PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI KAWAT GIGI MELALUI JASA TUKANG GIGI ATAS PELANGGARAN PERJANJIAN TERAPEUTIK

Ida Ayu Marlies Dwimaya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: mdwimaya@gmail.com

I Nyoman Suyatna, Fakultas Hukum Universitas Udayana, email: nyoman_doblar@yahoo.com

ABSTRAK

Banyaknya kasus yang merugikan pasien melibatkan penyakit gigi dan mulut akibat kinerja tukang gigi yang telah melakukan pemasangan kawat gigi tanpa ilmu pengetahuan spesialis orthodonti. Perbuatan yang dilakukan oleh tukang gigi sudah melanggar perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien. Karya ilmiah ini akan membahas tentang pengaturan hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik dan perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik. Tujuan penulisan karya ilmiah ini untuk mengetahui pengaturan hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik. Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, metode yang digunakan yakni metode normatif. Hasil studi menunjukkan bahwa Tukang gigi yang melakukan penyelewengan dalam melaksanakan pekerjaannya selain apa yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Kesehatan pemberian ganti rugi kepada pasien dapat dilakukan setelah 7 (tujuh) hari melakukan transaksi, hal ini dapat merugikan pasien karena pemakaian kawat gigi baru dapat dilihat hasilnya setelah menggunakan kawa gigi beberapa bulan kedepan.

Kata kunci: Kerugian, Tukang gigi, Terapeutik

ABSTRACT

The number of cases that harm the patient involves dental and oral disease due to the performance of the dental artisan who has performed braces without orthodontic specialist knowledge. The deed done by a dental artisan violates the therapeutic agreement between the doctor and the patient. This scientific work will discuss the legal arrangements for dental artisans if they violate therapeutic agreements and legal protection of dental braces users through dental services that violate therapeutic agreements. The purpose of writing this scientific paper is to find out the legal arrangements for dental artisans if they violate the therapeutic agreement and to find out the legal protection of dental users through dental services that violate the therapeutic agreement. In completing this scientific work, the method used is the normative method. Dental artisans who carry out deviations in carrying out their work other than those stipulated in the Minister of Health Regulation will be subjected to administrative sanctions in accordance with Article 11 of the Minister of Health Regulation. Under Article 19 of the Health Protection Act, compensation for patients can be made after 7 (seven) days of conducting transactions, this can be detrimental to patients because the use of new braces can be seen after using dental braces in the next few months.

Keywords: Disadvantage, Dentist, Therapeutic

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, salah satu amanah dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintah dalam menjalankan kewenangan untuk memajukan bangsa Indonesia yang bertanggungjawab dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui pembangunan sistem kesehatan yang memadai. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mensejahterakaan masyarakat perlu didukung dengan adanya sistem kesehatan nasional, dalam membuat suatu peraturan-peraturan dalam bidang kesehatan dan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh bangsa dan negara. Tidak terkecuali, perlu diwujudkan suatu peraturan serta pelayanan yang sesuai dengan prosedurprosedur hingga teripta sistem kesehatan nasional yang di cita-citakan masyarakat Indonesia. Kesehatan masyarakat menjadi modal utama pemerintah dalam rangka pembangunan nasional, dengan kesehatan rohani dan jasmani masyarakat Indonesia akan berdampak dalam pembangunan nasional Indonesia. Sistem kesehatan yang sudah diwujudkan pemerintah untuk mendukung kesehatan nasional harus tetap diawasi dan bertindak dengan tegas dan cepat apabila kinerja tenaga kesehatan melakukan pelanggaran atau penyelewengan dari kewenangan yang sudah diatur oleh peraturan yang sudah berlaku.

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah harus dilaksanakan baik dari ditingkat swasta maupun ditingkat pemerintah, pengawasan ini bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, perlu adanya kerjasama dari seluruh elemen termasuk masyarakat sendiri. Tanpa adanya campur tangan masyarakat, baik dari laporan mengenai pelanggaran atau penyelewengan layanan kesehatan, segala upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah akan lemah dan tidak terkendali. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah haruslah dengan tujuan untuk menciptakan, meweujudkan serta meningkatkan kesehatan dalam mencegah dan menyembuhkan penyakit atau memulihkan kesehatan masyarakat.1 Penyakit mulu merupakan suatu bagian kesehatan yang mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Mulut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan tubuh manusia, makanan yang masuk ketubuh manusia melalui mulut. Kesehatan mulut menjadi bagian dari kesehatan gigi, termasuk dari kesehatan rongga mulut, gigi serta segala unsur terkait yang mempunyai peran terhadap proses makanan yang ketubuh manusia.

