KEKUATAN ALAT BUKTI CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
on
KEKUATAN ALAT BUKTI CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Oleh:
I Nyoman Wahyu Ariartha∗
I Dewa Gede Dana Sugama∗∗
Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Closed Circuit Television (CCTV) merupakan dokumen elektronik dan alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun didalam praktek pradilan pidana khusunya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam proses pembuktian sering digunakan Closed Circuit Television (CCTV) sebagai alat bukti, tetapi di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak diatur mengenai keberadaan serta kekuatan Closed Circuit Television (CCTV) sebagai alat bukti hukum yang sah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan kekuatan alat bukti dengan Closed Circuit Television (CCTV) dalam proses pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain dan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder dan tersier terkait dengan permasalahan yang dibahas dan dikumpulkan dengan studi kepustakaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang - undangan dan pendekatan analisis konsep hukum.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu keberadaan Closed Circuit Television (CCTV) tidak diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tetapi didalam prakteknya alat bukti dengan Closed Circuit Television (CCTV) sudah digunakan dan dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk karena dapat menambah keyakinan hakim dalam mengambil keputusan. Kekutan alat bukti dengan Closed Circuit Television (CCTV) memiliki kekuatan yang tidak mengikat dan bersifat bebas, hakim dapat menggunakan alat bukti Closed Circuit Television (CCTV) ataupun tidak berdasarkan keyakinan hakim.
Kata Kunci : Alat bukti, CCTV, Kekerasan dalam rumah tangga.
Abstract
Closed Circuit Television (CCTV) is an electronic document and legal evidence based on Article 5 paragraph (1) of the Republic of Indonesia Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions, but in
∗ I Nyoman Wahyu Ariartha merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: [email protected].
∗∗ I Dewa Gede Dana Sugama, SH.,MH adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.
criminal justice practices especially criminal acts of domestic violence in the process proof is often used Closed Circuit Television (CCTV) as evidence, but in the Republic of Indonesia Law Number 23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence is not regulated regarding the existence and strength of Closed Circuit Television (CCTV) as a legal proof of law.
This study aims to determine the existence and strength of evidence with Closed Circuit Television (CCTV) in the process of proving criminal acts of domestic violence. This research is normative legal research, namely research aimed only at written regulations or other legal materials and this research is mostly carried out on secondary and tertiary data related to the issues discussed and collected by library research. The approach used in this study is the legal approach and legal concept analysis approach.
The conclusion in this study is the existence of Closed Circuit Television (CCTV) not regulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence, but in practice evidence with Closed Circuit Television (CCTV) has been used and categorized as evidence instructions because it can increase the judge's confidence in making decisions. The power of evidence with Closed Circuit Television (CCTV) has a non-binding and free power, the judge can use Closed Circuit Television (CCTV) evidence or not based on the judge's conviction.
Keywords : Evidence, CCTV, Domestic violence.
Manusia pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan manusia lainnya. Oleh karena itu, dalam kehidupan ini manusia pasti akan melangsungkan perkawinan. Dalam suatu perkawinan, tidak jarang terdapat permasalahan yang tidak dapat dihindari dari permasalahan yang mendasar hingga melakukan kekerasan terhadap pasangannya didalam rumah tangga. Rumah tangga merupakan suatu fungsional ekonomi sebuah kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi dalam upaya memenuhi kebutuhan sebuah keluarga.1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 (selanjutnya disingkat UU KDRT) mengatur mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU KDRT ialah
perbuatan yang dilakukan terhadap seseorang terutama perempuan yang menyebabkan ia menderita secara fisik, seksual, psikologis, maupun penelantaran rumah tangga, termasuk juga mengancam melakukan perbuatan, memaksa, atau merampas kemerdekaan secara melawan hukum di rumah tangga. Dalam hal kekerasan rumah tangga tersebut, Pasal 55 UU KDRT mengatur bahwa keterangan dari saksi korban merupakan salah satu alat bukti yang sah untuk membuktikan kesalahan Terdakwa apabila disertai alat bukti sah lainnya. Penjelasan Pasal 55 UU KDRT mengatur pengakuan terdakwa merupakan alat bukti sah kekerasan seksual yang dilakukan selain dari suami isteri. Dalam prakteknya, sebuah tindak pidana kerap kali terekam melalui Closed Circuit Television (selanjutnya disingkat CCTV) secara tidak disengaja, tak terkecuali tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
CCTV bukanlah hal tabu di masyarakat, mulai dari tempat umum hingga rumah pribadi dilengkapi dengan CCTV yang bertujuan untuk mengawasi lingkugan sekitar. Namun, dalam KUHAP maupun UU KDRT tidak mengatur mengenai alat bukti CCTV sebagai alat bukti yang sah. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, Penulis tergiring untuk menulis karya ilmiah dengan mengangkat judul "Kekuatan Alat Bukti Closed Circuit Television (Cctv) Dalam Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga."
