HAK UNTUK MELAKUKAN UPAYA HUKUM OLEH KORBAN KEJAHATAN DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

ACARA PIDANA INDONESIA

Oleh :

Ida Bagus Paramaningrat Manuaba Ni Md. Ari Yuliartini Griadhi

Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT:

The paper is titled " The Right To Take Legal Actions By Victims Of Crime Reviewed From The Indonesian Book Of The Law Of Criminal Procedure." This paper uses normative analytical methods and statute approach. Indonesian the book of the law of criminal procedure law gives right to suspects that they can do legal actions like apeal, casation, and then until judicial review. On the other hand, the law give now right to do the legal actions to the victims because they have to be representation by public prosecutor. This term make unfair to the victims because they have no right that the law gives to the suspects. Hence it is necessary to revise the law with a view to equal the right between the victims and the sucpects in terms of legal actions.

Key words:Victims, Right, Criminal Procedure Law, Legal Actions.

ABSTRAK:

Makalah ini berjudul “Hak Untuk Melakukan Upaya Hukum Oleh Korban Kejahatan Dikaji Dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana". Makalah ini menggunakan metode analisis normatif dan pendekatan perundang-undangan. KUHAP Indonesia memberikan hak kepada pelaku tindak pidana untuk melakukan upaya hukum seperti banding, kasasi, sampai degan peninjauan kembali. Sedangkan KUHAP tidak memberikan hak kepada korban kejahatan untuk melakukan upaya hukum, karena korban dalam proses peradilan telah diwakili oleh jaksa penuntut umum. Hal ini menimbulkan rasa keadilan yang kurang bagi korban karena tidak mempunyai hak untuk melakukan upaya hukum. Sehingga perlu dilakukan revisi terhadap KUHAP untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban.

Kata kunci : Korban, Hak, Hukum Acara Pidana, Upaya Hukum.

I.PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai korban kejahatan pada umumnya tentu korban adalah orang perseorangan atau individu. Pandangan begini tidak salah, karena untuk kejahatan yang lazim terjadi dimasyarakat memang demikian. Misalnya pembunuhan, penganiyaan, pencurian dan sebagainya. Dalam suatu tindak pidana korban adalah pihak yang dirugikan oleh pelaku kejahatan baik materil maupun inmateril hal ini sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologi korban tersebut belum lagi pada proses peradilan yang rumit membuat korban menjadi pihak yang sangat dirugikan terhadap

pelaku kejahatan.1 Pihak korban adalah mereka yang menderita fisik, mental sosial, sebagai akibat tindakan jahat mereka yang mau memenuhi kepentingan diri sendiri atau 2

pihak yang menderita. 2

Kedudukan korban dalam praktek hukum acara pidana relatif kurang diperhatikan karena ketentuan hukum Indonesia masih bertumpu pada perlindungan bagi pelaku (offender orientied). Hal ini dapat dibuktikan pada KUHAP yang belum mengatur secara langsung hak korban untuk melakukan upaya hukum dalam praktek hukum acara pidana berbeda dengan pelaku tindak pidana dalam pasal 50 sampai 68 KUHAP sudah diatur hak untuk melakukan upaya hukum yang boleh dilakukan tersangka dalam KUHAP sehingga kedudukan korban dalam praktek hukum acara pidana kurang dibeikannya akses untuk melakukan upaya hukum yang seimbang dengan pelaku tindak pidana karena belum diatur dalam KUHAP.

Dari latar belakang diatas dapat ditemukan permasalahan bagaimana kedudukan dan hak-hak korban dalam praktek hukum acara pidana serta bagaimana perlunya diberikan akses kepada korban kejahatan untuk melakukan upaya hukum.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji hak-hak dan kedudukan korban dan memberikan hak untuk melakukan upaya hukum oleh korban kejahatan dalam praktek hukum acara pidana.

  • II.ISI    MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian yuridis normatif dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) artinya suatu masalah akan dilihat dari aspek hukumnya dan dengan menelaah peraturan perundang-undangan, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1    Kedudukan Dan Hak-Hak Korban

Kedudukan korban kejahatan dalam praktek hukum acara pidana di Indonesia merupakan pihak yang paling tidak diuntungkan karena tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang-undang kepada pelaku kejahatan. Sedangkan hak-hak korban adalah hak atas perlakuan sama didepan hukum, hak atas keadilan dan hak atas resparasi (pemulihan), yaitu hak yang menunjukan kepada semua tipe pemulihan baik material maupun nonmaterial bagi korban pelanggaran hak asasi manusia.3 Sedangkan dalam penyelesaian perkara pidana seringkali proses hukum terlalu mengedepankan hak-hak pelaku tindak pidana sementara hak-hak korban kejahatan diabaikan.

Hal ini tidak sesuai dengan asas equality before the law yaitu perlakuan yang sama atas setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.4 Selain itu lebih banyak asas-asas lainnya mengatur perlindungan pelaku tindak pidana dibandingkan korban kejahatan tersebut seperti contohnya asas praduga tak bersalah yang dimana pelaku tindak pidana belum ditetapkan bersalah sebelum ada putusan dari hakim dan masih banyak asas-asas lain dalam raktek hukum acara pidana yang mengatur kepentingan pelaku sehingga menimbulkan rasa keadilan yang kurang bagi korban serta kedudukan dan hak-hak aspirasi apa yang korban ingin terhadap pelaku kejahatan tidak tersampaikan karena kedudukan dan hak-hak korban dalam praktek hukum acara pidana tidak diberikan peran secara aktif walaupun sudah diwakili oleh jaksa penuntut umum .