Fenomena sosial saat ini sudah merubah gaya hidup masyarakat yang awalnya menjadi cantik dapat dilakukan dengan menggunakan pakaian yang bagus dan berhias dengan make-up namun sekarang itu saja tidak cukup. Menghias gigi dengan menggunakan behel menjadi tren saat ini untuk dapat berpenampilan menarik. Penggunaan behel gigi tidak serta merta hanya untuk menciptakan gigi yang tersusun rapi tetapi juga menjadi tren fashion. Sebelumnya, pemakaian behel gigi hanya diperuntukan bagi pasien yang memiliki kondisi gigi yang tumpang tindih oleh dokter gigi sehingga behel gigi dapat memberikan ruang pada beberapa gigi tumbuh agar dapat tumbuh dengan rapi. Namun masa kini, baik kaum hawa maupun adam menjadikan behel gigi sebagai bagian dari penyempurna penampilan yang dapat menunjukkan tingkat gaya hidup mereka. Pemasangan behel gigi dapat mudah

ditemukan diberbagai tempat, termasuk di dunia internet. Kondisi ini sebenarnya menunjukkan bahwa masyarakat mulai memperhatikan nilai estetika gigi, namun yang menjadi masalah adalah ketika masyarakat membutuhkan pemasangan behel gigi, sebagian masyarakat memilih untuk tidak ke dokter gigi namun ke orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kompetensi dan izin untuk melakukan tindakan perawatan ortodontik.

Pemasangan kawat gigi yang seharusnya sesuai anjuran dokter spesialis orthodonti. Orthodonti merupakan proses yang bertujuan untuk mengkoreksi ataupun mengatur dengan benar posisi gigi yang tidak rapi, gigi yang berposisi tidak rata dbagian atas dengan bawah (gigi maju), ataupun segala hal yang berhubungan dengan struktur atau posisi gigi dengan upaya mengembalikan posisi gigi dengan benar untuk memberikan penampilan setalah proses orthodonti tampilan yang lebih menarik2. Akan tetapi semakin majunya teknologi di era globalisasi masa kini bermunculan jasa yang menawarkan pemasangan kawat gigi yang sudah banyak kita temui di pinggir jalan dan juga satu persatu situs toko online yang menjual kawat gigi secara bebas. Tentu saja hal ini membahayakan masyarakat yang belum mengetahui bahwa pemasangan kawat merupakan tindakan medis yang harus dilakukan oleh dokter spesialis gigi. Sedangkan pemasangan kawat gigi di tukang gigi dan situs toko online yang menawarkan kawat gigi secara bebas bukan salah satu hal yang dianjurkan oleh dokter gigi kepada masayarakat untuk memasang kawat gigi.

Praktek tukang gigi yang merupakan praktek yang dilakukan bebas tanpa adanya suatu pertanggung jawaban apabila melakukan suatu kesalahan yang dapat mengancam kesehatan hingga beresiko menghilangkan nyawa oranglain3. Pada umumnya, para tukang gigi membuka praktek yang sudah tersebar diseluruh Indonesia hanya berdasarkan dari pengalaman yang tidak didukung oleh pengalaman dari pendidikan yang sesuai dengan bidang kesehatan gigi. Pengalaman yang dikantongi oleh para tukanggigi didapatkan dari pengalaman non akademik ataupun didapatkan secara turun-temurun. Sehingga, tukang gigi yang membuka praktek tidak mempunyai ijasah resmi serta lisensi secara legal formal dari lembaga ataupun badan terkait.

Masyarakat yang lebih memilih datang ke jasa tukang gigi masih tinggi tingkat minat masyarakat, hal ini dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi masyarakat yang masih rendah, tarif yang lebih rendah ditawarkan oleh jasa tukang gigi dibandingkan dengan tarif normal yang harus dibayar masyarakat untuk melakukan pelayanan kesehatan gigi ke dokter gigi yang sudah mendapatkan ijasah resmi dan lisensi legal. Jasa yang diberikan oleh tukang gigi dalam memasang kawat gigi sudah terbukti pelanggaran, dikarenakan wewenang yang sudah diberikan oleh peraturan yang berlaku tidak mengatur bahwa tukang gigi diperbolehkan untuk membuka praktek pemasangan kawat gigi secara bebas.

