TINDAK PIDANA PROSTITUSI ONLINE DI WILAYAH HUKUM POLDA BALI*

Oleh

Alfi Ardiansyah Harahap** I Gusti Ngurah Parwata*** Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Abstrak

Prostitusi adalah fenomena yang telah ada sejak dulu, bukan hanya di Indonesia.Fenomena prostitusi hingga saat ini masih merupakan kejahatan yang belum bisa diselesaikan.

Permasalahan yang terjadi yaitu mengenai kebijakan kriminalisasi tindak pidana prostitusi online, dan apa saja langkah-langkah yang dilakukan POLDA Bali dalam penanggulangan tindak pidana prostitusi online Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum empiris.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) hakikatnya kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana.Dalam rangka menanggulangi kejahatan diperlukan berbagai sarana untuk reaksi yang dapat diberikan kepada seorang pelaku kejahatan berupa pidana.Karena pidana masih dianggap relevan untuk menanggulangi kejahatan. (2) Dalam hal ini POLDA Bali melakukan upaya preventif yang dilakukan dengan cara penyuluhan bahaya hukum prostitusi online di dalam masyarakat. Upaya represif yang dilakukan POLDA Bali dengan mengadakan penyelesaian yang disangka melakukan perbuatan prostitusi online tersebut. Setelah penyelesaianpemeriksaan oleh kepolisiansudah dianggap selesai maka akan diserahkan kepada kejaksaan.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Prostitusi, Prostitusi, Online

Abstract

Prostitution is a phenomenon that has existed for a long time in the world, not least in Indonesia. The phenomenon of prostitution until now is still an unresolved problem.

The problem that happens is how the criminalization policy of prostitution crime online? and what are the steps taken by FOLD A Bali in handling the crime of prostitution online? The research is empirical law research .

Based on the results of the study it can be concluded that (1) In essence criminalization policy is part of criminal policy, and therefore includes part of criminal law policy. In order to tackle crime, various means are needed as reactions that can be given to criminal offenders in the form of criminal. Because criminals are still considered relevant to tackle crime, although there are still many other non-criminal reactions in tackling crime. (2) In this case POLDA Bali undertakes preventive efforts conducted by means of prostitution online prostitution hazard education in the society. The repressive efforts undertaken by POLDA Bali by holding a suspected settlement of such acts. After completion of the examination by the police has been considered finished it will be submitted to the prosecutor's office.

Keywords: Crime, Prostitution, Online

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang Masalah

Teknologi informasi serta komunikasi merupakan bagian dari inovasi baru dalam beberapa tahun lalu yang mampu mempengaruhi kehidupan manusia. Berbagai macam kegiatan seseorang secara terus-menerus dengan memperoleh keuntungan dari efisiensi, dengan pemanfaatan informasi dan telekomunikasi. Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi, menjadi masalah baru saat digunakan tidak sesuai dengan yang semestinya. Cyber crime merupakan kejahatan baru yang ada pada masyarakat.1

Inter-connection network (internet) sudah bagian jendela baru untuk mempersatu setiap batasan dan perbedaan. Tidak dapat ditolak bahwa internet telah merubah gaya hidup memunculkan

suatu fenomena yang mampu mengubah komunikasi konvensional. Perkembangan teknologi di bidang informasi dan telekomunikasi bahkan telah mengubah karakteristik kejahatan yang ada dalam lingkungan domestik bergeser ke dalam lingkungan kejahatan lintas negara. Prostitusi menurut James A. Inciardi sebagaimana dikutip oleh TopoSantoso, merupakan the offering of sexual relations for monetary or other gain (penawaran hubungan seksual untuk memperoleh uang atau keuntungan lainnya). Jadi prostitusi adalah seks untuk pencaharian, terkandung beberapa tujuan yang ingin diperoleh, biasanya beberapa uang. Termasuk didalamnya bukan hanya persetubuhan tetapi juga setiap bentuk hubungan seksual dengan orang lain untuk mendapatkan bayaran. Dalam prostitusi terdapat tiga bagian penting yaitu mucikari, pelacur dan pelanggannya yang dilakukan secara konvensional ataupun dunia maya atau online.2