Berlandaskan latar belakang yang telah dipaparkan, maka terdapat beberapa masalah yaitu:
-
1. Bagaimana keberadaan Closed Circuit Television (CCTV) sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?
-
2. Bagaimana kekuatan alat bukti Closed Circuit Television (CCTV) dalam proses pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga?
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah, maka tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui mengenai keabsahan alat bukti Closed Circuit Television (CCTV) dalam hukum acara pidana dan kekuatan alat bukti Closed Circuit Television (CCTV) dalam proses pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.
Penulisan karya ilmiah berupa jurnal ilmiah ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang ditujukan hanya pada aturan tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain dan penelitian ini lebih banyak menggunakan bahan
sekunder yang bahan hukum tersebut dilakukan dengan
mengetahui bahan pustaka yang dicari dan menemukan bahan pustaka tersebut di perpustakaan.2 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang - undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan membahas undang-undang dan pengaturan yang memiliki kaitan terhadap isu hukum yang ada
dan juga memahami ratio legis dan dasar ontologis dari undang-undang tersebut sehingga dapat memahami filosofi dari undang-undang itu dan meyimpulkan ada atau tidaknya benturan antara undang-undang dan isu yang dihadapi3. Sedangkan pendekatan analisis konsep hukum dilakukan dengan meniliti konsep hukum yang ditemukan didalam putusan - putusan pengadilan dan juga didalam undang-undang dengan memahami doktrin - doktrin dan pandangan - pandangan sarjana.4
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Keberadaan Closed Circuit Television (CCTV) sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga
-
UU KDRT tidak mengatur mengenai CCTV sebagai alat bukti hukum yang sah, tetapi didalam prakteknya proses pembuktian dengan CCTV digunakan oleh penegak hukum sebagai alat bukti hukum yang sah. CCTV memiliki kemampuan dalam merekan yang dapat berguna apabila terjadi suatu tindak pidana yang terekam oleh CCTV, oleh sebab itu CCTV dapat dijadikan bukti melalui proses penegakan hukum pidana.5 Contoh kasus dengan Putusan Nomor 220/Pid.Sus/2018/PN SMN, terdakwa Biranto dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) bulan karena telah terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga terhadap korban Nurjanah selaku istri terpidana, didalam persidangan, alat bukti CCTV digunakan sebagai alat bukti
petunjuk yang merekam adegan terpidana melakukan kekerasan kepada Nurjanah, sehingga dengan rekaman tersebut hakim semakin yakin bahwa Biranto selaku suami korban telah meyakinkan dah sah melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Contoh lainnya yaitu perkara dengan nomor 375/Pid.Sus/2017/PN Mjk. Terdakwa Yudhi terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga terhadap korban Intan selaku istri terdakwa. Rekaman CCTV sebagai alat bukti dan merekam adegan terdakwa mencengkram tangan dan mendorong korban hingga terjatuh dan terbentur hingga memar pada bagian dahi korban. Majelis hakim menjatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan karena terbukti melakukan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dengan bantuan rekaman CCTV sebagai salah satu alat bukti yang sah. Walaupun didalam UU KDRT tidak mengatur mengenai alat bukti CCTV tetapi didalam Pasal 54 UU KDRT mengatur bahwa "penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini".
