KEDUDUKAN DAN KEKUATAN SURAT ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA *

Oleh

Denira Palmanda Sedana**

I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati***

Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Kedudukan dan Kekuatan Surat Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata”. Permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana kedudukan mengenai surat elektronik sebagai alat bukti dalam Hukum Acara Perdata dan bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti surat elektronik dalam Hukum Acara Perdata. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian hukum normatif. Surat elektronik dapat dijadikan alat bukti dalam hukum acara perdata jika memenuhi kualifikasi sesuai Pasal 6 UU ITE yaitu berbentuk tertulis atau asli, dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan. Kedudukan surat elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata adalah sebagai perluasan dari alat bukti. Nilai kekuatan pembuktian surat elektronik disetarakan dengan alat bukti tulisan. Surat elektronik dianggap sah apabila berbentuk tertulis atau asli, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan. Namun kekuatan pembuktian elektronik belum memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, karena masih butuh pengaturan yang lebih spesifik untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap perbuatan hukum perdata khususnya yang menyangkut surat elektronik. Oleh karena itu perlu pengaturan yang lebih jelas mengenai surat elektronik untuk menjamin kepastian hukum dalam proses pembuktian perkara perdata dan pengaturan

tersebut hendaknya menentukan kapan sahnya suatu surat elektronik sebagai alat bukti.

Kata Kunci : Surat Elektronik, Alat Bukti, Pembuktian.

Abstract

The study is titled "the position and strength of the electronic mail as a means of proof in Civil Law". The issue will be discussed in scholarly works is how the position regarding electronic mail as a means of proof in the event of civil liability Law and how the power of proof evidence electronic mail in the Event of civil liability Law. The methods used in the writing of scientific papers this is normative legal research methods. Electronic mail can be used as evidence in the civil law if it qualifies in accordance with clause 6 UU ITE IE original written or shaped, can be accessed, displayed, secured unity, and can be accounted for. The position of electronic mail as a means of proof in the event of civil law was as an extension of evidence. The value of the power of proof electronic mail synchronised with tool evidence. Electronic mail is considered valid when the shape of the original, written or displayed, secured unity, and be accountable. But the power of electronic authentication does not yet have the strength of a perfect proof, because it still needed more specific arrangements to guarantee legal certainty for all the deeds of the Civil Code specifically relating to electronic mail. Therefore it needs to be a clearer arrangement regarding electronic mail to ensure legal certainty in the process of civil litigation and evidentiary setting that should legitimately determine when an electronic mail as a means of evidence.

Keywords: Electronic Mail, Evidence, Proof.

  • I.   PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang Masalah

Ruang lingkup dari Hukum Acara Perdata adalah hukum formal, baik yang bersifat tertulis yang terdapat atau tertuang di dalam peraturan perundang-undangan maupun bersifat tidak tertulis. Menurut J.B Daliyo bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim1. Salah satu

proses dalam hukum acara perdata adalah pembuktian. Ada dua unsur yang memegang peranan dalam pembuktian: Unsur Alat Bukti; dan Peraturan Pembuktian. Jenis jenis alat bukti menurut Hukum Acara Perdata yaitu Bukti Tulisan, Bukti Saksi, Bukti Persangkaan, Bukti Pengakuan, dan Bukti Sumpah.

Perkembangan dalam dunia maya banyak menciptakan berbagai kemudahan, seperti dalam melakukan suatu transaksi, menbantu dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta manfaat lain baik yang bersifat ekonomi maupun sosial.2 Perkembangan era globalisasi ini melalui pemanfaatan elektronik membuat alat bukti tulisan/surat semakin meningkat, dengan penggunaan surat elektronik (Electronic Mail). Dimana dalam penggunaannya masyarakat menggunakan WWW (World Wide Web), dengan contoh Yahoo dan Gmail. Jika menelaah lebih dalam lagi surat elektronik sebagai alat bukti yang sah bisa dilihat dalam Pasal 5 dan 6 UU ITE. Di dalam hukum acara perdata terdapat asas pembuktian, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 163 Herziene Indonesische Reglement (HIR) jo. 283 Rechtsreglement Voor De Buitengewesten (RBg) jo. 1865 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menentukan bahwa: Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas suatu barang, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya, ataupun menyangkal hak orang lain, maka orang itu harus membuktikannya.3

