PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API DI INDONESIA*

Oleh:

I Ketut Surya Agus Wijaya** I Ketut Rai Setiabudhi***

Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak:

Artikel ini dilatarbelakangi oleh permasalahan hukum pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di Indonesia. Jenis penelitian dalam artikel ini menggunakan penelitian hukum normatif. Pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang diatur saat ini (Ius Constitutum), yakni dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, yang dimana pada pasal 13 dalam UU tersebut, yang menyebutkan mengenai pencabutan izin dan perampasan senjata api bilamana terjadi penyalahgunaan, belum jelas pengaturannya atau dapat dikatakan terdapat kekaburan norma. Perlunya pengaturan mengenai penyalahgunaan senjata api ini diatur dalam satu kodifikasi hukum berbentuk Undang-Undang. Hal tersebut dikarenakan bahwa, pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang diatur saat ini (ius constitutum) masih terdapat ketidakpastian hukum didalam pengaturannya. Selain itu, berbagai kasus penyalahgunaan penggunaan senjata api yang terjadi selama ini seolah-olah menjadi penegas bahwa ketidakpastian hukum dalam pengaturan penyalahgunaan senjata api tersebut mengakibatkan terganggunya rasa aman publik.

Kata Kunci:    Pembaharuan Hukum Pidana,

Penyalahgunaan Senjata Api.

Abstract:

This article is motivated by legal issues in regulating criminal acts of abuse of weapons in Indonesia. The type of research in this article uses normative legal research. Arrangement of criminal acts of misuse of weapons currently regulated (Ius Constitutum), namely in the Law of the Republic of Indonesia Number 8 of 1948 concerning Registration and Granting of Idzin for the Use of Firearms, which in Article 13 of the Law states that licenses are revoked and deprivation of firearms in the event of abuse, the arrangement is unclear or it can be said that there is a vagueness of norms. The need for regulation regarding the abuse of firearms is regulated in a legal codification in the form of an Act. This is due to the fact that the current regulation of the crime of abuse of weapons (ius constitutum) still has legal uncertainty in its regulation. In addition, various cases of abuse of firearms that have occurred so far seem to be a confirmation that legal uncertainty in regulating the misuse of firearms has resulted in disruption of public security.

Keywords: Criminal Law Renewal, Crime, Firearm Abuse.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Penulisan

Penyalahgunaan senjata api di masyarakat saat ini menimbulkan rasa kurang aman di masyarakat itu sendiri. Senjata api seringdisalahgunakan penegak hukum untuk menggretak masyarakat padahal sebaiknyadigunakan sebagai alat penegakan hukum oleh oknum-oknum aparat. Berdasarkan Lembaga monitoring hak asasi manusia, Imparsial mengkhawatirkan semakin banyak tindakan penembakan dengan senjata api. Pelaku tidak hanya penegak hukum tapi juga masyarakat yang menggunakan senjata api untuk melakukan tindakan-tindakan yang melawan hukum. “Imparsial memandang merebaknya kasus-kasus penyalahgunaan senjata api baik oleh aparat keamanan ataupun warga sipil pada dasarnya bukan hal baru dan sudah mencapai taraf yang sangat mengkhawatirkan,” kata Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti1

Secara hukum positif, Indonesia sudah termasuk ke dalam Negara yang sudah menerapkan aturan tentang kepemilikan senjata apiyang diperuntukan untuk kalangan sipil secara ketat. Undang-Undang yang mengatur tentang kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil ada didalam UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api. Namun, dilihat dari pengaturan senjata api yang ada saat ini tersebut, masih terdapat ketidakpastian hukum dalam pengaturannya, sehingga dirasa perlu dilakukan pembaharuan mengenai pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di Indonesi

  • 1.2.    Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimana pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api dalam hukum positif di Indonesia?

  • 2.    Mengapa diperlukan pembaharuan hukum pidana tentang pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api untuk mewujudkan kepastian hukum di masa mendatang?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Penulisan artikel ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di indonesia saat ini (Ius Constitutum), serta untuk mengetahui urgensi pembaharuan hukum pidana terhadap pengaturan indak pidana penyalahgunaan senjata api di masa mendatang (Ius Constituendum).

