PENJATUHAN PIDANA PENJARA OLEH HAKIM TERHADAP TEDAKWA ANAK

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Pengadilan Negeri Denpasar)

Made Anindya Kartika Dewi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: aninndya09@gmail.com

I Nyoman Suyatna, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: nyoman_doblar@yahoo.com

ABSTRAK

Terdakwa anak penyalahgunaan narkotika memiliki kecenderungan dijatuhi sanksi pidana (pidana penjara) oleh hakim dalam putusannya. Hal ini justru bertolak belakang dengan tujuan-tujuan yang telah disebutkan dalam instrument internasional dimana hakim diharuskan untuk sejauh mungkin menghindarkan anak dari pidana penjara. Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini yaitu apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana penjara terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika dan apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan diversi terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika. Metode penulisan ini menggunakan metode empiris, data-data yang diperlukan mempergunakan teknik pengumpulan dengan teknik wawancara (interview). Berdasarkan hasil dan analisis, maka dapat disimpulkan: Keputusan hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa anak penyalahgunaan narkotika didasarkan berbagai pertimbangan, seperti perbuatan yang dilakukan terdakwa anak dianggap meresahkan masyarakat, merusak mental bangsa, merusak generasi penerus sehingga hakim menyimpulkan bahwa anak yang bersangkutan perlu dijatuhi pidana penjara. Kendala dalam pelaksanaan diversi terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika yaitu tidak ditemukannya kesepakatan dalam musyawarah diversi, tidak ditemukannya tempat rehabilitasi yang mau menampung terdakwa anak dalam membantunya terbebas dari ketergantungan penyalahgunaan narkotika, masih kurang kesiapan dan pemahaman dari aparat penegak hukum dalam pelaksanaan diversi. Anak tidak mengakui perbuatannya sehingga menjadi kendala dalam pelaksanaan diversi. Kemudian masih kurang pemahaman orang tua terkait hak-hak khusus anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu, masih kurang pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan diversi.

Kata Kunci: Pidana Penjara, Anak, Penyalahgunaan Narkotika.

ABSTRACT

The accused child of narcotic abuse has a tendency to be sentenced to criminal (criminal jail) by judges in its verdict. This is precisely opposite to the objectives that have been mentioned in the international instrument where the judge is required to as far as possible to avoid the child from prison. The problem discussed in this journal is what is the basis of the judgment of the judges in the imprisonment of prison against the accused child of narcotics abuse and what is the obstacle in the adoption of diversion against child defendants of narcotics abuse. This method of writing uses empirical methods, the necessary data to use the collection techniques with interview techniques. Based on the results and analysis, it can be concluded: The decision of the judge dropped the jail sentence to the accused child abuse of narcotics was based on various considerations, such as the deed of the accused child Community, damaging the nation's mental, damaging the next generation so that the judges concluded that the child should be sentenced to jail. Constraints in the implementation of diversion against child defendants of narcotics abuse that is not finding an agreement in the discussion of diversion, did not find a place of rehabilitation that would accommodate the child defendant in helping him free from drug abuse, still lacking the readiness and understanding of law enforcement officials in implementing diversion. Children do not acknowledge their actions so that they become obstacles in the implementation of diversion. Then there is still lack of understanding of parents related to the special rights of children in conflict with the law. In addition, there is still a lack of public understanding of the importance of implementing diversion.

Keywords: Criminal prison, child, narcotic abuse

  • 1.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Anak sebagai tunas bangsa mempunyai ciri serta sifat khusus dalam memikul tanggung jawab terhadap kelangsungan keberadaan negara di masa depan. Sehingga perlu dibukakan peluang bagi anak untuk mampu tumbuh serta berkembang dengan fisik dan mental yang dapat terjaga agar tidak terjadi penyimpangan. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child).