Berdasarkan sumber dari seorang dokter gigi yakni drg. Wiena Manggala Putri, terdapat kasus-kasus yang melibatkan penyakit gigi dan mulut yang di timbulkan akibat kinjerja tukang gigi yang telah melakukan penyelewenangan terhadap peraturan yang berlaku. Beberapa masalah yang ditimbulkan akbibat pemakaian

kawat gigi di tukang gigi salah satunya adalah gigi yang goyang. Kawat gigi yang dipasang secara tidak tepat dapat merusak fungsi dan juga letak dari gigi yang sebenarnya. Kawat gigi dipasang dapat memberikan tekanan dan juga menggeser gigi yang seharusnya tidak perlu diperbaiki. Hal tersebut dapat membuat tulang penyangga yang berada dibawah gigi tersebut ikut bergeser dan goyang bahkan bisa sampai lepas. Infeksi gusi juga dapat ditimbulkan akibat pemakaian kawat gigi di tukang gigi dikarenakan peralatan kedokteran yang tidak terjamin atau tidak higienis.

Masalah tersebut dapat berlanjut hingga menjalar ke jaringan yang berada dibawahnya, misalnya tulang penyangga yang menyangga gigi dapat mengalami pembengkakan hingga luka pada jaringan sekitar dan bau mulut yang diakibatkan pada penyakit tersebut. Terdapat beberapa kasus yang lebih parah, apabila kerusakan yang timbul cukup parah dapat menimbulkan infeksi yang menyebar ke organ-organ tubuh lainnya karena syaraf-syaraf pada gigi berhubungan dengan syaraf organ tubuh lainnya4. Manusia merupakan makhluk yang mempunyai akal dan pikiran berbeda dengan makhluk hidup lainnya, manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial yang memerlukan berinteraksi dengan orang lain serta memperlukan pertolongan jika mengalami kesakitan ataupun kesulitan dalam hidupnya.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2014 Tentang Pekerjaan Tukang Gigi pada Pasal 1 huruf (a) menyatakan bahwa :

Tukang gigi merupakan seorang yang melaksanakan pekerjaan mereka dalam bidang pemulihan dan penyembuhan untuk kesehatan gigi serta tidak memiliki pendidikan sebagaimana ilmu pengetahuan yang didapatkan oleh kedokteran gigi pada umumnya dan memiliki izin yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Wewenang Tukang Gigi juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan, dan Perizinan bahwa tukang gigi diberikan wewenang hanya boleh membuat gigi tiruan dari bahan akrilik dan melakukan pemasangan gigi tiruan. Tetapi pengaturan ini tidak ditaati oleh tukang gigi, masih banyak tukang gigi yang melayani praktek pemasangan kawat gigi dan mempunyai pasien untuk pemasangan kawat gigi. Tentu saja hal ini menyalahi peraturan yang berlaku sesuai dengan apa yang diatur dalam perundang-undangan.

Berdasarkan aspek hukum, terdapat istilah yang di sebut dengan Perjanjian Terapeutik yang artinya bahwa hubungan antara dokter dengan pasien yang didasari dengan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan suatu ketrampilan tertentu dalam bidang kedokteran yang dalam pelayanannya dilakukan secara professional5. Terdapat perbedaan antara perjanjian terapeutik dengan perjanjian pada umumnya, perjanjian terapeutik objek yang diperjanjikan berupa penyembuhan dan terapi pasien sedangkan untuk perjanjian pada umumnya berupa prestasi. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa sebuah prestasi merupakan perbuatan yang memberikan atau mendapatkan sesuatu. Pada dasarkan perjanjian terapetik merupakan sebuah hubungan yang menimbulkan prestasi bagi kedua belah pihak.

Kedudukan dokter dengan pasiennya merupakan kedudukan yang seimbang (horizontal), namun semakin berkembangnya jaman kedudukan yang seharusnya seimbang akan mulai bergeser, akibat pergeseran kedudukan inilah yang menimbulkan sengketa medic yang dapat merugikan pasien6. Dalam menjalankan tugasnya, seorang tukang gigi harusnya lebih memperhatikan wewenang apa saja yang diberikan undang-undang kepadanya salah satunya pemasangan kawat gigi yang saat ini banyak dilakukan di tukang gigi bukan menjadi wewenang atau tindakan medis yang diberikan kepada tukang gigi. Kelalaian atau penyelewengan yang dilakukan tukang gigi dalam pemasangan kawat gigi akan menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan pasiennya, apalagi dewasa ini pemakaian kawat gini sangat marak digunakan oleh remaja sampai anak-anak untuk menggunakan kawat gigi sebagai pelengkap gaya penampilan. Hal ini menjadi peluang bagi tukang gigi untuk membuka praktek pemasangan kawat gigi dengan tarif harga yang berbeda jauh dibawah tarif normal pemasangan kawat gigi di dokter gigi spesialis ordhotonti yang bertarif semakin mahal. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan oleh tukang gigi akan memberikan kerugian bagi pasien yang melakukan pemasangan kawat gigi di tukang gigi tanpa dibekali ilmu pengetahuan kedokteran gigi.