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian yang termasuk ke dalam penelitian hukum normatif.Yang dimana penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.2

Didalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:

  • 1.    Pendekatan Kasus (The Case Approach)

Di dalam penulisan artikel ini, penulis lebih mengutamakan menggunakan pendekatan kasus yang dilakukan dengan menelaah kasus yang secara khusus berkaitan dengan penyalahgunaan senjata api yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tambahan yang berkaitan dengan skripsi ini (The Case Approach).

  • 2.    Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach)

Selain penelitian diatas, penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan cara pendekatan UUatau yang disebut juga (The Statue Approach), yang dimana penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani.3

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    • 2.2.1.    Pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api Dalam Hukum Positif Di Indonesia

Istilah dari “Tindak Pidana” dan “Peristiwa Pidana” merupakan istilah bahasa Belanda yaitu “strafbaar feit”. Di Indonesia selain “Peristiwa Pidana” dalam Strafbaar Feit atau Delictjuga dikenal terjemahan lain pebuatan pidana, tindak pidana, perbuatan yang boleh dihukum atau perbuatan yang boleh dihukum.4Istilah Strafbaar Feith berasal dari tiga kata yaitu “straf” yang artinya Pidana, “baar” yang memliki arti dapat atau boleh, dan “faith” yang artinya perbuatan. Jika dikaitan dengan istilah “strafbaar faith” yang secara keseluruhan ternyata kata “straf” juga dapat diartikan dengan kata hukum, pada kenyataanya hukum itu merupakan pengertian dari kata rech, yang seakan-akan pengertian kata straf sama artinya dengan rech,dimana kenyataanya tidak demikian halnya. Ada dua istilah yang digunakan untuk kata “baar” yakni boleh dan dapat, sedangkan ada empat istilah yaitu tindak peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan yang digunakan untuk kata “feith”. Namun secara literjilk kata perbuatan memang lebih pantas untuk pergunakan.5

Sebagaimana dijelaskan oleh Bambang Poernomo, beliau telah membedakan pengertian tindak pidana atau strabaar feitdibagi 2 yaitu:

  • a.    Definisi berdasarkan teori yang membedakan pengertian “stratbaaf feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan pelanggar dan dapat diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

  • b.    Definisi bedasarkan hukum positif yang merumuskan pengertian “strafbaar feit” merupakan suatu kejadian yang oleh Undang-Undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.6

Menurut definisi yang membedakan pengertian menurut teori dan hukum positif itu, juga dapat dikemukakan menurut pandangan dari J.E. Jonkers yang membedakan pengertian “strafbarr feit” menjadi dua, yaitu:

  • a.    Berdasarkan definisi pendek yang memberikan pengertian “strafbaar feit” merupakan suatu kejadian yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang yang berlaku.

  • b.    Berdasarkan pengertian panjang atau lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit”merupakan suatu kelakuan yang melawan hukum berhubungdilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.7

Berdasarkan definisi-definisi tindak pidana sebagaimana disebutkan para ahli diatas, dapat ditemukan unsur-unsur tindak pidana yaitu; unsur perbuatan melawan hukum, unsur dapat dihukum, dan unsur dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikaitkan dengan penyalahgunaan senjata api dapat diuraikan menjadi 3 bagian, yaitu:

  • 1)    Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Dilihat dari perbuatan yang bertentangan dengan hukum, tentu penyalahgunaan senjata api ini merupakan perbuatan yang melanggar Undang-Undang. Hal tersebut dapat dilihat dari sampai saat ini sudah terdapat beberapa aturan mengenai penyalahgunaan senpi, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api.

  • 2)    Unsur Dapat Dihukum

Dilihat dari unsur dapat dihukum, hukuman mengenai penyalahgunaan senjata api saat ini terdapat pada Pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, yang dimana pada Pasal 14 ayat (1) terdapat hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima-belas ribu rupiah dan senjata apinya dapat dirampas, serta Pasal 14 ayat (2) terdapat hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Sembilan ratus rupiah dan senjata apinya dapat dirampas.