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor yang berasal dalam diri anak tersebut dan faktor yang berasal dari luar diri anak tersebut. Faktor yang berasal dari diri anak tersebut yaitu, pertama pencarian jati diri yang dimana pada masa pubertas anak-anak kecenderungan akan mencari identitas diri atau jati diri mereka. Pada fase ini, peran keluarga sangat dibutuhkan sebagai faktor pendukung dalam pembentukan karakter untuk dapat mengarahkan dan memberi perhatian yang baik kepada anak tersebut agar bisa terhindar dari kenakalan remaja. Kedua pengendalian diri yang lemah, terkadang seorang anak memiliki pengendalian yang lemah dalam hal mengontrol emosi, meski orang tua mereka telah memberikan arahan dan didikan yang tepat. Sehingga mereka mudah terjerumus melakukan hal-hal yang tidak seharusnya. Kemudian, faktor yang berasal dari luar diri anak tersebut yaitu, pertama keluarga merupakan lingkungan pertama yang mereka kenal sejak kecil hingga tumbuh dewasa. Cara orang tua mendidik, memberikan perhatian dan mengasuh anak mereka menjadi faktor dalam membentuk karakter anak tersebut. Anak-anak

yang memiliki masalah keluarga kerap kali melakukan perbuatan melawan hukum. Hal tersebut dilakukan untuk mendapat perhatian dari lingkungan sekitar mereka. Sehingga edukasi yang tepat sangat diperlukan agar dapat mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi masa pencarian jati diri. Kedua faktor pergaulan, dimana seorang anak menjalin hubungan sosial dengan orangorang yang ada disekitar mereka. Terkadang dalam pergaulan tidak semua memberikan hal positif, namun ada juga yang memberikan hal negative yang membuat kita terjerumus untuk melakukan kenakalan atau perbuatan melawan hukum. Sehingga peran orang tua diperlukan untuk dapat mengontrol pergaulan anak mereka. Kemudian ketiga faktor lingkungan social, dimana mencakup lingkungan dimana para remaja tersebut tinggal, bersekolah, dan juga bergaul. Lingkungan sosial merupakan faktor kedua pembentukan karakter anak.

Perbuatan melawan hukum yang sering terjadi yang dilakukan oleh anak yaitu perbuatan penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 1 UU No.39 Tahun 2009 Tentang Narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU Narkotika. Saat ini narkotika tidak hanya digunakan dalam bidang kedokteran, tetapi penggunaannya sudah disalahgunakan oleh beberapa oknum dengan dosis yang tidak sesuai. Oleh karena itu, penyalahgunaan narkotika semakin meningkat.

Penyalahgunaan Narkotika tidak hanya melibatkan orang dewasa, tetapi sudah melibatkan anak-anak. Keterlibatan anak dalam penyalahgunaan narkotika tentunya tidak lahir dengan tiba-tiba, melainkan melalui proses pertimbangan dari organisasi atau sindikat peredaran narkotika.1 Dalam kondisinya yang masih muda, perkembangan jiwa dan mental seorang anak masih labil dan cenderung permissive untuk mencari identitas diri dan eksistensinya ditengah-tengah

pergaulan masyarakat. Oleh karenanya anak memiliki peluang akan pengaruh-pengaruh dari luar baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Saat ini, sudah banyak kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak.

Sehingga dalam penanganannya perlu mendapat perhatian khusus, mengingat anak merupakan bagian dari masyarakat, maka anak harus mendapat perlindungan hukum. Hal ini juga diatur dalam UUD NRI 1945 yang tertuang dalam pasal 28B ayat 2 yang mengatur mengenai hak anak untuk mendapat perlindungan hukum.2 Salah satu bentuk alternative yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan perkara penyalahgunaan narkotika pada anak yaitu dengan menggunakan metode Diversi. Sistem diversi telah dicantumkan dalam UU No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Diversi dianggap sebagai model alternative penyelesaian penyalahgunaan narkotika pada anak. Model ini merupakan suatu upaya untuk mengalihkan proses yustisial menuju proses non-yustisial yang didasarkan pada pertimbangan bahwa dengan adanya keterlibatan anak dalam proses peradilan akan menimbulkan stigma negatif kepada anak itu sendiri.3

