AKIBAT HUKUM PERJANJIAN GADAI YANG DILAKUKAN DENGAN JAMINAN BARANG BERGERAK BUKAN HAK MILIK DEBITUR*

Oleh :

I Putu Gede Parwata**

Made Nurmawati***

Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang dilakukan antara kreditur dan debitur, kreditur menerima hak atas benda yang diberikan oleh debitur kepadanya dan debitur menerima hak atas barang yang diikatnya berupa pinjaman dalam bentuk uang. Barang yang dijadikan jaminan atau diikat dalam perjanjian gadai haruslah barang yang merupakan hak milik debitur tersebut. Permasalahan yang dapat dibahas dari tulisan ini yaitu, akibat hukum perjanjian gadai yang dilakukan dengan jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur serta kedudukan hukum jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur dalam perjanjian gadai. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil dari tulisan ini adalah perjanjian gadai yang dilakukan dengan jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur dapat mengakibatkan perjanjian gadai tersebut batal demi hukum, serta kedudukan hukum jaminan itu adalah jika seseorang memiliki atau menguasai barang tersebut atas hak bezit maka orang tersebut telah memiliki hak milik atau eigendom atas barang tersebut yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata.

Kata Kunci : Perjanjian Gadai, Kreditur, Debitur dan Jaminan Barang Bergerak

ABSTRACT

Mortgage agreement is an agreement made between the creditor and the debtor, the creditor receives the right to object provided by the debtor and the debtor received the rights to him on goods that are tied up in the form of a loan in the form of money. Goods used as collateral or tied up in a mortgage agreement must goods which are the property of the debtor. The problems that can be addressed from this paper that, due to the law of pledge agreements made with the assurance of moving goods not owned by the debtor and guarantee the legal position of moving goods not owned by the debtor in the mortgage agreement. This paper uses normative legal research methods. The results of this paper is the mortgage agreement made with the assurance of moving goods not owned by the debtor may result in the mortgage agreement null and void,bezit then the person has a proprietary interest or eigendom on goods in accordance with the provisions of Article 1977 of the Civil Code.

Keywords: Lien, Creditors, Debtors and Security Moving Goods

I PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan. Manusia harus memenuhi kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya, berdasarkan ketentuan Pasal 28 C UUD 1945 yang pada intinya menyatakan “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya…”, setiap manusia akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, baik dalam kebutuhan pokok maupun lainnya. Maka untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup manusia, dapat dilakukan dengan cara mengembangkan usaha, untuk mengembangkan usahanya harus mempunyai modal yang cukup. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan pribadi manusia dalam usahanya adalah melalui perjanjian kredit. Ada beberapa lembaga perkreditan yang dapat

membantu memenuhi kebutuhan pribadinya khususnya untuk memperoleh modal.1 Berikut ini adalah lembaga keuangan perbankan : Bank Indonesia, Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat. Sedangkan lembaga keuangan non perbankan : Asuransi, Pegadaian, Dana Pensiun, Reksa Dana, Bursa Efek.2

Suatu perjanjian hutang-piutang yang dilakukan kreditur dengan debitur memiliki resiko yaitu, kredit macet serta debitur tidak dapat menjalakan kewajibannya atau wanprestasi. Wanprestasi adalah keadaan dari debitur yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam perjanjian yang mengikatnya dengan baik.3

Pegadaian merupakan lembaga non perbankan yang dapat membantu masyarakat dalam mengembangkan usahanya. Hal ini berdasarkan maksud dan tujuan perusahaan yang diatur dalam Pasal 7 huruf (a) PP No 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang menyatakan “Tujuan perusahaan ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah melalui penyedian dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Berdasarkan Pasal 1150 KUHPerdata “Gadai adalah hak yang didapat seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di dahulukan daripada orang- orang berpiutang lainnya...”.4