Perjanjian terapeutik merupakan perjanjian yang sangat lazim digunakan sehingga memberikan peluang terjadinya penyelewengan-penyelewengan jika dasar hukum masih belum kuat. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang dilakukan dalam menjamin suatu kepastian hukum yang diberikan untuk perlindungan kepada konsumen. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai kerugian yang dialami oleh pasien yang diberikan tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan mengenai aturan tersebut, dimana jika pasien yang menggunakan jasa tukang gigi untuk melakukan pemasangan kawat gigi tidak dapat dilihat efek yang diberikan oleh pemasangan kawat gigi tersebut dalam waktu 7 (tujuh) hari. Hasil dalam pemasangan kawat gigi dapat dilihat dalam waktu kurang lebih beberapa bulan sampai beberapa tahun kedepan. Apabila pemasangan kawat gigi di tukang gigi tersebut baru menimbulkan efek 1 (satu) bulan setelah melakukan transaksi, secara hukum penuntutan ganti rugi kepada tukang gigi tidak dapat dilakukan.

Kerugian yang ditanggung oleh pasien sebagai konsumen yang dirugikan oleh tukang gigi sebagai pelaku usaha dapat dilakukan pemulihan namun juga dapat berakibat buruk bagi kesehatan tubuh si pasien. Seseorang tentu dapat dimintai pertanggungjawaban hukum jika dia telah melakukan kesalahan, konsumen berhak untuk meminta ganti rugi kepada tukang gigi sebagai seseorang yang memberikan jasa pemasangan kawat gigi karena telah melakukan kesalahan.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana sanksi hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik.

  • 1.2    Rumusan Masalah

    • 1.2.1    Bagaimana sanksi hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik?

    • 1.2.2    Bagaimana perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan yang diharapkan dalam penulisan jurnal ini adalah sebagai berikut:

  • 1.3.1    Untuk mengetahui sanksi hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik

  • 1.3.2    Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik

  • II.    Metode Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif merupakan penelitian yang meneliti atau menganalisis asas hukum dan norma hukum. Jurnal ini menggunakan, mengkaji dan menganalisis Undang-Undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditulis, serta jurnal ini meneliti mengenai kasus-kasus yang terjadi dalam bidang kesehatan gigi yang disalahgunakan oleh jasa tukang gigi serta mengumpulkan data dari Undang-Undang yang berlaku, jurnal hukum yang membahas mengenai jasa tukang gigi dan mengkaji website resmi yang diterbitkan oleh dokter gigi yang ahli dibidangnya. Dengan demikian, penulis dapat menemukan ide-ide yang dapat dituangkan ke dalam jurnal ini. Jenis pendekatan yang digunakan dalam jurnal ini yakni pendekatan terhadap Undang-Undang terkait, pendekatan fakta dan pendekatan konsep hukum.

  • III.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Sanksi hukum bagi tukang gigi apabila melanggar perjanjian terapeutik

Kesehatan menjadi salah satu masalah yang paling harus diperhatikan oleh masyarakat, salah satunya kesehatan gigi yang paling sering menjadi hal yang dihadapi saat ini. Sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pancasila, kesehatan merupakan kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Dalam Undang-Undang Kesehatan dalam Pasal 1 angka (16) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tradisonal merupakan pengobatan dengan mengacu kepada pengalaman yang sudah didalami turun temurun yang dapat dipertanggungjawabkan dan sudah ditaati sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Mahkamah Konstitusi mengkategorikan bahwa tukang gigi menjadi salah satu pelayanan dibidang kesehatan tradisonal yang menjadi alternative bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan gigi dengan harga yang terjangkau7. Seiring berjalannya waktu serta semakin majunya teknologi banyak dikalangan masyarakat yang memang sudah mempunyai pengalaman dalam bidang kesehatan gigi yang membuka praktek tukang gigi.

