ANALISIS KONSEP PENYELESAIAN DIVERSI DALAM PERADILAN ANAK MENGGUNAKAN RESTORATIVE JUSTICE (STUDI KASUS DI BAPAS KLAS 1 DENPASAR)
on
ANALISIS KONSEP PENYELESAIAN DIVERSI DALAM
PERADILAN ANAK MENGGUNAKAN RESTORATIVE JUSTICE
(STUDI KASUS DI BAPAS KLAS 1 DENPASAR)*
Oleh:
Putu Tania Liemena**
I Dewa Gede Dana Sugama***
Program Kekhususan Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK
Di era globalisasi ini, sangat marak terjadinya kejahatan yang terjadi di dalam kelompok masyarakat, saat tidak hanya orang dewasa saja yang dapat melakukan suatu perbuatan pidana melainkan anak-anak yang belum mencapai 18 tahun keatas. Sehingga dibuatnya jurnal ini dalam rangka untuk mengetahui tujuan dan efektivitas dari diversi secara restorative justice dimana dengan menggunakan restorative justice pelaku tidak perlu masuk ke dalam lapas, diselesaikan secara kekeluargaan sehingga keluarga korban dan korban dapat memaafkan pelaku, dan pelaku sudah menerima penyesalan atas perbuatan yang dilakukan. Dengan maraknya anak-anak yang berkonflik dengan hukum maka dibuatlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan penyelesaian secara diversi menggunakan restorative justice dengan tujuan untuk menghindari anak dari pengaruh negative perngadilan. Dimana diversi sebagai sebuah tata cara pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana anak ke proses di luar peradilan pidana pada umumnya. Dalam menuliskan karya ilmiah ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang didasarkan
pada aturan-aturan hukum dalam mengkaji permasalahan yang ada dan di kaitkan dengan pelaksanaannya di dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris disebut juga penelitian hukum yang sosiologis dimana penelitian hukum ini memiliki keterkaitan yang riil dengan fakta yang ada di masyarakat. Sehingga hasil dari penelitian ini adalah masih banyaknya anak-anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu sebanyak 302 anak yang berkonflik dengan hukum dan diselesaikan secara diversi. Sedangkan efektif atau tidaknya penyelesaian secara diversi selain mendapatkan pembinaan selama 3 bulan oleh pihak bapas juga tergantung bagaimana lingkungan keluarga mendidik anak tersebut agar kembali ke jalan yang benar.
Kata kunci : diversi, anak yang berkonflik dengan hukum, restorative justice.
ABSTRACT
In this globalization era, there is a lot of crime in society when there is not only an adult that can do a crime but also children under 18th years old. As this scientific journal is written to determine the effectivity of diversion methods as restorative justice. Wherewith restoration of justice the executant does not need to languish in prison. To be restored by a family approach between the executant and victim’s family. And the executant has him/her regret by him/herself. With the number of children that facing a court so then, the government plans a regulation with number 11 the year 2012, about the process of juvenile justice to children with the objectives to prevent children from the negative impact of a court. A diversion is a method of restoration of a juvenile child out from a court generally. This scientific journal is using a juridical empirical method approach base on the laws in the field of study that happened in society. The research of empirical law determined as the law of sociological where this research of law has linkages with the fact in society. So that the result of this research is, there are still many children that facing a court, with 302 children and it has been resolved by diversion. Meanwhile the effectivity of restoration by a diversion besides getting a character-building for 3 months from a law officer it also depends on how family teaches their child to do what it is right.
Keywords: diversion, juvenile child, restorative justice.