Pegadaian selaku perusahaan sebagai pemegang gadai tetap berhak menggadaikan barang tersebut meski yang memberikan bukan pemilik aslinya. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1977 Ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan “Terhadap barang bergerak yang tidak berupa bunga, maupun piutang yang tidak harus dibayar kepada si pembawa maka barang siapa yang menguasinya dianggap sebagai pemiliknya”. Ketentuan ini tidak begitu jelas mengatur tentang pemilik barang yang asli sehingga menimbulkan multi tafsir dan masyarakat tidak memahami maksud dari ketentuan tersebut. Namun masalah akan muncul jika pemilik aslinya meminta pengembalian barangnya dan melaporkannya ke pihak kepolisian. Jadi ia dapat menuntut pengembalian barangnya dengan mempertimbangkan batas waktu yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1977 Ayat (2) KUHPerdata yang menyatakan bahwa “Siapa yang kehilangan atau kecurian suatu barang dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hilangnya barang itu, pemilik asli barang tersebut dapat menuntut kembali barangnya dari siapa yang membawa atau memperoleh barangnya…”.

  • 1.2    Rumusan Masalah

  • 1.    Apakah akibat hukum dari perjanjian gadai yang dilakukan dengan jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur ?

  • 2.    Bagaimanakah kedudukan hukum jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur jika terjadi penuntutan pengembalian oleh pemilik jaminan dalam perjanjian gadai ?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui akibat hukum dari suatu perjanjian gadai yang menggunakan jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur serta kedudukan hukum jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur jika terjadi penuntutan pengembalian oleh pemilik jaminan dalam perjanjian gadai.

II ISI MAKALAH

  • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang diterapkan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu, menggunakan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) yang menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer didapat dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang masih berlaku sedangkan bahan hukum sekundernya didapat dari buku atau literatur yang kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang ada.5

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Akibat Hukum Dari Perjanjian Gadai Yang Dilakukan Dengan Jaminan Barang Bergerak Bukan Hak Milik Debitur

Dalam perjanjian gadai yang dapat menyebabkan terjadinya suatu masalah di kemudian hari terkait dengan perjanjian gadai yang dilakukan antara pemberi gadai dan penerima gadai, yaitu disebabkan karena tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh pihak pemberi gadai yang dapat mengakibatkan terjadinya perjanjian gadai yang tidak sah. Dalam pernyataan tersebut sebaiknya diperlukan beberapa hal yang harus diketahui oleh pihak pemberi gadai saat melaksanakan suatu perjanjian gadai seperti, bukti keaslian barang tersebut baik berupa surat-surat kepemilikan dan bukti transaksi pembelian barang.

Misalnya terjadi suatu perjanjian gadai yang dimana pemberian gadai tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang ada dalam pegadaian, maka permasalah akan muncul apabila terjadi tuntutan dari pihak pemilik aslinya, tuntutan ini disebabkan karena pihak pemilik aslinya mengetahui bahwa barang miliknya telah digadaikan tanpa sepengetahuannya. Inilah yang akan mengakibatkan secara hukum tidak ada lagi objek gadai dalam perjanjian gadai tersebut, kemudian menyebabkan perjanjian gadai menjadi batal demi hukum, ini dikarenakan tidak dipenuhinya syarat objektifnya yaitu, objek gadai tersebut bukanlah hak milik dari pihak yang menerima gadai.6

Dari pihak pegadaian sebagai pemberi gadai tidak sedikitpun mempermasalahkan dari manakah barang tersebut berasal, hal ini disebabkan karena adanya suatu itikad baik untuk menerima barang jaminan tersebut. Yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah itikad baik yang objektif dimana dalam perjanjian gadai hendaknya dilaksanakan berdasarkan norma kepatutan dan keadilan, sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata.