Dilihat dari faktor-faktor penyebab seseorang melakukan tindak pidana prostitusi, masalahnya terletak pada faktor sosial dan ekonomi, yang dipengaruhi oleh kebutuhan, sedangkan faktor sosial dipengaruhi lingkungan. Prostitusi terjadi apabila kurangnya kesejahteraan seseorang baik itu berupa kesejahteraan lahir maupun batin.3

Prostitusi adalah melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan yang bukan istri atau suaminya yang dilakukan di tempat-tempat tertentu (lokalisasi, hotel, dan lain-lain) yang pada umumnya mereka mendapatkan uang setelah melakukan hubungan badan.4 Prostitusi merupakan salah satu

masalah sosial karena keberadaannya ditengah masyarakat yang mengganggu ketentraman kehidupan masyarakat. Seiring berjalan nya waktu prostitusi di Indonesia menjadi bukti bahwa prostitusi masih jadi perbincangan masyarakat Indonesia, kehadiran kegiatan prostitusi sudah ada sejak dulu yang dapat dikatakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).

Masalah prostitusi merupakan masalah yang rumit, banyak hal yang harus diperhatikan oleh masyarakat. Prostitusi terdapat tiga bagian penting yaitu mucikari, pelacur, dan pelanggarannya yang diperoleh secara konvensional atau melalui dunia maya.5

Reaksi terhadap kegiatan prostitusi tidak membuat prostitusi berkurang tetapi semakin bertambah keberadaannya. Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi maupun karena kondisi tertentu seperti, pengaruh lingkungan serta teknologi informasi dan komunikasi dalam masyarakat perkembangan teknologi menyebabkan munculnya praktek prostitusi online yang menawarkan jasa di media sosial sehingga memudahkan berjalannya praktek prostitusi tersebut. Berikut ini contoh kasus praktek prostitusi online di Denpasar,

Jajaran Ditreskrimsus Polda Bali membongkar kasus prostitusi online dengan kedok jasa spa di Denpasar. Pelaku menggunakan media sosial untuk menawarkan sejumlah wanita. Dugaan tindak pidana pornografi pada media sosial Facebook dengan nama akun Dewa Komang Praja dan Praja Spa,” kata Direktur Reskrimsus Polda Bali, Kombes Kennedi di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman, Denpasar, Bali, Rabu (15/3/2017).6 Polisi mengamankan 24 orang yang terdiri dari dua orang pemilik, satu

orang marketing, satu kasir, dua saksi pelanggan dan 18 wanita sebagai terapis dari tempat spa di Jalan Tukad Unda, Denpasar, Bali. Para wanita yang bekerja sebagai terapis itu berasal dari berbagai daerah seperti Jember, Bandung, Bali, Batam dan Jakarta. Terapi yang ditawarkan beragam salah satunya adalah pijat seluruh badan dan diakhiri dengan hubungan intim,” ujar Kennedi. Kegiatan prostitusi berkedok spa itu memiliki beragam jasa dengan rentang tarif antara Rp 350 ribu hingga Rp 1,1 juta. Penghasilan para terapis ini disebutkan 30 juta perbulan. Praja Spa bisa mendapatkan pemasukan sebulan hingga Rp 450 juta. Cara menawarkan dengan wanita atau terapisnya menggunakan media online berupa Facebook, BBM dan Line.Omzet rata-rata Rp 15-20 juta per hari. Terbongkarnya kasus ini diusul dengan penangkapan tiga tersangka yakni IM (37), DK (29) dan AY (32). Ketiganya dijerat dengan UU Pornografi, UU ITE dan Pasal 296 KUHP Tentang Prostitusi. Hukuman ancaman penjara yaitu 12 tahun dengan ancaman maksimal denda Rp. 6 miliar,” sebut Kennedi. Barang bukti yang telah disita polisi adalah satu unit computer, satu unit router wifi, dua unit ponsel, uang tunai Rp.3.825.000 yang diduga hasil transaksi jasa, kuitansi, gel, obat kuat dan kondom serta sprei. Penyidik juga masih mendalami kasus ini untuk pengembangan.

Rumusan masalah dari penjelasan latar belakang diatas yaitu :

  • 1.    Bagaimana kebijakan kriminalisasi tindak pidana prostitusi online ?