Di era globalisasi ini, sangat marak terjadinya kejahatan yang terjadi di dalam kelompok masyarakat, saat tidak hanya orang dewasa saja yang dapat melakukan suatu perbuatan pidana melainkan anak-anak yang belum mencapai 18 tahun keatas. Dikarenakan anak mendapatkan perlindungan khusus maka penyelesaian yang di lakukan adalah dalam bentuk diversi. Diversi adalah sebuah tata cara pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana anak ke proses di luar peradilan pidana pada umumnya.1 Anak merupakan suatu amanah serta karunia dari Tuhan yang maha esa, dimana anak memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan martabatnya perlu adanya perlindungan hukum yang bahkan sudah sampai taraf internasional yaitu terdapat pada UN General Asesembly Declaration On the Rights Of The Child 1595, International Covenant On Economic, Social, And Cultural Right 1966, International Covenant On Civil And The Rights Of The Child 1966 dan UN Convention On The Rights Of The Child.2 Indonesia merupakan satu dari sekian banyak
negara yang telah mengatur mengenai konvensi hak-hak anak yang telah disetujui oleh PBB pada 20 November 1989.3 Saat mengenai anak di Indonesia, permasalahan terletak pada seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan atau tindak pidana dimana anak tersebut belum cakap hukum dalam artian anak tersebut belum dewasa. Kedewasaan seseorang merupakan sebagai tolak ukur apakah seseorang dikatakan sudah cakap dalam melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum atau melakukan tindak pidana. Dalam konteks negara republik Indonesia anak merupakan cita-cita luhur bangsa, pejuang, dan penerus bangsa. Sehingga hal ini sudah disadari oleh masyarakat internasional dan melahirkan sebuah aturan-aturan hukum yang dapat membantu melindungi harkat dan martabat serta hak-haknya sebagai anak.4 Dalam hal ini kualitas dalam memberikan perlindungan terhadap anak hendaknya memiliki tingkat yang minimal sama seperti perlindungan terhadap seseorang yang sudah bisa dibilang sebagai dewasa mengingat adanya prinsip kedudukan yang sama dimata hukum (Equality Before The Law).5 Dalam proses peradilan anak sangat sering kehilangan esesnsinya dimana prosesnya yang hanya berorientasi pada penegakan
hukum secara formal dan melupakan kepentingan anak tersebut.6 Selain itu untuk menjaga harkat dan martabat, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan sebagai konsekuensi Indonesia sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak Hak anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus Peradilan Pidana Anak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dan peraturan perundang-undangan lain khususnya yang terkait dengan anak yang berhadapan dan berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku tindak pidana. Tujuan daripada proporsionalitas ini adalah mempertimbangkan keadaan pribadi anak tersebut dengan batasan-batasan yang seimbang dengan hukuman yang dijatuhkan.7 Sehinggga penulisan karya ilmiah ini dilator belakangi oleh keingin tahu-an penulis terhadap efetivitas dari penyelesaian secara diversi menggunakan Restorative Justice.
Karya tulis ini membahas dua permasalahan yaitu sebagai berikut:
-
1. Bagaimana penegakan hukum dengan menggunakan pendekatan restorative justice pada penyelesaian perkara dalam peradilan anak?
-
2. Bagaimana efektivitas penyelesaian sengeketa anak secara diversi menggunakan restorative justice?
Karya tulis ini memiliki tujuan diantgaranya:
-
1. Untuk mengetahui bagaimana penegakan dan tujuan dari di berlakukannya diversi anak menggunakan Restorative Justice.
-
2. Untuk mengetahui efektif atau tidaknya diberlakukannya diversi anak menggunakan Restorative Justice.
Dalam menuliskan karya ilmiah ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang didasarkan pada aturan-aturan hukum dalam mengkaji permasalahan yang ada dan di kaitkan dengan pelaksanaannya di dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris di sebut juga penelitian hukum yang sosiologis dimana penelitian hukum ini memiliki keterkaitan yang riil dengan fakta yang ada di masyarakat. Adapun sumber
data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan8. Pada penulisan laporan ini penulis
menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil penelitian berupa teknik wawancara di Lembaga Balai Pemasyarakatan Klas 1 Denpasar. Sumber data sekunder yang di gunakan dalam penulisan laporan yaitu hasil penelitian, buku-buku literature yang memiliki keterkaitan dengan penulisan karya tulis imliah ini, jurnal ilmiah, dan sebagainya.