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disingkat KUHAP) sebagai pedoman dalam praktek pradilan pidana tidak mengatur mengenai CCTV sebagai alat bukti yang sah tetapi CCTV dapat dikualifikasikan didalam alat bukti petunjuk di dalam proses pembuktian dalam hukum acara pidana. Alat bukti CCTV dimasukkan didalam alat bukti petunjuk karena CCTV dapat menambah keyakinan hakim dalam mengambil keputusan.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan.6 Dalam pembuktian tersebut ditentukanlah apakah terdakwa terbukti atau tidak dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang sah dan berdasarkan kecermatan hakim dalam menilai alat bukti tersebut.7 Hakim memiliki peranan penting dan harus berhati - hati dan cermat dalam menilai alat bukti tersebut. Sistem pembuktian dalam sistem peradilan pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang -undang secara negatif.8 KUHAP secara tegas mengacu pada sistem tersebut sebagaimana dicantumkan didalam Pasal 183 KUHAP yang pada intinya mengatur bahwa hakim tidak boleh menjatuhi hukuman kepada seseorang dengan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah, dan dengan keyakinan hakim bahwa memang terdakwalah yang melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Pemenuhan syarat dan ketentuan baik segi formil maupun materiil merupakan dasar dari keabsahan alat bukti, prinsip ini berlaku juga terhadap pengumpulan dan penyajian alat bukti elektronik dalam bentuk original maupun hasil cetaknya, yang diperoleh melalui intersepsi maupun melalui penyitaan. Didalam KUHAP dan UU KDRT, tidak mengatur mengenai alat bukti elektronik khusunya CCTV, hal ini diatur didalam peraturan perundang - perundangan yang lebih spesifik, oleh sebab itu maka ketentuan mengenai persyaratan formil dan materiil harus mengacu kepada KUHAP, UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), dan undang - undang yang mengatur lebih spesifik mengenai kebasahan alat bukti elektronik.9
Alat bukti elektronik khususnya CCTV sudah menjadi alat bukti hukum yang sah berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE sedangkan syarat materiil mengenai alat bukti CCTV diatur didalam Pasal 5 ayat (3) UU ITE yang mengatur bahwa informasi elektronik dan dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan peraturan undang - undangan informasi dan transaksi elektronik. Syarat formil alat bukti CCTV terdapat didalam Pasal Pasal 5 ayat (4) UU ITE, Pasal 43 ayat (3) dan Pasal 43 ayat (4) tentang Perubahan atas UU ITE. Dimana terdapat 3 (tiga) syarat formil yaitu ;
-
1. "Informasi atau Dokumen Elektronik tersebut bukanlah ;
-
a. Surat yang menurut undang - undang harus dibuat dalam bentuk tertulis
-
b. Surat yang beserta dokumennya yang menurut undang -undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau di buat oleh pejabat pembuat akta".
-
2. "Penggeledahan dan penyitaan terhadap sistem elektronik harus dengan seizin ketua pengadilan setempat";
-
3. "Penggeledahan dan penyitaan terhadap sistem elektronik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum."
Dalam hal sistem elektronik yang digunakan telah memenuhi persyaratan meteriil dan formil, dan ditampilkan dalam bentuk aslinya (informasi elektronik atau dokumen eletronik) dan hasil cetaknya dari informasi dan dokumen elektronik merupakan
alat bukti yang sah. Sehingga alat bukti CCTV sudah diangap sah berdasarkan UU ITE tersebut.