  • 3)    Unsur Dapat Dipertanggungjawabkan

Di dalam pemberian izin senjata api, tentunya terdapat tahapan-tahapan tes yang dilakukan seseorang untuk mendapatkannya, salah satunya tes kejiwaan. Maka dari itu apabila dilihat dari unsur dapat dipertanggungjawabkan, tentu penyalahgunaan senjata api itu dapat dipertanggungjawabkan oleh orang-orang yang sehat jasmani rohani atau dalam keadaan sadar, yang dimana orang tersebut bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, kecuali apabila orang tersebut mengalami gangguan kejiwaan saat ia sudah memiliki izin kepemilikan senjata api.

Berdasarkan penjabaran mengenai unsur-unsur diatas, maka dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan senjata api sudah termasuk kedalam unsur-unsur tindak pidana, dan dapat dikatakan termasuk kedalam tindak pidana.

  • 2.2.2.    Pentingnya Pembaharuan Hukum Pidana Terhadap Pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api Di Masa Mendatang Demi Terciptanya Kepastian Hukum

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Di dalam hukum pidana nasional (ius constituendum), pembentukan suatu hukum pidana materiil dengan lima karakteristik yang ideal dikemukakan oleh Muladi sebagai berikut:

  • 1.    Pembentukan hukum pidana nasional tidak semata-mata dengan alasan politis, praktis dan sosiologis tetapi dengan sadar harus disusun didalam kerangka ideology nasional Pancasila.

  • 2.    Di masa depan hukum pidana nasional tidak boleh melupakan faktor-faktor yang bersangkutan dengan keadaan alam, tradisi Indonesia dan manusia.

  • 3.    Hukum pidana yang akan datangseharusnya menyelaraskan kecenderungan-kecenderungan umum dalam kehidupan masyarakat beradab.

  • 4.    Hukum pidana di masa depan seharusnyaberdasarkan faktor-faktor yang memiliki sifat pencegahan.

  • 5.    Hukum pidana yang akan datangseharusnya sigap dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memaksimalkan efektifitas fungsinya dalam masyarakat.8

Inovasi dalam hukum pidana memiliki arti suatu usaha untuk melakukan adaptasi dan perbaikan hukum pidana yang berdasarkan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang mendasari peraturan sosial, peraturan kriminal dan peraturan penegakan hukum di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa perbaikan hukum pidana pada dasarnya harus dilalui menggunakan pendekatan yang berdasar pada kebijakan (policy oriented approach) dan juga pendekatan yang berdasar pada nilai (value-oriented approach).9

Penegakan hukum melalui sistem peradilan pidana saat ini masih didominasi oleh cara berpikir legisme, cara penegakan hukum (pidana) yang hanya bersandarkan kepada peraturan perundang-undangan semata. Cara seperti ini lebih melihat persoalan hukum sebagai persoalan hitam putih, padahal hukum itu bukanlah semata-mata ruang hampa yang steril dari konsep-konsep non hukum. Hukum harus pula dilihat dari perspektif sosial, perilaku yang senyatanya yang dapat diterima oleh dan bagi semua insan yang ada di dalamnya.10

Dilihat dari pengaturan di dalam UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, pada pasal 13 dalam UU tersebut, yang menyebutkan mengenai pencabutan izin dan perampasan senjata api bilamana terjadi penyalahgunaan, belum jelas pengaturannya atau dapat dikatakan terdapat kekaburan norma. Ketidakjelasan tersebut terletak pada tidak adanya syarat-syarat yang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan dalam pasal tersebut. Tentunya hal tersebut merupakan kerugian bagi si pemilik izin, karena disatu sisi negara memperbolehkan masyarakat yang bukan TNI atau Polisi untuk mendaftarkan dan memiliki izin senjata api, namun disisi lain negara seolah-olah mempunyai hak prerogatif dalam hal pencabutan izin dan perampasan senjata api dalam hal penyelahgunaan, tanpa memberikan syarat-syarat yang dikategorikan sebagai penyalahgunaan senjata api.