Syarat dari sahnya suatu perjanjian dapat dibagi dua yaitu syarat subjektif dan objektif. Syarat subjektif yang pertama yaitu gadai merupakan sebuah perjanjian yang memerlukan suatu kata sepakat, yang diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyatakan : “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan kepada kehilafan, atau diperolehnya dengan paksa atau penipuan”. Dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa ketentuan yang mengatur kesepakatan antara kedua belah pihak. Jika debitur tidak dapat melunasi perjanjian tersebut maka debitur sebagai pemegang jaminan berhak untuk melelang atau menjual jaminan tersebut guna menutupi pinjaman yang dilakukan oleh pihak debitur.7

Sedangkan syarat subjektif yang kedua dalam perjanjian gadai yaitu cakap bertindak dalam hukum adalah perjanjian yang sah diantara pihak-pihak,8 yang diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata yang pada intinya menyatakan “Seseorang dikatakan dewasa jika genap berumur 21 tahun dan sudah kawin…”

Adapun yang menjadi syarat objketif dalam perjanjian yaitu mencapai tujuan tertentu dan sebab yang tidak terlarang. Seperti yang dimaksud dengan suatu hal atau objek tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat yang ketiga merupakan prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal tersebut untuk memastikan sifat dan luasnya peryataan-pernyataan yang menjadi kewajiban pihak-pihak. Jika pernyataannya tidak dapat ditentukan maka tidak mengikat atau batal demi hukum. Pembahasan ini sudah terpenuhi hal atau objek tertentu yang diatur dalam Pasal 1333 KUHPerdata yang menyatakan : “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya”.

Disamping itu unsur objektif yang juga penting dalam suatu perjanjian yaitu sebab yang tidak terlarang atau halal. Pengertian kausa atau sebab yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata syarat ke empat, harus dihubungkan dengan Pasal 1335 dan 1337 KUHPerdata. Walaupun undang-undang tidak mengatur tentang apa yang dimaksud dengan kausa atau sebab, tetapi disini dimaksudkan pada adanya hubungan tujuan yaitu, apa yang menjadi tujuan pihak-pihak untuk menutup kontrak.9

Pengertian kausa harusnya dibedakan dengan pengertian kausa yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu, sebab atau penyebab yang dapat menimbulkan kerugian. Berdasarkan Pasal tersebut , suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat apabila kontrak tersebut tidak punya kausa, kausanya palsu, kausanya bertentangan dengan undang-undang, norma kesusilaan dan ketertiban umum.

Berdasarkan semua yang telah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa barang yang dijadikan objek gadai di dalam suatu perjanjian gadai yang dimana itu merupakan perjanjian pokok, adalah barang jaminan yang bukan merupakan hak milik debitur dan kemungkinan berasal dari kejahatan atau pecurian, sehingga merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang dan mengakibatkan perjanjian gadai tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau batal demi hukum. Dimana dalam perjanjian gadai yang menjadi perjanjian pokok yaitu perjanjian pinjam meminjam uang dan hak gadai adalah perjanjian tambahan atau accessoir. Maka dari itu hak gadai akan hilang apabila perjanjian pokoknya hilang.

  • 2.2.2    Kedudukan Hukum Jaminan Barang Bergerak Bukan Hak Milik Debitur Jika Terjadi Penuntutan Pengembalian Barang Oleh Pemilik Jaminan Dalam Perjanjian Gadai

Suatu perjanjian gadai serta hak gadai dapat dinyatakan batal demi hukum dikarenakan tidak terpenuhinya salah satu unsur yaitu, unsur objektif dimana hal ini dapat menyebabkan suatu barang jaminan yang dijadikan objek dalam suatu perjanjian gadai terutama pada jaminan yang bukan berasal dari pemilik sebenarnya yang dapat merubah kedudukan hukumnya.

Mengacu pada ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata, Pasal ini menjadi landasan bagi pihak pegadaian bahwa barang siapapun yang datang ke pegadaian dengan membawa barang jaminan yang akan diikat dalam perjanjian gadai maka orang tersebut dianggap pemilik aslinya. Namun jika terjadi penuntutan dari pihak pemilik aslinya, dimana barang jaminan tersebut terbukti bukan hak milik debitur maka debitur tersebut telah melakukan perbuatan

melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang pada intinya menyatakan setiap perbuatan melanggar hukum serta merugikan orang lain, wajib memberi ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.