Namun, pada prakteknya terdakwa anak penyalahgunaan narkotika memiliki kecenderungan dijatuhi sanksi pidana (pidana penjara) oleh hakim dalam putusannya. Salah satu contoh putusan hakim yang memberikan penjatuhan pidana penjara kepada terdakwa anak penyalahgunaan narkotika, yakni Putusan Nomor 15/Pid.Sus.Anak/2016/PN Dps yang menyatakan Terdakwa Anak yang selanjutnya disebut Anak, berusia 17 tahun 11 bulan, pada hari Senin tanggal 25 April 2016 sekitar jam 15.30 WITA, bertempat di kamar No.16 Penginapan Osella I di Jalan Pidada XII Nomor 6, Banjar Tengah, Kelurahan Ubung, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar atau setidak-tidaknya pada suatu tempat tertentu yang masih termasuk dalam aderah hukum Pengadilan Negeri Denpasar, tertangkap tangan memiliki narkotika golongan I dengan berat bersih sebesar 0,06 gram. Anak mengakui bahwa ia sudah menggunakan narkotika jenis

METAMFETAMIN sejak tahun 2013. Hakim memutus bahwa Anak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana berupa menyalahgunakan Narkotika Golongan I sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun kepada Anak, dan ditempatkan di Lapas Narkotika Bangli.

Hal ini justru bertolak belakang dengan tujuan-tujuan yang telah disebutkan dalam instrument internasional dimana hakim diharuskan untuk sejauh mungkin menghindarkan anak dari pidana penjara. Kecenderungan ini didasarkan oleh pertimbangan yang dimiliki oleh hakim dalam menjatuhkan putusan. Dengan melihat yang terjadi, maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah penyalahgunaan narkotika terhadap anak ini dalam penulisan dengan judul “Penjatuhan Pidana Penjara Oleh Hakim Terhadap Terdakwa Anak Penyalahgunaan Narkotika (Studi Pengadilan Negeri Denpasar)”

  • 1.2    Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

  • a.    Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana penjara terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika?

  • b.    Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan diversi terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Dari penulisan ini tujuan yang ingin dicapai penulis, sebagai berikut:

  • a.    Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana penjara oleh terdakwa anak penyalahgunaan narkotika.

  • b.    Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan diversi terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten. Jenis penelitian ini mempergunakan metode penelitian empiris. Metode empiris adalah metode berfokus pada suatu keadaan atau fenomena dari objek penelitian dengan

cara mengembangkan konsep serta menghimpun kenyataan yang terjadi dengan melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat. Penelitian empiris digunakan untuk mengetahui sejauh mana hukum itu bekerja didalam masyarakat.4 Penelitian ini mempergunakan dua jenis pendekatan, yakni: Pertama, Pendekatan Perundang-Undangan ( The Statue Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah undang-undang dan peraturan yang berkaitan dengan isu hukum yang ditangani. Kedua, Pendekatan fakta ( The Fact Approach) ialah pendekatan yang dilakukan dengan melihat peristiwa yang benar-benar terjadi. Untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada, sumber bahan hukum yang dipergunakan yakni:

Data primer (libert riset), yaitu data didapat langsung dari sumber utama di lapangan dimana data itu berasal dari wawancara dengan sumber informan yaitu Hakim Pengadilan Negeri Denpasar. Data sekunder (life risert), ialah data yang terdapat dalam kepustakaan, data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah didokumenkan kedalam bentuk bahan-bahan hukum. Data-data yang diperlukan mempergunakan teknik pengumpulan dengan teknik wawancara (interview). Teknik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber atau informan untuk mendapatkan jawaban/informasi yang relevan serta mendukung permasalahan yang diteliti pada penelitian ini. Kumpulan jawaban/informasi diolah atau disusun menjadi data yang diperlukan.

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan suatu data, dimana setelah itu mengukur dan menguji data tersebut dengan konsep teori, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan dan studi lapangan yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif artinya, data yang telah selesai tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan teori yang terdapat pada buku-

buku literatur dan perundang-undangan yang berlaku guna memperoleh kesimpulan sebagai akhir dari penelitian ini.