-
2.2.2 Kekuatan Alat Bukti Closed Circuit Television (CCTV) Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KUHAP didalam Pasal 184 ayat (1) mengatur 5 (lima) alat bukti yang sah yaitu; a. keterangan saksi, b. keterangan ahli, c. surat, d. petunjuk, dan e. keterangan terdakwa. Pada dasarnya semua alat bukti memiliki kekuatan alat bukti yang sama.10 Kekuatan alat bukti dari semua alat bukti yang terdapat didalam KUHAP tersebut bersifat bebas (volledig bewijskracht) alat - alat bukti tersebut tidak bersifat sempurna dan tidak bersifat mengikat atau menentukan (beslissende bewijskracht). Sedangkan nilai pembuktian dari seluruh alat bukti didasarkan pada penilaian hakim.11
Alat bukti petunjuk berdasarkan Pasal 188 KUHAP merupakan alat bukti merupakan perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lainnya, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya, dan petunjuk hanya dapat diperoleh dari; a. keterangan saksi, b. surat, dan c. keterangan terdakwa. Penilaian hakim atas kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah melakukan pemeriksaan didalam persidangan dengan penuh kecermatan berdasarkan hati nuraninya. Rekaman CCTV sebagai alat bukti petunjuk dapat digunakan setelah
memenuhi syarat formil dan materiil serta isi rekaman tersebut tidak diubah atau masih dalam bentuk aslinya dan didukun oleh alat bukti hukum yang sah lainnya.
Hakim memiliki hak untuk menilai alat bukti yang di hadirkan dalam persidanga.12 Hakim dapat memanggil seorang ahli untuk menjelaskan mengenai rekaman CCTV untuk menjelaskan lebih rinci mengenai isi dari rekaman tersebut sehingga petunjuk ini akan bersifat lebih kuat dan meyakinkan hakim.13 Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, seringkali terjadi di dalam rumah tanpa sepengetahuan khalayak ramai, tak jarang kekerasan tersebut tidak disengaja terekam oleh CCTV yang terpasang di luar maupun di dalam rumah.
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
-
1. Keberadaan Closed Circuit Television (CCTV) sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga tidak diatur didalam UU KDRT maupun KUHAP tetapi diatur didalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE. Tetapi didalam prakteknya alat bukti CCTV dimasukkan didalam alat bukti petunjuk.
-
2. Kekuatan Closed Circuit Television (CCTV)
dikualifikasikan sebagai alat bukti petunjuk memiliki kekuatan yang tidak mengikat dan bersifat bebas, hakim
dapat menggunakan alat bukti Closed Circuit Television (CCTV) ataupun tidak berdasarkan keyakinan hakim.
Berdasarkan permasalahan tersebut, adapun saran dari Penulis adalah sebagai berikut:
-
1. Sebaiknya alat bukti elektronik khususnya Closed Circuit Television (CCTV) diatur dalam KUHAP dan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT karena tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi didalam rumah sulit dibuktikan karena minimnya alat bukti.
-
2. Perkembangan teknologi yang semakin pesat, hendaknya para penegak hukum khususnya hakim dapat lebih meyakini bahwa CCTV merupakan salah satu alat bukti yang dikualifikasikan sebagai petunjuk yang dapat membuat terang suatu tindak pidana khusunya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dan dapat menjamin adanya kepastian hukum.
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Effendi Tolib, 2014, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, Malang, Setara Press
Hamzah Andi, 2017, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika
Makarao Mohammad Taufik, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Ghalia Indonesia
Mansur Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, 2009, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, Refika Aditama
Marzuki Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Group
Sitompul Josua , 2012, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw
Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Jakarta, Tatanusa
Suratman dan H.Philips Dillah, 2015, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Alfabeta
Achmad Saifuddin Fedyani, tanpa tahun, “Keluarga dan Rumah Tangga: Satuan Penelitian dalam Perubahan Masyarakat”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, Vol XXIII, No.60, Mei 1999.
Arief Heryogi, Masruchin Ruba'i dan Bambang Sugiri, 2017, “Fungsi Bukti Elektronik Dalam Hukum Acara Pidana Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016”, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Vol.2, No.1, Juni 2017.
Darus Harizona, “Kekuatan Bukti Elektronik Sebagai Bukti Di Pengadilan Menurut Hukum Acara Pidana dan Hukum Islam (Penggunaan Rekaman Gambar Closed Circuit Televison”, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Raden Fatah, Palembang, Vol. 7, No.1, Juli 2018.
Nur laili Isma dan Arima Koyimatun, 2014, “Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Informasi Elektronik Pada Dokumen Elektronik Serta Hasil Cetaknya Dalam Pembuktian Tindak Pidana”, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Vol.1, No.2, Juli 2014.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843).
13
Discussion and feedback