KEDUDUKAN MEDIASI PRIVAT DALAM PENYELESAIAN

SENGKETA PELANGGARAN HAK CIPTA

Oleh :

I Putu Bimbisara Wimuna Raksita∗∗

I Putu Rasmadi Arsha Putra∗∗∗ Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Penyempurnaan sistem penyelesaian sengketa pada jalur litigasi maupun non-litigasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan masyarakat serta penurunan jumlah kasus perdata yang menumpuk pada beberapa tingkat pengadilan di Indonesia. Mediasi privat sebagai sarana penyelesaian non-litigasi menawarkan berbagai keunggulan dan efisiensi bagi para pihak dalam menyelesaikan sengketa pelanggaran hak cipta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis mediasi dan kedudukan mediasi privat dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis mediasi yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa pelanggaran hak cipta adalah mediasi hukum dan mediasi privat. Mediasi hukum merupakan proses awal dari penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi, sedangkan mediasi privat merupakan alternatif penyelesaian sengketa (non-litigasi) yang sepenuhnya dilakukan atas dasar itikad baik para pihak. Kedudukan mediasi privat dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta adalah sebagai tujuan utama sesuai dengan ketentuan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Kata Kunci : Alternatif Penyelesaian Sengketa, Mediasi Privat, Pelanggaran Hak Cipta.

Jurnal ilmiah yang berjudul kedudukan mediasi privat dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta, merupakan karya ilmiah diluar ringkasan skripsi.

∗∗ I Putu Bimbisara Wimuna Raksita adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana. Korespondensi : bimbisarawimuna19@gmail.com

∗∗∗ I Putu Rasmadi Arsha Putra adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Abstract

The enhancement of dispute settlement system on litigation and nonlitigation have been significantly influential to the society satisfaction and accumulated private legal cases discharge in several tribunal levels in Indonesia. Private mediation as a non-litigation dispute settlement medium offers countless superiorities and efficiencies copy rights dispute settlement to both side of the parties. This research is intented to examine mediation form and the private mediation standing in copy rights dispute settlement system. The research method is normative legal research using conseptual and statute approach. The result has shown that litigate mediation and private mediation have been used to solve copyrights violation disputes. Litigate mediation as beginning process of litigation dispute resolution, whereas private mediation as alternative dispute resolution (non-litigation) commited by the parties in accordance with voluntary principle. Private mediation standing in dispute settlement process stated as the first resort of dispute resolution process according to article 95 poin (1) Law number 28 of 2014 of Copyrights.

Keywords : Alternative Dispute Resolution, Private Mediation , Copyrights Dispute.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Perkembangan sistem penyelesaian sengketa di Indonesia telah melewati berbagai tahap serta penyempurnaan dari perspektif sosiologis dan yuridis. Penyempurnaan sistem penyelesaian sengketa memberi pengaruh signifikan dalam menjawab keresahan masyarakat terhadap kasus hukum yang semakin hari kian menumpuk pada pengadilan di berbagai tingkat. Secara umum, terdapat dua mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh, yakni penyelesaian sengketa dalam pengadilan (litigasi) dan diluar pengadilan (non-litigasi). Hadirnya penyelesaian sengketa non-litigasi menawarkan mekanisme penyelesaian sengketa yang menciptakan kesepakatan dengan situasi “menang-menang” (win-win) kepada para pihak. Berbanding terbalik dengan

proses hukum litigatif law enforcement process) pada hakekatnya hanya bertujuan untuk memenuhi hasrat emosional salah satu pihak dengan kondisi pihak lawan kalah dengan putusan hakim.1 Penyelesaian sengketa non-litigasi lebih populer sebagai penyelesaian sengketa alternatif atau “alternative dispute resolution” pertama kali dipopulerkan oleh bangsa Amerika. Regulasi yang mengatur suatu sengketa dapat dituntaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang AAPS). Salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang populer dalam menuntaskan sengketa adalah mediasi. Mediasi dalam bahasa inggris disebut dengan “mediation”, merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat sederhana dengan bantuan orang dari pihak ketiga yang disebut “mediator” atau orang yang berposisi sebagai penengah. Secara historis, terminologi mediasi berakar dari kata bahasa Latin “Mediare” yang artinya berada ditengah2. Mediasi adalah salah satu bentuk dari penyelesaian sengketa di luar Pengadilan,3 dibantu oleh pihak ketiga yang bersifat netral yaitu tidak memihak kepada siapapun dan pasif dengan tidak mengambil keputusan dalam mediasi. Tujuan utamanya adalah sebagai jawaban dari tuntutan masyarakat untuk menyelesaikan suatu sengketa dengan singkat, tidak berbelit-belit dan menemukan suatu kesepakatan antara para pihak, tanpa adanya salah satu pihak yang merasa dikalahkan atau