Dari keseluruhan tahap pembuktian perkara perdata, maka pembuktian merupakan tahap yang spesifik dan menentukan. Dikatakan spesifik, karena pada tahap pembuktian ini para pihak

diberikan kesempatan untuk menunjukkan kebenaran terhadap fakta-fakta hukum yang menjadi titik pokok sengketa. Sedangkan disebut sebagai tahap menentukan, karena hakim dalam rangka proses mengadili dan memutus perkara bergantung kepada pembuktian para pihak di persidangan.4

Alat bukti mempunyai kedudukan yang siginifikan dalam proses persidangan dimana alat bukti ini menjadi sarana yang bisa digunakan untuk menguatkan argument dalam suatu sidang di pengadilan. Oleh karena itu alat bukti ini tidak boleh tertinggalkan jika seseorang ingin melakukan dan memenangkan suatu sidang perkara di pengadilan, termasuk dalam sidang kasus perdata. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari penjelasan yang menyatakan surat elektronik menjadi alat bukti yang sah pada Pasal 5 UU ITE masih sering menimbulkan banyak pertanyaan dan pembuktiannya masih sering keliru dilakukan oleh pihak-pihak berperkara.

  • 1.2.    Rumusan Masalah

  • 1.    Bagaimana kedudukan mengenai surat elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata ?

  • 2.    Bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti surat elektronik dalam hukum acara perdata ?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami mengenai Kedudukan dan Kekuatan Surat Elektronik sebagai Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata.

  • II.   ISI MAKALAH

    • 2.1  Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode penelitian hukum normatif, metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.5 Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklarifikasikan atas 3 jenis meliputi:

  • 1.    Bahan hukum primer, yaitu ketentuan hukum dan perundang undangan yang berkaitan dengan penelitian ini;

  • 2.    Bahan hukum sekunder, berupa literatur literatur tertulis berupa buku-buku, makalah-makalah, laporan penelitian, artikel surat kabar dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penelitian ini;

  • 3.    Bahan hukum tersier, merupakan bahan penjelasan mengenai bahan hukum primer maupun sekunder berupa kamus, ensiklopedia, dan sebagainya.6

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Surat elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata

Sebelum berlakunya UU ITE, hukum pembuktian perdata di Indonesia, secara yuridis formal belum mengakomodasikan dokumen atau informasi elektronik sebagai alat bukti di pengadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 164 HIR dan 284 RBg serta Pasal 1866 KUHPer ada lima alat bukti dalam perkara

perdata di Indonesia yaitu alat bukti tertulis, alat bukti saksi, alat bukti persangkaaan, alat bukti pengakuan, dan alat bukti sumpah.

Seiring perkermbangan zaman, alat bukti elektronik khususnya surat elektronik pun makin sering digunakan dalam perkara perdata. Tidak sembarang informasi elektronik atau dokumen elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah. Menurut Pasal 6 UU ITE, suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE, yaitu sistem elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi persyaratan.

Penggunaan sistem elektronik telah menciptakan suatu cara pandang baru dalam menyikapi perkembangan teknologi. Cara pandang yang dimaksud adalah perubahan paradigma paper based menjadi electronic based. Dalam perkembangannya, informasi yang berwujud elektronik (electronic based) semakin diakui keefisienannya, baik dalam hal pembuatan, pengolahan maupun penyimpanan informasi elektronik tersebut7. Kedudukan alat bukti elektronik dalam perkara perdata saat ini dipandang tidak lagi harus berpatokan terhadap jenis alat bukti yang secara limitatif telah ditentukan oleh aturan perundangan. Pola dan tingkah laku kehidupan manusia yang semakin berkembang, turut mempengaruhi aspek dalam lalu lintas hubungan keperdataan yang berlangsung hingga saat ini. Kehadiran UU ITE sebagai bentuk penegasan diakuinya transaksi elektronik dalam lalu lintas hubungan keperdataan, serta dapat dipergunakannya transkrip elektronik sebagai bentuk alat bukti di pengadilan

memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan hubungan keperdataan yang berlangsung saat ini.

Kedudukan email atau surat elektronik sebagai alat bukti berdasarkan UU ITE dalam rumusan Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah. Informasi elektronik sebagaimana ketentuan umum pasal 1 ayat (1) menyatakan surat elektronik (email) sebagai bagian dari informasi elektronik, sehingga kedudukan surat elektronik dapat dipergunakan dalam praktik perkara di persidangan sebagai alat bukti.