  • 3.    Hasil dan Analisis

    • 3.1    Dasar Pertimbangan Hakim Terhadap Terdakwa Anak Penyalahgunaan Narkotika

Sanksi pidana dikatakan sebagai ultimum remidium (obat terakhir), artinya sanksi pidana baru dapat dipergunakan bila upaya-upaya hukum yang lain dianggap tidak mampu. 5Hal ini menyebabkan hukum pidana sebagai hukum yang bersifat subsideir. Sanksi yang dikenal dalam hukum pidana positif diatur dalam pasal 10 KUHP. Berbagai jenis pidana dikelompokkan menjadi dua yaitu pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Pidana tambahan yang terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pada KUHP dikenal sistem alternatif (berbagai jenis pidana pokok yang diancamkan, namum hanya satu yang bisa dijatuhkan), namun dalam tindak pidana diluar KUHP (tindak pidana khusus) dikenal sistem komulasi (pelaku kejahatan dapat dijatuhkan lebih dari satu pidana pokok). Sementara pada pidana tambahan hanya dapat dilakukan bersama-sama dengan pidana pokok. Pada penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa, tidak lepas dari adanya dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

Terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung nilai keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi para pihak yang bersangkutan didasari oleh adanya suatu pertimbangan hakim sehingga harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Sebelum hakim mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan dan meringankan terdakwa, maka hakim melihat atau mempertimbangkan fakta dan keadaan terdakwa dalam melakukan tindakan atau perbuatan tersebut.

Pada kasus penyalahgunaan narkotika anak, sanksi yang diberikan oleh hakim cenderung pada pembatasan kemerdekaan pada anak (pidana penjara). Kecenderungan inilah yang akan memberikan dampak negative pada terdakwa

anak setelah terdakwa anak menyelesaikan masa hukumannya. 6 Dampak negative yang timbul berupa adanya stigmatisasi dari masyarakat di lingkungan terdakwa anak itu tinggal. Keputusan hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa anak penyalahgunaan narkotika didasarkan berbagai pertimbangan, seperti perbuatan yang dilakukan terdakwa anak dianggap meresahkan masyarakat, merusak mental bangsa, merusak generasi penerus sehingga hakim menyimpulkan bahwa anak yang bersangkutan perlu dijatuhi pidana penjara. Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara kepada anak penyalahgunaan narkotika mengindikasikan bahwa hakim mengabaikan realita, bahwa anak bukan hanya sebagai pelaku tindak pidana melainkan juga sebagai korban. Kecenderungan menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa anak penyalahgunaan narkotika bermakna diabaikannya kepentingan anak sebagai korban.

Secara teoritis kecenderungan hakim dalam penjatuhan pidana penjara pada anak mempersoalkan beberapa hal, sebagai berikut:

  • 1.    Pidana penjara merupakan sebuah alat untuk mencapai tujuan pemidanaan. Bila seseorang mendapat sanksi pidana penjara, tidak ada jaminan bagi orang tersebut dengan sendirinya akan kembali menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat kepada hukum.

  • 2.    Penggunaan hukum pidan dalam penanggulangan kejahatan akan berdampak pada kesiapan orang tersebut untuk dapat kembali menajlani kehidupan yang bebas.

Berdasarkan dari hasil wawancara bersama hakim Pengadilan Negeri Denpasar bapak I Dewa Made Budi Watsara, SH pada tanggal 28 November 2019, menyebutkan bahwa dasar dari pertimbangan hakim dalam memberikan putusan penjatuhan pidana penjara, sebagai berikut:

  • 1.    Kualitas perbuatan maupun akibat dari perbuatan, dimana terdakwa anak

tidak dapat mengendalikan pikiran dan dirinya sehingga melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yakni penyalahgunaan narkotika. Sehingga untuk memperbaiki diri terdakwa anak perlu dilakukan pembinaan di Lapas.

  • 2.    Perbuatan yang dilakukan telah meresahkan masyarakat terkait penyebaran penyalahgunaan narkotika pada anak.

  • 3.    Perilaku terdakwa anak selama anak tersebut berada bersama keluarganya juga menjadi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan ini.