Sumber data primer dan sekunder tersebut kemudian di analisis secara kualitatif dimana menggunakan penyusunan data secara sistematis selanjutnya di golongkan dengan pola dan thema dan dapat dihubungkan antara satu data dengan data yang lain. Sehingga dari penafsiran tersebut hasil analisis dapat di interpretasi dan di tuangkan dalam suatu argumentasi.
-
2.2. Hasil dan Analisis
-
2.2.1. Penegakan hukum dengan menggunakan
-
pendekatan restorative justice pada penyelesaian perkara dalam peradilan anak.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam kasus anak yang umurnya belum mencapai 18 (delapan belas) Tahun di kenal dengan sebutan Diversi Anak. Diversi itu sendiri merupakan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan
pidana. Dalam proses peradilan anak, sering kali terlihat melupakan tujuan sebenarnya yaitu melindungi hak-hak si anak, hal ini dikarenakan proses peradilannya yang berorientasi kepada penegakan hukum secara formal sehingga melupakan perlindungan terhadap anak dalam suatu perkara pidana.9 Dalam perkembangannya, hukum pidana telah mengalami banyak pergeseran paradigma mengenai filosofi peradilan anak, dimana terdahulu adalah retributive justice, kemudian diubah menjadi rehabilitation (rehabilitasi) kemudian perubahan yang terakhir adalah restorative justice10 restorative justice adalah proses penyelesaian hukum dengan membawa si korban dengan si pelaku untuk duduk bersama dalam suatu pertemuan dimana dalam pertemuan tersebut mediator memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada pelaku untuk menjelaskan mengenai tindakan yang dilakukannya.11 Dalam mewujudkan konsep restorative justice terhadap sistem peradilan anak yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yang berbunyi penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, serta pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan
kembali pada keadaan semula dan bukan dengan pembalasan. Karena adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak yang sudah efektif digunakan dimana tujuannya adalah untuk melindungi harkat dan martabat si anak dengan menggunakan sistem restorative justice, karena dalam hal ini kepentingan anak sangat dilindungi, seorang anak juga berhak mendapatkan perlindungan khusus dimana dalam penjatuhan sanksi pidana anak bukan semata-mata hanya untuk memberikan sanksi semata tetapi juga memiliki tujuan tertentu yaitu memberikan efek jera dan mentobatkan anak tersebut sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik. Diversi dalam peradilan anak ini merupakan penyelesaian anak dari yang seharusnya menjalani proses di pengadilan dialihkan menjadi penyelesaian perkara dimana prosesnya diluar pengadilan. Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak memberikan perlakuan secara khusus dalam menangani kasus atau perkara pidana dalam ruang lingkup anak-anak di indonesia. Undang-undang inilah yang akhirnya memperkenalkan konsep “Diversi” yang memiliki tujuan untuk melindungi harkat dan martabat anak yang sedang berperkara dibidang hukum. Salah satu bentuk perlindungan kepada anak-anak dengan jalur hukum diversi. Sehingga di berlakukannya penyelesaian perkara anak secara diversi adalah untuk mendidik dan memiliki tujuan khusus yakni memberikan efek jera sehingga dapat memperbaiki, merenungkan perbuatan yang dilakukan
adalah perbuatan yang salah. Diberlakukannya penyelesaian secara diversi ini guna untuk menghindari efek yang negative terhadap jiwa anak maupun perkembangan anak dimana dalam penyelesaian secara hukum acara pidana lebih menitik beratkan kepada pembalasan (retributive justice) dan keadilan yang menekankan kepada mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan (restitutive justice).12 Selain itu maksud dari sistem peradilan pidana ini untuk mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan anak dimana mengedepankan kesejahteraan dan kepentingan anak adalah untuk menghindari penggunaan sanksi pidana yang sifatnya menghukum. Sedangkan tujuan dari pada hal tersebut adalah mempertimbangkan keadaan pribadi anak tersebut dengan menjauhi anak dari adanya kegiatan peradilan. Sehingga tujuan dari dilaksanakannya diversi ini adalah untuk menghindari efek negative yang dapat berpengaruh pada tumbuh kembang dan mental si anak ketika penyelesaian proses pidananya dilakukan menurut sistem peradilan pidana.13