Wewenang yang diperoleh bagi Tukang gigi dalam melakukan prakteknya sudah diatur oleh Undang-Undang, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 dalam Pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa pekerjaan tukang gigi hanya

berupa membuat gigi tiruan yang terbuat dari bahan acrylic dan memasang gigi tiruan lepas pasang sebagian atau penuh yang terbuat dari acrylic. Akan tetapi, dengan berkembangnya jaman maraknya tukang gigi yang membuka praktek pemasangan kawat gigi yang tidak menjadi wewenangnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa penyelenggaraan praktek kedokteran berlandaskan pada Pancasila dan didasarkan kepada nilai-nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan juga keselamatan pasien. Berdasarkan pasal tersebut, penyelewengan yang dilakukan oleh tukang gigi yang membuka praktek pemasangan kawat gigi sudah melanggar ketentuan undang-undang. Pemasangan kawat gigi yang dilakukan oleh tukang gigi tentu saja dapat menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan kesehatan pasien dikarenakan tukang gigi tidak memiliki ilmu pengetahuan dibidang orthodonti. Dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 sudah mengatur larangan pekerjaan tukang gigi melakukan promosi praktek selain yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2).

Sebagaimana dijelaskan bahwa perjanjian terapeutik merupakan perjanjian yang berupa prestasi bagi kedua belah pihak yakni dokter dan juga pasien. Kerugian yang didapatkan akibat dilanggarnya perjanjian terapeutik, pasien dapat menuntut haknya untuk mendapatkan perlindungan hukum yang berupa ganti rugi berdasarkan hukum yang berlaku8. Sesuai dengan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang disebut dengan KUHPer menyebutkan bahwa ganti rugi dapat meliputi : biaya, rugi, dan bunga. Kerugian yang dimaksud disini yaitu kerugian yang diakibatkan oleh pelanggaran norma dan kerugian yang diakibatkan tidak terjadinya pelanggaran norma, terdapat dua unsur ganti rugi berupa kerugian yang memang diderita meliputi biaya serta rugi serta sebuah keuntungan yang nyatanya tidak diperoleh meliputi bunga9.

Apabila tukang gigi yang melakukan penyelewengan-penyelewengan tidak sesuai dengan wewenang yang sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, tukang gigi yang bersangkutan akan dikenakan sanksi administratif oleh pemerintah Kabupaten/Kota yang berupa; teguran tertulis, pencabutan izin sementaran serta pencabutan izin tetap, sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014.

  • 3.2    Perlindungan hukum terhadap pengguna kawat gigi melalui jasa tukang gigi yang melanggar perjanjian terapeutik

Perjanjian terapetik berawal dari suatu perjanjian yang timbul dari seorang yang memberikan janji kepada pihak lain untuk saling memberikan suatu janji untuk melakukan sesuatu hal yang berkaitan. Perbuatan tersebut akan menimbulkan suatu hubungan hukum anatara kedua belah pihak yang dalam Hukum Perdata disebutkan perikatan. Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau yang disebut dengan KUHPer menyebutkan bahwa dalam suatu perjanjian yang sah harus

memenuhi yakni kesepatakan yang mengikat kedua belah pihak, kecakapan dalam menimbulkan perikatan, pokok persoalan yang dibuat, dan suatu sebab yang tidak terlarang. Perjanjian terapeutik merupakan suatu perjanjian antara pasien dengan dokter yang dimana pasien memberikan kewenangan kepada dokter untuk melaksanakan tindakan medis terhadap diri pasien berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh dokter10.

Objek yang ditujukan oleh perjanjian terapeutik yakni pelayanan atau tindakan medis yang diberikan dokter sesuai dengan keahlian di bidangnya kepada pasien. Perjanjian terapeutik ini haruslah dilaksanakan oleh orang-orang yang mempunyai kecapakan untuk melakukan suatu perikatan. Pihak yang menerima tindakan medis merupakan pasien, sedangkan pihak yang memberikan pelayanan atau tindakan medis merupakan dokter11. Sehingga, bila terjadi suatu penyelewengan yang dilakukan oleh dokter kepada pasiennya sudah dapat dikatakan bahwa dokter tersebut telah melanggar perjanjian terapeutik yang terikat antara dokter dengan pasien.

Pasien yang menerima tindakan medis merupakan konsumen yang menggunakan jasa tukang gigi dalam pemasangan kawat, sedangkan tukang gigi merupakan pelaku usaha. Bila dilihat dari sudut pandang perlindungan konsumen dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa konsumen merupakan setiap orang yang menggunakan barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat. Jika tukang gigi yang merupakan pelaku usaha merugikan pasien dalam pemasangan kawat gigi yang bukan menjadi kewenangannya sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 dimana tukang gigi diberi kewenangan untuk membuat gigi tiruan dari bahan acrylic dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh dari bahan acrylic. Jika tukang gigi yang membuka praktek pemasangan kawat gigi tanpa kompetensi dibidang orthodonti sehingga dapat membahayakan kesehatan pasien, hal ini sudah merugikan pasien sebagai konsumen yang dilakukan oleh dokter selaku sebagai pelaku usaha. Pasien yang dirugikan tersebut akan menuntut pertanggungjawaban dokter dengan meminta ganti rugi atas apa yang diderita oleh pasien12.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan bahwa konsumen jasa merupakan apa yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (2) bahwa pasien merupakan konsumen akhir, pasien dikategorikan sebagai konsumen akhir dikarenakan pasien tidak termasuk kedalam bagian dari produksi13. Hubungan antara dokter dengan pasien diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa tanggung jawab seorang dokter atau dokter gigi sebagai pelaku usaha yakni; (1) Seorang pelaku usaha bertanggung jawab dalam memberikan ganti rugi akibat kerugian mengkonsumsi barang dan/atau jasa

