PERKEMBANGAN PENGATURAN PAHAM RADIKAL TERORISME DI INDONESIA*

Oleh:

Yuda Leonardo Dauff **

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti ***

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Paham radikal secara umum diartikan sebagai suatu pemikiran yang berusaha melakukan perubahan menggunakan cara yang tidak biasa dan sering dilakukan dengan cara kekerasan. Paham radikal di Indonesia sudah ada sejak Orde Baru dan berkembang hingga sekarang. Indonesia dalam keadaan bahaya apabila paham radikal tersebut dibiarkan berkembang, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya aksi terorisme yang dijalankan berdasarkan motif ideologi atau paham radikal yang dimiliki oleh pelaku terorisme. Permasalahan yang diangkat dalam karya ilmiah ini yaitu mengenai perkembangan pengaturan paham radikal terorisme di Indonesia. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui perkembangan serta pengaturan terhadap paham radikal terorisme di Indonesia. Metode yang dipakai pada penulisan jurnal ini adalah metode normatif. Peraturan perundang-undangan dan berbagai macam literatur merupakan bahan yang dipakai untuk melakukan penelitian karya ilmiah ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paham radikal terorisme terus berkembang dan hal tersebut menarik perhatian pemerintah sehingga pembahasan mengenai paham radikal terorisme hadir dalam pembaharuan hukum di Indonesia yaitu dalam Undang-Undang No.5 tahun 2018.

Kata Kunci : Pengaturan, Paham, Radikal, Terorisme.

Abstract

Radical understanding is generally interpreted as a thought that seeks to make changes in ways that are not natural and often uses it by means of violence. Radicalism in Indonesia has existed since the New Order and has developed until now. Indonesia is in danger if the radicalism is allowed to develop, this is evidenced by the many acts of terrorism carried out with ideological motives or radical understandings possessed by terrorists. The problem raised in this journal is regarding the development of radical understanding of terrorism in Indonesian law. The purpose of this paper is to find out the development and regulation of the understanding of radical terrorism in Indonesia. The method used in writing this scientific journal is a normative method. Legislation and various types of literature are the materials used to conduct research on this scientific work. The results of this journal show that radical understanding of terrorism continues to develop and this attracts the attention of the government so that the discussion on radical notions of terrorism is present in the renewal of law in Indonesia, namely in Law No.5 of 2018.

Keywords: Law, Understanding, Radical, Terrorism.

  • I.    Pendahuluan

    1.1    Latar Belakang

Paham radikal sudah muncul sejak jauh sebelum terjadinya aksi terorisme. Menurut Encyclopædia Britannicaata yang merupakan ensiklopedia umum berbahasa inggris, kata radikal dalam hal politik pertama kali dicetuskan oleh Charles J.F pada tahun 1797, beliau menggunakan kata tersebut pada saat menyuarakan “reformasi radikal” pada system pemerintahan Inggris, dimana reformasi tersebut merupakan dukungan untuk revolusi pada parlemen Negara Inggris.

Seiring berjalannya waktu, paham radikal terus mengalami perubahan atau perluasan makna. Dulu paham radikal terjadi karena adanya keinginan sekelompok orang yang memiliki paham radikal yang berupaya merubah atau melakukan pembaharuan politik secara drastis dengan cara yang tidak biasa atau bahkan

menggunakan cara kekerasan, upaya tersebut terjadi karena adanya ketidakpuasan sekelompok orang terhadap kebijakan pemerintah yang ada pada saat itu. Sedangkan yang terjadi sekarang ini, paham radikal muncul karena adanya dorongan ideologi agama. Pemahaman agama yang menyimpang merupakan alasan kuat terciptanya paham radikal, khususnya paham radikal yang terjadi di Indonesia.

Secara global, tidak ditemukan keselarasan pengertian Terorisme, tiap Negara mempunyai definisi terorisme yang berbeda. Definisi terorisme saat ini diartikan sebagai suatu tindakan kekerasan yang ditujukan kepada sasaran acak atau pemilihan korban bersifat random yang mengakibatkan kerusakan, kengerian, hilangnya nyawa, ketidakpastian serta keputusasaan masal. Aksi terorisme tersebut dilaksanakan dengan cara memaksakan kehendak kepada pihak yang dianggap lawan oleh sekelompok teroris dengan tujuan mendapatkan perhatian. 1