dirugikan4. Dengan hadirnya mediator ditengah-tengah mediasi, diharapkan suatu mediasi dilakukan dengan mekanisme yang benar berdasakan prinsip keadilan guna menghindari kesepakatan yang memihak kepada salah satu pihak, sehingga menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari. Pada sengketa pelanggaran Hak Cipta, mediasi adalah salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam peraturan hukum nasional yang mengatur tentang Hak Cipta. Hal tersebut dibuktikan dengan ketentuan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Hak Cipta) yang berbunyi sebagai berikut: Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase , atau pengadilan”. Sehingga mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa menjadi upaya penting untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan sengketa pelanggaran Hak Cipta.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat penulis tarik beberapa permasalahan, antara lain:

  • 1.    Apa saja jenis mediasi dalam penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta?

  • 2.    Bagaimana kedudukan mediasi privat (private mediation) dalam penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari karya ilmiah ini adalah untuk menganalisa dan mengetahui kedudukan mediasi privat (private mediation) sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Jenis penelitian normatif merupakan penelitian yang didasarkan atas pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan pencarian asas-asas hukum, mengkaji sinkronisasi dan sistematika produk hukum yang keberadaannya dikategorikan sebagai given data5. Jenis pendekatan yang mendasari penelitian pada jurnal ini adalah pendekatan undang – undang (statute approach) yang meneliti dan mengkaji suatu regulasi berdasarkan kekuatan mengikatnya norma, kemudian dikaitkan dengan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang menitikberatkan pada konsep-konsep hukum dan prinsip-prinsip hukum yang relevan dengan Undang-Undang AAPS dan Undang-Undang Hak Cipta. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1.    Jenis-Jenis Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta

Mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa atau proses perdamaian diantara para pihak yang bersengketa. Mediasi memiliki ciri khas yakni bersifat sederhana,

dilaksanakan dengan bantuan “mediator” atau penengah yang bersifat pasif guna menemukan hasil akhir yang adil dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam bentuk kesepakatan secara sukarela (voluntary agreement). Peranan mediator adalah sebagai penengah (yang pasif) yang memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian sengketa untuk selanjutnya ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa.6

Mediasi dapat dikategorikan sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang paling efektif, karena dapat dilakukan secara singkat dan murah, serta memberi akses lebih besar kepada para pihak untuk memenuhi rasa keadilan, dibandingkan dengan proses penyelesaian sengketa litigatif pada pengadilan yang bersifat memutus.7 Secara teoritis, bentuk mediasi memerlukan beberapa persyaratan agar prosesnya dapat berhasil, seperti misalnya para pihak yang bersengketa memiliki “bargaining power” yang seimbang, dan para pihak masih mengharapkan hubungan baik pada masa yang akan datang.8

Unsur-unsur yang menjadi fundamen mediasi dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta, antara lain:

  • 1.    Mediasi merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan berdasarkan mekanisme perundingan yang berlandaskan pendekatan personal (personal approach) kepada para pihak yang bersengketa;

  • 2.    Mediator dapat dipilih serta diberi wewenang untuk terlibat langsung dalam mediasi berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, Mediator wajib menjamin kerahasiaan serta kepentingan para pihak dan menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam mediasi sehingga menumbuhkan rasa kepercayaan para pihak yang bersengketa terhadap mediator;

  • 3.    Keberadaan mediator ditengah sengketa adalah untuk membantu para pihak dalam mencari solusi dan penyelesaian atas sengketa yang mereka hadapi, bukan untuk memutus suatu sengketa karena mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutus;

  • 4.    Tujuan dari mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa yang dihadapi.