Berdasarkan pernyataan diatas maka jika terjadi hal sedemikian rupa, maka debitur tersebut harus bertanggung jawab kepada pihak-pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Ganti kerugian tersebut berupa, debitur tersebut harus mengembalikan sejumlah uang pinjaman kepada pihak pegadaian dan debitur tersebut harus mengembalikan barang jaminan kepada pemilik aslinya.

Pemilik asli barang jaminan (eigenaar) yang kehilangan hak milik atas barang yang dimilikinya harus memperhatikan batas waktu jika ingin menuntut dikembalikannya barang miliknya yaitu, dengan cara menuntut pengembalian barang miliknya dari pemegang gadai dalam jangka waktu selambat-lambatnya kurang dari tiga tahun sejak hilangnya hak milik atas benda miliknya, hal tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 1977 Ayat (2) KUHPerdata. Selain batas waktu hal lain yang penting yaitu, alat bukti untuk membuktikan kepemilikan asli barang tersebut, hal ini dikarenakan alat bukti dapat menentukan kualitas putusan suatu perkara.10 Pemilik aslinya dapat memiliki kembali barangnya dengan menempuh dua cara yaitu, dengan cara musyawarah untuk meminta barang miliknya atau penyelesaian di pengadilan dimana debitur tersebut dinyatakan bersalah dan barang dikembalikan kepada pemilik aslinya berdasarkan putusan

pengadilan, syarani menyatakan, putusan pengadilan merupakan pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata.11

Masalah seperti penjelasan diatas kerap kali terjadi dalam suatu perjanjian gadai. Hal ini mengakibatkan dalam pemberian kredit gadai, tolak ukur itikad baik tersebut menjadi penentu yang penting. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan siapa pemilik barang jaminan gadai tersebut barang yang digadaikan tidaklah selalu milik debitur, barang hak milik orang lain dapat dijadikan jaminan asalkan disertai surat kuasa dari pemilik barang aslinya.

Pernyataan diatas sesuai dengan teori bezit merupakan eigendom, berdasarkan Pasal 1977 Ayat (1) bezit berlaku untuk alasan yang sempurna yaitu eigendom, maka dari itu barangsiapa menguasai atas benda bergerak diperuntukan untuk dirinya adalah eigenaar. Untuk menguasai barang gadai deketahui dengan adanya bezit (hak untuk menguasai atau kedudukan untuk berkuasa), hal ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 529 KUHPerdata yang mengatur tentang definisi bezit yaitu, “Yang dinamakan kedudukan berkuasa ialah, kedudukan seseorang yang menguasai kebendaan, baik dengan diri sendiri maupun dengan perantara orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memilki kebendaan itu”.12

Jika debitur menggadaikan suatu barang namun barang tersebut bukanlah barang hak miliknya, maka barang tersebut harus dikembalikan kepada pemilik aslinya, hal ini berdaskan

pada hak menguasai (bezit) yang dimana seharusnya berada di tangan pemilik aslinya dan berhak untuk menikmati keuntungan barang tersebut. Bezit dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, burgerlijk bezit dan natuurlijk bezit.13 Berdasarkan ketentuan Pasal 540 KUHPerdata, dapat diketahui dua macam cara yang dapat ditempuh seseorang untuk mendapat bezit atas suatu barang yaitu, mendapat bezit seara occupation dan secara tradition.14

Jadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum jaminan barang bergerak, jika seseorang memiliki atau menguasai barang atau objek tertentu atas hak bezit, maka orang tersebut telah memilki hak milik atau eigendom atas barang itu. Dalam pembahasan diatas debitur dapat menggadikan barang jaminan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa debitur tersebut telah menguasai barang tersebut serta telah memperoleh hak milik atas barang jaminan tersebut hal ini berdasarkan Pasal 1977 Ayat (1) KUHPerdata, namun akan berbeda kedudukan hukumnya jika pemilik aslinya menuntut pengembalian barang miliknya tersebut yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1977 Ayat (2) KUHPerdata. Dalam kehidupan di masyarakat memang sulit untuk mengetahui kepemilikan asli jaminan yang akan diikat dalam perjanjian gadai, hal ini bisa saja terjadi mengingat pada jaman ini hal-hal yang mustahil untuk dilakukan dapat dilakuan, tidak terkecuali dengan membuat surat atau bukti kepemilikan serta identitas palsu.