A.C Manullang berpendapat bahwa terorisme ialah suatu cara yang berupaya merebut kekuasaan dari golongan lain, dengan alasan antara lain karena terdapat konflik agama, prinsip dan etnis serta terdapat ketimpangan ekonomi, serta tertutupnya hubungan rakyat dengan pemerintah, atau karena terdapat paham separatis dan ideologi fanatisme.2

Dewasa ini paham radikal identik dengan aksi terorisme atau dapat dikatakan bahwa paham radikal merupakan awal mula terjadinya aksi terorisme. Terbukti dengan terjadinya beberapa aksi terorisme di Indonesia, salah satunya ialah aksi pengeboman

yang bermotif ideologi pada 3 Gereja yang ada di Surabaya pada tahun 2018. Pada aksi tersebut Kapolri menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi karena adanya intruksi dari ISIS sentral.

Merespon beberapa tindak pidana terorisme yang terjadi di Indonesia, pemerintah segera melaksanakan pembaharuan hukum, khususnya terhadap Undang-Undang terorisme mengenai pencegahan tindak pidana terorisme. Pengaturan mengenai pencegahan tindak pidana terorisme baru ada pada Undang-Undang No.5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pada bagian tersebut terdapat istilah baru yaitu paham radikal terorisme, dimana sebelumnya paham radikal terorisme belum pernah diatur pada Hukum positif Indonesia.

Pemerintah merasa paham radikal perlu diperhatikan dalam Hukum positif Indonesia agar pelaksanaan pencegahan tindak pidana terorisme yang dilaksanakan oleh pemerintah agar berjalan dengan maksimal sehingga dapat memperkecil potensi terjadinya aksi terorisme.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat 2 pokok permasalahan yang akan diangkat pada jurnal ini, antara lain:

  • 1.    Bagaimana perkembangan paham radikal di Indonesia?

  • 2.    Bagaimana pengaturan terhadap paham radikal terorisme

pada Hukum positif Indonesia saat ini?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan karya ilmiah antara lain:

  • 1.3.1    Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan skripsi ini ialah supaya mengetahui dan memahami perkembangan serta pengaturan terhadap paham radkal terorisme di Indonesia

  • 1.3.2    Tujuan Khusus

  • 1.    Untuk mengetahui perkembangan paham radikal yang terjadi di Indonesia.

  • 2.    Agar dapat mengetahui bagaimana pengaturan terhadap paham radikal terorisme pada Hukum positif Indonesia.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penelitian

Dalam penulisan jurnal ini, metode yang dipakai yakni metode penelitian hukum normatif yang memakai data sekunder berbentuk bahan-bahan pustaka yaitu dengan memelajari serta melakukan pengkajian terhadap asas hukum serta kaedah hukum berlaku yang berdasar dari bahan-bahan ke pustakaan serta peraturan per Undang-Undangan. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini yakni pendekatan undang-undang, pendekatan frasa, pendekatan sejarah, dan pendekatan perbandingan. Teknik yang dilakukan saat menganalisis bahan hukum dalam penelitian ini ialah dengan memakai teknik deskripsi, teknik interprestasi, teknik evaluasi serta teknik argumentasi.

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Perkembangan paham radikal di Indonesia

Kata radikal dan radikalisme bermula dari bahasa Latin “radix, radicis”. Berdasarkan The Concise Oxford Dictionary (1987), radikal bermakna sumber ,akar, atau asal mula. Radikal bermula dari bahasa latin radix yang bermakna akar. Dalam

bahasa Inggris kata radical dapat berarti ekstrim, fanatik, menyeluruh, ultra, revolusioner dan fundamental. Jika dikaitkan dengan terorisme, Radikalisme adalah satu tahapan atau satu langkah sebelum terorisme.3 Sartono Kartodirdjo berpendapat bahwa radikalisme sebagai suatu gerakan sosial yang melakukan penolakan secara menyeluruh tertib sosial yang sedang terjadi dan bercirikan pada perasaan kesal moral yang kuat untuk melawan dan bermusuhan dengan golongan yang mempunyai hak istimewa dan yang golongan yang memiliki kekuasaan.4 Berbeda dengan radical, radicalism memiliki makna doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim.5

Pada cakupan keagamaan, paham radikal adalah bermacam gerakan keagamaan yang berupaya merubah secara total tatanan sosial serta politik yang sekarang berlaku dengan cara yang tidak biasa atau cara kekerasan. Sedangkan pada studi Ilmu Sosial, Radikalisme bermakna sebagai suatu pandangan yang berupaya melaksanakan perubahan yang mendasar sesuai dengan pemikirannya terhadap realitas sosial atau ideologi yang dimilikinya.6