  • 2.2.2    Alat bukti surat elektronik dalam pembuktian hukum acara perdata

Pembuktian merupakan sebuah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.8

Perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat alat bukti bukan saja hanya seperti penjelasan dalam KUHPer, melainkan dengan dibentuknya UU ITE maka informasi elektronik merupakan alat bukti yang sah. Dari Pasal 1 Angka 4, Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE dapat dikategorikan syarat formil dan materiil dari dokumen elektronik agar mempunyai nilai pembuktian, yaitu:9

Pertama, berupa informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan, yang dapat

dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tulisan, suara, gambar dan seterusnya yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Nilai Selanjutnya yang kedua, dinyatakan sah apabila menggunakan/ berasal dari Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang. Nilai pembuktian yang terakhir adalah dianggap sah apabila informasi yang tecantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan,     dijamin     keutuhannya,     dan     dapat

dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti elektronik, oleh UU ITE yang menyatakan bahwa dokumen elektronik disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Dalam hal ini dapat ditarik pemikiran bahwa kekuatan pembuktian dokumen elektronik dalam praktik perkara perdata dipersamakan dengan kekuatan alat bukti tulisan (surat). Meskipun sejauh ini alat bukti elektronik telah diakui sebagai suatu alat bukti yang sah, namun nilai kekuatan pembuktiannya belum lah memiliki nilai pembuktian sempurna.

  • III.    Penutup

    3.1.    Kesimpulan

  • 1.    Surat elektronik dapat dijadikan alat bukti dalam hukum acara perdata jika memenuhi kualifikasi sesuai Pasal 6 UU ITE yaitu berbentuk tertulis atau asli, dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan. Kedudukan surat elektronik sebagai alat bukti dalam hukum acara perdata adalah sebagai perluasan dari alat bukti. Alat bukti elektronik diakui keberadaannya sesuai dengan Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE.

  • 2.    Mekanisme penggunaan surat elektronik dalam proses

pembuktian dalam UU ITE mengharuskan dokumen elektronik dalam keadaan seperti awal dibuat tanpa ada perubahan apapun ketika diterima oleh pihak yang lain (integrity), bahwa memang benar dokumen tersebut berasal dari orang yang membuatnya (authenticity) dan dijamin tidak dapat diingkari oleh pembuatnya (non repudiation). Nilai kekuatan pembuktian surat elektronik disetarakan dengan alat bukti tulisan. Surat elektronik dianggap sah apabila berbentuk tertulis atau asli, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggung jawabkan. Namun kekuatan pembuktian elektronik belum memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, karena masih butuh pengaturan yang lebih spesifik untuk menjamin kepastian hukum bagi setiap perbuatan hukum perdata khususnya yang menyangkut surat elektronik.

  • 3.2.    Saran

  • 1.    Bagi Pemerintah hendaknya perlu meninjau kembali mengenai pengaturan surat elektronik sebagai alat bukti agar pengaturan tersebut menjadi lebih jelas dalam hukum acara perdata dan untuk menjamin kepastian hukum dalam proses pembuktian perkara perdata. Mengingat bahwa seiring perkembangan zaman dalam penyelesaian perkara di pengadilan semakin banyak menggunakan bukti elektronik.

  • 2.    Bagi pembuat Undang Undang jika ada ketentuan dimasa mendatang mengenai surat elektronik sebagai alat bukti, didalam pengaturan tersebut hendaknya menentukan kapan

sahnya suatu surat elektronik sebagai alat bukti surat.

Mengingat saat ini yang termasuk alat bukti surat dalam Hukum Acara Perdata ialah surat akta dan surat bukan

akta. Dengan demikian dengan adanya ketentuan tersebut dapat membuat kekuatan alat bukti surat elektronik semakin jelas dan dapat memperlancar proses penegakan hukum, khususnya dalam perkara perdata.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Amirudin dan Asikin. Zainal, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ishaq H, 2014, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Makarim. Edmon, 2005, Pengantar Hukum Telematika Suatu Kompilasi Kajian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Mulyadi.    Lilik,    2009,    Kompilasi    Hukum    Perdata

Perspektif,Teoritis,Dan Praktik  Peradilan,   PT Alumni,

Bandung.

Panggabean. H P, 2012, Hukum Pembuktian Teori Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Alumni, Bandung.

Soekanto. Soerjono dan Mamudji. Sri, 2009 Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sugeng. Bambang dan Sujayadi, 2012, Pengantar Hukum Acara Perdata Dan Contoh Dokumen Litigasi, Kencana Prenamedia Group, Jakarta.

Syahrani. H. Riduan, 2004, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Jurnal :

Johan Wahyudi, 2012, Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Pada Pembuktian Di Pengadilan, Vol. XVII No.2 Mei 2012, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.

Perundang-undangan :

Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, 2009, Di Terjemahkan Oleh Subekti R. dan R. Tjitrosudibio, Pradnya Paramita, Jakarta.

Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)

11