III PENUTUP

  • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Akibat hukum yang terjadi terhadap perjanjian gadai yang dilakukan menggunakan jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur adalah tidak terpenuhinya salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yaitu, syarat objektifnya hal ini berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. dimana hal ini dapat mengakibatkan perjanjian gadai yang dilakukan

tersebut dikatakan tidak sah atau perjanjian gadai tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.

  • 2.    Kedudukan hukum jaminan barang bergerak bukan hak milik debitur yaitu, berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, debitur tersebut harus mengganti kerugian kepada pihak pegadaian dan pihak pemilik aslinya. Serta mengembalikan barang ke pemilik aslinya berdasarkan Pasal 1977 Ayat (2) KUHPerdata yang akan merubah kedudukan hukum jaminan barang bergerak tersebut, dikarenakan hak untuk menguasai atau bezit hanyalah berada pada pemilik aslinya yang sekaligus berhak untuk menikmati keuntungan dari barang atas hak miliknya.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Berdasarkan Pasal 1977 Ayat (1) KUHPerdata yang intinya menyatakan barang siapa yang menguasai barang jaminan dan melakukan perjanjian gadai dengan barang tersebut dianggap sebagai pemilik sepenuhnya, ketentuan dalam Pasal tersebut sangat tidak jelas sehingga menimbulkan multi tafsir, maka dari itu diperlukan ketentuan yang lebih

jelas mengenai pemilik asli barang jaminan, ketentuan ini telah banyak menimbulkan masalah dalam perjanjian gadai di masyarakat.

  • 2.    Mengantisipasi terjadinya penyalah gunaan barang milik orang lain, seyogyanya pihak pegadaian harus teliti dan berhati-hati dalam memberikan kredit kepada debitur,

terkait jaminan yang akan diikat tersebut apakah memang benar merupakan hak miliknya. Baik itu berupa surat-surat tanda kepemilikan, bukti transaksi pembelian yang dapat dinilai sah, serta pihak pegadaian dapat membuatkan surat pernyataan bahwa kreditur tersebut memang pemilik asli jaminan yang diikatnya dalam perjanjian gadai.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, 2000, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,  PT. Citra Aditya  Bakti,

Bandung.

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Rajawali Pers, Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Pernada Media Group, Jakarta.

Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Atas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Prenada Media Group.

J. Satrio, 2012, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurisprudensi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

I Made Udiana, 2016, Kedudukan Dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial, Udayana University Press, Denpasar.

I Made Udiana, 2018, Industrialisasi & Tanggung Jawab PengusahaTerhadap Tenaga Kerja Terlibat Hukum, Udayana University Press, Denpasar.

Jurnal

Aditya Surya Bratha, Ngakan Ketut Dunia, A.A. Ketut Sukranatha, 2016, “Perjanjian Gadai Yang Dijamin Dengan Barang Yang Berasal Dari Hasil Kejahatan : Studi Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Sesetan”, Kertha Semaya, Vol. 04, No. 03, April                                                       2016,

(URL:http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article /download/19810/13178).

Komang Indra Suputra, Desak Putu Dewi Kasih, Ni Putu Purwati, 2018, “Pelaksanaan Penjaminan Gadai Atas Deposito Berjangka Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang  Singaraja”,

KerthaSemaya, Vol. 06, No. 05, November 2018, (URL:http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article /download/43720/26623).

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 200.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetbook, 2008, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Pradnya Paramita, Jakarta.

15