Paham radikal di Indonesia sudah ada sejak jaman Orde Baru dan jaman Reformasi hingga sekarang ini telah berkembang dengan pola yang dinamis. Pada jaman Orde Baru atau masa Pemerintahan Presiden Soeharto, radikalisme terjadi dengan cara rekayasa politik dengan menjadikan mantan anggota dari gerakan radikal yakni DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam

Indonesia) sebagai anggota jihad sehingga memojokkan Islam. Gerakan islam garis keras memiliki ciri menjustifikasi penggunaan kekerasan serta aksi terror agar mampu mencapai tujuannya, yakni mendirikan struktur pemerintahan yang berdasarkan ajaran agama Islam.7

DI/TII merupakan gerakan yang muncul pada masa kemerdekaan Indonesia dan gerakan tersebut disinyalir sebagai awal mula gerakan Islam garis keras pada jaman Reformasi. Tujuan daripada gerakan yang memiliki paham radikal ini ialah ingin menciptakan Negara Islam Indonesia (NII) atau Darul Islam, yang pada saat menjalankan tujuannya untuk mengganti ideologi Pancasila menggunakan cara kekerasan.

Sedangkan pada jaman Reformasi paham radikal terjadi karena kepentingan politik dengan mengatasnamakan agama. Paham radikal yang terjadi di Indonesia sekarang ini disebabkan oleh karena adanya keinginan untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan pemahaman mereka (penganut paham radikal) terhadap agama. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, seringkali cara yang digunakan ialah dengan cara kekerasan.

Memasuki tahun 2000, paham radikal terorisme semakin berkembang dan semakin terlihat. Hal tersebut dibuktikan dengan kian maraknya aksi terorisme yang dilatarbelakangi oleh paham radikal terorisme. Salah satu peristiwa terorisme yang menggemparkan ialah aksi terorisme Bom Bali pada tahun 2002 yang menewaskan ratusan jiwa dan menimbulkan kerugian yang tidak ternilai. Peristiwa tersebut bukan merupakan aksi terorisme pertama dan terakhir yang bermotifkan ideologi, Pada tahun

2018 terjadi pengeboman pada tiga Gereja yang terletak di Surabaya. Motif yang sama kembali terulang, ialah motif ideologi.

Paham radikal di Indonesia sekarang ini semakin berkembang dan saat ini telah memasuki di dunia pendidikan, ialah perguruan tinggi. Hal tersebut dibuktikan oleh pernyataan BIN (Badan Intelijen Nasional) melalui juru bicaranya, Wawan Hari Purwanto yang membenarkan bahwa terdapat tujuh PTN yang terpapar paham radikal. Beliau memaparkan bahwa terdapat 39% mahasiswa pada 15 Provinsi merasa senang dengan paham radikal. Sesuai dengan pernyataan beliau, yang menandakan bahwa perkembangan paham radikal yang terjadi di Indonesia sangatlah pesat dan perlu perhatian serta tindakan khusus, mengingat PTN merupakan salah satu tempat pendidikan namun terdapat beberapa orang yang menolak ataupun ingin merubah pancasila sebagai dasar negara atau orang-orang yang berpotensi melakukan gerakan radikal. Pondok pesantren juga merupakan salah satu sarana pendidikan yang dijadikan sebagai tempat tumbuh suburnya paham radikal, diakui terdapat pondok pesantren, terutama yang berbasis saalafiyah wahabiah yang memang memberikan kontribusi terhadap paham radikal. 8

Terdapat 3 faktor yang mendorong munculnya paham radikal di Indonesia, yang pertama ialah perkembangan di tingkat global. Situasi yang kacau di Negara-negara Timur Tengah dipandang oleh kelompok radikal sebagai akibat dari ulah Israel, Amerika beserta sekutunya. Faktor kedua ialah masuknya paham wahabisme yang mengedepankan budaya Islam Arab yang konservatif ke Indonesia telah ikut mendorong timbulnya kelompok eksklusif yang sering menuduh orang lain yang tidak

sama dengan mereka sebagai musuh atau kafir dan dapat diperangi. Faktor yang ketiga ialah kemiskinan, khususnya pada masyarakat yang merasa dirinya termarjinalkan yang berpotensi besar untuk terhebak pada propaganda paham radikal.9