yang diberikan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha, (2) Ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dapat diberikan berupa pengembalian uang ataupun pengembalian barang dan/atau jasa sesuai dengan kerugian yang dialami pasien, ataupun pemberian satunan yang sesuai dengan hukum yang berlaku, serta (3) Pemberian ganti rugi diberikan setelah tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah pasien melakukan transaksi. Bunyi Pasal 19 tersebut menyatakan bahwa konsumen yang mengalami kerugian di hari ke-8 (delapan) setelah melakukan transaksi, tidak dapat menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha.

Kerugian dapat dipulihkan dengan menuntut pertanggungjawaban kepada pelaku usaha yang terlibat dalam suatu perjanjian sesuai dengan hukum yang berlaku14. Kerugian yang dialami oleh pasien yang melakukan pemasangan kawat gigi melalui jasa tukang gigi tidak dapat dilihat efek dari pemasangan kawat gigi yang dilakukan tukang gigi tanpa kompetensi ahli orthodonti, efek samping dari pemasangan kawat gigi dapat kita lihat setelah pemakaian 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan kedepan. Dengan bunyi Pasal 19 yang mengatur mengenai kerugian yang dialami oleh pasien dapat menuntut ganti rugi setelah tenggang waktu 7 (tujuh) hari tanggal transaksi. Tanggung jawab yang memperhatikan suatu kesalahan dari pembuat atau tidak ada suatu kesalahan apabila orang yang melakukan kesalahan menimbulkan keugian yang diberikan kepada orang lain, si pembuat kesalahan harus menanggung resiko yang dibuat olehnya atau si pembuat kesalahan harus bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul olehnya15.

Penyelewengan yang dilakukan oleh jasa tukang gigi merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang menimbulkan suatu kerugian terhadap orang lain tetapi perbuatan tersebut dilakukan tanpa disadari dalam perjanjian. Perbuatan melawan hukum ini dapat berupa kerugian secara fisik misalnya mendapatkan luka pada tubuh hingga perbuatan melawan hukum berupa kerugian secara fisik yang mengakibatkan cacat fisik pada salah satu anggota tubuh16.

Jasa yang diberikan oleh tukang gigi haruslah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang, dengan berlakunya Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan sudah menjadi pedoman yang harus ditaati oleh setiap dokter serta tukang gigi17. Sebagai pelaku usaha yang menyediakan produk dan/atau jasa, tukang gigi diharuskan bertanggung jawab atas jasa yang diberikan kepada pasiennya, pasien sebagai konsumen mendapatkan perlindungan dari praktek yang diberikan tukang gigi. Tukang gigi harus memenuhi segala syarat yang diatur dalam Undang-Undang dan tidak melakukan penyelewengan dalam

melaksanakan pekerjaannya18. Kerugian yang dialami oleh pasien akibat pemasangan kawat gigi di jasa tukang gigi membutuhkan perlindungan hukum yang telah mengakibatkan kerugian ataupun penderitaan yang berkelanjutan kepada kesehatan tubuh pasien19.

Pernyataan bunyi Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur mengenai kerugian yang dialami pasien bahwa peaku usaha diharuskan bertanggung jawab terhadap dengan memberikan ganti rugi kepada konsumen yang mengkonsumsi ataupun menggunakan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, ganti rugi yang diberikan berupa pengembalian uang ataupun pengembalian jasa yang setara dengan dengan nilainya, ataupun memberikan perawatan kesehatan ataupun dengan memberikan santunan yang sesuai dengan ketentuang peraturan yang berlaku, pemberian ganti rugi yang diberikan oleh pelaku usaha dilakukan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah melakukan tanggal transaksi. Bunyi pasal tersebut memberikan keuntungan bagi jasa tukang gigi, dimana dalam pemasangan kawat gigi tidak bisa dilihat efek yang diberikan kepada kawat gigi di pakaikan kepada pasien dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah pemasangan, jika efek samping yang didapatkan dalam pemasangan kawat gigi terlihat setelah 1 (satu) bulan pemasangan dan menimbulkan berbagai macam penyakit hasil dari pemakaian kawat gigi tersebut pasien tidak dapat menuntukan ganti rugi kepada tukang gigi. Selain itu, tukang gigi juga telah melanggar perjanjian terapeutik dimana tukang gigi sebagai pelaku usaha sudah melanggar perjanjian atau wanprestasi sebagai seorang ahli di bidangnya.