  • 2.    Apa saja langkah-langkah yang dilakukan POLDA Bali dalam penanggulangan tindak pidana prostitusi online?

  • 1.2    Tujuan

Adapun tujuan dari latar belakang yang penulis jelaskan dalam penelitian yaitu untuk mengerti dan memahami kebijakan kriminalisasi tindak pidana prostitusi online dan mengetahui langkah-langkah Polda Bali dalam penanggulangan tentang tindak pidana prostitusi online.

  • II.    Hasil dan Analisis

    2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam jurnal ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis empiris yaitu penelitian hukum yang berdasarkan atas peraturan perundang-undangan dan teori yang ada dan kaitannya dengan masalah yang ada di lapangan. Metode yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat.7 Dengan sifat penelitian deskriptif dan sumber data primer berupa hasil wawancara dan penyebaran kuisoner serta data primer berup[a bahan hukum dan literature lainnya, Maka diharapkan penelitian ini dapat menyajikan informasi yang akurat dan tajam.8

  • 2.2    Pembahasan

    2.2.1 Kebijakan kriminalisasi tindak pidana prostitusi online

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 dengan Bapak IPDA Suherman selaku Panit II Unit IV Ditreskrimsus POLDA Bali, Kebijakan kriminalisasi prostitusi online dalam hal ini adanya penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian setelah itu dilakukannya proses penyelidikan

yang dilakukan cyber crime terhadap kasus tersebut benar atau tidak adanya kegiatan prostitusi online tersebut agar sesuai apa yang dilaporkan oleh masyarakat karena pihak kepolisian khususnya cyber crime harus membuktikan benar terjadinya tindak pidana prostitusi online atau Cuma laporan hoax saja. Setelah itu jika benar adanya maka dilakukan penindakan oleh kepolisian. Berupa penggeledahan ketempat kegiatan prostitusi online tersebut apabila memang terbukti adanya tindak pidana prostitusi online maka setelah itu melakukan proses penangkapan terhadap orang-orang yang ikut serta terhadap kegiatan prostitusi online tersebut.

Hukum yang mengatur delik kesusilaan dalam KUHP yang berlaku saat ini masih mempunyai kelemahan secara moral mengingat bahwa pembentukan delik kesusilaan tidak menggunakan nilai dasar atau “The living law” dari masyarakat Indonesia. Untuk membentuk konsep kriminalisasi perbuatan pelacuran di Indonesia haruslah memperhatikan Pancasila atau nilai-nilai falsafah bangsa Indonesia. Pancasila yang juga terkandung jiwa atau semangat masyarakat Indonesia pada sila ke-2 telah memberikan amanat bahwa setiap warga Negara menjunjung nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kriminalisasi terhadap prostitusi online harus ditetapkan sebagai kejahatan atau perbuatan yang dilarang dengan hukum pidana melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, mengikat, dan diancam pidana.

  • 2.2.2    langkah-langkah yang dilakukan POLDA Bali dalam penanggulangan tindak pidana prostitusi online

Menurut Lawrence M. Friedman ada tiga unsur yang mempengaruhi berkerjanya hukum adalah

  • 1.    struktur hukum (legal structure)

  • 2.    substansi hukum (legal substance)

  • 3.    kultur hukum (legal culture)9

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 dengan Bapak IPDA Suherman selaku Panit II Unit IV Ditreskrimsus POLDA Bali, ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pihak POLDA BALI khususnya Cyber crimePOLDA Bali dalam menanggulangi prostitusi online, ada beberapa upaya yang dilakukan oleh POLDA Bali yaitu:

  • 1.    Upaya non-penal (Preventif)

Upaya non-penal bersifat preventif yaitu segala usaha pencegahan dalam kegiatan dibidang kepolisian untuk menjaga keamanan serta ketentraman di masyarakat, menjaga Keselamatan orang lain dan harta nya selain itu memberi rasa aman, khususnya mencegah dilakukan nya perbuatan lain hakikatnya dapat mengancam atau membahayakan ketertiban dan ketentraman umum. Adapun upaya preventif yang dilakukan yaitu kepolisian melakukan penyuluhan hukum mengenai akan bahayanya kejahatan prostitusi online tersebut dilingkungan masyarakat.