Paham radikal juga berkembang melalui tempat ibadah, yakni masjid. Hasil survei yang dilakukan oleh P3M NU (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat Nahdlatul Ulama) yang hasilnya diberikan kepada BIN, menjelaskan bahwa terdapat 41 masjid dari 100 masjid yang berada dilingkungan Lembaga, Kementerian dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) terpapar paham radikal. Golongan penganut Islam radikal berkembang pesat dalam masyarakat. Kelompok tersebut nekat berdakwah menggunakan cara kekerasan ataupun terorisme. Terdapat dua faktor makin kuatnya pondasi paham radikal, yaitu pemahaman agama yang tidak sesuai serta faktor politik yang berkaitan dengan isu nasional dan global. 10

Penyebaran paham radikal terorisme yang terjadi di Indonesia sekarang ini dinilai sudah tidak mengenal tempat. Penyebaran dapat dilakukan dimana saja, baik pada dunia pendidikan, tempat ibadah, bahkan penyebaran dapat terjadi dilingkungan Pemerintah, yakni pada kawasan instansi Pemerintah dan bahkan BUMN.

  • 2.2.2    Pengaturan Paham Radikal Terorisme dalam Hukum positif Indonesia

Radikalisme merupakan istilah yang sekarang ini sudah jarang digunakan, khususnya pada dunia Internasional. Pada tahun 2014, resolusi 2178 yang disahkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait langkah pencegahan penyebaran terorisme, yang isinya justru tidak menyebut istilah Paham Radikal Terorisme maupun Radikalisme tetapi dengan istilah baru yaitu Countering incitement dan Violent Extremism, tindakannya disebut Countering Violent Extremism.

Indonesia dalam menyempurnakan hukum positif terkait terorisme beserta pencegahan tindak pidana terorisme memilih menggunakan istilah paham radikal terorisme. Paham radikal terorisme baru diatur pada Undang-Undang No.5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dimana UU tersebut merupakan hasil revisi dari UU No.15 tahun 2013 (UU Terorisme yang lama).

Berbeda dengan Indonesia, United States Agency for International Development (USAID) atau dalam Bahasa Indonesia adalah Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika tidak menggunakan istilah paham radikal terorisme, melainkan menggunakan istilah Violent Extremism dan mendefinisikan sebagai “advocating, engaging in, preparing, or otherwise supporting ideologically motivated or justified violence to further social, economic or political objectives”. Menurut definisi USAID tersebut Violent Extrimism dapat diartikan sebagai perbuatan mengadvokasi, terlibat dalam, mempersiapkan, atau mendukung kekerasan yang bermotivasi ideologis atau dibenarkan untuk tujuan sosial, ekonomi atau politik lebih lanjut.

Sedangkan Public Safety Canada yang merupakan Departemen Keamanan Publik dan Kesiapsiagaan Darurat Negara Kanada mendefinisikan violent extremism sebagai “the process of

taking radical views and putting them into violent action.... [When persons] promote or engage in violence as a means of furthering their radical political, ideological, or religious views”. Jika diartikan, violent extremism merupakan proses mengambil pandangan radikal dan menempatkan mereka ke dalam tindakan kekerasan, mempromosikan atau terlibat dalam kekerasan sebagai cara untuk memajukan pandangan politik, ideologis, atau keagamaan radikal mereka.

Indonesia baru mengatur terorisme pada tahun 2002 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 dan ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Pada UU yang mengatur terorisme tersebut belum diatur mengenai pencegahan tindak pidana terorisme, selain itu juga istilah paham radikal terorisme belum muncul pada peraturan tersebut. Paham radikal juga tidak diatur pada produk hukum yang ada di Indonesia. Paham radikal baru muncul pada UU No.5 Tahun 2018.

Dalam UU No.5 tahun 2018, istilah paham radikal terorisme disebutkan pada bagian pencegahan tindak pidana terorisme. Istilah tersebut muncul pada pelaksanaan pencegahan tindak pidana terorisme yang dilaksanakan melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Pasal 43C ayat (1) mengatakan bahwasanya Kontra radikalisasi merupakan suatu proses    yang    terencana,    terpadu,    sistematis,    dan

berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal Terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal Terorisme. Isi dari Pasal tersebut menyebutkan bahwa paham radikal terorisme merupakan tujuan utama dilaksanakannya kontra radikalisasi.

Selain itu pada Pasal 43D menyatakan bahwa Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal Terorisme yang telah terjadi. Paham radikal terorisme pada pasal tersebut kembali disebutkan dan menjadi sesuatu yang penting sehingga deradikalisasi dirasa perlu dilakukan.