Penelitian ini didasarkan pada penelitian secara fakta yang dilakukan di Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Klas 1 Denpasar. Bapas Klas 1 Denpasar ini berada dibawah naungan dari Kementrian Hukum Dan Ham Republik Indonesia, Kantor Wilayah Bali. Di dalam bapas klas 1 denpasar ini menyelesaikan perkara anak yang berkonflik dengan hukum di beberapa wilayah di Bali, yaitu : Denpasar, Badung, Gianyar, Negara, Tabanan, Singaraja. Untuk dapat menyelesaikan diversi secara restprative justice terdapat beberapa alur koordinasi yang harus dilalui sebelum akhirnya perkara tersebut dapat ditangani oleh pihak bapas. Pertama, setelah anak terbukti berkonflik dengan hukum maka akan dilakukan penyidikan oleh polisi untuk mengetahui rangkaian kronologi perbuatan pidana tersebut. Kedua, dari penyidikan akan bersurat kepada pihak bapas, setelah diterima maka akan dibuat permohonan penelitian masyarakat (LITMAS) untuk dapat mengetahui bagaimana lingkungan anak tersebut bergaul dan mengapa anak sampai berkonflik dengan hukum dengan didampingi oleh pihak kepolisian. Ketiga, setelah itu akan diupayakan diversi dan jika para pihak setuju maka anak tersebut akan dikembalikan kepada orang tua (AKOT) dengan pengawasan bapas selama 3 bulan lamanya. Terdapat beberpa hal yang perlu diperhatikan mengenai diversi ini adalah apabila anak tersebut melakukan lagi
perbuatan pidana sebelum ataupun sesudah pembinaan yang diberikan oleh pihak bapas, walaupun perbuatan pidana tersebut lebih kecil efeknya disbanding perbuatan yang sebelumnya, maka perbuatan pidana tersebut harus dibawa ke pengadilan. Mengenai bapas, sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus diversi ini disebut sebagai Anak Yang Berkonflik Dengan HUkum. Berdasarkan hasil penelitian di bapas klas 1 denpasar, dalam kurun waktu selama tahun 2017 terdapat 139 anak yang berkonflik dengan hukum lalu diselesaikan secara diversi dan anak dapat kembali kepada orang tua (AKOT), selanjutnya untuk tahun 2018 terdapat 129 anak yang berkonflik dengan hukum, lalu diselesaikan secara diversi. 127 anak dapat kembali ke orang tua (AKOT) dan 2 anak harus di bawa ke Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Yang terakhir tahun 2019 dari bulan januari sampai dengan mei 2019 terdapat 34 anak yang berkonflik dengan hukum, lalu dilakukan diversi dan anak dapat kembali kepada orang tua (AKOT) semua itu tidak lepas dari adanya pembinaan yang dilakukan oleh pihak bapas. Sehingga jumlah keseluruhan anak yang berkonflik dengan hukum dan diselesaikan secara diversi selama 3 tahun ini yaitu berjumlah 302 anak. Untuk perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak apabila sanksi hukuman yang terdapat di dalam undang-undang dijatuhi pidana penjara lebih dari 7 tahun maka akan
diselesaikan di dalam ranah pengadilan, apabila sanksi hukuman dibawah 7 tahun maka akan diupayakan diversi menggunakan restorative justice. Mengenai efektif atau tidaknya peran diversi menggunakan restorative justice ini kembali lagi tergantung pada bagaimana didikan orang tua terhadap sang anak sehari-hari. Setelah pembinaan oleh pihak bapas dilakukan selama 3 bulan, pihak bapas berharap agar anak tersebut yang dianggap sebagai generasi bangsa dapat kembali ke jalan yang benar dengan bantun didikan dari orang tua yang juga mendidik anak dengan baik dan memperhatikan setiap perilaku anak agar tidak kembali berkonflik dengan hukum.