Keberhasilan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pelanggaran hak cipta sangat ditentukan oleh unsur-unsur diatas, apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka mediasi yang dilaksanakan oleh para pihak memiliki kemungkinan besar untuk gagal dan pada akhirnya tidak mencapai kesepakatan.

Pada umumnya, jenis mediasi yang digunakan dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta terbagi atas dua jenis, yaitu mediasi hukum (Litigate Mediation) dan mediasi privat (private mediation). Secara garis besar, esensi dari pelaksanaan mediasi hukum dan mediasi privat dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta adalah untuk mencapai sebuah kesepakatan dengan cara perdamaian diantara para pihak, namun dilakukan dengan metode, tempat dan landasan yuridis yang berbeda. Berikut

merupakan perbedaan antara mediasi hukum dengan mediasi privat dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta:

  • 1.    Mediasi Hukum

Mediasi hukum (Litigate Mediation) merupakan proses mediasi yang dilakukan sebagai bagian dari proses litigasi di pengadilan, dimana hakim meminta kepada para pihak yang bersengketa untuk mengupayakan penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta mereka dengan cara mediasi sebelum proses litigasi dilanjutkan. Hal ini diperjelas dengan ketentuan pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta yang mengatur sebagai berikut:

“Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana”. Mediasi dalam ranah hukum pidana juga dikenal sebagai mediasi penal. Menurut Umi Rozah, mediasi penal adalah proses yang mempertemukan korban dan pelaku tindak pidana yang telah dikehendaki oleh para pihak untuk berpatisipasi dalam menyelesaikan masalah melalui bantuan mediator9. Pada mediasi hukum yang dilakukan di pengadilan niaga, mediator yang bertugas menengahi jalannya mediasi diantara para pihak disebut sebagai mediator autoritatif. Mediator autoritatif merupakan mediator yang memiliki kewenangan (otoritas) penuh dalam memimpin mediasi berdasarkan surat tugas dari ketua pengadilan niaga, sehingga

tidak bersifat opsional bagi para pihak. Mekanisme mediasi hukum dalam pengadilan litigasi yang berada dibawah naungan Mahkamah Agung diatur secara spesifik dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pada dasarnya sebagai regulasi terbaru dari ketentuan pasal 130 HIR dan 154 Rbg yang sudah menentukan bahwa hakim wajib mendamaikan para pihak yang bersengketa terlebih dahulu.10

  • 2.    Mediasi Privat

Mediasi privat (Private Mediation) merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa secara sukarela dengan menunjuk seorang mediator atau pihak ketiga yang bersifat netral atau tidak memihak siapapun sebagai pihak yang menengahi sengketa pelanggaran Hak Cipta yang dihadapi. Keberadaan mediator dalam mediasi privat adalah sebagai penengah “mediare” diantara para pihak guna memberikan nasihat hukum (advisory opinion) yang sifatnya solutif dalam rangka menghasilkan kesepakatan yang dapat mengakomodir rasa keadilan para pihak dan dapat diterima secara sukarela (voluntair) oleh para pihak. Jenis mediator dalam mediasi privat biasanya menggunakan jasa mediator jejaring sosial atau mediator independen, tergantung kesepakatan diantara para pihak. Landasan yuridis terkait penggunaan mediasi privat sebagai salah mekanisme dari alternatif penyelesaian sengketa dalam Undang-Undang Hak Cipta, diatur pada pasal 95 ayat (1):

“Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan”.

Secara umum, pelaksanaan mediasi privat dilandasi oleh asas itikad baik. Berlandaskan asas tersebut, mekanisme mediasi privat dilaksanakan melalui pendekatan pribadi (personal approach) yang dilakukan mediator dalam menggali informasi sengketa (kaukus) diantara para pihak. Tujuannya adalah mempermudah mediator dalam menemukan fakta hukum, memberikan nasihat, dan solusi terhadap sengketa yang dihadapi para pihak. Mediasi privat yang dilaksanakan dalam sengketa pelanggaran hak cipta harus didasari dengan penuh kesadaran serta bebas dari paksaan, intervensi, dan/atau intimidasi dari pihak luar. Diharapkan proses tawar-menawar atau “negosiasi” yang terjadi antara para pihak dalam mediasi privat dilakukan atas dasar kepentingan para pihak tanpa mengabaikan unsur fundamen mediasi, norma, dan nilai-nilai moral yang menunjang keberhasilan mediasi privat. Tujuan mediasi privat adalah kesepakatan atau mufakat yang dianut salah satu teori hukum pada tataran sosiologis, yakni Teori Konsensus yang pada intinya menyebutkan bahwa “nilai-nilai adalah unsur utama dari kehidupan sosial”11.