Mengenai istilah paham radikal terorisme tidak dijelaskan secara jelas dalam UU No.5 tahun 2018. Hal tersebut ditakutkan akan menjadi hambatan terlaksananya upaya pencegahan tindak pidana terorisme dan juga ditakutkan adanya penyelewenangan yang dijalankan oleh aparat penegak hukum dalam menentukan orang yang terpapar paham radikal terorisme.

Sejauh ini, paham radikal terorisme dapat dipahami sebagai suatu pemikiran yang berpotensi menimbulkan tindak pidana terorisme. Pemahaman tersebut berdasarkan pada penjelasan Pasal 43D ayat (2) huruf f menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan “orang atau kelompok orang yang sudah terpapar paham radikal Terorisme" adalah orang atau kelompok orang yang memiliki paham radikal Terorisme dan berpotensi melakukan Tindak Pidana Terorisme.

  • III.  PENUTUP

    • 3.1  Kesimpulan

Berdasarkan hasil karya ilmiah diatas, dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Paham radikal di Indonesia sudah ada sejak jaman Pemerintahan Presiden Soeharto, dan jaman Reformasi hingga sekarang ini telah berkembang dengan pola yang dinamis. Paham radikal di Indonesia sekarang ini semakin berkembang. Penyebaran paham tersebut telah dilakukan

dimana saja, baik di dunia pendidikan, tempat ibadah hingga kawasan instansi pemerintah maupun BUMN.

  • 2.    Pengaturan mengenai istilah Paham Radikal Terorisme di Indonesia sekarang ini baru terdapat pada UU No.5 Tahun 2018. Pada UU tersebut tidak dijelaskan secara jelas apa yang dimaksud dengan paham radikal terorisme. Berdasarkan pada penjelasan Pasal 43D ayat (2) huruf f serta penjelasan Irfan Idris selaku Direktur Jenderal Deradikalisasi BNPT, Dapat dipertimbangkan bahwa yang dimaksud dengan istilah paham radikal terorisme adalah suatu pemikiran yang tertanam pada diri seseorang atau kelompok  yang  mengkehendaki aksi tindak  pidana

terorisme.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Pemerintah harus lebih memperhatikan terkait dengan paham radikal yang ada di Indonesia sekarang ini. Dalam melakukan upaya pencegahan tindak pidana terorisme, pemerintah perlu memperhatikan dan melakukan pencegahan penyebarluasan paham radikal yang berpotensi merusak keutuhan bangsa dan juga merupakan awal mula terjadinya aksi terorisme.

  • 2.    Perlu ditindaklanjuti segera oleh legislatif tentang penjelasan apa yang dimaksud dengan paham radikal terorisme. Hal ini sangat diperlukan melihat kondisi dan fakta yang terjadi sekarang ini bahwa banyak oknum yang mencoba melakukan penyebarluasan paham radikal guna merusak keutuhan bangsa

Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

A.C Manullang, 2001, Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim, Panta Rhei, Jakarta.

Sartono Kartodirdjo, 1985, Ratu Adil, Sinar Harapan, Jakarta.

Jurnal

Abu rokhmad, Pandangan Kiai tentang Deradikalisasi Paham Islam Radikal di Kota Semarang, Journal of Social Science and Religion, Ministry of Religious Affairs, Vol 21, No.1, Juni 2014

Ahmad Asrori, 2015, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas, Kalam:Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol 9, No.2, Desember 2015.

Ahmad Fuad Fanani, 2013, Fenomena Radikalisme di Kalangan Kaum Muda, MAARIF Institute for Culture and Humanity, Vol 8, No.1, Juli 2013.

Arief Rifkiawan Hamzah, 2018, Radikalisme dan Toleransi Berbasis Islam Nusantara, Sosiologi Reflektif, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol 13 , No.1 Oktober 2018.

Edi Susanto, 2007, Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di “Pondok Pesantren”, Tadris, Vol 2, No.1, h.1

Muhammad Mustofa, 2002, Memahami Terorisme: Suatu Prespektif Kriminologi,  Jurnal Kriminologi Indonesia, Vol 2, No.III,

Desember 2002.

Muhammad Najib Azca, Yang Muda Yang Radikal, MAARIF Institute for Culture and Humanity, Vol 8, No.1, Juli 2013.

Nuhrison M. Nuh, 2009, Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Faham/ Gerakan Islam Radikal di Indonesia, HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol VIII.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

15