  • IV.    Penutup

    4.1.    Kesimpulan

  • 1.    Ekonomi masyarakat yang masih tergolong rendah menjadikan masyarakat mencari pelayanan kesehatan yang menawarkan tarif rendah, salah satunya yakni jasa tukang gigi. Wewenang yang diperoleh oleh tukang gigi sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan, bahwa wewenang yang diatur dalah Pasal 6 ayat (2) yakni pekerjaan tukang gigi hanya membuat gigi tiruan yang terbuat dari bahan acrylic dan memasang gigi tiruan yang berbahan acrylic sebagian atau penuh. Namun seiring berjalannya waktu, tukang gigi membuka praktek pemasangan kawat gigi yang tentu saja melenceng dari wewenang yang sudah diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penyelewengan yang dilakukan oleh tukang gigi sudah melanggar Perjanjian terapeutik yang berkaitan dari pihak dokter dengan pasiennya, disebutkan bahwa perjanjian terapeutik merupakan perjanjian yang menimbulkan prestasi bagi kedua belah pihak antara dokter dengan pasien. Jika perjanjian tersebut dilanggar, pasien dapat menuntut ganti rugi. Tukang gigi yang melakukan pelanggaran tidak sesuai dengan wewenang yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, tukang gigi akan dikenakan sanksi administrative oleh pemerintah berupa teguran tertulis, pencabutan izin sementara ataupun pencabutan izin tetap, hal ini sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014.

  • 2.    Pasien yang mendapatkan tindakan medis merupakan konsumen yang menggunakan jasa tukang gigi dalam pemasangan kawat gigi, sedangkan tukang gigi sebagai pelaku usaha yang menawarkan jasa pemakaian kawat gigi. Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen merupakan setiap orang yang menggunakan barang atau jasa yang disediakan oleh masyarakat. Apabila tukang gigi sebagai pelaku usaha merugikan pasien sebagai konsumen dalam pemasangan kawat gigi yang bukan merupakan kewenangan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014, dimana kewenangan tukang gigi hanya berupa membuat gigi tiruan sebagian atau seluruhnya berbahan acrylic dan memasang gigi tiruan sebagian atau seluruhnya berbahan acrylic. Hal ini sudah merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh tukang gigi, pemasangan kawat gigi yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan orthodonti dapat membahayakan kesehatan tubuh pasien. Jika terjadi sesuatu setelah melakukan pemakaian kawat gigi di tukang gigi, pasien dapat menuntut pertanggungjawaban kepada tukang gigi dengan meminta ganti rugi atas apa yang diderita oleh pasien. Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pemberian ganti rugi yang dituntut oleh pasien dapat dilakukan 7 (tujuh) hari setelah melakukan transaksi. Hal ini tentu saja dapat merugikan pasien pemasangan kawat gigi yang dilakukan di jasa tukang gigi. Pemakaian kawat gigi baru dapat kita lihat hasil pemakaian setelah beberapa bulan kedepan. Pemakian kawat gigi yang dilakukan tidak di dokter spesialis orthodonti akan berakibat buruk bagi kesehatan gigi, rongga mulut dan tulang penyangga yang ada dibawah gigi. Kerugian yang dialami oleh pasien sudah menjadi tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh tukang gigi, yakni perjanjian terapeutik yang terjalin antara tukang gigi sebagai pelaku usaha dengan pasien sebagai konsumen menggunakan jasa yang ditawarkan oleh tukang gigi tersebut sehingga jika tukang gigi tersebut melakukan kewenangan diluar kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang maka jasa tukang gigi akan diberikan sanksi sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014.

  • 4.2.    Saran

  • 1.    Tukang gigi sebagai pelaku usaha seharusnya melakukan pekerjaan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan membuka praktek pemakaian kawat gigi tanpa dibekali dengan ilmu pengetahuan spesialis orthodonti dapat merugikan pasien sebagai konsumen yang menggunakan jasa tukang gigi. Perbuatan yang sudah dilakukan oleh tukang gigi sudah merupakan pelanggaran yang dapat membahayakan nyawa pasien. Sehingga tukang gigi harus mentaati dan menjalankan seluruh peraturan yang berlaku agar segala prosedur dan kewenangan yang diberikan dijalankan tanpa adanya penyelewengan dari peraturan tersebut.