Diversi menggunakan restorative justice ini diberlakukan dengan tujuan untuk melindungi anak-anak dari proses hukum yaitu pengadilan, dengan mengumpulkan keluarga korban dan pelaku menjadi satu forum untuk menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan.
Efektif atau tidaknya suatu penyelesaian diversi menggunakan restorative justice ini tidak hanya bergantung kepada pembinaan yang dilakukan oleh pihak Balai Pemasyarakaatan (Bapas) saja akan tetapi juga berpengaruh terhadap bagaimana cara orang tua
mendidik anak mereka sebagi mungkin agar kembali ke jalan yang benar.
Adanya diversi ini dapat membantu melindungi hak-hak anak secara khusus yang di lindungi oleh Negara. Sehingga dengan adanya penyelesaian sengketa melalui jalur diversi menggunakan Restorative Justice, mental maupun tumbuh kembang si anak tidak terhambat dikarenakan proses penegakan hukum yang berorientasi pada penegakan hukum formal.
Ada baiknya juga orang tua dari anak yang berkonflik dengan hukum juga diberikan pembinaan oleh pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) agar orang tua juga mengetahui bagaimana cara mendidik anak dengan baik, memperhatikan perilaku anak, sehingga selain anak yang kembali ber taubat ke jalan yang benar, orang tua juga dapat bekal untuk mendidik anak dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
R, Wiyono. (2016). Sistem Peradilan Pidana Anak. Sinar Grafika. Yogyakarta. Indonesia.
Ruben, A. (2005). Upaya Penyelesaian Masalah Anak yang Bekonflik dengan Hukum.
Surat Kesepakatan Bersama(SKB). (2009, Desember 22). Tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
Setya, W. (2011). Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Genta Publishing. Yogyakarta. Indonesia.
Mukti Fajar,ND dan Yulianto Achmad, 2009, Dualism Penelitian Hukum Normative Dan Empiris, Pustaka Belajar, Yogyakarta.
-
II. Jurnal
Achmad, R. (2013, Desember ). Konsep prosedur pelaksanaan diversi pada tahap penyidikan dalam penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Jurnal Area Hukum , Vol 6 , No 3.
Pancar, C. P., & Johny , K. (2016, Oktober). Pelaksanaan Diversi Ditingkat Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Jurnal Varia Justicia , Vol 15 , No 1.
Arfan , K. (2015, Agustus) , Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Pencurian Ringan Pada Proses Diversi Tingkat Penyidikan. Jurnal Area Hukum , Vol 8 , No 2.
Ridwan, (M. 2016, Mei) 22 , Keadilan Restoratif Sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada Sistem Peradilan Pidana Anak. Retrieved from Mahkamah Agung: https://www.mahkamahagung.go.id/rbnews.asp?bid=4085
Setya, W. 2011, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Anak di Indonesia. Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia: Genta Publishing.
Muhammad Azil Maskur, 2012 , “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Nakal
(Juvenile Delinquency) Dalam Proses Acara Pidana Indonesia”, Pandecta: Research Law Journal, Vol.7, No.2.
Haranto Djanggih, 2018 , “Konsepsi Perlindungan Hukum Bagi Anak sebagai Korban Kejahatan Siber Melalui Pendekatan Penal dan Non Penal”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol.30, No.2.
Ruben Achmad, 2005 , Upaya Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Kota Palembang, Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27.
Syamsu Haling, 2018 , Paisal Halim, Syamsiah Badruddin, & Hardianto
Djanggih, “Perlindungan Hak Asasi Anak Jalanan Dalam Bidang Pendidikan Menurut Hukum Nasional Dan Konvensi Internasional”. Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol.48, No.2.
Rr. Putri A. Priamsari, 2018 , “Mencari Hukum Yang Berkeadilan Bagi Anak Melalui Diversi”, Jurnal Law Reform, Vol.14, No.2.
-
III. Undang-Undang
Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153 , Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332.
Discussion and feedback