  • 4.    Dengan penjatuhan pidana penjara ini diharapkan terdakwa anak penyalahgunaan narkotika anak mendapat efek jera sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Penjatuhan pidana penjara terhadap terdakwa anak penyalahgunaan narkotika, belum berorientasi pada kepentingan pertumbuhan, perkembangan dan perlindungan anak. Para penegak hukum hanya berorientasi pada tugas dan kewenangan yang telah tertuang berdasarkan kebijakan peraturan perundang-undangan. Model alternative diversi memiliki manfaat bagi terdakwa anak dibandingkan dengan pidana penjara, seperti anak mendapat kesempatan direhabilitasi lebih besar, mengurangi beban kerja pengadilan, meningkatkan peran dan kesadaran orang tua dan lingkungan keluarga anak, serta masih banyak lagi manfaat yang dapat diberikan dengan dilakukannnya diversi. Tetapi kecenderungan hakim yang masih menerapkan penjatuhan pidana penjara kepada terdakwa anak penyalahgunaan narkotika, dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaku yang melakukan perbuatan pidana, memberikan manfaat kepada masyarakat dirugikan dengan perbuatan pelaku yang membuat masyarakat menjadi resah, serta keadilan yang diterima oleh masyarakat dan pelaku.

  • 3.2    Kendala Dalam Pelaksanaan Diversi Terhadap Terdakwa Anak

    Penyalahgunaan Narkotika

Penjatuhan pidana penjara bagi anak belum tentu dapat menjadikan anak jera, tetapi dapat merusak mental anak yang menyebabkan anak memiliki resiko

melakukan pengulangan tindak pidana karena pelabelan masyarakat yang telah menganggap anak yang berkonflik dengan hukum sebagai individu yang buruk. Anak yang berkonflik dengan hukum wajib dilakukan proses diversi pada setiap tahap, dimana diversi tersebut bertujuan untuk menghindarkan anak dari proses peradilan. Apabila menangani anak yang berkonflik dengan hukum khususnya dalam penanganan perkara kejahatan narkotika yang dilakukan oleh anak harus memperhatikan ketentuan – ketentuan kategori tindak pidana serta umur anak terlebih dahulu. Kendala adalah halangan atau rintangan. Kendala memiliki arti yang sangat penting disetiap melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan. Suatu tugas atau pekerjaan tidak akan terlaksana apabila ada suatu kandala yang mengganggu pekerjaan tersebut. Kendala merupakan keadaan yang dapat menyebabkan pelaksanaan terganggu dan tidak terlaksana dengan baik. Setiap manusia selalu mempunyai kendala dalam kehidupan sehari-hari, baik dari manusia itu sendiri ataupun dari luar manusia.

Berdasarkan hasil wawancara bersama hakim Pengadilan Negeri Denpasar bapak I Wayan Kawisada, SH.,M.Hum pada tanggal 6 Januari 2020, menyebutkan bahwa diversi juga diupayakan pada tahap penyidikan di kepolisian serta pada tahan penuntutan di kejaksaan negeri, namun tidak menemukan suatu kesepakatan sehingga perkara diteruskan pada tahap persidangan. Diversi diupayakan sebelum proses pemeriksaan persidangan dimulai. Apabila para pihak menemui suatu kesepakatan untuk tidak melanjutkan perkara, maka hakim yang memeriksa perkara serta sebagai fasilisator kemudian mengeluarkan penetapan yang berisikan penghentian perkara tersebut yang kemudian akan dibuatkan berita acara proses diversi. Namun, jika tidak ditemukannya kesepakatan dalam proses diversi, maka perkara akan dilanjutkan pada proses persidangan. Tidak ditemukannya suatu kesepakatan dalam musyawarah diversi ini yang menjadi kendala anak tersebut dapat di diversi.