  • 2.    Upaya Penal (Represif)

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 dengan Bapak IPDA Suherman selaku Panit II Unit IV Ditreskrimsus POLDA Bali, upaya penal berupa tindakan represif yaitu upaya yang dilakukan setelah perbuatan yang bersifat pelanggaran atau kejahatan terjadi. Kepolisian mengadakan

penyelesaian yang disangka melakukan perbuatan itu. Setelah penyelesaian pemeriksaan oleh kepolisian sudah dianggap selesai maka akan diserahkan ke Kejaksaan.

Pihak POLDA Bali melakukan upaya bersifat represif berhubungan dengan kejahatan prostitusi online tersebut. Polda Bali melakukan penangkapan terhadap mucikari dan penggunanya untuk diberi hukuman yang telah berlaku saat ini. Untuk mucikari dikenakan Pasal 506 KUHP.

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Senin tanggal 12 Maret 2018 dengan Bapak IPTU Zulfi A. Kholik, SH. Selaku Panit II Unit IV Ditreskrimsus POLDA Bali, upaya represif yang dilakukan Polda Bali untuk menanggulangi prostitusi online yaitu

  • 1.    Kepolisian Polda Bali membentuk satuan fungsi untuk melacak kasus prostitusi online tersebut di media sosial.

  • 2.    Kepolisian mencari pelacur yang merupakan pelaku prostitusi tersebut dan diserahkan ke dinas sosial.

  • III. Penutup

    3.1    Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Kebijakan kriminalisasi tindak pidana prostitusi online merupakan menetapkan perbuatan yang semula bukan tindak pidana dalam aturan perundang-undangan. Dalam hal ini POLDA Bali khususnya cyber-crime melakukan proses penyelidikan terhadap kasus tersebut benar atau tidak adanya kegiatan prostitusi online tersebut agar sesuai yang dilaporkan oleh masyarakat, untuk mengetahui benar atau tidaknya terjadi suatu tindak pidana prostitusi online tersebut.

  • 2.    Langkah-langkah yang dilakukan POLDA Bali dalam upaya penanggulangan tindak pidana prostitusi online, dalam hal ini POLDA bali melakukan upaya preventif yang dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan hukum akan bahaya prostitusionline di lingkungan yang masih rentan akan prostitusi online tersebut. Upaya represif yang dilakukan POLDA Bali melakukan proses penangkapan terhadap para mucikari untuk diberi hukuman sesuai dengan Undang-undang yang ada.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Pada pelaksanaannya diperlukan pengaturan hukum yang khusus mengikat prostitusi online adalah kejahatan yang dilakukan dalam dunia maya. Peraturan hukum tersebut juga harus mampu menjerat pelaku yang membuat skema dalam prostitusi online, sehingga dapat memberikan efek jera pada pelaku tersebut

  • 2.    Perlu adanya pengawasan dari pemerintah dan aparat penegak hukum terhadap media sosial yang dapat membahayakan penggunaannya, serta orang tua juga perlu memberikan pengawasan terhadap anak- anaknya agar tidak membuka situs porno.

IV Daftar Pustaka

Buku

Amirudin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Granfindo

Achmad Ali, 2002, kepurukan hukum di Indonesia penyebab dan solusinya, Ghalia Indonesia

Makalah dalam Focus Discussion Group (FGD) dengan tema “Penegakan Hukum Terhadap Hoax” yang diselenggarakan oleh HMJ Hukum Fakultas Darma Duta IHDN Denpasar.

TopoSantoso, 2003, Seksualitas dan Hukum Pidana, Ind-Hill-co, Jakarta.

Laden Marpung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Reverensinya, Sinar Grafika, Jakarta.

Sutarman, 2007,   Cyber CrimeModus Operandi dan

penanggulangannya,LaksBangPRESSindo, Yogyakarta.

Bahder johan Nasution, 2008, Meotde Penelitian Hukum, Bandung

Jurnal

Oksidelfa Yanto, 2016, Prostitusi Online Sebagai Kejahatan Kemanusiaan Terhadap Anak, Jurnal Lex et Societatis, PtogramStudi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Volume XVI. Nomor 2.

PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Terjemahan Moeljatno

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58

11