Rudy, Dewa Gede, Darmadha; I Nyoman. Pelaksanaan. “Pelaksanaan Pemberian Kredit Bagi Nasabah Pada LPD Kesiman”. Jurnal Kerta Semaya 6, No. 7 (2018)
Sarjana, I Made dan Putra, Ketut Yoga. “Keberadaan Lembaga Perkreditan Desa Di Bali Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Kerta Semaya 6, No. 6 (2018)
Wiryawan, I Wayan; Dita, Made Dwi Pradnya. “Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Pada LPD Desa Adat Pecatu Di Kabupaten Badung”. Jurnal Kerta Semaya 4, No. 2 (2016)
Peraturan Perundang-Undangan:
Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Lembaga Perkreditan Desa. Dimuat Dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2017 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3.
Burgerlijk Wetboek
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632.
Jurnal Kertha Wicara Vol.9 No.9 Tahun 2020, hlm.1-12
Discussion and feedback