Penyelesaian melalui diversi pada anak penyalahgunaan narkotika maka salah satu pilihannya adalah melalui jalur rehabilitasi agar anak tersebut dapat sedikit demi sedikit terbebas dari ketergantungannya terhadap narkotika tersebut. Pada prosesnya sendiri terdapat hal atau kondisi yang harus dipenuhi, yaitu adanya

tempat rehabilitasi atau lembaga masyarakat yang dapat menampung dan membantu anak untuk terbebas dari ketergantungannya dan dapat kembali ke dalam keluarga dan masyarakat. Hakim dan pihak dari terdakwa anak harus dapat menemukan lembaga yang bersedia untuk merehabilitasi terdakwa anak agar dapat kembali seperti sedia kala. Namun bila tidak dapat ditemukannya tempat rehabilitasi atau lembaga masyarakat yang bersedia untuk menangani perkara ketergantungan terdakwa anak tersebut, maka proses diversi akan sulit untuk dilanjutkan. Sehingga hal tersebut dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan diversi.

Permasalahan lain yang sering terjadi dalam pelaksanaan diversi adalah kesiapan dari para penegak hukum dalam melakukan diversi, kebanyakan para penegak hukum masih belum fasih dalam menjalankan diversi sehingga tidak menjadikan diversi sebagai cara penyelesaian utama dalam sebuah kasus. Artinya pemahaman mengenai nilai-nilai dalam konsep diversi oleh para penegak hukum berbeda-beda.

Kendala selanjutnya adalah anak tidak mengakui perbuatannya. Hal ini juga menjadi kendala untuk dilaksanakannya diversi karena penyalahgunaan narkotika termasuk kejahatan tanpa korban. Adanya pengakuan/pernyataan bersalah dari anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan hal penting dalam upaya diversi. bahwa upaya diversi ini tidaklah hanya sekedar penyelesaian di luar proses hukum formal atas tindak pidana yang dilakukan anak seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 huruf b, salah satu tujuan diversi yaitu menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Lebih dari pada itu, upaya diversi tersebut merupakan upaya untuk pembelajaran dan pemulihan anak sebagai pelaku tindak pidana. Tidak adanya pengakuan/pernyataan bersalah dari pelaku tindak pidana merupakan dorongan untuk dilakukannya proses hukum secara formal atas suatu tindak pidana. Pada sisi yang lain, kesediaan pelaku untuk menyelesaikan masalahnya melalui upaya diversi memegang peranan penting. Upaya diversi tidak dapat dilaksanakan tanpa kesediaan pelaku, meskipun pelaku mengakui perbuatannya.

Pihak keluarga terdakwa anak masih belum paham mengenai hak-hak khusus anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu dapat dilakukannya upaya diversi

bila umur dan tindak pidana yang dilakukan oleh anak sesuai dengan syarat diversi. Apabila keluarga anak bersedia memperoleh bantuan hukum, maka pihaknya dapat mengupayakan agar perkara dapat diberikan diversi. Selain pihak keluarga, masyarakat juga berperan penting dalam berhasilnya pelaksanaan diversi. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap apa yang dimaksud dengan diversi adalah kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa diversi sesungguhnya lebih menguntungkan demi kepentingan anak daripada proses peradilan di Pengadilan.

  • 4.    Penutup

    4.1    Kesimpulan

      • 4.1.1    Keputusan hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa anak penyalahgunaan narkotika didasarkan berbagai pertimbangan, seperti perbuatan yang dilakukan terdakwa anak dianggap meresahkan masyarakat, merusak mental bangsa, merusak generasi penerus sehingga hakim menyimpulkan bahwa anak yang bersangkutan perlu dijatuhi pidana penjara. Dengan penjatuhan pidana penjara ini diharapkan terdakwa anak penyalahgunaan narkotika anak mendapat efek jera sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

      • 4.1.2    Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi adalah pertama, tidak ditemukannya kesepakatan diversi dalam musyawarah diversi yang dilakukan oleh para pihak. Kedua, tidak ditemukannya tempat rehabilitasi yang mau menampung terdakwa anak untuk dapat membantunya terbebas dari ketergantungan penyalahgunaan narkotika. Ketiga, masih kurang kesiapan dan pemahaman dari para penegak hukum dalam pelaksanaan diversi. Keempat, terdakwa anak tidak mau mengakui perbuatannya. Adanya pengakuan atau p[ernyataan bersalah menjadi hal penting dalam upaya diversi. Kelima, pihak keluarga masih belum paham akan hak-hak khusus anak yang

berkonflik dengan hukum. Kemudian, peran masyarakat juga penting dalam berhasilnya pelaksanaan diversi.