Selain ketidakpastian hukum seperti yang disebutkan diatas, berbagai kasus penyalahgunaan penggunaan senjata api yang terjadi selama ini seolah-olah menjadi penegas bahwa

ketidakpastian hukum dalam pengaturan penyalahgunaan senjata api tersebut mengakibatkan terganggunya rasa aman publik.

Berdasarkan ketidakpastian hukum tersebut, maka penulis rasa perlu segera dilakukan pembaharuan hukum pidana yang nantinya akan menimbulkan implikasi (akibat langsung dari hasil penemuan) yang positif, terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Pembaharuan yang dimaksud adalah perlunya pengaturan mengenai penyalahgunaan senjata api ini diatur dalam satu kodifikasi hukum berbentuk Undang-Undang.

Dalam perumusan norma pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di masa mendatang, penulis rasa perlu adanya pengaturan klasifikasi pengguna dan teknis penggunaan senjata api. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan membedakan senjata api dari sisi pengguna dengan klasifikasi teknis tertentu.

Adapun klasifikasi yang dapat penulis usulkan, yaitu penulis bagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

  • 1.    Senjata api untuk kebutuhan pertahanan negara yang dikendalikan oleh Pemerintah atau TNI,

  • 2.    Senjata api untuk aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya yang dikendalikan oleh pemerintah atau POLRI, dan

  • 3.    Senjata api untuk kebutuhan khusus warga negara dan korporasi yang dikendalikan oleh pemerintah atau POLRI.

  • III. PENUTUP

  • 3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang diatur saat ini (ius constitutum), yakni di dalam UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, yang dimana dalam pasal 13 dalam UU tersebut, yang menyebutkan mengenai

pencabutan izin dan perampasan senjata api bilamana terjadi penyalahgunaan, belum jelas pengaturannya atau dapat dikatakan terdapat kekaburan norma.

  • 2.    Terkait pembaharuan hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di masa mendatang (ius constituendum), penulis merasa hal tersebut perlu dilakukan. Pembaharuan yang dimaksud adalah perlunya pengaturan mengenai penyalahgunaan senjata api ini diatur dalam satu kodifikasi hukum berbentuk Undang-Undang. Hal tersebut dikarenakan bahwa, pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang diatur saat ini (ius constitutum) masih terdapat ketidakpastian hukum didalam pengaturannya. Selain itu, berbagai kasus penyalahgunaan penggunaan senjata api yang terjadi selama ini seolah-olah menjadi penegas bahwa ketidakpastian hukum dalam pengaturan penyalahgunaan senjata api tersebut mengakibatkan terganggunya rasa aman publik.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Sebaiknya pemerintah membuat peraturan yang jelas dan tegas terkait tindak pidana penyalahgunaan senjata api ini demi terciptanya rasa aman publik dan menjamin kepastian hukum bagi rakyat Indonesia.

  • 2.    Sebaiknya pemerintah dalam merumuskan pembaharuan hukum pidana terhadap pengaturan tindak pidana penyalahgunaan senjata api di masa mendatang perlu mempertimbangkan untuk diberikannya klasifikasi pengguna dan teknis penggunaan senjata api dengan jelas, disertai sanksi yang tegas.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amirudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Arief, Barda Nawawi, 2010, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta.

Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana I, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Kansil, C.S.T., 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana, cet. Ke-1, Pradnya Paramita, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group, Jakarta.

Mulyadi, Lili, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif Teoretis dan Praktek, PT. Alumni, Bandung.

Poernomo, Bambang, 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogjakarta.

Jurnal/Artikel Ilmiah

Prayitno, K. (2012). Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia (Perspektif Yuridis Filosofis dalam Penegakan Hukum In Concreto).Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 407-420. URL:       https://doi.org/10.20885/iustum.vol14.iss2.art2,

diakses pada tanggal 7 Januari 2019.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api

Internet

Sumut Pos, 2012, "Ancaman Senpi di Sekitar Kita", URL: http://sumutpos.co/2012/05/13/ancaman-senpi-di-sekitar-kita/, diakses tanggal 13 Maret 2017.