  • 2.2.2.    Kedudukan Mediasi Privat (Private Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta

Mediasi privat atau “private mediation” merupakan salah satu bentuk mekanisme mediasi yang ditempuh oleh para pihak sebagai alternatif penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta yang pada umumnya bersifat kompromistis. Tidak dipungkiri, dalam berbagai kasus pelanggaran Hak Cipta sering ditemukan keadaan pelik dan

rumit diantara para pihak, sehingga memerlukan beragam metode dalam mediasi privat guna mencapai kesepakatan yang mampu memenuhi rasa keadilan. Sengketa pelanggaran hak cipta dipicu oleh kurangnya pemahaman para pihak mengenai perlindungan Hak Cipta yang menganut sistem perlindungan hukum otomatis (automatically protection) sebagaimana dilandasi oleh Konvensi Berne12. Oleh karenanya setiap ciptaan yang dihasilkan oleh pencipta akan secara serta merta (otomatis) mendapat perlindungan hukum hak cipta. Pelanggaran hak cipta yang kerap terjadi dimana seseorang menggunakan hasil karya pencipta untuk tujuan komersil tanpa mengantongi izin atau lisensi dari pencipta yang memiliki hak eksklusif atas ciptaannya. Hak cipta merupakan salah satu bentuk dari hak atas kekayaan intelektual tidak berwujud (intangible) dan diklasifikasikan sebagai hak milik perorangan atau (individual rights).13

Mediator dalam mediasi privat menekankan dasar pelaksanaan mediasi pada asas itikad baik, maka sebenarnya mediasi privat diselesaikan dan diputuskan oleh para pihak yang bersengketa melalui kesepakatan yang dihasilkan. Dengan dicapainya kesepakatan dalam mediasi privat, kemudian pihak mediator akan membuatkan dokumen tertulis yang berupa akta atau kontrak kesepakatan yang mengikat para pihak yang bersifat rahasia. Pada undang-undang hak cipta, kedudukan mediasi privat sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta termuat pada pasal 95 ayat (1) yang mengatur sebagai berikut: “Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan”.

Adanya ketentuan pasal 95 ayat (1) undang-undang hak cipta, secara eksplisit terlihat bahwa kedudukan mediasi privat secara yuridis formal ditempatkan sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa utama (first resort) yang seharusnya ditempuh oleh para pihak dalam menuntaskan sengketa pelanggaran hak cipta. Alasan yuridis ditempatkannya kedudukan mediasi privat sebagai tujuan utama (first resort) dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta karena dalam prinsipnya mediasi privat menganut asas efektivitas yang pada pelaksanaannya menitik beratkan pada hal-hal berikut:14

  • a.    Sifat kesukarelaan dalam proses;

  • b.    Prosedur yang cepat;

  • c.    Keputusan Non-judicial oleh para pihak;

  • d.    Kontrol oleh mediator yang paling tahu tentang kebutuhan para pihak;

  • e.    Prosedur Rahasia;

  • f.    Fleksibilitas yang besar dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah;

  • g.    Hemat waktu;

  • h.    Hemat biaya;

  • i.    Perlindungan dan pemeriharaan hubungan baik antar para pihak;

  • j.    Tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan;

  • k.    Tingkatan yang lebih tinggi untuk melaksanakan kontrol dan lebih mudah memperkirakan hasil;

  • l.    Kesepakatan-kesepakatan yang lebih baik daripada sekedar kompromi atau hasil yang diperoleh dari cara penyelesaian kalah/menang; dan

  • m.    Keputusan yang bertahan sepanjang waktu.