Selain itu dalam proses peradilan diatur Surat Penghentian Penyidikan ( SP3) yang diatur dalam pasal 109 ayat 2 KUHAP yaitu penyidik memiliki wewenang setiap saat untuk menghentikan perkara karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum .5 Hal ini seringkali menimbulkan ketidakpuasan dalam penyelesaian perkara pidana banyak ditemukan korban kejahatan kurang memperoleh perlindungan hukum yang memadai baik sifatnya materil maupun inmateriil, korban tidaklah diberi wewenang secara aktif dalam proses penyidikan dan persidangan, sehingga kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak dan memulihkan keadaan akibat suatu kejahatan yang

diderita oleh korban kejahatan. Walaupun kepentingan korban sudah diwakili oleh jaksa penuntut umum dalam proses persidangan sebagai bagian perlindungan terhadap korban kejahatan tetapi dalam proses peradilan korban tidaklah diberikan hak prosuderal yaitu hak yang diberikan kepada korban dengan secara langsung melalui peran korban sendiri untuk melakukan penuntutan dalam proses persindangan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

Apabila kita cermati kedudukan dan hak-hak korban diatas dalam KUHAP lebih menitik berartkan perlindungan atas harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dibandingkan kedudukan dan hak-hak korban sehinga tidak mencerminkan rasa keadilan terhadap korban kejahatan. Maka dari itu KUHAP yang berlaku pada saat ini haruslah direvisi karena kedudukan dan hak-hak korban kejahatan sangat sedikit diatur dibandingkan hak-hak dari pada pelaku tindak pidana. Sehingga nantinya dalam KUHAP yang baru terdapat keseimbangan antara kedudukan dan hak-hak korban dengan pelaku dalam paktek hukum acara pidana.

  • 2.2.2    Upaya Hukum Korban Kejahatan Dalam KUHAP

Upaya Hukum Perlindungan korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia belum diatur secara khusus dalam KUHAP .6 Pasal 50 sampai pasal 68 KUHAP hanya mengatur perlindungan tersangka atau terdakwa untuk mendapat perlindungan dari berbagai kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia sedangkan upaya hukum bagi korban untuk memenuhi aspirasi atau kepuasan korban untuk melakukan upaya hukum belum diatur dalam KUHAP.

Dalam praktek hukum acara pidana, korban telah diwakili oleh jaksa penuntut umum sesuai dengan pasal 14 KUHAP dalam hal membuat surat dakwaan melakukan penuntutan sampai melakukan upaya hukum. Lebih tegas lagi dalam pasal 1 angka 12 KUHAP yang diberikan hak untuk melakukan upaya hukum hanyalah terdakwa atau penuntut umum sedangkan korban tidak diberikan hak untuk melakukan upaya hukum.

Dengan penjelasan diatas dapat dilihat ketidakseimbangan hak untuk melakukan upaya hukum yang diberikan KUHAP terhadap korban dan pelaku kejahatan.7 Karena

hak untuk melakukan upaya hukum hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana, sedangkan korban tidak diberikan hak tersebut karena Negara telah mewakili korban melalui jaksa penuntut umum sehingga timbul kedilan yang kurang terhadap korban yang tidak puas kepada keputusan hakim.

  • III.    KESIMPULAN

Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa :

  • 1.    Kedudukan korban kejahatan dalam praktek hukum acara pidana di Indonesia merupakan pihak yang paling tidak diuntungkan karena tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan undang-undang kepada pelaku kejahatan. Hak-hak yang diberikan kepada korban meliputi hak atas perlakuan yang sama didepan hukum, hak atas keadilan dan hak atas resparasi (pemulihan), yaitu hak yang menunjukan kepada semua tipe pemulihan baik material maupun nonmaterial bagi korban pelanggaran hak asasi manusia tetapi tidak diberperan aktif dalam proses peradilan sehingga menimbulkan rasa kurang adil terhadap korban.

  • 2.    Hak untuk melakukan upaya hukum hanya diberikan kepada terdakwa dan jaksa penuntut umum dalam hal membuat surat dakwaan melakukan penuntutan sampai melakukan upaya hukum. Lebih tegas lagi yang diberikan hak untuk melakukan upaya hukum hanyalah terdakwa atau penuntut umum sedangkan korban tidak diberikan hak untuk melakukan upaya hukum sehingga untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban agar tidak terjadi diskriminasi dalam KUHAP perlu diadakanya revisi dalam KUHAP untuk memberikan hak kepada korban guna melakukan upaya hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Waluyo,S.H.,M.H., 2011, Viktimologi perlindungan korban dan saksi, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta.

Romli Atmasasmita, November 2012, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Cetakan ke-2, Kencana, Jakarta.

Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Cetakan ke-12, Sinar Grafika, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Arif Gosita, 2009, Masalah Korban Kejahatan, Cetakan Pertama, Universitas Tri Sakti, Jakarta, Hal.140.

Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban

5