  • 4.2    Saran

    • 4.2.1    Dalam menjatuhkan putusan sebaiknya hakim harus memperhatikan kedudukan anak bukan sebagai pelaku saja namun juga sebagai korban. Selain itu, pertimbangan umur anak dan perbuatan yang dilakukannya merupakan pengulangan tindak pidana atau bukan juga bisa dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan kepada anak serta model alternative diversi dirasa lebih cocok untuk menangani kasus penyalahgunaan narkotika pada anak.

    • 4.2.2    Kepada orang tua anak disarankan untuk memperhatikan tingkah laku anak agar terhindar dari penyalahgunaan narkotika dan segera melaporkan bila anak tersebut telah melakukan tindakan penyalahgunaan narkotika. Kepada masyarakat setempat dan juga aparat penegak hukum untuk sama sama mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika terhadap anak.

Daftar Pustaka

Buku

Adi, Kusno, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak (Malang, UMM Press, 2009).

Efendi, Jonaedi, Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Depok, Prenandamedia Group Kencana, 2018).

Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana (Bandung, Alumni, 2006).

Ismala Dewi, R, Sistem Peradilan Anak Peradilan Untuk Keadilan Restoratif (Jakarta, P3DI Sekjen DPR RI dan Azza Grafika, 2015).

Djamil, Nasir M, Anak Bukan Untuk Dihukum (Jakarta, Sinar Grafika, 2013).

Prakoso, Abintoro, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak (Yogyakarta, Aswaja Pressindo,2016).

Lamintang, P.A.F dan Lamintang Fransiscus Theojunior, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2014).

R.Wiyono, Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2016).

Jurnal

A. Zahra and R. Sularto, Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Rangka Perlindungan Anak Pecandu Narkotika, Vol.13, No. 1, (2017).

Sontan Merauke Sinaga, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Kejahatan Dalam Persidangan Anak, Vol. 3, No. 1, (2010).

I Made Sepud, Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Narkotika Anak Melalui Diversi, Vol.5, No. 3, (2016).

C.Ciptono, Penerapan Tindak Pidana Narkotika Terhadap Anak di Indonesia, Vol.1, No.1, (2019).

Isharawana, (2018), Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak Dikaitkan Dengan Perlindungan Korban Berdasarkan Prinsip Restorative Justice di Kepolisian Resor Kota Pekanbaru, Vol.7, No. 1 (2018).

I.H.Eko Soponyono, R.B. Sularto, (2016), Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Pidana Anak, Vol.5, No.3, (2016).

Ni Made Kusuma Wardhani dan I Gusti Ngurah Wairocana, Perlindungan Hukum Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Dengan Ancaman Pidana Penjara Tujuh Tahun Atau Lebih, Kertha Wicara, Vol. 07, No. 03 (2018).

https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view /40888

Teguh Prasetyo, Penerapan Diversi Terhadap Tindak Pidana Anak Dalam Sistem Peradilan    Pidana Anak,    Vol.    9    No.1    (2015)    DOI:

https://doi.org/10.24246/jrh.2015.v9.i1.p1-14

Fachrizal Afandi, Problematika Pelaksanaan Diversi Dalam Penyidikan Pidana Dengan Pelaku Anak Di Kepolisian Resort Malang, Vol. 8, No.1. (2015) DOI

https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2015.00801.2

Fredyan Priambodo dan Ida Ayu Sukihana, Pidana Dan Tindakan Terhadap Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak, Kertha Wicara, Vol. 01, No. 03 (2013). https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view /6150

Internet

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt54ba7ec6f14af/mungki nkah-dilakukan-penahanan-terhadap-anak-yang-dalam-proses-diversi/ diakses pada tanggal 11 September 2019 pukul 19.00 WITA.

Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062)

16