Oleh sebab itu, hasil dari mediasi privat adalah kesepakatan para pihak bersifat perdamaian dengan situasi “menang-menang” (win-win solution) yang selanjutnya akan dituangkan kedalam perjanjian yang mengikat para pihak berdasarkan asas Pacta Sunt Servada yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata15. Berdasarkan hal-hal diatas, pelaksanaan mediasi privat (private mediation) dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta akan memberi berbagai kemudahan kepada para pihak. Disamping itu, pemberian kedudukan utama (first resort) mediasi privat sebagai alternatif penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta adalah sebagai upaya pemerintah dalam mewujudkan konsep penyelesaian sengketa restoratif (restorative dispute settlement concept) serta mengurangi beban pengadilan terutamanya Mahkamah Agung dalam menyelesaikan perkara (perdata/bisnis) yang semakin hari kian menumpuk dan cenderung tidak dapat terselesaikan dalam tempo yang singkat.

  • III. PENUTUP

  • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Dalam penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta, jenis atau bentuk mediasi yang dapat ditempuh oleh para pihak meliputi 2 (dua) jenis berbeda yaitu mediasi hukum (Litigate Mediation) dan mediasi privat (private mediation). Mediasi hukum (Litigate Mediation) merupakan upaya perdamaian yang dilakukan pada awal proses peradilan litigasi dengan bantuan Hakim sebagai mediator autoritatif. Sedangkan pada mediasi privat (private mediation) pelaksanaannya didasarkan atas asas itikad baik.

Mediator dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak dari jenis mediator jejaring sosial atau independen serta seluruh proses pengambilan keputusan dilakukan secara privat oleh para pihak.

  • 2.    Kedudukan mediasi privat (private mediation) sebagai salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa pelangaran hak cipta adalah sebagai bentuk utama (first resort) sesuai dengan amanat pasal 95 ayat (1) undang-undang hak cipta yang menempatkan alternatif penyelesaian sengketa sebagai poin pertama (supreme) dalam ketentuan pasal tersebut. Dengan demikian menurut perspektif yuridis, tersirat bahwa mediasi privat merupakan bentuk penyelesaian sengketa yang seharusnya ditempuh oleh para pihak dalam menuntaskan sengketa pelanggaran hak cipta.

  • 3.2.    Saran

Dalam rangka mengakomodir kepentingan hukum masyarakat, diharapkan kepada badan legislatif untuk menyusun peraturan pelaksaanaan yang mengatur substansi teknis mengenai pelaksanaan mediasi privat (private mediation) secara spesifik sebagai alternatif penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta. Sehingga, pada pelaksanaannya para mediator memiliki pedoman pelaksanaan yang baku guna menjamin obyektifitas mekanisme mediasi privat sebagai bentuk utama (first resort) alternatif penyelesaian sengketa dalam sengketa pelanggaran Hak Cipta.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

D.Y. Witanto, 2012, Hukum Acara Mediasi, Alfabeta, Bandung.

I Ketut Artadi, S.H., S.U., dan Dr. I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, S.H., M.H., 2017, Anatomi Kontrak Berdasarkan Hukum

Perjanjian, Udayana University Press, Denpasar.

I Wayan Wiryawan dan I Ketut Artadi, 2017, Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan: Keterampilan Nonlitigasi Aparat Hukum, Udayana Press, Denpasar.

Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media, Yogyakarta.

Sunggono, Bambang, 2015, Metodologi Penelitian  Hukum,

RAJAWALI PERS, Jakarta.

Ni Ketut Supasti Dharmawan, et.al, 2018, Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia, Swasta Nulus, Denpasar.

R.Abdoel Djamali, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

Jurnal dan Hasil Penelitian

Marwah M. Diah, Prinsip Dan Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Pancasila Hukum Dan Dinamika Masyarakat Vol 5 No. 2 Tahun 2008, Jakarta.

Dewa Gede Yudi Putra Wibawa, I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta, Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 08, No. 01 Tahun 2019.

Diah Ratna Sari Hariyanto, 2018, “Konstruksi Mediasi Penal dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan di Indonesia“, Disertasi Universitas Udayana, Denpasar.

Gatri Puspa Dewi, Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Tinjauan Yuridis Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Kekayaan Intelektual, Jurnal Kertha Wicara,

Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 08, No. 03 Tahun 2019.

C.W., Moore, 1995, The Mediation Process: Practical Strategies for Resolving Conflict, Jossey Bass Inc. Publishers, San Francisco, California.

Peraturan Perundang-Undangan

Het Herzine Inlandsch Reglement

Recht Reglement Voor De Buitengewesten

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599)

16