  • 2.    Teknologi yang sudah maju berkembang dengan jaman sekarang ini dapat memudahkan masyarakat untuk mencari dokter spesialis orthodonti jika ingin menggunakan kawat gigi tanpa harus menggunakan jasa tukang gigi. Walaupun tarif yang ditawarkan oleh tukang gigi sangat jauh berbeda dengan tarif yang berikan oleh dokter spesialis orthodonti, tapi hal ini sebanding dengan keselamatan kesehatan tubuh agar tidak mendapatkan berbagai macam penyakit yang timbul akibat melakukan pemasangan kawat gigi di tukang gigi. Sehingga perlunya kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai perlindungan hukum

terhadap korban-korban jasa tukang gigi yang melakukan penyelewengan diluar kewewenangannya yang secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Kesehan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hemoko, Agus Yudho. 2009. “Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersil”.       Kharisma Putra Utama. Jakarta

Isfansyanie, Anny. 2006. “Tanggungjawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter”. Prestasi Pusaka. Jakarta

Muthiah, Aulia. 2018. “Hukum Perlindungan Konsumen Dimensi Hukum Positif dan Ekonomi Syariah”. Pustaka Baru Press. Yogyakarta

Jurnal

Achmad Muschsin, 2009, “Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Pelayanan Kesehatan Dalam Transaksi Terapeutik”, Jurnal Hukum Islam (JHI), Volume 7, Nomor 1.

Amin Dali, 2019, “Aspek Hukum Informed Constent Dan Perjanjian Terapeutik”, Volume 8, Nomor 2.

Ayu Nira Rilies Rianti, 2017, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadinya Hortweigting Ditinjau Dari Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Volume 6, Nomor 4.

Berderetta Gomgom Simanjuntak, 2014, “Keabsahan Tukang Gigi Terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PII-X/2012 Mengenai Permohonan Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Volume 1, Nomor 3

I Made Hendrayasa, 2019, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik di Rumah Sakit Bali Royal Hospital”, Volume 6, Nomor 3.

Ngurah Jaya Wikrama, 2015, “Penyelesaian Malpraktik Antara Healthcare Provider Dengan HealthCare Reciver Pada Pelayanan Medik Melalui Mekanisme Mediasi Di Rumah Sakit Puri Kawan Sejahtera Denpasar”, Volume 3, Nomor 3.

Ratna Artha Windari, 2015, “Pertanggungjawaban Mutlak (Strict Liability) Dalam Hukum Perlindungan Konsumen”, Volume 1, Nomor 1.

Sartika Damopoli, 2017, “TanggungJawaban Pidana Para Medis Terhadap Tindakan Malpraktek Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”, Lex Crimen, Volume 6, Nomor 6.

Wahyu Dananjaya, 2013, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Dirugikan Atas Jasa Praktek Tukang Gigi Di Kota Denpasar”, Volume 1, Nomor 10.

Wahyu Weda Gunawan, 2015, “Pertanggungjawaban Pidana Ahli Gigi Dalam Melakukan Suatu Malpraktik Dalam Perspektif KUHP dan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”, Volume 5, Nomor 2.

Yani Kamasturyani, 2018, “Tanggungjawab Kesehatan Ahli Gigi Terhadap Tindakan Malpraktik”, Voulme 3, Nomor 6.

Yohanna Feryna, 2013, “Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Dalam Transaksi Terapeutik di Rumah Sakit Bali Royal Hospital Denpasar”, Volume 1, Nomor 4.

Internet

drg. Wiena Manggala Putri, “Pasang Behel Di Tukang Gigi, Ini Resikonya”, https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3628398/pasang-behel-di-tukang-gigi-ini-risikonya, Diakses pada tanggal 13 Februari 2020.

Daniel Roring, 2014, “Pertanggung jawaban Pidana Bagi Pengobat Tradisional Atas Kelalaiannya Yang Menyebabkan Luka Atau Matinya Orang Dalam Hukum Positif                                        Di                    Indonesia”,

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/541/5 31 Diakses pada tanggal 13 Februari 2020, h. 7

Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Maranatha, “Spesialis Orthodonti”, https://rsgm.maranatha.edu/spesialis-ortodonti/, di akses pada tanggal 15 Februari 2020

Jurnal Kertha Wicara Vol. 9 No. 6 Tahun 2020, hlm. 1-13.